Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Simon-Emmanuel Duplay dikenal sebagai dokter pertama yang menggambarkan


patologi ini, yang disebutnya 'Skapulohumeral Periarthritis'. 'Periarthritis' menggambarkan
sindrom nyeri bahu yang berbeda dari arthritis. Earnest Codman kemudian menciptakan
istilah 'Frozen Shoulder' pada tahun 1934 untuk menekankan pada kelemahan gerakan bahu.
Dia menggambarkan kondisi ini sebagai sulit untuk didefinisikan, sulit untuk diobati dan sulit
untuk dijelaskan dari sudut pandang patologi. Dalam sebuah studi histologis yang diterbitkan
pada tahun 1945, Julius Neviaser menambahkan kondisi ini sebagai ‘Adhesive Capsulitis’,
yang mendasari peradangan dan perubahan fibrotik yang terdapat pada kapsul atau bursa
yang berdekatan.2,3
Frozen shoulder atau sering disebut adhesive capsulitis, merupakan kondisi dimana
bahu menjadi nyeri dankaku. Hal ini mungkin terjadi setelah adanya cedera yang relatif kecil
pada bahu tapi paling sering terjadi tanpa alasan yang jelas. Adhesive capsulitis, atau
arthrofibrosis, menggambarkan proses patologis di mana tubuh membentuk jaringan parut
yang berlebihan atau adhesi di sendi glenohumeral sehingga menyebabkan kekakuan dan
nyeri. Frozen shoulder juga bisa dikaitkan dengan masalah kesehatan lainnya seperti diabetes
dan penyakit tiroid. Dengan kondisi ini, rasa sakit dan kekakuan bisa membatasi kemampuan
dalam melakukanaktivitas sehari-hari yang sederhana seperti memakai pakaian, menyisir
rambut, atau menjemur pakaian.2,3

Pengobatan mungkin menyakitkan dan berat dan terdiri dari terapi fisik, pengobatan,
terapi pijat, hydrodilatation atau operasi. Seorang dokter juga dapat melakukan manipulasi di
bawah anestesi, yang membuka perlekatan dan jaringan parut pada sendi untuk membantu
memulihkan gerak sendi. Nyeri dapat diatasi dengan analgesik dan NSAID. Kondisi ini
merupakan penyakit self-limiting, dapat sembuh tanpa operasi tapi memerlukan waktu hingga
dua tahun. Sebagian besar penderita penyakit ini dapat mengembalikan 90% dari kemampuan
gerak sendi bahu.Aspek fisioterapi sindroma nyeri bahu pada kondisi frozen shoulder akibat
capsulitis adhesiva ini, fisioterapi berperan dalam mengurangi nyeri,meningkatkan luas gerak
sendi (LGS), mencegah kekakuan lebih lanjut dan mengembalikan kekuatan otot serta
meningkatkan aktifitas fungsional pasien. Oleh karena itu penulis akan membahas laporan
kasus mengenai frozen shoulder dan kaitannya dengan berbagai terapi yang ada dalam
lingkup rehabilitasi medik.3,4
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identifikasi Pasien


Nama : ZA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 15 April 1954 (63 tahun)
Alamat : Nikan jaya Lubuk linggau timur 1 Kota Lubuk linggau
Pekerjaan : Pensiun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
No. Rekam Medis : 1039819

2.2 Anamnesis (Autoanamnesis pada tanggal 18 Januari 2018)


2.2.1 Keluhan utama
Kaku pada kedua bahu sejak 6 bulan yang lalu

2.2.2 Riwayat perjalanan penyakit


± 1 tahun yang lalu pasien mengeluh nyeri pada kedua lengan atas dan bahu.
Riwayat jatuh disangkal. Nyeri dirasa semakin hari semakin berat lalu pasien berobat
ke dokter spesialis saraf dan diberi 3 obat (Pregabalin 1x 75 mg, Neurodex 1 x 1, dan
satunya lagi lupa). Keluhan nyeri dirasa berkurang.
± 6 bulan yang lalu pasien mengeluh kaku pada kedua bahu. Kekakuan terutama
dirasakan saat pasien makan sendiri yang menyebabkan gerakan tangan ketika
menyuap tidak sampai ke mulut dan sulit memakai pakaian sendiri. Kekakuan
berkurang jika tidak digerakkan atau istirahat. Pasien juga mengeluh nyeri seperti
tertusuk-tusuk dan tidak menjalar, Nyeri bertambah bila tangan digerakkan. Riwayat
bengkak atau kemerahan pada bahu disangkal. Kesemutan atau kebas pada bahu dan
tangan disangkal. Pasien lalu dirujuk ke bagian neurologi RSMH dan dikonsul ke
bagian rehabilitasi medik.
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma pada bahu tidak ada
Riwayat darah tinggi tidak ada
Riwayat kencing manis tidak ada

2.2.4 Riwayat pengobatan


Dari dokter spesialis saraf di Lubuk linggau:
Pregabalin 1x 75 mg
Neurodex 1 x 1

2.2.5 Riwayat penyakit dalam keluarga


Riwayat darah tinggi dan kencing manis ada
Riwayat alergi disangkal.

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 82x / menit, reguler, isi dan tegangan cukup.
Pernafasan : 20 x/ menit
Suhu : 36,5 oC
VAS : 2/10

2.3.2 Keadaan Spesifik

o Kepala : normosefali
o Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
diameter3mm/3mm, isokor, Refleks cahaya (+/+).
o Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
o Thorax :
o Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
o Pulmo
Inspeksi : simetris, statis dinamis simetris dada kanan = dada kiri
Palpasi : stem fremitus kanan = stem fremitus kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler (+/+), wheezing (-), ronkhi (-)

o Abdomen
Inspeksi : datar, simetris, massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
o Trunkus
Inspeksi : Simetris, Deformitas (-), Hairy Spot (-), Pelvic Tilt (-)
Palpasi : Spasme otot paravertebrae (-), Nyeri Tekan (-)
Luas Gerak Sendi : Dalam batas normal
Tes Provokasi : Tidak Dilakukan

o Ekstremitas
o Ekstremitas superior :
Inspeksi : Simetris. Deformitas (-) edema (-) tremor (-) nodus herbenden (-)
Palpasi : Nyeri tekan pada bahu kiri dan kanan (+), diskrepansi (-), Krepitasi (-)
Neurologi :
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan Terbatas Terbatas
Abduksi lengan 4 4
Fleksi siku 5 5
Ekstensi siku 5 5
Ekstensi wrist 5 5
Fleksi jari-jari tangan 5 5
Abduksi jari tangan 5 5
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendon biseps Normal Normal
Refleks tendon triseps Normal Normal
Refleks Patologis
Hoffman Tidak ada Tidak ada
Tromner Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal

Luas Gerak Sendi Aktif Aktif Pasif Pasif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Abduksi Bahu 0-120 0-120 0-120 0-120
Adduksi Bahu 120-0 120-0 120-0 120-0
Fleksi bahu 0-120 0-120 0-120 0-120
Extensi bahu 0-60 0-60 0-60 0-60
Endorotasi bahu (f0) 90-45 90-45 90-45 90-45
Eksorotasi bahu (f0) 0-30 0-30 0-30 0-30
Endorotasi bahu (f90) 90-45 90-45 90-45 90-45
Eksorotasi bahu (f90) 0-30 0-30 0-30 0-30
Fleksi siku 0-150 0-150 0-150 0-150
Ekstensi siku 150-0 150-0 150-0 150-0
Ekstensi pergelangan tangan 0-70 0-70 0-70 0-70
Fleksi pergelangan tangan 0-80 0-80 0-80 0-80
Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Kesan: ROM shoulder bilateral menurun
Tes Provokasi : appley stratch test dextra et sinistra (+)
NT bicipital D/S (+)
NT anterior shoulder D/S (+)

o Ekstremitas Inferior :
Inspeksi : Simetris. Deformitas (-), edema (-), tremor (-).
Palpasi : Nyeri tekan (-), diskrepansi (-), Krepitasi (-)
Neurologi :
Motorik Dextra Sinistra
Gerakan Luas Luas
Kekuatan
Fleksi paha 5 5
Ekstensi paha 5 5
Ekstensi lutut 5 5
Fleksi lutut 5 5
Dorsofleksi pergelangan kaki 5 5
Dorsofleksi ibu jari kaki 5 5
Plantar fleksi pergelangan kaki
Tonus Eutoni Eutoni
Tropi Eutropi Eutropi
Refleks Fisiologis
Refleks tendo patella Normal Normal
Refleks tendo Achilles Normal Normal
Refleks Patologis
Babinsky Tidak ada Tidak ada
Chaddock Tidak ada Tidak ada
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Vegetatif Tidak ada Kelainan

Luas Gerak Sendi Aktif Aktif Pasif Pasif


Ekstremitas Inferior Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Fleksi paha 0-125 0-45 0-125 0-45
Ekstensi paha 0-30 0-30 0-30 0-30
Endorotasi paha 0-40 0-180 0-110 0-180
Adduksi paha 0-30 0-60 0-30 0-60
Abduksi paha 0-45 0-45 0-45 0-45
Fleksi lutut 0-135 0-135 0-135 0-135
Ekstensi lutut 0-120 0-120 0-120 0-120
Dorsofleksi pergelangan kaki 0-20 0-20 0-20 0-20
Plantar fleksi pergelangan kaki 0-50 0-50 0-50 0-50
Inversi kaki 0-35 0-35 0-35 0-35
Eversi kaki 0-20 0-20 0-20 0-20
Kesan: Dalam batas normal
Tes Provokasi Sendi Lutut: Tidak Dilakukan

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium: tidak dilakukan
Pemeriksaan Radiologis: tidak dilakukan

2.5 Resume
Seorang laki-laki berusia 63 tahun datang ke Poli Rehabilitasi Medis RSMH
dengan kaku pada kedua bahu yang dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Kekakuan
terutama dirasakan saat pasien makan sendiri yang menyebabkan gerakan tangan ketika
menyuap tidak sampai ke mulut dan sulit memakai pakaian sendiri. Kekakuan
berkurang jika tidak digerakkan atau istirahat. Pasien juga mengeluh nyeri seperti
tertusuk-tusuk dan tidak menjalar, Nyeri bertambah bila tangan digerakkan.
menggerakkan lengan ke segala arah. Riwayat bengkak atau kemerahan pada bahu
disangkal. Kesemutan atau kebas pada bahu dan tangan disangkal. Pasien pernah
berobat ke dokter saraf dengan keluhan nyeri yang sama di Lubuk Linggau 1 tahun
yang lalu dan diberikan Pregabalin 1x 75 mg dan Neurodex 1 x 1.
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, tanda vital dalam
batas normal, dan skala nyeri 2/10. Pada pemeriksaan regional thorax, abdomen,
thrunkus, dan ekstremiatas inferior dalam batas normal. Pada ekstremitas superior
didapatkan bentuk simetris tak tampak atropi otot, tak tampak tanda inflamasi, ada
nyeri tekan bahu kanan dan kiri. Pemeriksaan luas gerakan sendi pada bahu kanan dan
kiri didapatkan keterbatasan gerakan pada sendi bahu baik aktif maupun pasif. Pada
pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan
radiologis untuk mengetahui gambaran pada sendi bahu.
2.6 Diagnosis Kerja
Frozen shoulder bilateral

2.7 Evaluasi
No Level ICF Kondisi saat ini Sasaran
1 Struktur dan Nyeri pada bahu kedua bahu Mengurangi nyeri pada bahu
fungsi tubuh Keterbatasan gerak kedua sendi Memperluas gerakan sendi bahu
bahu
2 Aktivitas Kesulitan saat menyuap Meningkatkan kemampuan dan
makanan dan memakai pakaian kemandirian untuk beraktivitas
tanpa bergantung dengan orang lain.
Meningkatkan kemampuan
melakukan kegiatan sehari-hari,
tanpa hambatan.
3 Partisipasi Gangguan gerak sendi Meningkatkan motivasi pasien untuk
menyebabkan kurang percaya menjalani terapi agar dapat
diri, mengurangi kontak dengan beraktivitas dan bersosialisasi
lingkungan dan lebih sering dengan penuh percaya diri.
beristirahat.

2.8 Penatalaksanaan
Medikamentosa
Natrium diclofenac 2 x 50mg
Fisioterapi
US + MWD shoulder D/S
ROM exc shoulder D/S

Edukasi
• Kompres hangat ±15 menit pada bahu
• Tetap menggunakan lengan dalam batas toleransi pasien
• Latihan dirumah sesuai metode codman pendular exercise dengan beban minimal
dan ditambah bertahap, latihan walking fingers, latihan dengan handuk seperti
huruf S terbalik, kedua lengan memegang handuk kemudian bahu sehat menarik
hingga lengan yang sakit tertarik.
• Hindari posisi lengan yang diam dalam waktu lama
• Hindari melakukan aktivitas fisik berlebihan seperti mengangkat benda berat.

