PENDAHULUAN
Pengobatan mungkin menyakitkan dan berat dan terdiri dari terapi fisik, pengobatan,
terapi pijat, hydrodilatation atau operasi. Seorang dokter juga dapat melakukan manipulasi di
bawah anestesi, yang membuka perlekatan dan jaringan parut pada sendi untuk membantu
memulihkan gerak sendi. Nyeri dapat diatasi dengan analgesik dan NSAID. Kondisi ini
merupakan penyakit self-limiting, dapat sembuh tanpa operasi tapi memerlukan waktu hingga
dua tahun. Sebagian besar penderita penyakit ini dapat mengembalikan 90% dari kemampuan
gerak sendi bahu.Aspek fisioterapi sindroma nyeri bahu pada kondisi frozen shoulder akibat
capsulitis adhesiva ini, fisioterapi berperan dalam mengurangi nyeri,meningkatkan luas gerak
sendi (LGS), mencegah kekakuan lebih lanjut dan mengembalikan kekuatan otot serta
meningkatkan aktifitas fungsional pasien. Oleh karena itu penulis akan membahas laporan
kasus mengenai frozen shoulder dan kaitannya dengan berbagai terapi yang ada dalam
lingkup rehabilitasi medik.3,4
BAB II
STATUS PASIEN
o Kepala : normosefali
o Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
diameter3mm/3mm, isokor, Refleks cahaya (+/+).
o Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
o Thorax :
o Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
o Pulmo
Inspeksi : simetris, statis dinamis simetris dada kanan = dada kiri
Palpasi : stem fremitus kanan = stem fremitus kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler (+/+), wheezing (-), ronkhi (-)
o Abdomen
Inspeksi : datar, simetris, massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
o Trunkus
Inspeksi : Simetris, Deformitas (-), Hairy Spot (-), Pelvic Tilt (-)
Palpasi : Spasme otot paravertebrae (-), Nyeri Tekan (-)
Luas Gerak Sendi : Dalam batas normal
Tes Provokasi : Tidak Dilakukan
o Ekstremitas
o Ekstremitas superior :
Inspeksi : Simetris. Deformitas (-) edema (-) tremor (-) nodus herbenden (-)
Palpasi : Nyeri tekan pada bahu kiri dan kanan (+), diskrepansi (-), Krepitasi (-)
Neurologi :
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan Terbatas Terbatas
Abduksi lengan 4 4
Fleksi siku 5 5
Ekstensi siku 5 5
Ekstensi wrist 5 5
Fleksi jari-jari tangan 5 5
Abduksi jari tangan 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendon biseps Normal Normal
Refleks tendon triseps Normal Normal
Refleks Patologis
Hoffman Tidak ada Tidak ada
Tromner Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
o Ekstremitas Inferior :
Inspeksi : Simetris. Deformitas (-), edema (-), tremor (-).
Palpasi : Nyeri tekan (-), diskrepansi (-), Krepitasi (-)
Neurologi :
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan Luas Luas
Kekuatan
Fleksi paha 5 5
Ekstensi paha 5 5
Ekstensi lutut 5 5
Fleksi lutut 5 5
Dorsofleksi pergelangan kaki 5 5
Dorsofleksi ibu jari kaki 5 5
Plantar fleksi pergelangan kaki
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendo patella Normal Normal
Refleks tendo Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinsky Tidak ada Tidak ada
Chaddock Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada Kelainan
2.5 Resume
Seorang laki-laki berusia 63 tahun datang ke Poli Rehabilitasi Medis RSMH
dengan kaku pada kedua bahu yang dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Kekakuan
terutama dirasakan saat pasien makan sendiri yang menyebabkan gerakan tangan ketika
menyuap tidak sampai ke mulut dan sulit memakai pakaian sendiri. Kekakuan
berkurang jika tidak digerakkan atau istirahat. Pasien juga mengeluh nyeri seperti
tertusuk-tusuk dan tidak menjalar, Nyeri bertambah bila tangan digerakkan.
menggerakkan lengan ke segala arah. Riwayat bengkak atau kemerahan pada bahu
disangkal. Kesemutan atau kebas pada bahu dan tangan disangkal. Pasien pernah
berobat ke dokter saraf dengan keluhan nyeri yang sama di Lubuk Linggau 1 tahun
yang lalu dan diberikan Pregabalin 1x 75 mg dan Neurodex 1 x 1.
