Anda di halaman 1dari 16

Journal Reading

Efektifitas Taping sebagai Terapi Jangka Pendek Nyeri dan


Kecepatan Berjalan pada Pasien dengan Plantar Fasciitis

Disusun oleh:
Muhammad Imam Mulia, S.Ked 04054821719036
Nabillah Maharani Gumay, S.Ked 04054821719037
Irma Pratiwi, S.Ked 04054821719038
Rafika, S.Ked 04054821719039
Ressy Felisa Raini, S.Ked 04054821719040
Miranda Alaska, S.Ked 04054821719041

Pembimbing:
dr. Jalalin, SpKFR

DEPARTEMEN FISIOTERAPI DAN REHABILITASI MEDIK


RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Journal Reading

Efektifitas Taping sebagai Terapi Jangka Pendek Nyeri dan Kecepatan


Berjalan pada Pasien dengan Plantar Fasciitis

Oleh:
Muhammad Imam Mulia, S.Ked 04054821719036
Nabillah Maharani Gumay, S.Ked 04054821719037
Irma Pratiwi, S.Ked 04054821719038
Rafika, S.Ked 04054821719039
Ressy Felisa Raini, S.Ked 04054821719040
Miranda Alaska, S.Ked 04054821719041

Pembimbing:
dr. Jalalin, SpKFR

Telah diterima sebagai syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik periode 16 Januari-31
Januari 2018 di Departemen Fisioterapi dan Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Palembang, Januari 2018

dr. Jalalin, SpKFR


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan journal reading
yang berjudul “Efektifitas Taping sebagai Terapi Jangka Pendek Nyeri dan Kecepatan
Berjalan pada Pasien dengan Plantar Fasciitis”. Journal reading ini disusun sebagai salah satu
syarat Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Gigi dan Fisioterapi dan Rehabilitasi
Medik RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Jalalin,
SpKFR selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan journal reading ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya
journal reading ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan journal reading
ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh
pihak agar journal reading ini menjadi lebih baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Semoga
journal reading ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan bagi penulis dan
pembaca.

Palembang, Januari 2018

Penulis
Efektifitas Taping sebagai Terapi Jangka Pendek Nyeri dan Kecepatan
Berjalan pada Pasien dengan Plantar Fasciitis

Mira Muhammad*, Angela BM Tulaar*, Rosiana Pradnasari*, Saptawati Badrosono**

*Departemen Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Rumah Sakit Ciptomangunkusumo,


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

**Departemen Gizi Klinik, Rumah Sakit Ciptomangunkusumo, Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Latar belakang: Plantar fasciitis menyebabkan nyeri pada tumit dan arkus medial kaki, dan
bisa mengganggu aktifitas sehari-hari. Taping pada plantar fasciitis akan mengurangi strain
pada fascia plantaris selama berdiri dan berjalan. Tujuan: artikel ini bertujuan untuk
mengetahui efek taping terhadap nyeri dan kecepatan berjalan. Metode: Sebanyak 15 subyek
menerima taping dan terapi diatermi ultrasound selama satu minggu. Sebanyak 15 subyek
lain hanya menerima terapi diatermi ultrasound saja. Nyeri diukur dengan Visual Analog
Scale (VAS) dan kecepatan berjalan diukur dengan meter/detik. Hasil: Skor VAS mulai
menunjukkan perbedaan signifikan pada hari pertama terapi (p=0.008) dan berlanjut hingga
hari terakhir evaluasi. Pada hari pertama, perubahan skor VAS berbeda secara siginifikan
(p=0.002). Namun, seiring evaluasi dari hari ke hari, perubahan skor VAS tidak berbeda
secara signifikan. Perubahan skor VAS pada hari ketujuh dibandingkan saat pengukuran awal
ditemukan signifikan (p<0.001). Dengan analisis multivariat dari pengukuran berulang, Skor
VAS dari tiap grup menurun secara signifikan (p<0.001), namun penurunan skor VAS pada
grup yang ditaping jauh lebih baik dibandingkan yang tidak ditaping (p=0.004).
Kesimpulan: Kombinasi taping dan terapi diatermi ultrasound pada pasien dengan plantar
fasciitis dapat dijadikan modalitas utama untuk meredakan nyeri lebih cepat
Kata kunci: Plantar fasciitis, taping, terapi diatermi ultrasound, Skor VAS, kecepatan
berjalan
I. PENDAHULUAN