2.9 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Bahu6


Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri
atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga
memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan
aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi
bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu.
Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tiga
tulang yaitu : scapula (shoulder blade),clavicula (collar bone), dan humerus (upper arm
bone). Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi
glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut
bekerjasama secara sinkron. Pada sendi glenohumeralsangat luas lingkup geraknya karena
caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal.

Gambar 1. Sendi Bahu.

(Sumber: http://orthoinfo.aaos.org/PDFs/A00071.pdf)
Tulang-tulang pada bahu disatukan oleh otot, tendon, dan ligament. Struktur-
struktur yang membentuk bahu inilah disebut juga sebagai rotator cuff. Tendon dan ligament
membantu memberi kekuatan dan stabilitas lebih. Otot-otot yang menjadi bagian dari rotator
cuff adalah m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor, dan m. subscapularis.
Otot-otot rotator cuff sangat penting pada pergerakan bahu dan menjaga stabilitas
sendi glenohumeral. Otot ini bermulai dari scapula dan menyambung ke humerus membuat
seperti cuff atau manset pada sendi bahu. Manset ini menjaga caput humeri di dalam fossa
glenoid yang dangkal. Otot-otot pada rotator cuff menjadi “ball” dalam “socket” pada sendi
glenohumeral dan memberikan mobilitas dan kekuatan pada sendi bahu. Terdapat dua bursa
untuk memberi bantalan dan melindungi dari akromion dan memungkinkan gerakan sendi
yang lancar.
Saat terjadi abduksi lengan, rotator cuff memampatkan sendi glenohumeral, sebuah
istilah yang dikenal sebagai kompresi cekung (concavity compression), untuk memungkinkan
otot deltoid yang besar untuk terus mengangkat lengan. Dengan kata lain, rotator cuff, caput
humerus akan naik sampai sebagian keluar dari fosa glenoid, mengurangi efisiensi dari otot
deltoid.7,8
Berdasarkan sudut klinis terdapat 5 fungsi persendian bahu yang kompleks, yaitu:6

a. Sendi Glenohumerale
Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas
glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah per. Permukaan sendi meliputi oleh
rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya labrum glenoidale.
Dibentuk oleh caput humerus dengan cavitas glenoidalisscapulae, yang diperluas
dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi lebih
dalam. Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih
luas. Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus coracoideus,
dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk mempertahankan agar caput humerus
selalu dipelihara pada cavitas glenoidalisnya.
Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain
ligamenglenoidalis, ligamenhumeral tranversum, ligamencoracohumeral dan
ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan collum
anatomicum humeri.
Ligament yang memperkuat antara lain:
1) Ligamentum coracohumerale, yang membentang dari procesus coracoideus
sampai tuberculum humeri.
2) ligament coracoacromiale, yang membemtang dari procesus coracoideus sampai
acromion.
3) ligament glenohumerale, yang membentang dari tepi cavitas glenoidalis ke colum
anatobicum, dan ada 3 buah yaitu:
a) ligament gleno humerale superior, yang melewati articulatio sebelah cranial
b) Ligament glenohumeralis medius, yang melewati articulatio sebelah ventral.
c) Ligamentum gleno humeralis inferius, yang melewati articulation sebelah
inferius.

Gambar 2. Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral.


(Sumber: Dalley, A. F., & Moore, K. L. 2010. Clinically Oriented Anatomy Sixth Edition.
USA:Wolters Kluwer)

Bursa-bursa yang ada pada shoulder joint:


1) Bursa otot latisimus dorsi, terletak pada tendon otot teres mayor dan tendon
latisimus dorsi.
2) Bursa infra spinatus, terdapat pada tendon infra spinatus dan tuberositashumeri.
3) Bursa otot pectoralis mayor, terletak pada sebelah depan insersio otot pectoralis
mayor.
4) Bursa subdeltoideus, terdapat diatas tuberositas mayus humeri dibawah otot
deltoideus.
5) Bursa ligament coraco clavikularis, terletak diatas ligamentum coracoclaviculare.
6) Bursa otot subscapularis terletak diantar sisi glenoidalis scapulae dengan otot
subscapularis.
7) Bursa subcutanea acromialis, terletak diatas acromion dibawah kulit

Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika pada sendi glenoidal yaitu
rotasi atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut garis
lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau
permukaan sendi yang disebut gerakan artrokinematika.Rotasi tulang atau gerakan fisiologis
akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan
gerakan gliding, traction ataupun compression dalam sendi yang termasuk dalam joint play
movement .
Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika adalah rotasi atau gerakan
berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut garis lurus dan kedua
gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan sendi yang
disebut gerakan artrokinematika. Rotasi tulang atau gerakan fisiologis akan menghasilkan
gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang menghasilkan gerakan gliding,
traction ataupun compression dalam sendi yang termasuk dalam joint play movement.
Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humeralyaitu : (1) gerakan fleksi terjadi
rollingcaput humeri ke anterior, sliding ke posterior (2) gerakan abduksi terjadi rollingcaput
humeri ke cranio posterior, sliding ke caudo ventral (3) gerakan eksternal rotasi terjadi
rollingcaput humeri ke dorso lateral, sliding ke ventro medial (4) gerakan internal rotasi
terjadi rollingcaput humeri ke ventro medial dan sliding ke dorso lateral.

b. Sendi Sternoclaviculare
Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura clavicularis sterni.
Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi fungsionalnya glubiodea. Diantar
kedua facies articularisnya ada suatu discus articularis sehingga lebih dapat menyesuikan
kedua facies articularisnya dan sebagai cavum srticulare. Capsula articularis luas,sehingga
kemungkinan gerakan luas.
Ligamentum yang memperkuat:
1) ligamentum interclaviculare, yang membentang diantara medial
extremitassternalis, lewat sebelah cranial incisura jugularis sterni.
2) ligamentum costoclaviculare, yang membentang diantara costae pertama sampai
permukaan bawah clavicula.
3) ligamentum sterno claviculare, yang membentang dari bagian tepi caudal incisura
clavicularis sterni, kebagian cranial extremitas sternalis claviculare.

Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45° dan gerak depresi 70°,
serta protraksi 30° dan retraksi 30°. Sedangkan gerak osteokinematikanya meliputi: (1)
gerak protraksi terjadi roll clavicula kearah ventral dan slide kearah ventral, (2) gerak
retraksi terjadi roll clavicula ke arah dorsal dan slide kearah dorsal, (3) gerak elevasi terjadi
roll kearah cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi shoulder 10° (sampai fleksi 90°)
terjadi gerak elevasi berkisar 4°, (4) gerak depresi terjadi roll ke arah caudal dan slide
clavicula kearah cranial.

c. Sendi Acromioclaviculare
Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari acromion
scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro cartilago. Diantara
facies articularis ada discus artucularis. Secara morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea,
karena facies articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar.
Ligamentum yang memperkuatnya:
1) Ligamentacromio claiculare, yamg membentang antara acromion dataran ventral
sampai dataran caudal clavicula.
2) ligament coraco clavicuculare, terdiri dari 2 ligament yaitu:
a) Ligamentum conoideum, yang membentang antara dataran medial
procecuscoracoideus sampai dataran caudal claviculare.
b) Ligamentum trapezoideus, yang membentang dari dataran lateral
procecuscoraoideus sampai dataran bawah clavicuare,
Gerak osteokinematika sendi acromioclavicularis selalu berkaitan dengan gerak pada
sendi scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala maka terjadi rotasi clavicula mengitari
sumbu panjangnya. Rotasi ini menyebabkan elevasi clavicula, elevasi tersebut pada sendi
sternoclavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi clavicula.
d. Sendi Subacromiale
Sendi subacromiale berada diantara arcus acromioclaviculare yang berada di sebelah
cranial dari caput serta tuberositas humeri yang ada di sebeleh caudal, dangan bursa
subacromiale yang besar bertindak sebagai rongga sendi.
e. Sendi Scapulo thoracic
Sendi scapulo thoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa pergerakan
scapula terhadap dinding thorax.
Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kerah medial lateral yang dalam
klinis disebut down ward-up wardrotasi juga gerak kerah cranial-caudal yang dikenal
dengan gerak elevasi-depresi.

3.2 Frozen Shoulder


3.2.1 Definisi
Frozen Shoulder, atau adhesive capsulitis adalah keadaan klinis yang ditandai dengan
nyeri, dan keterbatasan gerak aktif maupun pasif pada sendi glenohumeral yang disebabkan
terjadinya inflamasi pada kapsul sendi bahu, yaitu jaringan ikat di sekitar sendi glenohumeral.
Frozen shoulder merupakan kelanjutan lesi rotator cuff, karena degenerasi yang
progresif. Jika berlangsung lama otot rotator akan tertarik dan terjadi perlengketan serta
memperlihatkan tanda-tanda penipisan, fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses degenerasi
diikuti erosi tuberculum humeri yang akan menekan tendon bicep dan bursa subacromialis
sehingga terjadi penebalan dinding bursa. Frozen shoulder dapat pula terjadi karena ada
penimbunan kristal kalsium fosfat dan karbonat pada rotator cuff. Garam ini tertimbun dalam
tendon, ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah. Penimbunan pertama kali ditemukan
pada tendon lalu ke permukaan dan menyebar ke ruang bawah bursa subdeltoid sehingga
terjadi radang bursa, terjadi berulang-ulang karena tekikis terus-menerus menyebabkan
penebalan dinding bursa, pengentalan cairan bursa, perlengketan dinding dasar dengan bursa
sehingga timbul pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi frozen shoulder.
Frozen shoulder dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Frozen shoulder primer/idiopatik
Frozen shoulder primertidak diketahui penyebabnya. Frozen shoulder onset nya tiba-
tiba, lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria dan biasanya terjadi pada usia antara 40-
60 tahun. Biasanya terjadi pada lengan yang tidak digunakan dan lebih memungkinkan terjadi
pada orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan gerakan bahu yang lama dan berulang.
b. Frozen shoulder sekunder
Yaitu frozen yang diikuti trauma yang berarati pada bahu misal fraktur, dislokasi, luka
bakar yang berat, meskipun cedera ini mungkin sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya.

3.2.2 Epidemiologi
Insidensi adhesive capsulitis pada populasi umum sekitar 3% sampai 5% namun sebesar
20% pada pasien diabetes. Adhesive capsulitis idiopatik seringkali melibatkan ekstremitas
nondominan, walaupun keterlibatan bilateral telah dilaporkan hingga 40% sampai 50% kasus.
Frekuensi frozen shoulder bilateral lebih sering pada pasien dengan diabetes dari pada yang
tidak. Frozen shoulder kontralateral biasanya terjadi dalam waktu 5 tahun onset penyakit.
Suatu relapse frozen shoulder pada bahu yang sama jarang terjadi.3,4

3.2.3 Etiologi
Etiologi dari frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva masih belum diketahui dengan
pasti. Adapun faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat
trauma, over use, injuries atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme, penyakit
kardiovaskular,clinical depression dan Parkinson.
Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS tahun 2007 mengenai frozen
shoulder, teori tersebut adalah :1
a. Teori Hormonal. Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan
dengan datangnya menopause.
b. Teori Genetik. Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder,
contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada saat yang
sama.
c. Teori Autoimmuno. Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap
hasil-hasil rusaknya jaringan lokal.
d. Teori Postur. Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur
tegap menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.

3.2.4 Patofisiologis
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalamnya
terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium, yang
berbentuk suatu kantong yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon yang
melintasi sendi, sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi tetapi terlipat sehingga
memungkinkan gerakan secara penuh. Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental
yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovium normalnya bening, tidak membeku, tidak
berwarna. Jumlah yang di permukaan sendi relative kecil (1-3 ml). Cairan sinovium juga
bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi. Capsulitis adhesiva merupakan
kelanjutan dari lesi rotator cuff, karena terjadi peradangan atau degenerasi yang meluas ke
sekitar dan ke dalam kapsul sendi dan mengakibatkan terjadinya reaksi fibrous. Adanya
reaksi fibrous dapat diperburuk akibat terlalu lama membiarkan lengan dalam posisi
impingement yang terlalu lama.
Patofisiologi frozen shoulder masih belum jelas, tetapi beberapa penulis menyatakan
bahwa dasar terjadinya kelainan adalah imobilisasi yang lama. Setiap nyeri yang timbul pada
bahu dapat merupakan awal kekakuan sendi bahu. Hal ini sering timbul bila sendi tidak
digunakan terutama pada pasien yang apatis dan pasif atau dengan nilai ambang nyeri yang
rendah, di mana tidak tahan dengan nyeri yang ringan akan membidai lengannya pada posisi
tergantung. Lengan yang imobil akan menyebabkan stasis vena dan kongesti sekunder dan
bersama-sama dengan vasospastik, anoksia akan menimbulkan reaksi timbunan protein,
edema, eksudasi, dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis akan menyebabkan adhesi antara
lapisan bursa subdeltoid, adhesi ekstraartikuler dan intraartikuler, kontraktur tendon
subskapularis dan bisep, perlekatan kapsul sendi.3,7
Penemuan makroskopik dari patofisiologi dari frozen shoulder adalah fibrosis yang
padat dari ligament dan kapsul glenohumeral. Secara histologik ditemukan proliferasi aktif
fibroblast dan fibroblas tersebut berubah menjadi miofibroblas sehingga menyebabkan
matriks yang padat dari kolagen yang berantakan yang menyebabkan kontraktur kapsular.
Berkurangnya cairan synovial pada sendi bahu juga berkontribusi terhadap terjadinya frozen
shoulder.
Pendapat lain mengatakan inflamasi pada sendi menyebabkan thrombine dan
fibrinogen membentuk protein yang disebut fibrin. Protein tersebut menyebabkan penjedalan
dalam darah dan membentuk suatu substansi yang melekat pada sendi. Perlekatan pada
sekitar sendi inilah yang menyebabkan perlekatan satu sama lain sehingga menghambat full
ROM. Kapsulitis adhesiva pada bahu inilah yang disebut frozen shoulder.

