TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Berdasarkan Simpson (1985) dalam bukunya Forensic Medicine
menulis dua alternatif definisi, yaitu sudden death adalah kematian yang
tidak terduga, non-traumatis, non-self inflicted fatality, yang terjadi dalam
24 jam sejak onset gejala dan kematian yang terjadi dalam satu jam sejak
timbulnya gejala. Berdasarkan WHO, kematian mendadak adalah
kematian yang terjadi pada 24 jam sejak gejala timbul, namun pada kasus-
kasus forensik, sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan menit atau
bahkan detik sejak gejala pertama timbul. Kematian mendadak tidak selalu
tidak terduga, dan kematian yang tak diduga tidak selalu terjadi mendadak,
namun amat sering keduanya ada bersamaan pada suatu kasus. (Shepherd
R. Simpsons Forensic Medicine, 2003)
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis
pada seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada
tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai
oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam,
dan seterusnya. Setelah beberapa waktu, timbul perubahan pascamati yang
jelas memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti (Knight, 2001).
Sedangkan mendadak merupakan kata yang berkaitan dengan
waktu yang cepat atau seketika terhadap munculnya suatu kejadian atau
peristiwa. Mendadak kaitannya dengan kematian dapat bersifat mutlak
ataupun relatif. Dilihat dari perjalanan waktu kata mendadak dapat
diartikan seketika, saat itu juga. Mendadak juga dapat dirasakan bagi
orang yang sempat bertemu dengan korban saat masih sehat dan sangat
terkesan dengan pertemuan tersebut (Perdanakusuma, 1984)
Pada kematian mendadak, penyebab kematian hampir selalu
ditemukan pada sistem kardiovaskuler, meskipun lesi tidak terdapat di
jantung atau pembuluh darah utama. Cerebral hemmorragic yang masif,
perdarahan subaraknoid, ruptur kehamilan ektopik, hemoptisis,
hematemesis dan emboli pulmonal bersama dengan penyakit jantung dan
aneurisma aorta mempunyai kontribusi pada sebagian besar penyebab
kematian mendadak dan unexpected akibat sistem vascular (Hermansyah
et al, 2012).
Tanpa autopsi, para dokter salah dalam menentukan sebab
kematian dari 25-50% kasus. Di banyak negara dengan banyak proporsi
autopsi medikolegal dan di Inggris dan Wales terdapat sekitar 80% autopsi
koroner, sisanya karena bunuh diri, kecelakaan, dan pembunuhan (Byard,
2004).
2.2 Epidemiologi
Usia dari individu, riwayat penyakit, dan riwayat keluarga dapat
memberikan informasi yang berharga dalam menentukan diagnosis
banding dan mengarahkan proses autopsi. Kematian mendadak terjadi
empat kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan pada perempuan
dengan penyebab utama adalah penyakit pada jantung dan pembuluh
darah. Sama halnya dengan kematian mendadak, penyakit jantung dan
pembuluh darah juga memiliki kecenderungan terjadi pada laki-laki, yaitu
7:1 lebih sering dibandingkan pada perempuan sebelum menopause dan
menjadi 1:1 setelah perempuan menopause (Palemo et al, 2014).
Berdasarkan hasil autopsi yang dilakukan terhadap populasi Nigeria,
kematian mendadak ditemukan pada 13,4% dari seluruh hasil autopsi,
54,1% kasus terjadi pada usia di atas 40 tahun dan 45,9% terjadi pada usia
di bawah 40 tahun dengan rasio perbandingan antara laki-laki dan
perempuan adalah 2,1:1. Dari seluruh kasus kematian mendadak,
ditemukan penyebab paling sering adalah kardiovaskular (28,3%), sistem
pernafasan (18,2%), sistem saraf pusat (12,6%) (Wulansri, 2012).
Sedangkan berdasarkan hasil autopsi yang dilakukan di RSUP. Prof. Dr.
R. D. Kandou, Manado periode 2010-2012, terhadap 8 jenazah dengan
kematian mendadak, jumlah kematian mendadak berdasarkan jenis
kelamin yaitu laki-laki sebanyak 7 kasus (87.5%) dan perempuan 1 kasus
(12.5%). Usia terbanyak adalah antara 41-59 tahun sebanyak 3 orang
(37,5%). Sedangkan kelompok usia 21-40 tahun dan 60 tahun sama yaitu
terdapat 2 orang (25%), dan yang paling sedikit ditemui pada kelompok
usia 13-20 tahun hanya terdapat 1 orang (12,5%). Dan pada usia 0-23
bulan dan 1-12 tahun tidak terdapat kasus yang mengalami kematian
mendadak. Sedangkan berdasarkan penyebabnya, kematian mendadak
akibat penyakit jantung sebanyak 3 kasus (37.5%), penyakit paru sebanyak
2 kasus (25%), penyakit lainnya (tidak diketahui sebabnya) 2 kasus (25%),
dan kanker paru hanya terdapat 1 kasus (12.5%) (Bhaskara et al, 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ratih di RSUD Dr.