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, tanda vital dalam
batas normal, dan skala nyeri 2/10. Pada pemeriksaan regional thorax, abdomen,
thrunkus, dan ekstremiatas inferior dalam batas normal. Pada ekstremitas superior
didapatkan bentuk simetris tak tampak atropi otot, tak tampak tanda inflamasi, ada
nyeri tekan bahu kanan dan kiri. Pemeriksaan luas gerakan sendi pada bahu kanan dan
kiri didapatkan keterbatasan gerakan pada sendi bahu baik aktif maupun pasif. Pada
pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan
radiologis untuk mengetahui gambaran pada sendi bahu.
2.6 Diagnosis Kerja
Frozen shoulder bilateral
2.7 Evaluasi
No Level ICF Kondisi saat ini Sasaran
1 Struktur dan Nyeri pada bahu kedua bahu Mengurangi nyeri pada bahu
fungsi tubuh Keterbatasan gerak kedua sendi Memperluas gerakan sendi bahu
bahu
2 Aktivitas Kesulitan saat menyuap Meningkatkan kemampuan dan
makanan dan memakai pakaian kemandirian untuk beraktivitas
tanpa bergantung dengan orang lain.
Meningkatkan kemampuan
melakukan kegiatan sehari-hari,
tanpa hambatan.
3 Partisipasi Gangguan gerak sendi Meningkatkan motivasi pasien untuk
menyebabkan kurang percaya menjalani terapi agar dapat
diri, mengurangi kontak dengan beraktivitas dan bersosialisasi
lingkungan dan lebih sering dengan penuh percaya diri.
beristirahat.
2.8 Penatalaksanaan
Medikamentosa
Natrium diclofenac 2 x 50mg
Fisioterapi
US + MWD shoulder D/S
ROM exc shoulder D/S
Edukasi
• Kompres hangat ±15 menit pada bahu
• Tetap menggunakan lengan dalam batas toleransi pasien
• Latihan dirumah sesuai metode codman pendular exercise dengan beban minimal
dan ditambah bertahap, latihan walking fingers, latihan dengan handuk seperti
huruf S terbalik, kedua lengan memegang handuk kemudian bahu sehat menarik
hingga lengan yang sakit tertarik.
• Hindari posisi lengan yang diam dalam waktu lama
• Hindari melakukan aktivitas fisik berlebihan seperti mengangkat benda berat.
2.9 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
(Sumber: http://orthoinfo.aaos.org/PDFs/A00071.pdf)
Tulang-tulang pada bahu disatukan oleh otot, tendon, dan ligament. Struktur-
struktur yang membentuk bahu inilah disebut juga sebagai rotator cuff. Tendon dan ligament
membantu memberi kekuatan dan stabilitas lebih. Otot-otot yang menjadi bagian dari rotator
cuff adalah m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor, dan m. subscapularis.
Otot-otot rotator cuff sangat penting pada pergerakan bahu dan menjaga stabilitas
sendi glenohumeral. Otot ini bermulai dari scapula dan menyambung ke humerus membuat
seperti cuff atau manset pada sendi bahu. Manset ini menjaga caput humeri di dalam fossa
glenoid yang dangkal. Otot-otot pada rotator cuff menjadi “ball” dalam “socket” pada sendi
glenohumeral dan memberikan mobilitas dan kekuatan pada sendi bahu. Terdapat dua bursa
untuk memberi bantalan dan melindungi dari akromion dan memungkinkan gerakan sendi
yang lancar.