3.2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis dari frozen shoulder memiliki ciri khas yaitu terbagi dalam tiga fase,
nyeri, kaku, dan perbaikan. Proses alamiah dari fase-fase ini biasanya berjalan selama 1
hingga 3 tahun.1
Fase pertama sering disebut juga sebagai painful atau freezing phase, fase ini diawali
dengan rasa nyeri pada bahu. Pasien akan mengeluhkan nyeri saat tidur dengan posisi miring
dan akan membatasi gerak untuk menghindari nyeri. Pasien akan sering mengeluhkan nyeri
pada daerah deltoid. Sering kali pasien tidak akan meminta bantuan medis pada fase ini,
karena dianggap nyeri akan hilang dengan sendirinya. Mereka dapat mencoba mengurangi
nyeri dengan analgesik. Tidak ada trauma sebelumnya, akan tetapi pasien akan ingat pertama
kali dia tidak bisa melakukan kegiatan tertentu akibat nyeri yang membatasi pergerakan. Fase
ini dapat berlangsung selama 2 sampai 9 bulan.
Fase kedua ini disebut stiff atau frozen phase. Pada fase ini pergerakan bahu menjadi
sangat terbatas, dan pasien akan menyadari bahwa sangat sulit untuk melalukan kegiatan
sehari-hari, terutama yang memerlukan terjadinya rotasi interna dan externa serta
mengangkat lengan seperti pada saat keramas atau mengambil sesuatu yang tinggi. Saat in
pasien biasanya mempunyai keluahans spesifik seperti tidak bisa menggaruk punggung, atau
memasang BH, atau mengambil sesuatu dari rak yang tinggi. Fase ini berlangsung selama 3
bulan hingga 1 tahun.
Fase terakhir adalah fase resolusi atau thawing phase. Pada fase ini pasien mulai bisa
menggerakan kembali sendi bahu. Setelah 1-3 tahun kemampuan untuk melakukan aktivitas
akan membaik, tapi pemulihan sempurna jarang terjadi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hilangnya gerak pada segala arah baik secara
gerak aktif maupun pasif. Pada pemeriksaan fisik, fleksi atau elevasi mungkin kurang dari 90
derajat, abduksi kurang dari 45 derajat, dan rotasi internal dan eksternal dapat berkurang
sampai 20 derajat atau kurang. Terdapat pula restriksi pada rotasi eksternal.
Adapun berbagai macam gangguan yang ditimbulkan dari frozen shoulder adalah
sebagai berikut :
1. Impairment.
Pada kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva permasalahan yang ditimbulkan
antara lain adanya nyeri pada bahu, keterbatasan lingkup gerak sendi dan penurunan kekuatan
otot di sekitar bahu.
2. Functional limitation.
Masalah-masalah yang sering ditemui pada kondisi-kondisi frozen shoulder adalah
keterbatasan gerak dan nyeri, oleh karena itu dalam keseharian sering ditemukan keluhan-
keluhan seperti tidak mampu untuk menggosok punggung saat mandi, menyisir rambut,
kesulitan dalam berpakaian, mengambil dompet dari saku belakang kesulitan memakai breast
holder (BH) bagi wanita dan gerakan-gerakan lain yang melibatkan sendi bahu.
3. Participation restriction.
Pasien yang mengalami frozen shoulderakan menemukan hambatan untuk melakukan
aktifitas sosial masyarakat karena keadaannya, hal ini menyebabkan pasien tersebut tidak
percaya diri dan merasa kurang berguna dalam masyarakat, tapi pada umumnya frozen
shoulder jarang menimbulkan disability atau kecacatan.
3.2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada penderita didapatkan keluhan nyeri hebat dan atau keterbatasan lingkup
gerak sendi (LGS). Penderita tidak bisa menyisir rambut, memakai baju, menggosok
punggung waktu mandi, atau mengambil sesuatu dari saku belakang. Keluhan lain
pada dasarnya berupa gerakan abduksi-eksternal rotasi, abduksi-internal rotasi,
maupun keluhan keterbatasan gerak lainnya.7

2. Pemeriksaan Fisik
Capsulitis adhesive merupakan gangguan pada kapsul sendi, maka gerakan
aktif maupun pasif terbatas dan nyeri. Nyeri dapat menjalar ke leher lengan atas dan
punggung. Perlu dilihat faktor pencetus timbulnya nyeri. Gerakan pasif dan aktif
terbatas, pertama-tama pada gerakan elevasi dan rotasi interna lengan, tetapi
kemudian untuk semua gerakan sendi bahu.
Tes “Appley Scratch” merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi lingkup
gerak sendi aktif pasien. Pasien diminta menggaruk daerah angulus medialis skapula
dengan tangan sisi kontralateral melewati belakang kepala (gambar 3). Pada
Capsulitis adhesive pasien tidak dapat melakukan gerakan ini. Bila sendi dapat
bergerak penuh pada bidang geraknya secara pasif, tetapi terbatas pada gerak aktif,
maka kemungkinan kelemahan otot bahu sebagai penyebab keterbatasan.
Nyeri akan bertambah pada penekanan dari tendon yang membentuk
muskulotendineus “rotatorcuff”. Bila gangguan berkelanjutan akan terlihat bahu
yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis, karena atrofi otot deltoid,
supraspinatus dan otot “rotator cuff” lainnya.7,8
Gambar 3: Tes Appley Scracth

3. Pemeriksaan Penunjang
` Selain dibutuhkan pemeriksaan fisik, dalam mendiagnosa suatu penyakit juga
dibutuhkan suatu pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penujang dilakukan sesuai
dengan masing-masing penyakit. Pada Capsulitis adhesive pemeriksaan penunjang
yang dilakukan yaitu pemeriksaan radiologi (x-ray untuk menyingkirkan arthritis,
tumor, dan deporit kalsium) dan pemeriksaan MRI atau arthrogram (dilakukan bila
tidak ada perbaikan dalam waktu 6-12 minggu), dan pemeriksaan ultrasound.

