Anda di halaman 1dari 2

PENDAHULUAN

Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan suatu proses patofisiologis dengan etiologi
beragam yang mengakibatkan gangguan struktural atau fungsional ginjal dengan atau tanpa
penurunan progresif laju filtrasi glomerulus. Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang
ireversibel yang terjadi selama lebih dari 3 bulan. Diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau jika nilai laju
glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2. Penyakit ginjal kronik dibagi menjadi lima stadium
berdasarkan nilai laju filtrasi glomerulus.1
Penyebab penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara
lainnya. Menurut United State Renal Data System di Amerika Serikat, prevalensi penyakit ginjal
kronis meningkat 20-25% setiap tahun dengan diabetes (44%) dan hipertensi (27%) menjadi
etiologi tersering. Berdasarkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) pada tahun 2000
tercatat 70.000 penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisa di Indonesia dengan penyebab
antara lain glomerulonefritis (46%), diabetes melitus (18%), obstruksi dan infeksi (12%),
hipertensi (8%), dan sebab lainnya (13%). Angka ini akan terus meningkat sekitar 10% setiap
tahunnya. WHO memperkirakan di Indonesia akan terjadi peningkatan penderita gagal ginjal pada
tahun 1995-2025 sebesar 41,4%.1-3
Pada penyakit ginjal kronis, fungsi ekskresi dan sekresi ginjal menurun sehingga
menyebabkan berbagai gejala secara sistemik. Pada gagal ginjal kronis (stadium akhir) dapat
1,4
terjadi asidosis metabolik. Anemia merupakan salah satu komplikasi CKD, terjadi akibat
penurunan sintesis eritropoietin, hormon yang merangsang produksi sel darah merah
(eritropoiesis).1 Pada penyakit ginjal kronis, diagnosis dini, modifikasi pola hidup, dan pengobatan
penyakit yang mendasari sangatlah penting. Meskipun gagal ginjal kronis merupakan penyakit
yang ireversibel, akan tetapi dengan penanganan yang baik akan dapat mengurangi gejala yang
muncul dan memperbaiki kualitas hidup penderita.
Kompetensi untuk diagnosis penyakit ginjal kronik grade I-IV adalah 4A, sedangkan untuk
grade V atau on HD memiliki kompetensi 3A. Kompetensi 3A bukan gawat darurat, yaitu mampu
membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat
darurat, mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya, dan
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan. Anemia penyakit kronik dan beberapa jenis
anemia yang lain merupakan penyakit di tingkat kompetensi 4A untuk dokter umum, artinya
lulusan dokter harus mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit
tersebut secara mandiri dan tuntas, maupun rawat bersama. Sebagai tambahan juga, kemampuan
hemodialisis ialah kompetensi 2, artinya dokter umum harus mampu enguasai pengetahuan teoritis
dari keterampilan ini dengan penekanan pada clinical reasoning dan problem soluing serta
berkesempatan untuk melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi
atau pelaksanaan langsung pada pasien/ masyarakat.
.

Anda mungkin juga menyukai