Saat terjadi abduksi lengan, rotator cuff memampatkan sendi glenohumeral, sebuah
istilah yang dikenal sebagai kompresi cekung (concavity compression), untuk memungkinkan
otot deltoid yang besar untuk terus mengangkat lengan. Dengan kata lain, rotator cuff, caput
humerus akan naik sampai sebagian keluar dari fosa glenoid, mengurangi efisiensi dari otot
deltoid.7,8
Berdasarkan sudut klinis terdapat 5 fungsi persendian bahu yang kompleks, yaitu:6
a. Sendi Glenohumerale
Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas
glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah per. Permukaan sendi meliputi oleh
rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya labrum glenoidale.
Dibentuk oleh caput humerus dengan cavitas glenoidalisscapulae, yang diperluas
dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi lebih
dalam. Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih
luas. Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus coracoideus,
dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus
selalu dipelihara pada cavitas glenoidalisnya.
Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain
ligamenglenoidalis, ligamenhumeral tranversum, ligamencoracohumeral dan
ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan collum
anatomicum humeri.
Ligament yang memperkuat antara lain:
1) Ligamentum coracohumerale, yang membentang dari procesus coracoideus
sampai tuberculum humeri.
2) ligament coracoacromiale, yang membemtang dari procesus coracoideus sampai
acromion.
3) ligament glenohumerale, yang membentang dari tepi cavitas glenoidalis ke colum
anatobicum, dan ada 3 buah yaitu:
a) ligament gleno humerale superior, yang melewati articulatio sebelah cranial
b) Ligament glenohumeralis medius, yang melewati articulatio sebelah ventral.
c) Ligamentum gleno humeralis inferius, yang melewati articulation sebelah
inferius.
Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika pada sendi glenoidal yaitu
rotasi atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut garis
lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau
permukaan sendi yang disebut gerakan artrokinematika.Rotasi tulang atau gerakan fisiologis
akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan
gerakan gliding, traction ataupun compression dalam sendi yang termasuk dalam joint play
movement .
Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika adalah rotasi atau gerakan
berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut garis lurus dan kedua
gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan sendi yang
disebut gerakan artrokinematika. Rotasi tulang atau gerakan fisiologis akan menghasilkan
gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan gerakan gliding,
traction ataupun compression dalam sendi yang termasuk dalam joint play movement.
Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humeralyaitu : (1) gerakan fleksi terjadi
rollingcaput humeri ke anterior, sliding ke posterior (2) gerakan abduksi terjadi rollingcaput
humeri ke cranio posterior, sliding ke caudo ventral (3) gerakan eksternal rotasi terjadi
rollingcaput humeri ke dorso lateral, sliding ke ventro medial (4) gerakan internal rotasi
terjadi rollingcaput humeri ke ventro medial dan sliding ke dorso lateral.
b. Sendi Sternoclaviculare
Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura clavicularis sterni.
Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi fungsionalnya glubiodea. Diantar
kedua facies articularisnya ada suatu discus articularis sehingga lebih dapat menyesuikan
kedua facies articularisnya dan sebagai cavum srticulare. Capsula articularis luas,sehingga
kemungkinan gerakan luas.
Ligamentum yang memperkuat:
1) ligamentum interclaviculare, yang membentang diantara medial
extremitassternalis, lewat sebelah cranial incisura jugularis sterni.
2) ligamentum costoclaviculare, yang membentang diantara costae pertama sampai
permukaan bawah clavicula.
3) ligamentum sterno claviculare, yang membentang dari bagian tepi caudal incisura
clavicularis sterni, kebagian cranial extremitas sternalis claviculare.
Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45° dan gerak depresi 70°,
serta protraksi 30° dan retraksi 30°. Sedangkan gerak osteokinematikanya meliputi: (1)
gerak protraksi terjadi roll clavicula kearah ventral dan slide kearah ventral, (2) gerak
retraksi terjadi roll clavicula ke arah dorsal dan slide kearah dorsal, (3) gerak elevasi terjadi
roll kearah cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi shoulder 10° (sampai fleksi 90°)
terjadi gerak elevasi berkisar 4°, (4) gerak depresi terjadi roll ke arah caudal dan slide
clavicula kearah cranial.
c. Sendi Acromioclaviculare
Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari acromion
scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro cartilago. Diantara
facies articularis ada discus artucularis. Secara morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea,
karena facies articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar.
