ISPA
(INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT)
Periode:
06 Desember 2017 – 19 Februari 2018
Oleh :
Yeni Intan Cahyati, S.Ked
04054821719114
i
Laporan Kasus dengan Judul :
ISPA
Disusun Oleh:
Yeni Intan Cahyati, S.Ked
04054821719114
Telah diterima sebagai salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
portofolio ini dengan judul “ISPA”. Portofolio ini merupakan salah satu syarat
dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian IKM-IKK FK UNSRI.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. H. M. A. Husnil Farouk, MPH selaku pembimbing
yang telah memberikan pengarahan dan saran yang mendukung sehingga
portofolio ini dapat terselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Pimpinan Puskesmas Basuki Rahmat dr. RA Emiria Umi Kalsum, M.Kes sebagai
pembimbing, beserta staf, teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan portofolio ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan portofolio ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Demikianlah penulisan portofolio ini, semoga bermanfaat, amin.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul………………………………………………................... i
Halaman Pengesahan…………………………………………................. ii
Kata Pengantar………………………………………………………....... iii
Daftar Isi…………………………………………………………............ iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………. 1
iv
3.13 Kesimpulan ......................................................................................... 28
BAB IV PENCEGAHAN/PEMBINAAN
4.1 Genogram…………………………………….................................... 29
4.2 Home Visite…………………………………………………............. 29
DAFTAR PUSTAKA…………………………………........................... 34
LAMPIRAN 1…………………………………………………….......... 36
LAMPIRAN 2……………………………………………….................. 38
LAMPIRAN 3………………………………………………………...... 49
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut sering disingkat dengan ISPA, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan
pengertian sebagai berikut:
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran
pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara
anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian
bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.
Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory
tract). Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas
14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih
dari 14 hari.
Penyebab dari ISPA sendiri terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan
riketsia. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus Streptococcus, Stafilococcus,
Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella danCorinebakterium. Virus penyebabnya
antara lain golongan Micsovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,
Micoplasma, Herpesvirus.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi akut
yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran nafas mulai hidung sampai
alveoli termasuk adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura
(Kemenkes RI, 2012). Penyakit infeksi ini paling sering diderita oleh anak balita
usia 1-4 tahun dan merupakan salah satu penyebab kematian balita di Indonesia
(Kemenkes RI, 2013c). Prevalensi penyakit ISPA pada balita mengalami
peningkatan yaitu pada tahun 2007 sebesar 15,5% dan pada tahun 2013 sebesar
25% (Kemenkes RI, 2007, 2013
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2
a. Riwayat keluhan yang sama pada keluarga (+) dialami oleh kakak
pasien.
b. Riwayat alergi (-) dalam keluarga.
3
kanan = kiri
Perkusi : Batas jantung normal, Sonor pada kedua lapang
paru
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, HR 80 x/menit,
murmur (-), gallop (-), suara napas vesikuler (+)
ronkhi (-) wheezing (-)
d. Abdomen :
Inspeksi : Datar, simetris
Palpasi : Lemas, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
epigastrium, massa (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
e. Ekstremitas : Edema (-), CRT < 2 detik
2.6 Terapi
a. Non-farmakologis
- Menerangkan tentang penyakit dan pengobatannya
- Menjelaskan bahwa penyakit ini bisa menular udara yang telah
tercemar, bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan,
oleh karena itu maka penyakit ISPA ini termasuk golongan Air
4
Borne Disease dan dapat juga melalui kontak langsung dengan
pasien.
- Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu
tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam à
menghambat keluarnya panas.
- Jika pilek, bersihkan hidung untuk mempercepat kesembuhan dan
menghindari komplikasi yang lebih parah.
- Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat, yaitu yang
berventilasi cukup, dengan pencahayaan yang memadai, dan tidak
berasap.
- Apabila selama perawatan dirumah keadaan memburuk, maka
dianjurkan untuk membawa ke dokter.
- Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, obat yang
diperoleh tersebut harus diberikan dengan benar sampai habis.
- Dan untuk penderita yang tidak mendapatkan antibiotik, usahakan
agar setelah 2 hari kembali ke dokter untuk pemeriksaan ulang.
- Menjelaskan pada pasien untuk beristirahat total.
- Mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang untuk
memperkuat daya tahan tubuh.
b. Farmakologis
- Mengatasi demam
Untuk dewasa diberikan obat Paracetamol
Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun, demam diatasi
dengan memberikan parasetamol dan dengan kompres.
- Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman, yaitu
ramuan tradisional berupa jeruk nipis ½ sendok teh
dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh ,
diberikan tiga kali sehari.
Dapat digunakan obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein,
dekstrometorfan, dan antihistamin.
5
2.7 Komplikasi
Komplikasi dini antara lain dapat Penyakit ini sebenarnya
merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri 5-6 hari jika tidak
terjadi invasi kuman lainnya.Komplikasi yang dapat terjadi adalah sinusitis
paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyebaran infeksi (laryngitis,
trakeitis, bronkiis dan bronkopneumonia.Selain itu dapat pula terjadi
komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta).
2.8 Prognosis
a. Quo ad Vitam : Bonam
b. Quo ad Functionam : Bonam
c. Quo ad Sanationam : Bonam
6
2.9 Kerangka Masalah Pasien
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
VARISELA
3.1. DEFINISI
Infeksi Saluran Pernafasan Akut sering disingkat dengan ISPA,
istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory
Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran
pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut:
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam
tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala
penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga
alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah
dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian
atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan
organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru
termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Infeksi akut
adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung
lebih dari 14 hari.
Penyebab dari ISPA sendiri terdiri lebih dari 300 jenis bakteri,
virus dan riketsia. Bakteri penyebabnya antara lain dari genus
Streptococcus, Stafilococcus, Pnemococcus, Hemofilus, Bordetella
danCorinebakterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Micsovirus,
Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi
akut yang menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran nafas mulai
hidung sampai alveoli termasuk adneksanya seperti sinus, rongga telinga
tengah, dan pleura (Kemenkes RI, 2012). Penyakit infeksi ini paling sering
diderita oleh anak balita usia 1-4 tahun dan merupakan salah satu
penyebab kematian balita di Indonesia (Kemenkes RI, 2013c). Prevalensi
7
penyakit ISPA pada balita mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2007
sebesar 15,5% dan pada tahun 2013 sebesar 25% (Kemenkes RI, 2007,
2013.
Balita dengan ISPA memerlukan penanganan dan perawatan yang
tepat mengingat ISPA merupakan salah satu penyebab kematian balita di
Indonesia. Dalam hal ini, ibu mempunyai peran penting dalam melakukan
upaya pencegahan dan perawatan pada balita yang menderita ISPA. Hal ini
dikarenakan anak usia balita belum mampu memenuhi kebutuhan sendiri
sehingga masih sangat tergantung dari orang lain, terutama ibu. Ibu adalah
pemberi asuhan primer bagi anak yang sakit (Shepard, 1996 cit Friedman,
2010).