Pirngadi Medan Jumlah kematian mendadak periode 20092011
berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 34 kasus (85.0%) dan
perempuan 6 kasus (15.0%). Kematian mendadak lebih banyak terjadi
pada kelompok dewasa madya yaitu usia 40-59 tahun sebanyak 16 kasus
(40.0%). Kematian mendadak akibat sistem kardiovaskular sebanyak 21
kasus (52.5%), terbanyak pada usia =60 tahun. Sistem non kardiovaskular
sebanyak 19 kasus (47.5%), terbanyak pada usia 40-59 tahun. Kematian
mendadak sistem kardiovaskular dan sistem non kardiovaskular terjadi
paling banyak pada jenis kelamin laki-laki (Ratih, 2012).
2.3 Etiologi
b. Infark Miokard
Infark miokard adalah nekrosis jaringan otot jantung akibat
insufisiensi aliran darah. Insufisiensi terjadi karena spasme dan atau
sumbatan karena sklerosis dan trombosis. Infark miokard adalah
patologik (gejala klinisnya bervariasi, kadang tanpa gejala apapun),
sedangkan infark miokard akut adalah pengertian klinis (dengan gejala
diagnosis tertentu). Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam awal
atau hari setelah infark dan penyebab segeranya adalah fibrilasi
ventrikel (Burke, 2008).
Beberapa komplikasi infark miokard yang mungkin timbul antara
lain (Burke, 2008):
- Ruptur jantung, merupakan penyebab umum timbulnya
haemoperikardium dan cardiac tamponade. Ruptur selalu terjadi
selama infark. Ruptur paling sering terjadi pada bagian distal dinding
ventrikel kiri.
- Trombosis mural, tidak dapat disepelekan jika infark terjadi pada
endokardium ventrikel kiri.
- Perikarditis, terjadi bersama dengan infark transmural. Perikardium
viseral menjadi berwarna merah keunguan dengan vaskular blush
pada permukaannya.
- Fibrosis miokard, pada orang tua dapat menyebabkan hipertrofi
ventrikel pada hipertensi dan meyebabkan iskemik relatif.
- Aneurisma jantung, terjadi dimana daerah fibrosis yang luas
menggantikan infark transmural sebelumnya.
d. Miokarditis
Miokarditis biasanya tidak menunjukkan gejala dan sering
terjadi pada dewasa muda. Diagnosis miokarditis pada kematian
mendadak hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik.
Otot jantung harus diambil sebanyak 20 potongan dari 20 lokasi yang
berbeda dari pemeriksaan ini. Pada pemeriksaan histopatologik tampak
peradangan interstisial dan atau parenkim, edema, perlemakan,
nekrosis, degenerasi otot hingga miolisis. Infiltrasi leukosit berinti
tunggal, plasmosit dan histiosit tampak jelas (Burke, 2008).
e. Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah suatu kelainan pada miokardium yang
dihubungkan dengan disfungsi jantung dimana belum diketahui
penyebab yang pasti. Kardiomiopati bukan merupakan hasil dari
arteriosklerosis, hipertensi, kongenital, atau penyakit katup jantung.
Kardiomiopati dapat digolongakan menjadi 3, yaitu: dilated/kongesti,
hipertrofi, dan restriktif-obliteratif. Pada dilated/kongesti, jantung
dengan nyata membesar, dengan miokardium yang lembek dan
perbesaran pada semua ruang. Secara mikroskopis, terdapat degenerasi
dan atau hipertrofi serat otot, fibrosis miokardium yang fokal atau difus,
infiltasi sel mononuklear, dan kadang infiltrasi lemak (Burke, 2008).
b. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah pelebaran dari lumen bronkus. Biasanya
lokal dan permanen. Ektasis terjadi akibat adanya kerusakan dinding
bronkus. Kerusakan dinding tersebut dapat disebabkan oleh penyakit
paru-paru. Jadi, bronkiektasis bukan merupakan suatu penyakit yang
berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu akibat dari penyakit paru-
paru.