Ligamentum yang memperkuatnya:
1) Ligamentacromio claiculare, yamg membentang antara acromion dataran ventral
sampai dataran caudal clavicula.
2) ligament coraco clavicuculare, terdiri dari 2 ligament yaitu:
a) Ligamentum conoideum, yang membentang antara dataran medial
procecuscoracoideus sampai dataran caudal claviculare.
b) Ligamentum trapezoideus, yang membentang dari dataran lateral
procecuscoraoideus sampai dataran bawah clavicuare,
Gerak osteokinematika sendi acromioclavicularis selalu berkaitan dengan gerak pada
sendi scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala maka terjadi rotasi clavicula mengitari
sumbu panjangnya. Rotasi ini menyebabkan elevasi clavicula, elevasi tersebut pada sendi
sternoclavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi clavicula.
d. Sendi Subacromiale
Sendi subacromiale berada diantara arcus acromioclaviculare yang berada di sebelah
cranial dari caput serta tuberositas humeri yang ada di sebeleh caudal, dangan bursa
subacromiale yang besar bertindak sebagai rongga sendi.
e. Sendi Scapulo thoracic
Sendi scapulo thoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa pergerakan
scapula terhadap dinding thorax.
Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kerah medial lateral yang dalam
klinis disebut down ward-up wardrotasi juga gerak kerah cranial-caudal yang dikenal
dengan gerak elevasi-depresi.
3.2.2 Epidemiologi
Insidensi adhesive capsulitis pada populasi umum sekitar 3% sampai 5% namun sebesar
20% pada pasien diabetes. Adhesive capsulitis idiopatik seringkali melibatkan ekstremitas
nondominan, walaupun keterlibatan bilateral telah dilaporkan hingga 40% sampai 50% kasus.
Frekuensi frozen shoulder bilateral lebih sering pada pasien dengan diabetes dari pada yang
tidak. Frozen shoulder kontralateral biasanya terjadi dalam waktu 5 tahun onset penyakit.
Suatu relapse frozen shoulder pada bahu yang sama jarang terjadi.3,4
3.2.3 Etiologi
Etiologi dari frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva masih belum diketahui dengan
pasti. Adapun faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat
trauma, over use, injuries atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit
kardiovaskular,clinical depression dan Parkinson.
Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS tahun 2007 mengenai frozen
shoulder, teori tersebut adalah :1
a. Teori Hormonal. Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan
dengan datangnya menopause.
b. Teori Genetik. Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder,
contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada saat yang
sama.
c. Teori Autoimmuno. Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap
hasil-hasil rusaknya jaringan lokal.
d. Teori Postur. Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur
tegap menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.
3.2.4 Patofisiologis
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalamnya
terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium, yang
berbentuk suatu kantong yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon yang
melintasi sendi, sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi tetapi terlipat sehingga
memungkinkan gerakan secara penuh. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental
yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovium normalnya bening, tidak membeku, tidak
berwarna. Jumlah yang di permukaan sendi relative kecil (1-3 ml). Cairan sinovium juga
bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi. Capsulitis adhesiva merupakan
kelanjutan dari lesi rotator cuff, karena terjadi peradangan atau degenerasi yang meluas ke
sekitar dan ke dalam kapsul sendi dan mengakibatkan terjadinya reaksi fibrous. Adanya
reaksi fibrous dapat diperburuk akibat terlalu lama membiarkan lengan dalam posisi
impingement yang terlalu lama.