Rasa sakit di bawah tumit paling sering disebabkan oleh plantar fasciitis dengan atau tanpa
spur di os calcaneus. Plantar fasciitis adalah cidera yang berlebihan karena robekan berulang
kali pada bagian atas fascia plantaris di tuberositas os calcaneus, yang berada di bagian distal
medial tumit. Nyeri tekan pada tumit yang menyebar ke bagian kaki lainnya adalah gejala
yang paling umum terjadi. Plantar fasciitis adalah kelainan pada kaki yang umum dijumpai di
poliklinik. Di negara maju, plantar fasciitis ditemukan 11%-15% dari semua keluhan di kaki
pada orang dewasa dan 10% pada pelari atletik. Angka ini meningkat pada kelompok usia 40-
60 tahun dan lebih pada pelari atletik muda. Asmaun Najamuddin pada tahun 2003 di
Departemen Rehabilitasi Medis RSCM mendapatkan 67 pasien dengan plantar fasciitis,
dengan usia termuda berusia 34 tahun dan tertua berusia 60 tahun. Bila dikelompokkan, usia
30-39 tahun sebesar 17%, usia 40-49 tahun sebesar 40% dan usia 50-60 tahun sebesar 43%.

Plantar fasciitis menyebabkan nyeri pada tumit dan lengkungan medial permukaan plantar
kaki dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Penatalaksanaannya bisa secara konservatif
atau operatif. Sebuah tinjauan sistematis telah memeriksa berbagai perawatan konservatif
untuk plantar fasciitis dan disimpilkan bahwa terapi terbaik adalah terapi dengan
menggunakan prinsip rendah biaya dan rendah risiko. Foot orthoses merupakan salah satu
terapi pada plantar fasciitis, namun proses pembuatannya memerlukan waktu, oleh karena itu
diperlukan terapi sementara untuk membantu pasien menghilangkan nyerinya. Terapinya
adalah taping pada kaki pasien dengan plantar fasciitis. Taping akan mengurangi nyeri
dengan cara mengurangi strain pada plantar fascia selama berdiri dan ambulasi.

Akhir-akhir ini, penggunaan taping sebagai terapi temporer dalam mengurangi nyeri pasien
plantar fasciitis bukan suatu terapi standar di Indonesia. Sementara, rasa sakit ini akan
membuat pasien sulit melakukan aktivitas sehari-hari dan ini akan berdmpak pada fisiologi,
sosial, dan ekonomi. Hal ini memungkinkan peneliti untuk meneliti keefektifan taping
sebagai penambahan terapi modalitas ultrasound pada plantar fasciitis. Hasilnya diharapkan
bisa memberi manfaat bagi penanganan nyeri pada pasien dengan plantar fasciitis.
II. METODE

Penelitian ini menggunakan uji klinis acak paralel untuk melihat keefektifan taping plantar
sebagai terapi jangka pendek untuk pasien dengan plantar fasciitis. Penelitian dilakukan di
Poliklinik Rehabilitasi Medik, Departemen Rehabilitasi Medik RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta. Pengumpulan data dilakukan pada Juli 2010 sampai Juli 2011.

Kriteria inklusi adalah subjek dengan plantar fasciitis akut / subakut, pria dan wanita berusia
30-60 tahun, indeks massa tubuh (BMI) kurang dari 25, nyeri kaki pada satu kondisi: saat
bangun di pagi hari, saat berdiri dan saat berjalan dengan VAS lebih besar dari atau sama
dengan 5, rasa nyeri hanya pada satu kaki (satu kaki bebas nyeri), saat ini tidak menerima
perawatan plantar fasciitis, mampu berjalan tanpa alat bantu jalan, bersedia menyelesaikan
penelitian dengan menandatangani informed consent.

Kriteria eksklusi adalah luka pada kaki, kelainan sendi pada ekstremitas bawah, riwayat
alergi tape, gangguan fungsi kardiorespirasi yang membatasi kemampuan berjalan, dan
penyakit neuromuscular atau gangguan kognitif.