Pelebaran dinding bronkus diikuti dengan peningkatan pembuluh
darah dan pelebaran pembuluh darah. Ulserasi dari dinding ektasis akan
menimbulkan perdarahan ke dalam lumen bronkus yang dapat berakibat
kematian. Gambaran fisik muncul akibat adanya hipoksia dan perdarahan
yang tampak pada hemoptisis. Penting untuk dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi jaringan paru-paru untuk memastikan diagnosis adanya
bronkiektasis pada kasus mati mendadak yang dicurigai karena
perdarahan paru-paru.
c. Abses paru
Abses paru adalah lesi paru yang berupa supurasi dan nekrosis
jaringan. Abses dapat timbul akibat luka karena trauma paru,
perluasan abses subdiafragma, dan infark paruparu yang terinfeksi.
Karena penyebab terbanyak adalah infeksi, maka mikroorganisme yang
menyebabkan abses merupakan organisme yang terdapat di dalam mulut,
hidung, dan saluran napas. Macam-macam organisme tersebut misalnya
kuman kokus (streptococcus, staphylococcus), basil fusiform, basil
anaerob dan aerob, spyrochaeta, proteus dan lain sebagainya.
Terjadinya abses diawali dengan mikroorganisme yang teraspirasi
ke dalam saluran napas sampai di bronkus dan bronkiolus. Kemudian
infeksi menyebar ke parenkim paru. Terjadi pembentukan jaringan
granulasi yang mengelilingi lokasi infeksi. Dapat terjadi perluasan ke
pleura, sehingga pus dan jaringan nekrotik dapat keluar ke rongga pleura.
Abses tanpa pengobatan yang kuat dapat menjadi kronis.
d. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura.
Banyak terjadi pada dewasa tua, sekitar usia 40 tahun dan lebih banyak
terjadi pada pria dibanding wanita. Penyakit dasar penyebab pneumothoraks
adalah tuberkulosis paru, emfisema, dan bronkhitis kronis. Pneumothoraks
berulang dengan menstruasi pada wanita disebabkan oleh adanya pleura
endometrosis (katamenial pneumothoraks).
Spontan pneumothoraks dapat terjadi sebagai penyebab kematian.
Umunya terjadi karena ruptur daru bulla emfisema. Pneumothoraks juga
dapat terjadi akibat pecahnya kaverna sehingga berfungsi sebagai pentil
udara (ventil pneumothoraks). Penderita menderita sesak napas yang
berat, tekanan intrapleural meningkat sangat tinggi, terjadi kolaps paru
dan penekanan pada mediastinum, termasuk jantung, venous return
juga terganggu. Akibatnya selain terjadi gangguan pernapasan juga
terjadi gangguan pada sirkulasi jantung yang berakibat pada
kematian.
g. Asma Bronkial
Mati mendadak dapat juga terjadi pada saat serangan asma
bronkial. Patogenesis dari asma bronkial yang khas adalah adanya
penyempitan sampai obstruksi dari bronkus kecil pada tahap inspirasi
dan ekspirasi. Penyempitan itu disebabkan oleh :
1. Perubahan patologis.
a. Overdistensi dari kedua paru
b. Paru tidak kolaps waktu cavum pleura dibuka.
c. Dalam bronkus sampai bronkus terminalis didapatkan
gumpalan eksudat yang menyerupai gelatin.
2. Perubahan histopatologis
a. Hispertrofi otot bronkus
b. Edema mukosa bronki
c. Kerusakan epitel permukaan mukosa
d. Kerusakan epitel permukaan mukosa
e. Penebalan nyata dari membran basalis
f. Infiltrasi eosinofil dalam dinding bronkus.
Akibat lanjut dari sumbatan saluran napas pada asma bronkial adalah
menurunnya tekanan parsial oksigen di alveoli, sehingga oksigen dalam
peredaran darah juga menurun (hipoksemia). Sebaliknya terjadi resistensi
karbondioksida, sehingga kadar karbondioksida dalam peredaran darah
meningkat. Hal ini menyebabkan rangsangan pada pusat pernapasan
sehingga terjadi hiperventilasi. Dari pathogenesis terjadinya serangan asma
tersebut maka kepastian mati mendadak akibat serangan asma memerlukan
pemeriksaan histologi dan biokimia (toksikologi) dengan baik.
h. Karsinoma Bronkogenik
Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas primer yang berasal
dari saluran napas. Karsinogen dalam kasus karsinoma bronkogenik yang
banyak disorot adalah rokok. Bahan aktif yang dianggap karsinogen dalam
asap rokok adalah polonium 210 dan 3,4 benzypyrene. Perokok dalam
jangka waktu 10-20 tahun mempunyai resiko kanker ini. Karsinogenik
lain yang berhubungan dengan dengan karsinoma bronkogenik adalah
abses, kemudian bahan radioaktif. Karsinoma bronkogenik mempunyai
prognosis buruk sehingga mortalitasnya pun sangat tinggi.