Patofisiologi frozen shoulder masih belum jelas, tetapi beberapa penulis menyatakan
bahwa dasar terjadinya kelainan adalah imobilisasi yang lama. Setiap nyeri yang timbul pada
bahu dapat merupakan awal kekakuan sendi bahu. Hal ini sering timbul bila sendi tidak
digunakan terutama pada pasien yang apatis dan pasif atau dengan nilai ambang nyeri yang
rendah, di mana tidak tahan dengan nyeri yang ringan akan membidai lengannya pada posisi
tergantung. Lengan yang imobil akan menyebabkan stasis vena dan kongesti sekunder dan
bersama-sama dengan vasospastik, anoksia akan menimbulkan reaksi timbunan protein,
edema, eksudasi, dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis akan menyebabkan adhesi antara
lapisan bursa subdeltoid, adhesi ekstraartikuler dan intraartikuler, kontraktur tendon
subskapularis dan bisep, perlekatan kapsul sendi.3,7
Penemuan makroskopik dari patofisiologi dari frozen shoulder adalah fibrosis yang
padat dari ligament dan kapsul glenohumeral. Secara histologik ditemukan proliferasi aktif
fibroblast dan fibroblas tersebut berubah menjadi miofibroblas sehingga menyebabkan
matriks yang padat dari kolagen yang berantakan yang menyebabkan kontraktur kapsular.
Berkurangnya cairan synovial pada sendi bahu juga berkontribusi terhadap terjadinya frozen
shoulder.
Pendapat lain mengatakan inflamasi pada sendi menyebabkan thrombine dan
fibrinogen membentuk protein yang disebut fibrin. Protein tersebut menyebabkan penjedalan
dalam darah dan membentuk suatu substansi yang melekat pada sendi. Perlekatan pada
sekitar sendi inilah yang menyebabkan perlekatan satu sama lain sehingga menghambat full
ROM. Kapsulitis adhesiva pada bahu inilah yang disebut frozen shoulder.
2. Pemeriksaan Fisik
Capsulitis adhesive merupakan gangguan pada kapsul sendi, maka gerakan
aktif maupun pasif terbatas dan nyeri. Nyeri dapat menjalar ke leher lengan atas dan
punggung. Perlu dilihat faktor pencetus timbulnya nyeri. Gerakan pasif dan aktif
terbatas, pertama-tama pada gerakan elevasi dan rotasi interna lengan, tetapi
kemudian untuk semua gerakan sendi bahu.
Tes “Appley Scratch” merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi lingkup
gerak sendi aktif pasien. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula
dengan tangan sisi kontralateral melewati belakang kepala (gambar 3). Pada
Capsulitis adhesive pasien tidak dapat melakukan gerakan ini. Bila sendi dapat
bergerak penuh pada bidang geraknya secara pasif, tetapi terbatas pada gerak aktif,
maka kemungkinan kelemahan otot bahu sebagai penyebab keterbatasan.
Nyeri akan bertambah pada penekanan dari tendon yang membentuk
muskulotendineus “rotatorcuff”. Bila gangguan berkelanjutan akan terlihat bahu
yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis, karena atrofi otot deltoid,
supraspinatus dan otot “rotator cuff” lainnya.7,8
Gambar 3: Tes Appley Scracth
3. Pemeriksaan Penunjang
` Selain dibutuhkan pemeriksaan fisik, dalam mendiagnosa suatu penyakit juga
dibutuhkan suatu pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penujang dilakukan sesuai
dengan masing-masing penyakit. Pada Capsulitis adhesive pemeriksaan penunjang
yang dilakukan yaitu pemeriksaan radiologi (x-ray untuk menyingkirkan arthritis,
tumor, dan deporit kalsium) dan pemeriksaan MRI atau arthrogram (dilakukan bila
tidak ada perbaikan dalam waktu 6-12 minggu), dan pemeriksaan ultrasound.
3.2.7 Komplikasi
Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat dan tidak dapat
mendapatkan penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang lama, maka akan timbul
problematik yang lebih berat antara lain : (1) Kekakuan sendi bahu (2) Kecenderungan
terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu (3) Potensial terjadinya deformitas pada sendi
bahu (4) Atropi otot-otot sekitar sendi bahu (5) Adanya gangguan aktifitas keseharian (AKS).
3.2.9 Penatalaksanaan4,5
Medikamentosa
Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada mengembalikan
pergerakan sendi dan mengurangi nyeri pada bahu. Biasanya pengobatan diawali
dengan pemberian NSAID dan pemberian panas pada lokasi nyeri, dilanjutkan dengan
latihan-latihan gerakan. Pada beberapa kasus dilakukan TENS untuk mengurangi nyeri.