Setelah menandatangani informed consent, subjek dibagi menjadi permutasi acak 6 blok
menjadi 2 kelompok: kelompok dengan menggunakan taping + USD dan kelompok USD
saja. Penilaian fungsi kaki dilakukan 4 kali dengan kecepatan berjalan dalam 15 meter.
Penilaian pertama dilakukan pada hari pertama tanpa taping, yang kedua dilakukan pada hari
ketiga taping, yang ketiga adalah pada hari kelima dan yang keempat adalah pada hari
ketujuh taping. Taping dipasang setelah tes berjalan pertama oleh peneliti. Taping akan
diganti pada kunjungan berikutnya. Penilaian VAS dilakukan setiap hari melalui catatan
harian saat subjek bangun di pagi hari dan melalui telepon oleh peneliti. Penggunaan taping
adalah 1 minggu. USD pada hari pertama (sebelum taping, Kunjungan I). hari ketiga
(Kunjungan II), hari kelima (Kunjungan III) dan hari ketujuh (Kunjungan IV).

Data yang diperoleh dicatat, dikodekan kemudian dimasukkan ke dalam worksheet


menggunakan SPSS 11.5 lalu dianalisis dan diinterpretasikan.
III. HASIL

Karakteristik Subjek

Sampel pada penelitian ini sebanyak 30 pasien, 26 perempuan dan 4 laki-laki.


Karakteristik subjek dijelaskan pada Tabel 1, kedua kelompok memiliki karakteristik yang
serupa (homogen).

Tabel 1. Karakteristik Subjek


Karakteristik Kelompok taping Kelompok non-taping p-Value
Usia 43.33±10.39* 52.00 (36-59)# 0.092
Jenis Kelamin, n (%)
Laki-laki 2 (13.3) 2 (13.3)
Perempuan 13 (86.7) 1.000 1.000
Indeks Massa Tubuh 24.14 (19.82-24.97) 22.86 (22.07-24.56) 0.418
Pendidikan, n (%)
Sampai usia 9 tahun 2 (13.3) 4 (26.7)
Lebih dari usia 9 tahun 13 (86.7) 11 (73.3) 0.651
Kaki, n (%)
Kanan 6 (40.0) 8 (53.3)
Kiri 9 (60.0) 7 (46.7) 0.464
*, mean±SD; #, median (minimum-maximum)

Skor VAS Sebelum dan Sesudah Perawatan

Perbandingan skor VAS pada langkah pertama setelah bangun pagi dalam dua
kelompok ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Skor VAS Sebelum dan Sesudah Perawatan

Skor VAS Kelompok taping Kelompok non-taping p-Value


VAS (initial) 6.67±1.047* 6.67±1.047* 1.0001
VAS I 5.00(3-7)# 6.00(4-8)# 0.0082
VAS II 5.00(3-7) 6.00(4-8) 0.010
VAS III 4.07±1.438 5.53±0.915 0.002
VAS IV 4.00(2-7) 6.00(3-6) 0.04
VAS V 3.00(1-6) 5.00(3-6) 0.001
VAS VI 3.00(1-5) 5.00(3-6) <0.001
VAS VII 2,60±1.404 4.60±0.910 <0.001
*, mean±SD; #, median (minimum-maximum); 1unpaired T-test; 2Mann-Whitney

Dengan menggunakan analisis lanjutan, analisis multivariat pengukuran berulang, skor


VAS pada masing-masing kelompok mengalami penurunan yang signifikan (p <0,001),
namun penurunan pada kelompok yang menggunakan taping secara signifikan lebih baik
dibandingkan dengan kelompok non-taping (p = 0,004) seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1 .

Gambar 1. Perbandingan VAS Skor pada Langkah Pertama


setelah Bangun Tidur
8

0
1 2 3 4 5 6 7 8

grup USD grup taping+USD Column1

Axis X : Skor VAS


Axis Y : Median jumlah sampel

Kecepatan Berjalan Sebelum dan Sesudah Pengobatan

Perbandingan kecepatan berjalan pada kedua kelompok ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kecepatan Berjalan Sebelum dan Setelah Pengobatan


Kecepatan Berjalan Kelompok taping Kelompok non-taping p-Value*
meter/detik meter/detik
Kunjungan I 1.00(0.75-1.25) 0.88(0.68-0.93) 0.003
Kunjungan II 1.25(0.75-1.36) 0.93(0.78-1.00) 0.004
Kunjungan III 1.25(0.78-1.50) 1.00(0.78-1.25) 0.001
Kunjungan IV 1.36(0.83-1.50) 1.00(0.71-1.25) 0.001
*Uji Mann-Whitney

USD pada hari pertama (sebelum menggunakan taping, kunjungan I), hari ketiga
(kunjungan II), hari kelima (kunjungan III) dan hari ketujuh (kunjungan IV).