3.2.7 Komplikasi
Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat dan tidak dapat
mendapatkan penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang lama, maka akan timbul
problematik yang lebih berat antara lain : (1) Kekakuan sendi bahu (2) Kecenderungan
terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu (3) Potensial terjadinya deformitas pada sendi
bahu (4) Atropi otot-otot sekitar sendi bahu (5) Adanya gangguan aktifitas keseharian (AKS).

3.2.8 Diagnosis Banding


Kondisi pembanding dari frozen shoulder antara lain:
1) Tendinitis Bicipitalis
Tendon otot biceps dapat mengalami kerusakan secara tersendiri, meskipun
berada bersama-sama otot supraspinatus. Tendinitis ini biasanya merupakian reaksi
terhadap adanya trauma akibat jatuh atau dipukul pada bahu dengan lengan dalam
posisi adduksi serta lengan bawah supinasi.
Pada kasus tendonitis juga dapat terjadi pada orang-orang yang bekerja keras
dengan posisi seperti tersebut di atas dan secara berulang kali. Pemeriksaan fisik
pada penderita tendinitis bisipitalis didapatkan adanya aduksi sendi bahu terbatas,
nyeri tekan pada tendon otot bisep, tes yorgason disamping timbul nyeri juga
didapat penonjolan pada samping medial tuberkuluminus humeri, berarti tendon otot
bisep tergelincir dan berada di luar sulcus bisipitalis sehingga terjadi penipisan
tuberkulum.
2) Bursitis Subacromialis
Bursitus subacromialis merupakan peradangan dari bursa sub acromialis,
keluhan utamanya adalah tidak dapat mengangkat lengan ke samping (abduksi
aktif), tetapi sebelumnya sudah merasa pegal-pegal di bahu. Lokasi nyeri yang
dirasakan adalah pada lengan atas atau tepatnya pada insertion otot deltoideus di
tuberositas deltoidea humeri. Nyeri ini merupakan nyeri rujukan dari bursitis sub
acromialis yang khas sekali, ini dapat dibuktikan dengan penekanan pada
tuberkulum humeri.Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya “Panfull arc sub
acromialis” 700-1200, tes fleksi siku melawan tahanan pada posisi fleksi 900 terjadi
rasa nyeri.
3) Tendinitis Rotator Cuff
Terjadi inflamasi atau penjepitan pada otot–otot rotator cuff (m. supraspinatus,
m. infrasupinatus, m. subcapsulatis, dan m. teres minor), ligament coracoacromial,
sendi acromioclavicular dan prosessus coracoids. Banyak terjadi pada orang yang
melakukan aktivitas bahu melewati kepala.

3.2.9 Penatalaksanaan4,5
Medikamentosa
Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada mengembalikan
pergerakan sendi dan mengurangi nyeri pada bahu. Biasanya pengobatan diawali
dengan pemberian NSAID dan pemberian panas pada lokasi nyeri, dilanjutkan dengan
latihan-latihan gerakan. Pada beberapa kasus dilakukan TENS untuk mengurangi nyeri.
Langkah selanjutnya biasanya melibatkan satu atau serangkaian suntikan
steroid (sampai enam) seperti Methylprednisolone. Pengobatan ini dapat perlu
dilakukan dalam beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan dengan bantuan radiologis,
bisa dengan fluoroskopi, USG, atau CT. Bantuan radiologis digunakan untuk
memastikan jarum masuk dengan tepat pada sendi bahu. Kortison injeksikan pada
sendi untuk menekan inflamasi yang terjadi pada kondisi ini. Kapsul bahu juga dapat
diregangkan dengan salin normal, kadang hingga terjadi rupture pada kapsul untuk
mengurangi nyeri dan hilangnya gerak karena kontraksi. Tindakan ini disebut
hidrodilatasi, akan tetapi terdapat beberapa penelitian yang meragukan kegunaan
terapi tersebut. Apabila terapi-terapi ini tidak berhasil seorang dokter dapat
merekomendasikan manipulasi dari bahu dibawah anestesi umum untuk melepaskan
perlengketan. Operasi dilakukan pada kasus yang cukup parah dan sudah lama terjadi.
Biasanya operasi yang dilakukan berupa arthroskopi.

Penanganan Rehabilitasi Medik


a. Terapi dingin
Modalitas terapi ini biasanya untuk nyeri yang disebabkan oleh cedera
muskuloskeletal akut. Demikian pula pada nyeri akut Capsulitis adhesive lebih baik
diberikan terapi dingin.
Efek terapi ini diantaranya mengurangi spasme otot dan spastisitas,
mengurangi maupun membebaskan rasa nyeri, mengurangi edema dan aktivitas enzim
destruktif (kolagenase) pada radang sendi. Pemberian terapi dingin pada peradangan
sendi kronis menunjukkan adanya perbaikan klinis dalam hal pengurangan nyeri.
Adapun cara dan lama pemberian terapi dingin adalah sebagai berikut:
o Kompres dingin
Teknik: masukkan potongan – potongan es kedalam kantongan yang tidak tembus air
lalu kompreskan pada bagian yang dimaksud. Lama: 20 menit, dapat diulang dengan
jarak waktu 10 menit.
o Masase es
Teknik: dengan menggosokkan es secara langsung atau es yang telah dibungkus.
Lama: 5-7 menit. Frekuensi dapat berulang kali dengan jarak waktu 10 menit.