Langkah selanjutnya biasanya melibatkan satu atau serangkaian suntikan
steroid (sampai enam) seperti Methylprednisolone. Pengobatan ini dapat perlu
dilakukan dalam beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan dengan bantuan radiologis,
bisa dengan fluoroskopi, USG, atau CT. Bantuan radiologis digunakan untuk
memastikan jarum masuk dengan tepat pada sendi bahu. Kortison injeksikan pada
sendi untuk menekan inflamasi yang terjadi pada kondisi ini. Kapsul bahu juga dapat
diregangkan dengan salin normal, kadang hingga terjadi rupture pada kapsul untuk
mengurangi nyeri dan hilangnya gerak karena kontraksi. Tindakan ini disebut
hidrodilatasi, akan tetapi terdapat beberapa penelitian yang meragukan kegunaan
terapi tersebut. Apabila terapi-terapi ini tidak berhasil seorang dokter dapat
merekomendasikan manipulasi dari bahu dibawah anestesi umum untuk melepaskan
perlengketan. Operasi dilakukan pada kasus yang cukup parah dan sudah lama terjadi.
Biasanya operasi yang dilakukan berupa arthroskopi.
b. Terapi panas
Efek terapi dari pemberian panas lokal, baik dangkal maupun dalam, terjadi
oleh adanya produksi atau perpindahan panas. Pada umumnya reaksi fisiologis yang
dapat diterima sebagai dasar aplikasi terapi panas adalah bahwa panas akan
meningkatkan viskoelastik jaringan kolagen dan mengurangi kekakuan sendi. Panas
mengurangi rasa nyeri dengan jalan meningkatkan nilai ambang nyeri serabut-serabut
saraf. Efek lain adalah memperbaiki spasme otot, meningkatkan aliran darah, juga
membantu resolusi infiltrat radang, edema, dan efek eksudasi.
Beberapa penulis menganjurkan pemanasan dilakukan bersamaan dengan
peregangan, dimana efek pemanasan meningkatkan sirkulasi yang bermanfaat sebagai
analgesik.Terapi panas dangkal menghasilkan panas yang tertinggi pada permukaan
tubuh namun penetrasinya kedalam jaringan hanya beberapa milimeter. Pada terapi
panas dalam, panas diproduksi secara konversi dari energi listrik atau suara ke energi
panas didalam jaringan tubuh. Panas yang terjadi masuk kejaringan tubuh kita yang
lebih dalam, tidak hanya sampai jaringan dibawah kulit (subkutan). Golongan ini yang
sering disebut diatermi, terdiri dari:
o Diatermi gelombang pendek (short wave diathermy = SWD)
o Diatermi gelombang mikro (microwave diathermy = MWD)
o Diatermi ultrasound (utrasound diathermy = USD)
Pada Capsulitis adhesive, modalitas yang sering digunakan adalah ultrasound
diathermy (US) yang merupakan gelombang suara dengan frekuensi diatas 17.000 Hz
dengan daya tembus yang paling dalam diantara diatermi yang lain. Gelombang suara
ini selain memberikan efek panas/ termal, juga ada efek nontermal/ mekanik/
mikromasase, oleh karena itu banyak digunakan pada kasus perlekatan jaringan.
Frekuensi yang dipakai untuk terapi adalah 0,8 dan 1 MHz. Dosis terapi 0,5-4
watt/cm2, lama pemberian 5-10 menit, diberikan setiap hari atau 2 hari sekali. US
memerlukan media sebagai penghantarannya dan tidak bisa melalui daerah hampa
udara. Menurut penelitian, medium kontak yang paling ideal adalah gel.
Efek US pada Capsulitis adhesive :
Meningkatkan aliran darah
Meningkatkan metabolisme jaringan
Mengurangi spasme otot
Mengurangi perlekatan jaringan
Meningkatkan ekstensibilitas jaringan.