Data yang diperoleh dicatat, kemudian dimasukkan ke dalam lembar kerja dengan
menggunakan SPSS 11.5 lalu dianalisis dan diinterpretasikan.
Gambar 2. Perbandingan Kecepatan Berjalan
1.4

1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
1 2 3 4

grup USD grup taping+USD Column1

Axis X : Nilai Fungsi


Axis Y : Marginal mean
IV. DISKUSI

Karakteristik Subjek Penelitian

Sampel sebanyak 30 sesuai dengan kriteria penelitian. Kedua kelompok memiliki


karakteristik yang sama (homogen). Perempuan lebih banyak daripada pria di kedua
kelompok (kelompok taping dan non-taping) dari 26 wanita dan 4 laki-laki. Najamudsin's
reseacrh pada tahun 2003, dan Sjarqiah di tahun 2007 juga menunjukkan sampel wanita lebih
dari laki-laki.4,9

Rentang umur sampel dalam penelitian ini antara 43-52 tahun. Hal ini sesuai dengan Salam et
al yang meneliti fasciitis plantar unilateral dan mendapat sampel antara 40-60 tahun dengan
pengacakan di klinik terapi muskuloskeletal.10

Skor VAS Sebelum dan Sesudah Pengobatan

Penelitian ini menilai langkah pertama sakit setelah bangun dengan VAS mengukur awal
(sebelum perawatan) sampai tujuh hari setelah perawatan. Karena rasa sakit itu subyektif, kita
membutuhkan alat untuk mengukur intensitas rasa sakit. VAS adalah alat yang bisa
digunakan untuk mengukur intensitas sensasi atau perasaan, seperti rasa sakit yang dialami
seseorang.11

Perbandingan skor VAS pada langkah pertama di pagi hari di kedua kelompok tersebut,
menunjukkan perbedaan yang signifikan. Skor VAS berbeda secara signifikan dari hari
pertama setelah pengobatan (p = 0,008) dan berlanjut sampai hari terakhir evaluasi. Dengan
menggunakan uji Mann-Whitney, perubahan skor VAS pada hari ketujuh dibandingkan
dengan awal adalah signifikan (p <0,001). Hal ini menunjukkan bahwa penurunan VAS pada
langkah pertama di pagi hari pada kelompok taping lebih besar daripada kelompok kontrol.

Radford dkk dalam sebuah penelitian yang menggunakan taping Low-Dye pada nyeri tumit
plantar memiliki sedikit penurunan rasa sakit setelah tahap awal terapi selama seminggu.8
Dalam penelitian kami penurunan skor VAS lebih besar, dapat dikaitkan dengan penggunaan
Ultrasonik diatermal dengan efek non-termal / efek mekanis yang membantu penyembuhan
jaringan lunak. Efek mikrostreaming akan menghasilkan tekanan tinggi, yang dapat
mengubah struktur dan fungsi membran sel, dan mengubah ketahanan membran menjadi ion
natrium dan kalsium, ini penting dalam proses penyembuhan.
Ada beberapa penelitian yang menggunakan taping plantar fasciitis dan dikombinasikan
dengan terapi lainnya. Salam dkk membandingkan penggunaan taping Low-Dye dengan
dukungan lengkung medial (MAS) pada pasien dengan plantar faciitis. Subjek juga mendapat
terapi diastina ultrasonik terapeutik dan terbentang dalam 9 sesi selama 3 minggu. Hasilnya
mendapat penurunan nilai nyeri yang signifikan pada kedua kelompok, namun penurunan
10
rasa sakit lebih baik pada MAS secara signifikan. Menurut Fleet et al, taping Low-Dye
dipengaruhi oleh aktivitas. Kekuatan akan menurun seiring berjalannya waktu. Dalam waktu
15 menit terjadi penurunan sebesar 15%. Dalam waktu 15 menit terjadi penurunan 15%,
dalam waktu 1 jam sampai 48% dan dalam 24 jam sebesar 86%. Ini menunjukkan hilangnya
advokat mekanik yang hampir 50% dalam 1 jam. Namun, hal ini tidak terjadi pada MAS,
yang tampaknya lebih mampu mempertahankan dan mengendalikan kaki belakang koreksi
mekanis.13 orthosis kaki MAAS yang merupakan salah satu treament plantar fasciitis, namun
butuh waktu untuk menyesuaikan kaki pasien. Sedangkan pasien harus tetap aktif melakukan
aktivitas sehari-hari. Taping akan mengurangi rasa sakit dengan mengurangi regangan pada
fasia plantar selama berdiri dan ambulasi

Grave dkk menyarankan penggunaan taping Low-Dye untuk terapi jangka pendek. Hal ini
disebabkan oleh penurunan kepatuhan pasien dalam penggunaan jangka panjang dan adanya
komplikasi seperti alergi pada kulit.14 Dalam penelitian ini, kami menemukan tidak ada efek
samping dari taping subyek.