b. Terapi panas
Efek terapi dari pemberian panas lokal, baik dangkal maupun dalam, terjadi
oleh adanya produksi atau perpindahan panas. Pada umumnya reaksi fisiologis yang
dapat diterima sebagai dasar aplikasi terapi panas adalah bahwa panas akan
meningkatkan viskoelastik jaringan kolagen dan mengurangi kekakuan sendi. Panas
mengurangi rasa nyeri dengan jalan meningkatkan nilai ambang nyeri serabut-serabut
saraf. Efek lain adalah memperbaiki spasme otot, meningkatkan aliran darah, juga
membantu resolusi infiltrat radang, edema, dan efek eksudasi.
Beberapa penulis menganjurkan pemanasan dilakukan bersamaan dengan
peregangan, dimana efek pemanasan meningkatkan sirkulasi yang bermanfaat sebagai
analgesik.Terapi panas dangkal menghasilkan panas yang tertinggi pada permukaan
tubuh namun penetrasinya kedalam jaringan hanya beberapa milimeter. Pada terapi
panas dalam, panas diproduksi secara konversi dari energi listrik atau suara ke energi
panas didalam jaringan tubuh. Panas yang terjadi masuk kejaringan tubuh kita yang
lebih dalam, tidak hanya sampai jaringan dibawah kulit (subkutan). Golongan ini yang
sering disebut diatermi, terdiri dari:
o Diatermi gelombang pendek (short wave diathermy = SWD)
o Diatermi gelombang mikro (microwave diathermy = MWD)
o Diatermi ultrasound (utrasound diathermy = USD)
Pada Capsulitis adhesive, modalitas yang sering digunakan adalah ultrasound
diathermy (US) yang merupakan gelombang suara dengan frekuensi diatas 17.000 Hz
dengan daya tembus yang paling dalam diantara diatermi yang lain. Gelombang suara
ini selain memberikan efek panas/ termal, juga ada efek nontermal/ mekanik/
mikromasase, oleh karena itu banyak digunakan pada kasus perlekatan jaringan.
Frekuensi yang dipakai untuk terapi adalah 0,8 dan 1 MHz. Dosis terapi 0,5-4
watt/cm2, lama pemberian 5-10 menit, diberikan setiap hari atau 2 hari sekali. US
memerlukan media sebagai penghantarannya dan tidak bisa melalui daerah hampa
udara. Menurut penelitian, medium kontak yang paling ideal adalah gel.
Efek US pada Capsulitis adhesive :
 Meningkatkan aliran darah
 Meningkatkan metabolisme jaringan
 Mengurangi spasme otot
 Mengurangi perlekatan jaringan
 Meningkatkan ekstensibilitas jaringan.
Modalitas lain yang digunakan adalah short wave diathermy. Disini
digunakan arus listrik dengan frekuensi tinggi dengan panjang gelombang 11m yang
diubah menjadi panas sewaktu melewati jaringan.Pada umumnya pemanasan ini
paling banyak diserap jaringan dibawah kulit dan otot yang terletak dipermukaan.
c. Elektrostimulasi : TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
Modalitas terapi fisik ini dapat dipergunakan untuk nyeri akut maupun nyeri
kronis, dan sering digunakan untuk meredakan nyeri pada Capsulitis adhesive.
Untuk peletakan elektroda dan pemilihan parameter perangsangan sampai
sekarang masih lebih banyak bersifat seni dan subyektif. Namun peletakkan elektrode
harus tetap berdasarkan pengetahuan akan dasar-dasar anatomi dan fisiologi. Letak
elektroda yang biasa dipilih yaitu: daerah paling nyeri, dermatom saraf tepi, motor
point, trigger point, titik akupuntur.
Stimulasi dapat juga disertai dengan latihan. Misalnya keterbatasan gerak
abduksi, elektrode aktif (negatif) ditempatkan pada tepi depan aksila dan elektroda
kedua diletakkan pada bahu atau diatas otot deltoid penderita. Pasien berdiri
disamping sebuah dinding dan diminta meletakkan jari-jarinya pada permukaan
dinding. Pada saat stimulasi, jari-jari tangan pasien diminta untuk berjalan ke atas di
dinding tersebut. Lama pemberian stimulasi bervariasi dari 30 menit sampai beberapa
jam dan dapat dilakukan sendiri oleh penderita. Angka keberhasilan untuk
menghilangkan nyeri bervariasi dari 25% sampai 80–95%.

d. Latihan
Merupakan bagian yang terpenting dari terapi Capsulitis adhesive. Pada
awalnya latihan gerak dilakukan secara pasif terutama bila rasa nyeri begitu berat.
Setelah nyeri berkurang latihan dapat dimulai dengan aktif dibantu. Rasa nyeri yang
timbul pada waktu sendi digerakkan baik secara pasif maupun aktif menentukan saat
dimulainya latihan gerak. Bila selama latihan pasif timbul rasa nyeri sebelum akhir
pergerakan sendi diduga masih fase akut sehingga latihan gerakan aktif tidak
diperbolehkan. Bila rasa nyeri terdapat pada akhir gerakan yang terbatas, berarti masa
akut sudah berkurang dan latihan secara aktif boleh dilakukan. Pada latihan gerak yang
menimbulkan/ menambah rasa nyeri, maka latihan harus ditunda karena rasa nyeri
yang ditimbulkan akan menurunkan lingkup gerak sendi. Tetapi bila gerakan pada
latihan tidak menambah rasa nyeri maka kemungkinan besar terapi latihan gerak akan
berhasil dengan baik. Latihan gerak dengan menggunakan alat seperti shoulder wheel,
overhead pulleys, finger ladder, dan tongkat merupakan terapi standar untuk penderita
frozen shoulder.
Latihan dengan Shoulder Wheel
Dengan instruksi yang benar shoulder whell dapat digunakan untuk memberi
motivasi pada penderita untuk melakukan latihan lingkup gerak sendi bahu secara
aktif. Cara penggunaan alat yaitu penderita berdiri sedemikian rupa sehingga aksis dari
sendi bahu sama dengan aksis roda pemutar sehingga gerak lengan sesuai dengan
gerak putaran roda. Penderita tidak diharuskan menggerakkan roda secara penuh,
tetapi gerakan hanya dilakukan sebesar kemampuan gerakan sendi bahunya. Harus
pula diperhatikan pada waktu melakukan gerakan endorotasi maupun eksorotasi bahu
dalam posisi abduksi 90o dan siku fleksi 90o. Dengan meletakkan siku pada aksis roda
maka gerakan dapat dilakukan sampai pada keterbatasan lingkup gerak sendi.

Gambar 4. Shoulder Wheel

Latihan dengan Over Head Pulleys (Katrol)


Bila diajarkan dengan benar, sistem katrol sangat efektif untuk membantu
mencapai lingkup gerak sendi bahu dengan penuh. Peralatan: dua buah katrol
digantungkan pada tiang dengan seutas tali dihubungkan dengan kedua katrol tersebut.
Kedua ujung tali diberi alat agar tangan dapat menggenggam dengan baik. Posisi
penderita bisa duduk, berdiri atau berbaring terlentang dengan bahu terletak dibawah
katrol tersebut. Dengan menarik tali pada salah satu tali yang lain akan terangkat.
Sendi siku diusahakan tetap dalam posisi ekstensi dan penderita tidak boleh
mengangkat bahu maupun mengangkat tubuh. Gerakan dilakukan perlahan-lahan.
Gambar 5. Overhead Pulleys Gambar 6. Finger Ladder

Latihan Finger Ladder


Finger ladder adalah alat bantu yang dapat memberikan bantuan secara
obyektif sehingga penderita mempunyai motivasi yang kuat untuk melakukan latihan
lingkup gerak sendi dengan penuh. Perlu diperhatikan agar penderita berlatih dengan
posisi yang benar, jangan sampai penderita memiringkan tubuhnya, berjinjit maupun
melakukan elevasi kepala. Gerakan yang dapat dilakukan adalah fleksi dan abduksi.
Penderita berdiri menghadap dinding dengan ujung jari-jari tangan sisi yang terkena
menyentuh dinding. Lengan bergerak keatas dengan menggerakkan jari-jari tersebut
(untuk fleksi bahu). Untuk gerakan abduksi dikerjakan dengan samping badan
menghadap dinding.