Modalitas lain yang digunakan adalah short wave diathermy. Disini
digunakan arus listrik dengan frekuensi tinggi dengan panjang gelombang 11m yang
diubah menjadi panas sewaktu melewati jaringan.Pada umumnya pemanasan ini
paling banyak diserap jaringan dibawah kulit dan otot yang terletak dipermukaan.
c. Elektrostimulasi : TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
Modalitas terapi fisik ini dapat dipergunakan untuk nyeri akut maupun nyeri
kronis, dan sering digunakan untuk meredakan nyeri pada Capsulitis adhesive.
Untuk peletakan elektroda dan pemilihan parameter perangsangan sampai
sekarang masih lebih banyak bersifat seni dan subyektif. Namun peletakkan elektrode
harus tetap berdasarkan pengetahuan akan dasar-dasar anatomi dan fisiologi. Letak
elektroda yang biasa dipilih yaitu: daerah paling nyeri, dermatom saraf tepi, motor
point, trigger point, titik akupuntur.
Stimulasi dapat juga disertai dengan latihan. Misalnya keterbatasan gerak
abduksi, elektrode aktif (negatif) ditempatkan pada tepi depan aksila dan elektroda
kedua diletakkan pada bahu atau diatas otot deltoid penderita. Pasien berdiri
disamping sebuah dinding dan diminta meletakkan jari-jarinya pada permukaan
dinding. Pada saat stimulasi, jari-jari tangan pasien diminta untuk berjalan ke atas di
dinding tersebut. Lama pemberian stimulasi bervariasi dari 30 menit sampai beberapa
jam dan dapat dilakukan sendiri oleh penderita. Angka keberhasilan untuk
menghilangkan nyeri bervariasi dari 25% sampai 80–95%.
d. Latihan
Merupakan bagian yang terpenting dari terapi Capsulitis adhesive. Pada
awalnya latihan gerak dilakukan secara pasif terutama bila rasa nyeri begitu berat.
Setelah nyeri berkurang latihan dapat dimulai dengan aktif dibantu. Rasa nyeri yang
timbul pada waktu sendi digerakkan baik secara pasif maupun aktif menentukan saat
dimulainya latihan gerak. Bila selama latihan pasif timbul rasa nyeri sebelum akhir
pergerakan sendi diduga masih fase akut sehingga latihan gerakan aktif tidak
diperbolehkan. Bila rasa nyeri terdapat pada akhir gerakan yang terbatas, berarti masa
akut sudah berkurang dan latihan secara aktif boleh dilakukan. Pada latihan gerak yang
menimbulkan/ menambah rasa nyeri, maka latihan harus ditunda karena rasa nyeri
yang ditimbulkan akan menurunkan lingkup gerak sendi. Tetapi bila gerakan pada
latihan tidak menambah rasa nyeri maka kemungkinan besar terapi latihan gerak akan
berhasil dengan baik. Latihan gerak dengan menggunakan alat seperti shoulder wheel,
overhead pulleys, finger ladder, dan tongkat merupakan terapi standar untuk penderita
frozen shoulder.
Latihan dengan Shoulder Wheel
Dengan instruksi yang benar shoulder whell dapat digunakan untuk memberi
motivasi pada penderita untuk melakukan latihan lingkup gerak sendi bahu secara
aktif. Cara penggunaan alat yaitu penderita berdiri sedemikian rupa sehingga aksis dari
sendi bahu sama dengan aksis roda pemutar sehingga gerak lengan sesuai dengan
gerak putaran roda. Penderita tidak diharuskan menggerakkan roda secara penuh,
tetapi gerakan hanya dilakukan sebesar kemampuan gerakan sendi bahunya. Harus
pula diperhatikan pada waktu melakukan gerakan endorotasi maupun eksorotasi bahu
dalam posisi abduksi 90o dan siku fleksi 90o. Dengan meletakkan siku pada aksis roda
maka gerakan dapat dilakukan sampai pada keterbatasan lingkup gerak sendi.