Hyland dkk dalam studinya dengan penggunaan taping calcaneal plantar fasciitis mengklaim
ada penurunan skor VAS yang signifikan dibandingkan dengan petaping dan peregangan
sham setelah ditindaklanjuti selama 1 minggu.15 Landorf dkk menyatakan bahwa penggunaan
Low- Dye taping dan peregangan lebih baik daripada peregangan saja, di mana nilai VAS
menurun secara signifikan selama evaluasi selama 2 minggu.16 Lynch dkk yang mempelajari
kombinasi taping Low-Dye) pada 4 minggu pertama) diikuti dengan orthoses kaki sampai
minggu ke-12 yang menyatakan bahwa terapi menghasilkan penurunan nilai VAS yang
signifikan selama 12 minggu terapi dibandingkan dengan evaluasi Non Sterois Anti
Inflamation Drud (NSAID) saja dan cangkir tumit.17

Martin dkk, dalam studi plantar faciitis, subjek terbagi menjadi 3 kelompok: Peredupan Dye
Rendah (2 minggu pertama) mengikuti orthoses kustom sampai minggu ke-12: Taping Low-
Dye 2 minggu support lengkung over-the-counter sampai minggu ke 12; senar malam ikatan
posterior. Setelah evaluasi 12 minggu tidak menemukan rasa sakit selama aktivitas sehari-
hari secara signifikan antara ketiga kelompok. Tapi nilai yang lebih baik didapat di kelompok
pertama. Dan tidak ada penurunan nilai dari langkah awal nyeri secara signifikan antara
ketiga kelompok, namun nilai yang lebih baik pada kelompok ketiga.18

Mengubah skor VAS selama perawatan pada kedua kelompok, dengan menggunakan uji
Mann-Whitney, menunjukkan penurunan nilai rata-rata skor VAS pada kelompok taping
terjadi pada hari pertama yaitu sebesar 1, sedangkan pada kelompok non-taping skor VAS
menurun. 0, hasil ini nampaknya signifikan (p = 0,002). Penurunan skor VAS dalam non-
taping terjadi pada evaluasi hari ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan skor VAS
setelah langkah pertama dalam moring pada kelompok taping terjadi lebih cepat daripada
non-taping.

Sebelum penelitian ini, tidak ada penelitian yang menilai apakah kombinasi terapi dan
petaping diathermy ultrasonik menghasilkan penurunan VAS yang lebih cepat daripada
ultrasonografi diathermy saja. Seperti kita ketahui, penggunaan diathermy ultrasonik
berdenyut akan menghasilkan efek efek non termal / mekanis yang akan membantu
penyembuhan jaringan lunak. Efek mikrostreaming akan menghasilkan tekanan tinggi, yang
dapat mengubah struktur dan fungsi membran sel, mengubah permeabilitas membran,
mempengaruhi proses difusi dan pembentukan protein, yang akan mempengaruhi kecepatan
penyembuhan jaringan.

Crawford dkk melaporkan sebuah penelitian terhadap 19 pasien dengan plantar faciitis yang
terbagi menjadi 2 kelompok: ultrasonografi berdenyut diaterial intensitas 0,5 watt / cm2,
frekuensi 3 MHz selama 8 menit, 2x minggu selama 4 minggu dan diastin ultrasound tiruan.
Ada penurunan nilai rasa sakit pada kedua kelompok, dan perbandingan antara kedua
kelompok itu tidak signifikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh ukuran sampel yang kecil, 20
atau ultrasound diathermy yang diresepkan tidak memadai.