Latihan Codman (Pendulum)


Gravitasi menyebabkan traksi pada sendi dan tendon dari otot lengan. Codman
memperkenalkan latihan untuk sendi bahu dengan menggunakan gravitasi. Bila
penderita melakukan gerak abduksi pada saat berdiri tegak akan timbul raa nyeri
hebat. Tetapi bila dilakukan dengan pengaruh dari gravitasi dan otot supraspinatus
relaksasi maka gerakan tersebut terjadi tanpa disertai rasa nyeri. Pada pergerakan
pendulum penderita membungkuk kedepan, daerah lengan yang sakit tergantung bebas
tanpa atau dengan beban.
Tubuh dapat ditopang dengan meletakkan lengan satunya diatas meja atau
bangku, lengan digerakkan ke depan dan ke belakang pada bidang sagital (fleksi-
ekstensi). Makin lama makin jauh gerakannya, kemudian gerakan kesamping,
dilanjutkan gerakan lingkar (sirkuler) searah maupun berlawanan arah dengan jarum
jam. Pemberian beban pada latihan pendulum akan menyebabkan otot memanjang dan
dapat menimbulkan relaksasi pada otot bahu.

Gambar 7. Latihan Pendulum

Latihan dengan Menggunakan Tongkat


Latihan dengan tongkat dapat berupa gerakan fleksi, abduksi, adduksi, dan
rotasi.Gerakan dapat dilakukan dalam posisi berdiri, duduk ataupun berbaring.

Gambar 8. Latihan dengan menggunakan tongkat.


BAB IV
ANALISIS MASALAH

Seorang laki-laki berusia 63 tahun datang ke Poli Rehabilitasi Medis RSMH dengan
kaku pada kedua bahu yang dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Kekakuan terutama dirasakan
saat pasien makan sendiri yang menyebabkan gerakan tangan ketika menyuap tidak sampai
ke mulut dan sulit memakai pakaian sendiri. Kekakuan berkurang jika tidak digerakkan atau
istirahat. Pasien juga mengeluh nyeri seperti tertusuk-tusuk dan tidak menjalar, Nyeri
bertambah bila tangan digerakkan. Riwayat bengkak atau kemerahan pada bahu disangkal.
Kesemutan atau kebas pada bahu dan tangan disangkal. Pasien pernah berobat ke dokter saraf
dengan keluhan nyeri yang sama di Lubuk Linggau 1 tahun yang lalu dan diberikan
Pregabalin 1x 75 mg dan Neurodex 1 x 1.
Keluhan pasien dapat dicurigai merupakan suatu kelainan muskuloskeletal ataupun
neurologi. Kelainan neurologi dapat disingkirkan apabila tidak ada ganggaun nyeri yang
menjalar dan ganggauan sensibilitas. Maka pada pasien ini lebih mengarah ke gangguan
muskuloskeletal. Dilihat dari lamanya keluhan yang dirasakan kasus ini termasuk kasus
kronis namun dengan perbaikan. Faktor resiko berupa imobilitas yang lama atau keadaan otot
yang dia dalam jangka waktu yang lama adalah resiko terjadinya frozen shoulder. Tanda
inflamasi juga disangkal seperti bengkak dan kemerahan, artritis seperti gout dan lupus dapat
disingkirkan. Riwayat trauma disangkal ini menandakan bahwa tidak ada kecurigaan yang
mengarah ke fraktur ataupun inflamasi yang dicetuskan oleh trauma seperti tendinitis.
Pada Pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum sakit sedang, tanda vital dalam batas
normal, dan skala nyeri 2/10. Pada pemeriksaan regional thorax, abdomen, thrunkus, dan
ekstremiatas inferior dalam batas normal. Pada ekstremitas superior dextra et sinistra
didapatkan bentuk simetris tak tampak atropi otot, tak tampak tanda inflamasi, ada nyeri
tekan bahu kanan dan kiri. Pemeriksaan luas gerakan sendi didapatkan keterbatasan gerakan
pada sendi bahu kanan dan kiri baik aktif maupun pasif.
Diagnosis frozen shoulder dapat kita tegakan karena adanya nyeri dan keterbatasan
gerak pada bahu aktif dan pasif. Terapi yang diberikan adalah terapi panas yaitu MWD dan
SWD, dapat juga dilakukan kompres hangat dirumah. Latihan ROM juga penting dilakukan
seperti gerakan pendulum, walking finger, dan tentunya penggunakan bahu kanan dan kiri
untuk aktifitas sehari-hari di rumah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Keith, Strange. 2010. Passive Range of Motion and Codmans Exercise. American
Academy of Orthopedics Surgeons.
2. Kelley MJ et al. 2013. “Shoulder Pain and Mobility Deficits: Adhesive Capsulitis”.
Journal of Orthopaedic and Sports Physical Therapy. 43(5):351.
3. Le, HV et al. 2017. Adhesive capsulitis of the shoulder: review of pathophysiology and
current clinical treatments. SAGE Journal. 9(2):75-84.
4. Manske RC and Prohaska D. 2008. Diagnosis and Management of Adhesive Capsulitis.
Curr Rev Musculoskelet Med. 1: 180–189.
5. Maria D’Orsi G.,Gia Via A., Frizziero A.,Oliva F. 2012. Treatment of adhesive
capsulitis: a review. Journal of Muscles Ligaments Tendons. 2(2): 70–78.
6. Richard, S. S. 2006. Anatomi klinik. Edisi ke-6. Jakarta: EGC.
7. Priguna, Sidharta. 2003. Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek Umum. Fakultas
Kedokteran Indonesia: Jakarta.
8. Setianing, Retno., Kusumawati, K., Siswarni. 2011. Pelatihan Ketrampilan Medis
Pemeriksaan Muskuloskeletal Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik. Surakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai