Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Berdasarkan Simpson (1985) dalam bukunya Forensic Medicine
menulis dua alternatif definisi, yaitu sudden death adalah kematian yang
tidak terduga, non-traumatis, non-self inflicted fatality, yang terjadi dalam
24 jam sejak onset gejala dan kematian yang terjadi dalam satu jam sejak
timbulnya gejala. Berdasarkan WHO, kematian mendadak adalah
kematian yang terjadi pada 24 jam sejak gejala timbul, namun pada kasus-
kasus forensik, sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan menit atau
bahkan detik sejak gejala pertama timbul. Kematian mendadak tidak selalu
tidak terduga, dan kematian yang tak diduga tidak selalu terjadi mendadak,
namun amat sering keduanya ada bersamaan pada suatu kasus. (Shepherd
R. Simpsons Forensic Medicine, 2003)
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis
pada seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada
tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai
oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam,
dan seterusnya. Setelah beberapa waktu, timbul perubahan pascamati yang
jelas memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti (Knight, 2001).
Sedangkan mendadak merupakan kata yang berkaitan dengan
waktu yang cepat atau seketika terhadap munculnya suatu kejadian atau
peristiwa. Mendadak kaitannya dengan kematian dapat bersifat mutlak
ataupun relatif. Dilihat dari perjalanan waktu kata mendadak dapat
diartikan seketika, saat itu juga. Mendadak juga dapat dirasakan bagi
orang yang sempat bertemu dengan korban saat masih sehat dan sangat
terkesan dengan pertemuan tersebut (Perdanakusuma, 1984)
Pada kematian mendadak, penyebab kematian hampir selalu
ditemukan pada sistem kardiovaskuler, meskipun lesi tidak terdapat di
jantung atau pembuluh darah utama. Cerebral hemmorragic yang masif,
perdarahan subaraknoid, ruptur kehamilan ektopik, hemoptisis,
hematemesis dan emboli pulmonal bersama dengan penyakit jantung dan
aneurisma aorta mempunyai kontribusi pada sebagian besar penyebab
kematian mendadak dan unexpected akibat sistem vascular (Hermansyah
et al, 2012).
Tanpa autopsi, para dokter salah dalam menentukan sebab
kematian dari 25-50% kasus. Di banyak negara dengan banyak proporsi
autopsi medikolegal dan di Inggris dan Wales terdapat sekitar 80% autopsi
koroner, sisanya karena bunuh diri, kecelakaan, dan pembunuhan (Byard,
2004).

2.2 Epidemiologi
Usia dari individu, riwayat penyakit, dan riwayat keluarga dapat
memberikan informasi yang berharga dalam menentukan diagnosis
banding dan mengarahkan proses autopsi. Kematian mendadak terjadi
empat kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan pada perempuan
dengan penyebab utama adalah penyakit pada jantung dan pembuluh
darah. Sama halnya dengan kematian mendadak, penyakit jantung dan
pembuluh darah juga memiliki kecenderungan terjadi pada laki-laki, yaitu
7:1 lebih sering dibandingkan pada perempuan sebelum menopause dan
menjadi 1:1 setelah perempuan menopause (Palemo et al, 2014).
Berdasarkan hasil autopsi yang dilakukan terhadap populasi Nigeria,
kematian mendadak ditemukan pada 13,4% dari seluruh hasil autopsi,
54,1% kasus terjadi pada usia di atas 40 tahun dan 45,9% terjadi pada usia
di bawah 40 tahun dengan rasio perbandingan antara laki-laki dan
perempuan adalah 2,1:1. Dari seluruh kasus kematian mendadak,
ditemukan penyebab paling sering adalah kardiovaskular (28,3%), sistem
pernafasan (18,2%), sistem saraf pusat (12,6%) (Wulansri, 2012).
Sedangkan berdasarkan hasil autopsi yang dilakukan di RSUP. Prof. Dr.
R. D. Kandou, Manado periode 2010-2012, terhadap 8 jenazah dengan
kematian mendadak, jumlah kematian mendadak berdasarkan jenis
kelamin yaitu laki-laki sebanyak 7 kasus (87.5%) dan perempuan 1 kasus
(12.5%). Usia terbanyak adalah antara 41-59 tahun sebanyak 3 orang
(37,5%). Sedangkan kelompok usia 21-40 tahun dan 60 tahun sama yaitu
terdapat 2 orang (25%), dan yang paling sedikit ditemui pada kelompok
usia 13-20 tahun hanya terdapat 1 orang (12,5%). Dan pada usia 0-23
bulan dan 1-12 tahun tidak terdapat kasus yang mengalami kematian
mendadak. Sedangkan berdasarkan penyebabnya, kematian mendadak
akibat penyakit jantung sebanyak 3 kasus (37.5%), penyakit paru sebanyak
2 kasus (25%), penyakit lainnya (tidak diketahui sebabnya) 2 kasus (25%),
dan kanker paru hanya terdapat 1 kasus (12.5%) (Bhaskara et al, 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ratih di RSUD Dr.
Pirngadi Medan Jumlah kematian mendadak periode 20092011
berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 34 kasus (85.0%) dan
perempuan 6 kasus (15.0%). Kematian mendadak lebih banyak terjadi
pada kelompok dewasa madya yaitu usia 40-59 tahun sebanyak 16 kasus
(40.0%). Kematian mendadak akibat sistem kardiovaskular sebanyak 21
kasus (52.5%), terbanyak pada usia =60 tahun. Sistem non kardiovaskular
sebanyak 19 kasus (47.5%), terbanyak pada usia 40-59 tahun. Kematian
mendadak sistem kardiovaskular dan sistem non kardiovaskular terjadi
paling banyak pada jenis kelamin laki-laki (Ratih, 2012).