Penggunaan taping pada orang-orang plantar fasciitis adalah untuk mencegah cedera pada
jaringan lunak menjadi lebih parah bahkan sampai pecah dengan cara mempertahankannya
dan membantu proses penyembuhan tanpa menekan struktur jaringan yang terluka.21 Taping
sangat berguna sebagai terapi tambahan bersamaan dengan ultrasound. Diathermy. Tanpa
penggunaan taping, plantar fascia yang sudah pulih dari efek ultrasonografi diathermy tidak
akan terlindungi, sehingga pergerakan fasia tidak dibatasi dan terjadi peregangan yang
berlebihan. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya tekanan pada fasia plantar dan mudah
robek.22
Menurut O'Sullivan dkk, penggunaan taping Low-Dye akan mengurangi pronasi kaki
belakang dengan membatasi gerakan kaki belakang.23 Saxelby dkk menyatakan bahwa taping
Low-Dye tidak mengurangi pronasi kaki, namun dapat mengurangi tekanan pada plantari
fasia.24 Daya yang dihasilkan selama pronasi dan supinasi akan meningkatkan tekanan pada
plantar fascia. Harus ada belance antara pronasi dan supinasi. Ketidakseimbangan akan
menyebabkan disfungsi kaki.25

Kecepatan Berjalan Sebelum dan Sesudah Pengobatan

Kecepatan berjalan dalam penilaian obyektif fungsi tungkai bawah pada penyakit
muskuloskeletal dimana subjek dihitung kecepatannya dengan kecepatan berjalan yang
nyaman dengan stopwatch. Nilai kecepatan diperoleh dengan membagi jarak dengan waktu.
Kecepatan rata-rata normal adalah 80 meter / menit (11,25 meter detik / 15). Keabsahannya
akan berkurang akibat pengaruh penyakit lainnya.26-28 Dalam penelitian ini peneliti
memasukkan kriteria eksklusi jika ada luka / luka pada kaki, kelainan / kelainan pada
persendian pada ekstremitas bawah, gangguan kardiorespirasi, penyakit neuromuskular atau
kognitif. penurunan nilai. Semua hal ini akan mempengaruhi kemampuan berjalan.

Perbandingan kecepatan berjalan pada kedua kelompok sudah signifikan (p = 0,003) pada
kunjungan awal (sebelum perlakuan), yaitu 1 m / s pada taping dan 0,8 m / s pada taping non-
taping. Ini mungkin karena usia rata-rata di kelompok taping berusia 43 tahun, lebih muda
dari kelompok non taping 52 tahun. Kemampuan berjalan vriaes dipengaruhi oleh beberapa
faktor, termasuk umur dan karakteristik fisik tinggi dan berat. Dari semua pengukuran spasial
dan temporal, walkingspeed adalah ukuran terbaik dari kemampuan berfungsinya berjalan
kaki.29

Perubahan kecepatan berjalan dalam dua kelompok berbeda secara signifikan pada kunjungan
kedua setelah pengobatan (p = 0,004) dan berlanjut sampai hari terakhir evaluasi. Namun
pola perubahan kecepatan berjalan antara kedua kelompok tidak berbeda secara signifikan (p
= 0,086). Lebih jelasnya, dari analisis univatriate pengukuran berulang, kecepatan berjalan di
setiap kelompok meningkat secara signifikan (p <0,001). Namun kenaikan kecepatan berjalan
antara kedua kelompok tidak signifikan (p = 0,233). Hal ini karena kecepatan tidak hanya
dipengaruhi oleh rasa sakit, namun ada faktor lain yang mempengaruhi seperti usia, jenis
kelamin, tingkat kebugaran fisik, tinggi badan, berat badan dan kelainan anggota badan. 29
Dalam penelitian ini, jumlah pria dan wanita adalah sama antara kedua kelompok (p = 1.00),
jadi ini bukan faktor distrubing dalam pengukuran kecepatan berjalan. Karena secara teori,
ada perbedaan nilai kecepatan berjalan pada pria dan wanita, dimana wanita memiliki
kecepatan berjalan lebih lambat, panjang langkah lebih pendek dan lebih cepat daripada pria.
Hal ini karena ada perbedaan antropometri laki-laki dan perempuan.29

Usia juga memiliki karakteristik homogen dalam penelitian ini (p = 0,092). Schimpl dkk,
dalam sebuah studi yang menilai parameter berjalan menggunakan akselerometri menemukan
hubungan antara usia dan kecepatan berjalan dimana ada perbedaan signifikan 1,2 menit (p
<0,001) saat berlari sejauh 1 jam pada usia <30 tahun versus usia> 60 tahun pada subyek
sehat.30