Seorang laki-laki berusia 63 tahun datang ke Poli Rehabilitasi Medis RSMH dengan
kaku pada kedua bahu yang dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Kekakuan terutama dirasakan
saat pasien makan sendiri yang menyebabkan gerakan tangan ketika menyuap tidak sampai
ke mulut dan sulit memakai pakaian sendiri. Kekakuan berkurang jika tidak digerakkan atau
istirahat. Pasien juga mengeluh nyeri seperti tertusuk-tusuk dan tidak menjalar, Nyeri
bertambah bila tangan digerakkan. Riwayat bengkak atau kemerahan pada bahu disangkal.
Kesemutan atau kebas pada bahu dan tangan disangkal. Pasien pernah berobat ke dokter saraf
dengan keluhan nyeri yang sama di Lubuk Linggau 1 tahun yang lalu dan diberikan
Pregabalin 1x 75 mg dan Neurodex 1 x 1.
Keluhan pasien dapat dicurigai merupakan suatu kelainan muskuloskeletal ataupun
neurologi. Kelainan neurologi dapat disingkirkan apabila tidak ada ganggaun nyeri yang
menjalar dan ganggauan sensibilitas. Maka pada pasien ini lebih mengarah ke gangguan
muskuloskeletal. Dilihat dari lamanya keluhan yang dirasakan kasus ini termasuk kasus
kronis namun dengan perbaikan. Faktor resiko berupa imobilitas yang lama atau keadaan otot
yang dia dalam jangka waktu yang lama adalah resiko terjadinya frozen shoulder. Tanda
inflamasi juga disangkal seperti bengkak dan kemerahan, artritis seperti gout dan lupus dapat
disingkirkan. Riwayat trauma disangkal ini menandakan bahwa tidak ada kecurigaan yang
mengarah ke fraktur ataupun inflamasi yang dicetuskan oleh trauma seperti tendinitis.
Pada Pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum sakit sedang, tanda vital dalam batas
normal, dan skala nyeri 2/10. Pada pemeriksaan regional thorax, abdomen, thrunkus, dan
ekstremiatas inferior dalam batas normal. Pada ekstremitas superior dextra et sinistra
didapatkan bentuk simetris tak tampak atropi otot, tak tampak tanda inflamasi, ada nyeri
tekan bahu kanan dan kiri. Pemeriksaan luas gerakan sendi didapatkan keterbatasan gerakan
pada sendi bahu kanan dan kiri baik aktif maupun pasif.
Diagnosis frozen shoulder dapat kita tegakan karena adanya nyeri dan keterbatasan
gerak pada bahu aktif dan pasif. Terapi yang diberikan adalah terapi panas yaitu MWD dan
SWD, dapat juga dilakukan kompres hangat dirumah. Latihan ROM juga penting dilakukan
seperti gerakan pendulum, walking finger, dan tentunya penggunakan bahu kanan dan kiri
untuk aktifitas sehari-hari di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Keith, Strange. 2010. Passive Range of Motion and Codmans Exercise. American
Academy of Orthopedics Surgeons.
2. Kelley MJ et al. 2013. “Shoulder Pain and Mobility Deficits: Adhesive Capsulitis”.
Journal of Orthopaedic and Sports Physical Therapy. 43(5):351.
3. Le, HV et al. 2017. Adhesive capsulitis of the shoulder: review of pathophysiology and
current clinical treatments. SAGE Journal. 9(2):75-84.
4. Manske RC and Prohaska D. 2008. Diagnosis and Management of Adhesive Capsulitis.
Curr Rev Musculoskelet Med. 1: 180–189.
5. Maria D’Orsi G.,Gia Via A., Frizziero A.,Oliva F. 2012. Treatment of adhesive
capsulitis: a review. Journal of Muscles Ligaments Tendons. 2(2): 70–78.
6. Richard, S. S. 2006. Anatomi klinik. Edisi ke-6. Jakarta: EGC.
7. Priguna, Sidharta. 2003. Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek Umum. Fakultas
Kedokteran Indonesia: Jakarta.
8. Setianing, Retno., Kusumawati, K., Siswarni. 2011. Pelatihan Ketrampilan Medis
Pemeriksaan Muskuloskeletal Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik. Surakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.