3.2. EPIDEMIOLOGI
Varisela dapat terjadi di sepanjang tahun. Di Negara Barat, prevalensi
kejadian Varisela tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi
lebih banyak). Di Indonesia belum pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit
virus menyerang pada musim peralihan. Angka kejadian di Negara kita belum
pernah diteliti, tetapi di Amerika dikatakan kirakira 3,13,5 juta kasus dilaporkan
tiap tahun.4,5
Varisela tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua
golongan umur, termasuk neonates (Varisela kongenital). Tetapi tersering
menyerang terutama anakanak, tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Bila
terjadi pada orang dewasa, umumnya gejala konstitusi lebih berat. Transmisi
penyakit ini berlangsung secara aerogen. Varisela sangat mudah menular terutama
melalui kontak langsung, droplet atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit ataupun
melalui saluran nafas, dan jarang melalui kontak tidak langsung. Masa
penularannya, pasien dapat menularkan penyakit selama 2448 jam sebelum lesi
kulit timbul sampai semua lesi timbul krusta/keropeng, biasanya kurang lebih 67
hari dihitung dari timbulnya gejala erupsi di kulit. Penyakit ini cepat sekali
menular pada orangorang di lingkungan penderita. Seumur hidup seseorang
8
hanya satu kali menderita Varisela. Serangan kedua mungkin berupa penyebaran
ke kulit pada herpes zoster.1,2,4,6
3.3. ETIOLOGI
Varisela disebabkan oleh Varisela Zoster Virus (VZV). Penamaan virus ini
memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan penyakit
Varisela, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster. Varisela Zoster Virus
(VZV) termasuk kelompok virus herpes dengan ukuran diameter kirakira 140–
200 nm.1,2,6
VariselaZooster virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena
kesamaannya dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes simpleks. Inti
virus disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu
rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat
molekul 100 juta yang disusun dari 162 capsomer dan sangat infeksius. Genom
virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang merupakan sasaran
imunitas dan timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap hambatan
oleh asiklovir dan dihubungkan dengan agen antivirus.7
VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini
mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini
akan menyebabkan Varisela, oleh karena itu Varisela dikatakan infeksi akut
primer, kemudian setelah penderita Varisela tersebut sembuh, mungkin virus itu
tetap ada di akar ganglia dorsal dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi klinis)
dan kemudian VZV diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan Herpes
Zoster.4,5,7
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita
Varisela sehingga mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru
embrio manusia.4
9
Gambar 1. Struktur partikel virus Variselazooster
Sumber : http://www.biorad.com
3.4. PATOFISIOLOGI
Varisela disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes.
Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas
dan orofaring (percikan ludah, sputum). Multiplikasi virus di tempat tersebut
diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan limfe
(viremia primer). Virus VZV dimusnahkan/ dimakan oleh selsel sistem
retikuloendotelial, di sini terjadi replikasi virus lebih banyak lagi (pada masa
inkubasi). Selama masa inkubasi infeksi virus dihambat sebagian oleh mekanisme
pertahanan tubuh dan respon yang timbul (imunitas nonspesifik).2,5,9
Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih menonjol atau lebih
dominan dibandingkan imunitas tubuhnya yang belum berkembang, sehingga
dalam waktu dua minggu setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah
yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan panas dan malaise, serta virus menyebar
ke seluruh tubuh lewat aliran darah, terutama ke kulit dan membrane mukosa.
Lesi kulit muncul berturutberturut, yang menunjukkan telah memasuki siklus
viremia, yang pada penderita yang normal dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh
imunitas humoral dan imunitas seluler VZV. Virus beredar di leukosit
mononuklear, terutama pada limfosit. Bahkan pada Varisela yang tidak disertai
komplikasi, hasil viremia sekunder menunjukkan adanya subklinis infeksi pada
banyak organ selain kulit.2,9
10
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat
berlanjutnya lesi pada kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV
berfungsi protektif terhadap Varisela. Pada orang yang terdeteksi memiliki
antibodi serum biasanya tidak selalu menjadi sakit setelah terkena paparan
eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga berkembang selama Varisela,
berlangsung selama bertahuntahun, dan melindungi terhadap terjadinya resiko
infeksi yang berat.9
Reaktivasi pada keadaan tubuh yang lemah sebagian idiopatik tanpa
diketahui penyebabnya, sebagian simptomatik (defisiensi imun melalui penyakit
system imun, neoplasia, supresi imun).3
3.5. GEJALA KLINIS
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Masa inkubasi
dapat lebih lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah
menerima pengobatan pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi
terhadap Varisela.1,9
Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal
dan stadium erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit
timbul, terdapat gejala seperti demam, malaise, kadangkadang terdapat kelainan
scarlatinaform atau morbiliform. Stadium erupsi dimulai dengan terjadinya papul
merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan
mempunyai dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan
cekungan ditengah (unumbilicated).4
Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu
tinggi, malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa
papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah
menjadi keruh (pustul) dalam waktu 24 jam dan kemudian pecah menjadi krusta.
Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Sementara proses
ini berlangsung, dalam 34 hari erupsi tersebar disertai perasaan gatal. Timbul lagi
vesikelvesikel yang baru di sekitar vesikula yang lama, sehingga menimbulkan
11
gambaran polimorfi. Stadium erupsi yang seperti ini disebut sebagai stadium
erupsi bergelombang.1,2,4
Gambar 2. Gambaran ruam pada infeksi virus Varisela zoster
Sumber : http://health.howstuff works.com
12
vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar di daerah
peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan matahari.9
Gambar 3. Gambaran orang yang terkena infeksi Varisela
Sumber : http://www.emedicinehealth.com
Gambar 4. Infeksi Varisela pada penderita dengan imunisasi
Sumber : http://www.emedicinehealth.com
13
Gambaran dari lesi Varisela berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang
dari 12 jam, dimana mulamula berupa makula eritematosa yang berkembang
menjadi papul, vesikel, pustul, dan krusta. Vesikel dari Varisela berdiameter 23
mm, dan berbentuk elips, dengan aksis panjangnya sejajar dengan lipatan kulit.
Vesikel biasanya superfisial dan berdinding tipis, dan dikelilingi daerah
eritematosa sehingga tampak terlihat seperti “embun di atas daun mawar”. Cairan
vesikel cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah
vesikel menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mulamula di bagian tengah
sehingga menyebabkan umbilikasi dan kemudian menjadi krusta. Krusta akan
lepas dalam 13 minggu, meninggalkan bekas bekas cekung kemerahan yang akan
berangsur menghilang. Apabila terjadi superinfeksi dari bakteri maka dapat
terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah menyembuh dapat meninggalkan bercak
hipopigmentasi yang dapat menetap selama beberapa minggu/bulan.9,14
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea,
saluran cerna, kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah
sehingga seringkali terlihat sebagai ulkus dangkal berdiameter 23 mm.9,14
Gambar 5. Lesi dengan spektrum luas
Sumber : Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E.
Varisela. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; seventh
edition, vol 1 and 2. 2008. P.18851895.
14
Gambaran khas dari Varisela adalah adanya lesi yang muncul secara
simultan (terusmenerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus
berkembang. Suatu prospective study menunjukkan ratarata jumlah lesi pada
anak yang sehat berkisar antara 250500. Pada kasus sekunder karena paparan di
rumah gejala klinisnya lebih berat daripada kasus primer karena paparan di
sekolah, hal ini mungkin disebabkan karena paparan di rumah lebih intens dan
lebih lama sehingga inokulasi virus lebih banyak.5,9
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan
tingginya demam sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi
pada keadaan yang berat dengan jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5 oC.
Demam yang berkepanjangan atau yang kambuh kembali dapat disebabkan oleh
infeksi sekunder bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang paling
mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium vesikuler.9,14
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang timbul beberapa hari menjelang
kelahiran dapat menyebabkan Varisela kongenital pada neonatus.1
Karena kemungkinan mendapat Varisela pada masa kanakkanak sangat
besar, maka Varisela jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1000
kehamilan). Diperkirakan 17% dari anak yang dilahirkan wanita yang mendapat
Varisela ketika hamil akan menderita kelainan bawaan berupa bekas luka di kulit
(cutaneous scars), berat badan lahir rendah, hypoplasia tungkai, kelumpuhan dan
atrofi tungkai, kejang, retardasi mental, korioretinitis, atrofi kortikal, katarak atau
kelainan mata lainnya. Angka kematian tinggi. Bila seorang wanita hamil
mendapat Varisela dalam 21 hari sebelum ia melahirkan, maka 25% dari neonatus
yang dilahirkan akan memperlihatkan gejala Varisela kongenital pada waktu
dilahirkan sampai berumur 5 hari. Biasanya Varisela yang timbul berlangsung
ringan dan tidak mengakibatkan kematian. Sedangkan bila seorang wanita hamil
mendapat Varisela dalam waktu 45 hari sebelum melahirkan, maka neonatusnya
akan memperlihatkan gejala Varisela kongenital pada umur 510 hari. Disini
perjalanan penyakit Varisela sering berat dan menyebabkan kematian sebesar 25
15
30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun waktu fetus berkontak dengan
Varisela dan dialirkannya antibody itu melalui plasenta kepada fetus.4
3.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gambaran histopatologi yaitu vesikula terdapat dalam epidermis,
terbentuk akibat ‘degenerasi balon’, sangat sukar dibedakan dari kelainan pada
herpes zoster dan herpes simpleks.5,6
Lesi pada Varisela dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara
histopatologi. Pada pemeriksaan menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel
epitel yang mengandung badan inklusi intranuklear yang asidofilik.9
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan percobaan Tzanck dengan cara
membuat sediaan hapus yang diwarnai, dimana bahan pemeriksaan diambil dari
kerokan dari dasar vesikel yang muncul lebih awal, kemudian diletakkan di atas
object glass, dan difiksasi dengan ethanol atau methanol, dan diwarnai dengan
pewarnaan hematoxylineosin, Giemsa, Papanicolaou, atau pewarnaan Paragon.
Hasilnya akan didapati sel datia berinti banyak.1,9
Gambar 6. Sel raksasa berinti banyak
Sumber : Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E.
Varisela. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; seventh
edition, vol 1 and 2. 2008. P.18851895.
Di samping itu Varisela zoster virus (VZV) polymerase chain reaction
(PCR) adalah metode pilihan untuk diagnosis Varisela. VZV juga dapat diisolasi
16
dari kultur jaringan, meskipun kurang sensitif dan membutuhkan beberapa hari
untuk mendapatkan hasilnya. Bahan yang paling sering digunakan adalah isolasi
dari cairan vesikuler. VZV PCR adalah metode pilihan untuk diagnosis klinis
yang cepat. Realtime PCR metode tersedia secara luas dan merupakan metode
yang paling sensitif dan spesifik dari tes yang tersedia. Hasil tersedia dalam
beberapa jam. Jika realtime PCR tidak tersedia, antibodi langsung metode (DFA)
neon dapat digunakan, meskipun kurang sensitif dibanding PCR dan
membutuhkan pengambilan spesimen yang lebih teliti.5,9
Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap Varisela tersedia secara
komersial termasuk uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzymelinked
immunosorbent tes (ELISA). Saat ini tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak
cukup sensitif untuk mampu mendeteksi serokonversi terhadap vaksin, tetapi
cukup kuat untuk mendeteksi orang yang memiliki kerentanan terhadap VZV.
ELISA sensitif dan spesifik, sederhana untuk melakukan, dan banyak tersedia
secara komersial. Di samping itu LA juga tersedia secara sensitif, sederhana, dan
cepat untuk dilakukan. LA agak lebih sensitif dibandingkan ELISA komersial,
meskipun dapat menghasilkan hasil yang positif palsu, dan dapat menyebabkan
kegagalan untuk mengidentifikasi orangorang yang tidak terbukti memiliki
imunitas terhadap Varisela. Dimana salah satu dari tes ini akan berguna untuk
skrining kekebalan terhadap Varisela.5,12
3.7. DIAGNOSIS
Varisela biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu
penampilan dan perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama
apabila ada riwayat terpapar Varisela 23 minggu sebelumnya.9
Varisela khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase
prodromal ringan atau bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai panas
dan gejala konstitusi ringan. Gambaran lesi bergelombang, polimorfi dengan
penyebaran sentrifugal. Sering ditemukan lesi pada membrane mukosa.
Penularannya berlangsung cepat.2
17
Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan
pemeriksaan sediaan hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak
nucleus/inti), pemeriksaan mikroskop electron cairan vesikel (deteksi virus secara
langsung) dan material biopsi (kultur), dan tes serologik (meningkatnya titer).2,3
3.8. DIAGNOSIS BANDING
Varisela dapat dibedakan dengan beberapa kelainan kulit, antara lain harus
dibedakan dengan variola. Pada variola, penyakit lebih berat, memberi gambaran
lesi monomorf, dan penyebarannya sentripetal dimulai dari bagian akral tubuh,
yakni telapak tangan dan telapaka kaki, baru ke badan.1,2
Bedakan juga dengan herpes zoster. Pada herpes zoster lesi monomorf,
nyeri, biasanya unilateral. Pada herpes zoster juga samasama biasanya didahului
oleh fase prodromal, setelah fase prodromal sering disertai dengan rasa nyeri,
perubahan pada kulit terjadi pada setengah bagian badan (unilateral) dan
berbentuk garis berkaitan dengan daerah dermatom dengan lesi yang berupa
gelembunggelembung kecil yang berkelompok di aatas dasar eritematosa. Dapat
terjadi perkembangan yang berat yang meliputi keterlibatan mata (Zoster
trigeminus I), mukosa mulut (Zoster trigeminus II, III), telinga bagian dalam
(Zoster oticus). Herpes zoster pada penderita insufisiensi imun atau tumor, terapi
resisten dengan bahaya terjadi efek generalisasi pada kulit dan manifestasi
ekstrakutan.3,6
Dermatitis herpetiform : biasanya simetris terdiri dari papula vesikuler
yang eritematosus, serta ada riwayat penyakit kronis, dan sembuh dengan
meninggalkan pigmentasi.
Impetigo : lesi impetigo yang pertama adalah vesikel yang cepat menjadi
pustula dan krusta. Distribusi lesi impetigo terletak dimana saja. Impetigo tidak
menyerang mukosa mulut.
Skabies : pada skabies terdapat papula yang sangat gatal. Lokasi biasanya
antara jarijari kaki. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Sarcoptes
Scabiei.
18
3.9. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi spesifik terhadap Varisela. Pengobatan bersifat
simptomatik dengan antipiretik dan analgesik. Untuk panasnya dapat diberikan
asetosal atau antipiretik lain seperti asetaminofen dan metampiron. Untuk
menghilangkan rasa gatal dapat diberikan antihistamin oral atau sedative. Topikal
diberikan bedak yang ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora) seperti bedak
salisilat 12% atau lotio kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini
serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan
antibiotika berupa salep dan oral. Dapat pula diberikan obatobat antivirus. VZIG
(Varisela zoster immunoglobuline) dapat mencegah atau meringankan Varisela,
diberikan intramuscular dalam 4 hari setelah terpajan. Yang penting pada penyakit
virus, umumnya adalah istirahat / tirah baring. 1,2,4
Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus. Beberapa
analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan brivudin, dan
analog pyrophosphate foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV.
Acyclovir adalah suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh
timidin kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim
enzim selular kemudian mengubah acyclovir monofosfat menjadi trifosfat yang
mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat DNA polimerase virus.
VZV kirakira sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap acyclovir dibandingkan
HSV.9
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang
mempunyai bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam
darah lebih tinggi dan frekuensi pemberian obat berkurang.9
Pada anak normal Varisela biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri.
Pengobatan topical dapat diberikan. Untuk mengatasi gatal dapat diberikan
kompres dingin, atau lotion kalamin, antihistamin oral. Cream dan lotion yang
mengandung kortikosteroid dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya tidak
digunakan. Kadang diperlukan antipiretik, tetapi pemberian golongan salisilat
sebaiknya dihindari karena sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma Reye.
Mandi rendam dengan air hangat dapat mencegah infeksi sekunder bakterial.9
19
Anti virus pada anak dengan pengobatan dini Varisela dengan pemberian
acyclovir (dalam 24 jam setelah timbul ruam) pada anak imunokompeten berusia
212 tahun dengan dosis 4 x 20 mg/kgBB/hari selama 7 hari menurunkan jumlah
lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam,
demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo. Tetapi apabila
pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam cenderung tidak
efektif lagi. Hal ini disebabkan karena Varisela merupakan infeksi yang relatif
ringan pada anakanak dan manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga
tidak memerlukan pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan
dimana harga obat tidak menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai
pada waktu yang menguntungkan (dalam 24 jam setelah timbul ruam), dan ada
kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang tua pasien dapat
kembali bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan.6,9
Pada remaja dan dewasa, pengobatan dini Varisela dengan pemberian
acyclovir dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari menurunkan jumlah lesi,
penghentian terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam,
demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo.9
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang terkontrol pada
orang dewasa muda yang sehat dengan Varisela menunjukkan bahwa pengobatan
dini (dalam waktu 24 jam setelah timbulnya ruam) dengan acyclovir oral (5x800
mg selama 7 hari) secara signifikan mengurangi terbentuknya lesi yang baru,
mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan menurunkan gejala dan demam.
Dengan demikian, pengobatan rutin dari Varisela pada orang dewasa tampaknya
masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada kemungkinan bahwa famciclovir, yang
diberikan dengan dosis 200 mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan
dosis 1000 mg per oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir
pada remaja normal dan dewasa.
Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir untuk Varisela selama
kehamilan karena risiko bagi janin yang dalam pengobatan belum diketahui.
Sementara dokter lain merekomendasikan pemberian acyclovir secara oral untuk
infeksi pada trisemester ketiga ketika organogenesis telah sempurna, ketika
20
mungkin ada peningkatan terjadinya resiko pneumonia Varisela, dan ketika
infeksi dapat menyebar ke bayi yang baru lahir. Pemberian acyclovir intravena
sering dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan Varisela yang disertai dengan
penyakit sistemik.9
Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa imunokompeten
dengan pneumonia Varisela menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu
36 jam dari rumah sakit) dengan acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam)
dapat mengurangi demam dan takipnea dan meningkatkan oksigenasi. Komplikasi
serius lainnya dari Varisela pada orang yang imunokompeten, seperti ensefalitis,
meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi okular, sebaiknya diobati dengan
acyclovir intravena.9
Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised dengan varicela
menunjukkan bahwa pengobatan dengan asiklovir intravena menurunkan insiden
komplikasi yang mengancam kehidupan visceral ketika pengobatan dimulai dalam
waktu 72 jam dari mulai timbulnya ruam. Acyclovir intravena menjadi standar
perawatan untuk Varisela pada pasien yang disertai dengan imunodefisiensi
substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan famciclovir atau valacyclovir
mungkin cukup untuk pasien dengan derajat ringan gangguan kekebalan tubuh,
tetapi tidak ada uji klinis terkontrol yang menunjukkan secara pasti. Pada penyakit
berat atau wanita hamil dapat diberikan acyclovir IV 10mg/kgBB tiap 8 jam
selama 7 hari.6,9
Serum imuno globulingama tidak dianjurkan kecuali pada penderita
leukemia, penyakit keganasan lain dan bila terdapat defisiensi imunologis.
