Anda di halaman 1dari 2

PUTIH ABU-ABU

Oleh : Asyiatul Mamuroh

Nama Gue Vino Pradipta Pinannta, berseragam putih abu-bu terasa paling

menyenangkan dari SD sampai SMP. Masa puber tumbuh, berteriak sana-sini,

mengagumi teman cewek dan cowok mulai dari yang biasa-biasa saja sampai luar

biasa dan merupakan masa-masa pemberontakan.

Awal memasuki masa SMA, saya selalu dihantui ketakutan luar biasa

membayangkan wajah-wajah sangar kakak kelas dan MOS yang banyak aturannya

bagi siswa baru dan lucu bagi kakak kelas yang sok kuasa, sangat dan sangat

menyebalkan menjadi yang paling kecil, sungguh tidak mengenakan.

MOS telah selesai, siswa baru bisa bernafas lega, akhirnya bisa lepas juga

dari kakak kelas yang menyebalkan. Memulai dengan serba baru, dari pakaian,

tas, sepatu sampai buku, semuanya menguras dompet yang tidak sedikit, tapi

tidak apa-apa, yang penting kita niat untuk bersekolah.

Aku adalah salah satu murid baru tersebut, aku tidak menonjol seperti

anak-anak lainnya, yah bisa dibilang cuek dan biasa-biasa saja, itulah aku.

Semuanya senang berteman denganku, karena menurut mereka aku

menyenangkan. Ada satu teman yang paling dekat denganku dan sudah aku anggap

seperti saudaraku sendiri, namanya Anas. Anas adalah sosok yang sangat

menyenangkan buatku. Dia adalah temanku dari SMP, ya walaupun agak tuli

sedikit, tetapi aku tetap senang. Segala yang menyedihkan kami, jadikan hal yang

paling lucu. Orang akan bertanya bila melihat aku sendiri karena sering bilang

dimana ada aku, disitu ada Anas, tak dapat dipisahkan. Sekolahku lumayan luas,
tidak banyak yang aku kenal bahkan mengenal aku, tidak kuharapkan itu. Hidupku

serasa lengkap punya sahabat dan saudara dalam kelas X.IPA.1.

15 menit kemudian gue sama temen-temen gue udah ada didepan pintu kelas

dengan perut kenyang, tinggal ketuk pintu terus masuk ke kelas, tapi tidak

semudah itu, kita tahu kalau didalem pasti ada guru yang mengajar

“Tok...tok....tok....assalamu’alaikum”. Serentak kita. “Wa’alaikumsalam”. Terdengar

nyaring jawaban semua temen-temen gue kecuali Pak Amin, pak guru gue itu

terlihat oleh kita berdua yang sedang menatap tajam kearah kita. Hening

sejenak. Tiba-tiba suara lantang pak Amin memecah keheningan. “Darimana saja

kalian ha..!?”. Semprotnya. “Da....dari kantin pak, maaf kami terlambat mengikuti

jam pelajaran bapak”. Saya mewakili teman saya, saya meminta maaf sekali lagi.

“Pak”. Kata gue sok dewasa. “Ke kantin kan bisa nanti kalau sudah masuk jamnya

istirahat”. Tiba-tiba Anas menimpalinya “Udah laper paaak..udah ga kuat!”.

Katanya setengah becanda. “Dasar anak badung!....sekarang berdiri didepan

membelakangi papan tulis!”. Tiba-tiba Anas menyambar “Padahal kita kana anak

Jateng, kok dikatain anak Bandung sih?, sungguh guru yang aneh!”. Gue langsung

nyahut aja “Tuh bukan Bandung tapi badung”. Kata gue sambil nahan ketawa.

Sungguh konyol, kekonyolan-kekonyolan itulah yang membuatku betah

berlama-lama di sekolah. Jadi menurut gue nih, kebahagiaan itu datengnya dari

diri sendiri, dan inget ya bro, temen yang baik itu adalah temen yang selalu ada

bersama elo kalau elo lagi susah maupun lagi senang.

Anda mungkin juga menyukai