Studi ini tidak membahas kebugaran fisik dan kelainan tungkai bawah sich sebagai kaki rata.
Ini adalah keterbatasan penelitian, karena kedua hal ini akan mempengaruhi kecepatan
berjalan. Irving dkk membuat hubungan antara plantar fasciits dan pronasi kaki. Pada saat
kaki di posisi pronasi, tekanan pada plantar fascia meningkat. Penelitiannya juga menemukan
hubungan antara indeks massa tubuh dan plantar fasciitis dimana indeks massa tubuh lebih
banyak terjadi pada plantar fasciitis. Indeks massa tubuh yang meningkat meningkatkan
tekanan vertikal di bawah tumit selama berjalan tha menyebabkan kerusakan struktur
jaringan.31

Penelitian ini merupakan studi pertama yang menggunakan kecepatan berjalan pada jarak 15
meter untuk pengukuran fungsi tungkai bawah pada plantar fasciitis secara obyektif. Studi
lain menilai peningkatan fungsi sebagai khasiat therepeutic. Radford dkk mengevaluasi
fungsi kaki pada pasien dengan plantar fasciitis menggunakan Foot Health Status
Questionnaire dan tidak menemukan perbedaan bermakna dalam nilai mean sebelum dan
sesudah penggunaan taping Low-Dye selama 1 minggu.8

Hyland dkk mengevaluasi aktivitas fungsional orang dengan plantar fasciitis dengan
menggunakan Genitive Specific Functional Scale (PSFS) sebelum dan sesudah 1 minggu
terapi. Terapi terbagi menjadi 3 kelompok: pengambilan, petaping calcaneal dan petaping
palsu. Penelitian ini menemukan bahwa meskipun tidak menemukan perbedaan nilai yang
signifikan sebelum dan sesudah terapi, namun nilai yang lebih baik diperoleh pada taping
calcaneal.15
V. SIMPULAN

Derajat nyeri pasien yang diterapi baik dengan kombinasi taping dan terapi diatermi
ultrasound maupun dengan terapi diatermi ultrasound saja sama sama berkurang secara
signifikan. Namun pengurangan derajat nyeri pasien yang diterapi dengan kombinasi taping
dan terapi diatermi ultrasound secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan yang diterapi
dengan diatermi ultrasound saja.

Kecepatan berjalan pasien yang diterapi baik dengan kombinasi taping dan terapi diatermi
ultrasound maupun dengan terapi diatermi ultrasound saja sama sama meningkat secara
signifikan. Namun, peningkatan kecepatan kedua grup tidak berbeda secara signifikan.
VI. REFERENSI
1. Calliet, R. Foot and Ankle Pain. Philadelphia: FA Davis Company; 1980
2. Pasquina PF, Foster LS. Plantar Fasciitis in: Frontera WR, Silver JK, et al. Essentials of
Physical Medicine and Rehabilitation: musculoskeletal disorder, pain, and rehabilitation.
2nd edition. Canada: Saunders; 2008
3. Young CC. Plantar Fasciitis. Medscape [internet]. 2008 [cited 2009, April 20th] page 1-3.
Available from Medscape.com/article/86413
4. Buchbinder R. Plantar Fasciitis. N Eng Jour Med. 2004; 350:2159-66
5. Najamuddin A. Comparing the benefits of iontophoresis using dexamethasone 0.4% with
iontophoresis using standard gel to reduce pain and inflammation of plantar fasciitis.
Report of results in thesis. Jakarta: Physical Medicine and Rehabilitatio Science,
University of Indonesia; 2003
6. Osborne HR, Allison GT. Treatement of plantar fasciitis by taping and iontophoresis
Low-Dye: short term results of a double blinded, randomized placebo controlled clinical
trial of dexamethasone and acetic acid. Br J Sports Med. 2006; 40: 545-9
7. Stuber K, Kristmanson K. Conservation therapy for plantar fasciitis: a narrative review of
randomized controlled trials. I Can Assoc Chiropr. 2006; 50(2): 118-32
8. Radford JA, Landorf KB, Buchbinder R, et al. Effectiveness of low-dye taping for short
term treatment of plantar heel pain: a randomized trial. BMC Musculosceletal Disorders.
2006; 7: 641-7
9. Sjarqialqa U. Influence of the use of night splint for foot pain in people with plantar
fasciitis. Report results in thesis. Jakarta: Physical Medicine and Rehabilitation Science,
University of Indonesia; 2007

Anda mungkin juga menyukai