Vidarabine atau adenine arabinoside in vitro mempunyai sifat anti virus terhadap
virus Varisela. Vidarabine dapat digunakan dengan hasil yang baik pada penderita
pneumonie Varisela. Dosis yang dianjurkan ialah 15mg/kgBB/hari, tidak toksik
terhadap sumsum tulang dan tidak menekan immune response.4
3.10. PENCEGAHAN
Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan aktif
ataupun pasif. Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin Varisela berasal dari
21
galur yang telah dilemahkan (live attenuated). Pasif dilakukan dengan
memberikan zoster imuno globulin (ZIG) dari zoster imun plasma (ZIP).4
Vaksin pasif dengan memberikan ZIG. ZIG ialah suatu globulingama
dengan titer antibodi yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah
sembuh dari infeksi herpes zoster. Pemberian ZIG sebanyak 5ml dalam 72 jam
setelah kontak dengan penderita Varisela dapat mencegah penyakit ini pada anak
sehat, tapi pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit
keganasan lainnya, pemberian ZIG tidak menyebabkan pencegahan yang
sempurna. Lagi pula diperlukan ZIG dengan titer yang tinggi dan dalam jumlah
yang lebih besar.4
ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari
herpes zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 314,3 ml/kgBB.
Pemberian ZIP dalam 17 hari setelah kontak dengan penderita Varisela pada anak
dengan defisiensi imunologis, leukemia atau penyakit keganasan lainnya
mengakibatkan menurunnya insidens Varisela dan merubah perjalanan penyakit
Varisela menjadi ringan dan dapat mencegah Varisela untuk kedua kalinya.
Pemberian globulingama akan menyebabkan perjalanan Varisela jadi ringan tapi
tidak mencegah timbulnya Varisela. Dianjurkan untuk memberikan globulingama
kepada bayi yang dilahirkan dalam waktu 4 hari setelah ibunya memperlihatkan
tandatanda Varisela. Ini dapat dilaksanakan pada jamjam pertama kehidupan
bayi tersebut.4,5
Vaksin aktif dianjurkan agar vaksin Varisela ini hanya diberikan kepada
penderita leukemia, penderita penyakit keganasa lainnya dan penderita dengan
defisiensi imunologis untuk mencegah komplikasi dan kematian bila kemudian
terinfeksi oleh Varisela. Pada anak sehat sebaiknya vaksinasi Varisela ini jangan
diberikan karena bila anak tersebut terkena penyakit ini, perjalanan penyakitnya
ringan, lagi pula semua virus herpes dapat menyebabkan suatu penyakit laten dan
akibatnya baru nyata beberapa dasawarsa setelah vaksin itu diberikan. Angka
serokonversi mencapai 9799%. Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau
lebih. Lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksinasi ulangan
dapat diberikan setelah 46 tahun.1,4,5
22
Pemberiannya secara subkutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai
12 tahun. Pada usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 48 minggu
diulangi dengan dosis yang sama. Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari
perlindungan vaksin yang diberikan masih terjadi, karena masa inkubasinya antara
721 hari. Sedangkan antibody yang cukup sudah timbul antara 36 hari setelah
vaksinasi.1
Karakteristik vaksin Varisela (Varivax, Merck) merupakan vaksin virus
hidup yang dilemahkan, yang berasal dari strain Oka VZV. Virus vaksin diisolasi
oleh Takahashi pada awal tahun 1970 dari cairan vesikular yang berasal dari anak
sehat dengan penyakit Varisela. Vaksin Varisela ini dilisensikan untuk
penggunaan umum di Jepang dan Korea pada tahun 1988. Vaksin ini diijinkan di
Amerika Serikat pada tahun 1995 untuk orangorang usia 12 bulan dan yang lebih
tua.9,12
Keefektifan vaksin, setelah pemberian satu dosis tunggal vaksin Varisela
antigen, 97% dari anak yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun mengembangkan
titer antibodi yang dapat terdeteksi. Sedangkan lebih dari 90% dari responden
vaksin mempertahankan antibodi untuk setidaknya 6 tahun. Dalam studi di
Jepang, 97% dari anakanak memiliki antibodi 7 sampai 10 tahun setelah
vaksinasi. Efikasi vaksin diperkirakan memiliki ketahanan 70% sampai 90%
terhadap infeksi, dan 90% sampai 100% terhadap penyakit sedang atau berat.12,13
Di antara remaja yang sehat dan orang dewasa yang berusia 13 tahun dan
yang lebih tua, ratarata 78% mengembangkan antibodi setelah pemberian satu
dosis, dan 99% mengembangkan antibodi setelah pemberian dosis kedua yang
diberikan 4 sampai 8 minggu kemudian. Antibodi bertahan selama minimal 1
tahun pada 97% dari pemberian vaksin Varisela setelah dosis kedua yang
diberikan pada 4 sampai 8 minggu setelah dosis pertama.12
Kekebalan tampaknya bertahan lama, dan mungkin permanen di sebagian
besar vaksin. Infeksi pada orang yang pernah mendapat vaksin secara signifikan
lebih ringan, dengan lesi sedikit (biasanya kurang dari 50), banyak yang
makulopapular daripada vesikuler. Dimana kebanyakan orang yang pernah
mendapat vaksinasi sebelumnya tidak terjadi demam.12,13
23
Meskipun pada penemuan dari beberapa studi telah menyarankan
sebaliknya, penyelidikan sebagian belum diidentifikasi waktu sejak vaksinasi
sebagai faktor risiko untuk terobosan Varisela. Beberapa, tetapi tidak semua,
penyelidikan barubaru telah mengidentifikasi adanya asma, penggunaan steroid,
dan vaksinasi di lebih muda dari 15 bulan usia sebagai faktor risiko untuk
terobosan Varisela. Terobosan infeksi Varisela bisa menjadi hasil dari beberapa
faktor, termasuk gangguan replikasi virus vaksin oleh sirkulasi antibodi, vaksin
impoten akibat kesalahan penyimpanan atau penanganan, atau pencatatan tidak
akurat. Penelitian telah menunjukkan bahwa dosis kedua vaksin Varisela
meningkatkan kekebalan dan mengurangi penyakit terobosan pada anakanak.12
Jadwal vaksinasi dan penggunaan vaksin Varisela dianjurkan untuk semua
anak tanpa kontraindikasi yang berusia 12 sampai 15 bulan. Vaksin ini dapat
diberikan kepada semua anak pada usia ini terlepas dari riwayat Varisela.12
Dosis kedua vaksin Varisela harus diberikan pada 4 sampai 6 tahun
kemudian . Dosis kedua dapat diberikan lebih awal dari 4 sampai 6 tahun jika
setidaknya 3 bulan telah berlalu setelah dosis pertama (yaitu, interval minimum
antara dosis vaksin Varisela untuk anakanak berusia di bawah 13 tahun adalah 3
bulan). Namun, jika dosis kedua diberikan setidaknya 28 hari setelah dosis
pertama, dosis kedua tidak perlu diulang. Dosis kedua vaksin Varisela ini juga
dianjurkan bagi orang yang lebih tua, dimana vaksin Varisela diberikan kepada
orangorang 13 tahun atau lebih pada 4 sampai 8 minggu kemudian.12
Semua vaksin Varisela harus diberikan melalui secara subkutan. Vaksin
Varisela telah terbukti aman dan efektif pada anakanak yang sehat bila diberikan
pada saat yang sama sebagai vaksin MMR di lokasi terpisah dan dengan jarum
suntik yang terpisah. Jika vaksin Varisela dan MMR tidak diberikan pada
kunjungan yang sama, maka pemberian harus dipisahkan setidaknya 28 hari.
Vaksin Varisela juga dapat diberikan simultan (tapi di lokasi terpisah dengan
jarum suntik yang terpisah) dengan semua vaksin anak lainnya.12
Data dari Amerika Serikat dan Jepang dalam berbagai penelitian
menunjukkan bahwa vaksin Varisela ternyata efektif sekitar 70% sampai 100%
dalam mencegah penyakit atau terjadinya keparahan penyakit jika digunakan
24
dalam waktu 3 hari, dan mungkin sampai 5 hari, setelah paparan. ACIP
merekomendasikan vaksin untuk digunakan pada orang yang tidak terbukti
memiliki kekebalan terhadap Varisela atau pada orang yang terpapar Varisela.
Jika paparan terhadap Varisela tidak menyebabkan infeksi, vaksinasi pasca
paparan harus diberikan untuk memberi perlindungan terhadap paparan
berikutnya.12
Wabah Varisela yang terjadi dalam beberapa keadaan (misalnya,pada
tempat penitipan anak, dan sekolah) dapat bertahan sampai dengan 6 bulan. Tetapi
vaksin Varisela diketahui telah berhasil digunakan untuk mengendalikan wabah.
ACIP merekomendasikan pemberian dosis kedua vaksin Varisela untuk
pengendalian wabah. Jadi selama wabah Varisela, orangorang yang telah
menerima satu dosis vaksin Varisela harus menerima dosis kedua, yang diberikan
sesuai dengan interval vaksinasi yang telah berlalu sejak dosis pertama (3 bulan
untuk orang yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun dan setidaknya 4 minggu
untuk orang yang berusia 13 tahun dan lebih tua).12
Kontraindikasi vaksinasi pada seseorang dengan reaksi alergi yang parah
(anafilaksis) dengan komponen vaksin atau setelah dosis sebelumnya, seharusnya
tidak menerima vaksin Varisela. Orang dengan imunosupresi karena leukemia,
limfoma, keganasan umum, penyakit defisiensi imun, atau terapi imunosupresif
tidak harus divaksinasi dengan vaksin Varisela. Namun, pengobatan dengan dosis
rendah (kurang dari 2 mg/kg/hari), topikal, penggantian, atau steroid aerosol
bukan merupakan kontraindikasi untuk vaksinasi. Orang yang imunosupresif yang
diterapi dengan steroid telah dihentikan selama 1 bulan (3 bulan untuk
kemoterapi) dapat divaksinasi.12,13
Orang dengan imunodefisiensi seluler sedang atau berat akibat infeksi
human immunodeficiency virus (HIV), termasuk orangorang yang didiagnosis
dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) tidak boleh menerima
vaksin Varisela. Anak yang terinfeksi HIV dengan persentase CD4 Tlimfosit
15% atau lebih tinggi, dan anakanak yang lebih tua dan orang dewasa dengan
jumlah CD4 200 per mikroliter atau lebih tinggi dapat dipertimbangkan untuk
vaksinasi.12
25
Wanita yang diketahui hamil atau mencoba untuk hamil sebaiknya tidak
menerima vaksin Varisela. Sampai saat ini, tidak ada bukti yang merugikan
kehamilan atau janin yang dilaporkan di kalangan perempuan yang secara tidak
sengaja menerima vaksin Varisela sesaat sebelum atau selama kehamilan. Tetapi
ACIP merekomendasikan kehamilan harus dihindari selama 1 bulan setelah
menerima vaksin Varisela.12,13
Vaksinasi pada orang dengan penyakit akut, sedang atau berat sebaiknya
ditunda sampai kondisi telah membaik. Tindakan pencegahan ini dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya komplikasi pada pasien , seperti demam. Pada
penyakit yang cenderung ringan, seperti otitis media dan infeksi saluran
pernapasan atas, mendapat terapi antibiotik, dan paparan atau pemulihan dari
penyakit lain tidak kontraindikasi terhadap vaksin Varisela. Meskipun tidak ada
bukti bahwa baik Varisela atau vaksin Varisela memperburuk tuberkulosis,
vaksinasi tidak dianjurkan untuk orangorang yang dikenal memiliki TB aktif.12
Pencegahan dapat dengan mencegah infeksi sekunder misalnya seperti
kuku digunting agar pendek, mengganti pakaian dan alas tempat tidur sesering
mungkin.4
3.11. KOMPLIKASI
Komplikasi pada anakanak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih
sering terjadi pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia,
glomerulonephritis, karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan
kelainan darah (beberapa macam purpura).1,2
Pada anak sehat, Varisela merupakan penyakit ringan dan jarang disertai
komplikasi. Angka mortalitas pada anak usia 114 tahun diperkirakan 2/100.000
kasus, namun pada neonates dapat mencapai hingga 30%. Komplikasi tersering
umumnya disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial pada lesi kulit, yang
biasanya disebabkan oleh Stafilokokus aureus atau Streptokokus beta hemolitikus
grup A, sehingga terjadi impetigo, furunkel, selulitis, atau erisipelas, tetapi jarang
terjadi gangren. Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan parut, tetapi
jarang terjadi sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya.
26
Vesikel dapat menjadi bula bila terinfeksi stafilokokus yang menghasilkan toksin
eksfoliatif.9,14
Pneumonia Varisela hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak, biasanya
disebabkan oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia
Varisela jarang didapatkan pada anak dengan system imunologis normal,
sedangkan pada anak dengan defisiensi imunologis atau pada orang dewasa tidak
jarang ditemukan.4
Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa jarang terjadi dan
responsif terhadap antibiotik yang tepat. Bagaimanapun juga, superinfeksi bakteri
umum dijumpai dan berpotensi mengancam kehidupan pada pasien dengan
leukopenia.9
Pada orang dewasa demam dan gejala konstitusi biasanya lebih berat dan
berlangsung lebih lama, ruam Varisela lebih luas, dan komplikasi lebih sering
terjadi. Pneumonia Varisela primer merupakan komplikasi tersering pada orang
dewasa. Pada beberapa pasien gejalanya asimpomatis, tetapi yang lainnya dapat
berkembang mengenai sistem pernafasan dimana gejalanya dapat lebih parah
seperti batuk, dyspnea, tachypnea, demam tinggi, nyeri dada pleuritis, sianosis,
dan batuk darah yang biasanya timbul dalam 16 hari sesudah timbulnya ruam.9,14
Varisela pada kehamilan mengancam ibu dan janinnya. Infeksi yang
menyebar luas dan Varisela pneumonia dapat mengakibatkan kematian pada ibu,
tetapi baik kejadian maupun keparahan pneumonia Varisela tampaknya meningkat
secara signifikan pada kehamilan. Janin dapat meninggal karena kelahiran
prematur atau kematian ibu karena Varisela pneumonia berat, tetapi Varisela
selama kehamilan, tidak, jika tidak secara subtansial meningkatkan kematian
janin. Namun demikian, pada Varisela yang tidak disertai komplikasi, viremia
pada ibu dapat menyebabkan infeksi intrauterin (kongenital), dan dapat
menyebabkan abnormalitas kongenital. Varisela perinatal (Varisela yang terjadi
dalam waktu 10 hari dari kelahiran) lebih serius daripada Varisela yang terjadi
pada bayi yang terinfeksi beberapa minggu kemudian.9,14
Morbiditas dan mortalitas pada Varisela secara nyata meningkat pada
pasien dengan defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terusmenerus
27
dan menyebar luas mengakibatkan terjadinya viremia yang berkepanjangan,
dimana mengakibatkan ruam yang semakin luas, jangka waktu yang lebih lama
dalam pembentukan vesikel baru, dan penyebaran visceral klinis yang signifikan.
Pada pasien dengan defisiensi imun dan diterapi dengan kortikosteroid mungkin
dapat berkembang menjadi pneumonia, hepatitis, encephalitis, dan komplikasi
berupa perdarahan, dimana derajat keparahan dimulai dari purpura yang ringan
hingga parah dan seringkali mengakibatkan purpura yang fulminan dan Varisela
malignansi.9,14
Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti
ensefalitis, ataksia, nistagmus, tremor, myelitis transversa akut, kelumpuhan saraf
muka, neuromielitis optika atau penyakit Devic dengan kebutaan sementara,
sindroma hipotalamus yang disertai dengan obesitas dan panas badan yang
berulangulang. Penderita Varisela dengan komplikasi ensefalitis setelah sembuh
dapat meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental dan kelainan
tingkah laku.4
Komplikasi susunan saraf pusat pada Varisela terjadi kurang dari 1
diantara 1000 kasus. Varisela berhungan dengan sindroma Reye (ensepalopati
akut disertai degenerasi lemak di liver) yang khas terjadi 2 hingga 7 hari setelah
timbulnya ruam. Dulu, dari 1540% pada semua kasus sindroma Reye
berhubungan dengan Varisela, khususnya pada penderita yang diterapi dengan
aspirin saat demam, dengan mortalitas setinggi 40%. Ataksia serebri akut lebih
umum terjadi daripada kelainan neurologi yang lainnya. Encephalitis lebih jarang
lagi terjadi yaitu pada 1 diantara 33.000 kasus, tetapi merupakan penyebab
kematian tertinggi atau menyebabkan kelainan neurologi yang menetap.
Patogenesa terjadinya ataksia serebelar dan ensephalitis tetap jelas, dimana pada
banyak kasus ditemukan adanya VZV antigen, VZV antibodi, dan VZV DNA
pada cairan cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan infeksi secara
langsung pada sistem saraf pusat.9
Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis,
gastritis dan lesi ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch
Schonlein, neuritis, keratitis, dan iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum
28
diketahui, tetapi infeksi VZV melalui parenkim secara langsung dan endovascular,
atau vasculitis yang disebabkan oleh VZV antigenantibodi kompleks, tampaknya
menjadi penyebab pada kebanyakan kasus.9,12
Anak dengan sistem imunologis yang normal jarang mendapat komplikasi
tersebut di atas, sedangtkan anak dengan defisiensi imunologis, anak yang
menderita leukemia, anak yang sedang mendapat pengobatan anti metabolit atau
steroid (penderita sindrom nefrotik, demam reumatik) dan orang dewasa sering
mendapat komplikasi tersebut, kadangkadang Varisela pada penderita tersebut
dapat menyebabkan kematian.4
3.12. PROGNOSIS
Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higiene memberi
prognosis yang baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit.1,2
3.13. KESIMPULAN
Varisela merupakan infeksi akut primer oleh virus Varisela zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan kisaran
10 sampai 21 hari. Biasanya diawali dengan gejala prodromal, yakni demam yang
tidak terlalu tinggi, malaise, dan nyeri kepala, kemudian disusul dengan timbulnya
papula eritematosa yang dalam beberapa jam berubah menjadi vesikel. Dimana
vesikel akan berkembang menjadi, pustul, dan kemudian menjadi krusta.
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke muka dan ektremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata,
mulut, dan saluran nafas bagian atas.
Pada anakanak jarang memberi komplikasi, sementara pada orang dewasa
komplikasi yang tersering timbul adalah pneumonia. Dan pada pasien yang
disertai dengan defisiensi imun memberikan komplikasi yang lebih berat.
Untuk membantu diagnosa dapat dilakukan percobaan Tzanck yang
diambil dari kerokan dasar vesikel dan didapatkan sel datia yang berinti banyak.
29
Untuk pengobatan dapat diberikan antivirus, dimana dosis oral yang
diberikan pada anak yaitu 4x20mg/kgBB selama lima hari. Sementara dosis yang
diberikan pada orang dewasa 5x800 mg selama tujuh hari. Disamping itu dapat
pula diberikan antipiretik, dan analgesik, serta bedak yang ditambah zat anti gatal
untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini, dan mengurangi rasa gatal.
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksin Varisela yang berasal dari
galur yang dilemahkan. Diberikan pada anak umur 12 bulan atau lebih, dan
diberikan vaksin ulangan 46 tahun kemudian. Sementara pada anak yang berusia
12 tahun dosis ulangan diberikan 48 minggu setelah dosis pertama. Pemberian
vaksin ini dilakukan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml.
30
BAB IV
PENCEGAHAN ATAU PEMBINAAN KELUARGA
Tn. Hasan/ 43 th Ny.Suriana/ 42 th
29
dan Rio. Keluarga ini berperan aktif dalam setiap kegiatan dan
kehidupan sosial di masyarakat seperti pengajian, dsb.
4.2.2 Fungsi Fisiologis
Keluarga diukur dengan skor APGAR, yaitu skor yang digunakan
untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut pandang setiap anggota
keluarga terhadap hubungannya dengan anggota keluarga yang lain. Skor
APGAR meliputi:
a. Adaptation: keluarga ini sudah mampu beradaptasi antar sesama
anggota keluarga, saling mendukung, saling menerima dan
memberikan saran satu dengan yang lainnya.
b. Partnership: komunikasi dalam keluarga ini sudah baik, mereka saling
membagi, saling mengisi antar anggota keluarga dalam setiap masalah
yang dialami oleh keluarga tersebut.
c. Growth: Keluarga ini juga saling memberikan dukungan antar anggota
keluarga akan hal-hal yang baru yang dilakukan anggota keluarga
tersebut.
d. Affection: Interaksi dan hubungan kasih sayang antar anggota keluarga
ini sudah terjalin dengan cukup baik.
e. Resolve: Keluarga ini memiliki rasa kebersamaan yang cukup tinggi
dan kadang-kadang menghabiskan waktu bersama dengan anggota
keluarga lainnya.
Adapun skor APGAR keluarga ini adalah 7.75, dengan interpretasi
cukup (data terlampir).
4.2.3 Fungsi Patologis
Fungsi patologis dinilai dengan skor SCREEM:
a. Social: Interaksi keluarga ini dengan tetangga cukup baik.
b. Culture: Keluarga ini memberikan apresiasi dan kepuasan yang cukup
terhadap budaya, tata karma, dan perhatian terhadap sopan santun.
Walaupun berasal dari dua budaya yang berbeda, namun hal ini tidak
menjadi hambatan dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Bahasa
yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Palembang.
30
c. Religious: Keluarga ini cukup taat menjalankan ibadah sesuai dengan
ajaran agama yang dianutnya.
d. Economic: Status ekonomi keluarga ini menengah kebawah.
e. Educational: Tingkat pendidikan Tn. Hasan dan Ny. Suriana cukup
baik. Mereka berdua adalah seorang tamatan SMA.
f. Medical: Keluarga ini sudah mampu mendapat pelayanan kesehatan
yang memadai. Jika ada anggota keluarga yang sakit, mereka berobat
ke Puskesmas atau ke praktik dokter umum.
4.2.4 Fungsi Hubungan antarmanusia
Hubungan interaksi antar anggota keluarga sudah terjalin dengan
baik.
4.2.5 Fungsi Keturunan (genogram)
Fungsi genogram dalam keadaaan baik (sudah dijelaskan diatas).
4.2.6 Fungsi Perilaku (Pengetahuan, sikap, dan tindakan)
Pengetahuan tentang kesehatan keluarga ini sudah cukup baik, sikap sadar
akan kesehatan dan beberapa tindakan yang mencerminkan pola hidup sehat
sudah dilakukan dengan baik.
4.2.7 Fungsi Non-perilaku (Lingkungan, pelayanan kesehatan, keturunan)
Lingkungan rumah tergolong tidak sehat karena tidak terdapat pohon dan
tanaman serta tidak memiliki halaman rumah. Keluarga ini juga aktif
memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan. Jarak rumah dengan
puskesmas/rumah sakit cukup dekat sekitar 1 km dari Puskesmas Plaju.
4.2.8 Fungsi Indoor
Gambaran lingkungan dalam rumah belum memenuhi syarat-syarat
kesehatan. Dinding seluruh ruangan dirumah berbahan beton yang di cat
dan dalam keadaan bersih. Lantai sebagian berbahan keramik dan
sebagian lagi hanya semen. Pada ruang keluarga, lantai dilapisi dengan
karpet yang cukup tebal. terdapat 1 jendela di ruang keluarga dengan
ventilasi, sirkulasi udara, dan pencahayaan cukup baik.. Terdapat 1 kamar
tidur yang langsung berhubungan dengan ruang keluarga dengan ventilasi,
sirkulasi udara, dan pencahayaan kurang baik, Pada dapur, tidak terdapat
31
jendela dengan ventilasi, sirkulasi udara, dan pencahayaan kurang baik.
pada kamar tidur dan dapur lantai hanya dilapisi semen.
Sumber air bersih terjamin karena keluarga menggunakan air PAM.
Jamban ada di dalam rumah. Pengelolaan feses melalui septik tank.
Pengelolaan sampah dan limbah sudah cukup baik karena keluarga
membuang sampah di bak pembuangan sampah di sekitar lingkungan
tempat tinggal.
4.2.9 Fungsi Outdoor
Gambaran lingkungan luar rumah sudah cukup baik. Jarak rumah
dengan jalan raya tidak terlalu jauh, yaitu ± 10 meter. Tidak ada
kebisingan disekitar rumah. Tempat pembuangan umum tidak jauh dari
lokasi rumah, ± 500 meter.
32
diberikan pula obat sistemik berupa Parasetamol tablet 3x250mg untuk
menurunkan demam, CTM tablet 4x2mg untuk mengurangi gatal, dan Asiklovir
tablet 4x400mg sebagai obat antivirus.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi
Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. H.115116.
2. Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates;
2000. H.9496.
3. Rassner, Steinert. Penyakit virus variselazoster. Dalam: Buku Ajar dan Atlas
Dermatologi; edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. H.4445.
4. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”). Dalam: Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2007. P.637640.
5. White David, Fenner Frank. Variselazoster virus. In: Medical Virology; Fourth
Edition. United Kingdom: Academic Press; 1994. P.330334.
6. Siregar RS. Varisela. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2.
Jakarta: EGC; 2004. H. 8884.
7. Lichenstein R. 2002 Oct 21. Pediatrics: Chicken vox or Varisela. (serial on the
internet). 2015 (cited 2015 sep 24):(about 4p). Available from:
http:// www.emedicine.com.
8. Anonymous. Varisela zoster virus (VZV). (homepage on the internet). 2015 (cited
2015 sep 24about 8p). Available from: http://www.bio
rad.com/prd/de/DE/CDG/PDP/LRLEAK15/VariselaZosterVirus(VZV).
9. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varisela. In:
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine; seventh edition, vol 1 and 2.
2008. P.18851895.
10. Anonymous. Varisela zoster virus infection face pictures. (homepage on the
internet). 2015 (cited 2015 sep 24):(about 9p). Available from:
http://www.emedicinehealth.com/imagegallery/Variselazoster_viru/images.htm.
11. Anonymous. Varisela. (homepage on the internet). 2015 (cited 2015 sep 24):
(about 8p). Available from: www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook.
12. Soedarmo Sarmono S.P, dkk. Varisela. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis; edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2002. H. 134142.
34
Lampiran 1
Ruang
Keluarga
Kamar
Pintu masuk
35
Gambar 2. Pintu masuk rumah An. Rio Saputra
Gambar 4. Kondisi WC
36
Gambar 5. Kondisi Kamar
37
Lampiran 2
SKOR APGAR
38
Lampiran 3
SKOR SCREEM
39