2.3 Etiologi

Terdapat kematian mendadak yang dibatasi pada suatu kematian


alamiah yang terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak (sudden
natural unexpected death) dan kematian mendadak yang tidak alamiah
(sudden unnatural deadth).
Natural/Alamiah Unnatural/Tidak Alamiah
Sistem kardiovaskular 1. Luka/Injury pada organ vital seperti otak,
(a) Penyakit Jantung Koroner jantung, paru, hati dan ginjal.
(aterosklerosis, trombosis) 1) Luka berat pada bagian tubuh non vital
(b)Penyakit jantung kongenital 2) Perdarahan eksternal atau internal
(c) Penyakit katup jantung 3) Syok akibat rasa nyeri atau perdarahan
(d)Penyakit jantung hipertensi akibat luka
(e) Infeksi (Miokarditis) 4) Syok vagal (manifestasi saraf) akibat
(f) Aneurisme aorta luka
5) Emboli akibat gumpalan darah atau
udara dalam pembuluh darah dari luka
6) Infeksi, sepsis termasuk tetanus, gangren
gas akibat luka
7) Komplikasi luka, misal formasi hernia

Sistem respiratori 2. Violent asphyxia


(a) Emboli pulmonal
(b)Hemoptisis masif (akibat
tuberkulosis paru)
(c) Infeksi berat seperti pneumonia
(d)Asma kronik eksaserbasi akut
(e) Anafilaksis
(f) Obstruksi traktus respiratori
Lesi vaskular intrakranial 3. Keracunan/Poisoning
1. Perdarahan intrakranial akibat Berdasarkan pengguna:
ateroma serebral dan stroke atau (a) Oleh diri sendiri
hipertensi (b) Oleh orang lain
2. Perdarahan subarakhnoid dari (c) Kecelakaan
ruptur aneurisma Berdasarkan sumber:
3. Trombosis serebri (a) Sumber domestik (gas kompor, obat,
4. Emboli antiseptik, desinfektan, agen
5. Infeksi meningens (Meningitis) pembersih)
6. Tumor otak, dapat (b) Sumber komersial
menyebabkan kematian akibat (c) Sumber industrial (substansi beracun
peningkatan tekanan dan gas beracun dalam industri)
intrakranial, perdarahan akibat (d) Sumber agrikultural (insektisida,
massa tumor, dll ovisida, dll)
7. Epilepsi idiopatik (e) Polusi atmosfer
8. Inhibisi fungsional vagal (f) Gigitan ular, gigitan kalajengking
(g) Keracunan obat-obatan (kesalahan
obat)
(h) Sumber lain dari makanan dan
minuman yang terkontaminasi
Sistem gastrointestinal 4. Kematian akibat jatuh dari
(a) Perdarahan masif akibat ulkus ketinggian menyebabkan kematian
gaster atau duodenal akibat luka (baik kecelakaan, bunuh
(b)Kolitis ulseratif, keganasan, dll diri, maupun pembunuhan)
(c) Trombosis mesenterika dan
emboli dapat menyebabkan
infark yang sulit didiagnosis
(d)Perforasi ulkus peptikum
(e) Gangren intestinal akibat
strangulasi dan torsio hernia
akibat adhesi peritoneal
(f) Ruptur aneurisma aorta
(g)Gagal hati
(h)Perdarahan pankreatitis akut
Kondisi ginekologis 5. Kematian akibat electrocution
(a) Komplikasi kehamilan dan
kelahiran
(b)Perdarahan pada genitalia
wanita akibat abortus atau
rupturnya kehamilan ektopik
Iatrogenik 6. Paparan terhadap panas (termasuk
(a) Penyalahgunaan obat lukabakar, heat stroke, dll)
(b)Anestesi 7. Paparan terhadap dingin ekstrem
(c) Mismatch transfusi darah (mendaki gunung)
Penyebab khusus pada anak 8. Sambaran petir
Sudden Infant Death Syndrome 9. Kelaparan/Starvation
(SIDS)

2.3.1. Etiologi Sudden Death Alamiah


Penyebab mati mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem
tubuh, yaitu sistem susunan saraf pusat, sistem kardiovaskuler, sistem
pernapasan, sistem gastrointestinal. Dari sistem-sistem tersebut, yang
paling banyak menjadi penyebab kematian adalah sistem kardiovaskuler,
dalam hal ini penyakit jantung (Idries, 1997).

2.3.1.1 Penyakit Sistem Kardiovaskular


Beberapa penyakit pada sistem kardiovaskular yang dapat mengakibatkan
mati mendadak antara lain:
a. Penyakit Jantung iskemik
Dengan perhitungan kasar, sekitar 62% dari semua kematian
mendadak karena penyakit jantung, disebabkan oleh arteriosklerosis
pada arteri koroner. Terbentuknya sumbatan pada lumen cabang
pembuluh darah yang partial atau total yang luas ataupun hanya
setempat dapat menyebabkan arteri tidak dapat mengirim darah yang
adekuat ke miokardium. Sebagai akibatnya akan terjadi coronary artery
insufficiency dan jantung secara tiba-tiba berhenti. Obstruksi yang
signifikan pada lumen arteri koronaria adalah jika membatasi 75%
lumen atau setidaknya 80% dari lumen yang normal harus hilang
sebelum timbul infark miokard (Schoppe, 2015).
Untuk dapat menyebabkan kematian, tidak perlu harus ada
penyumbatan. Adanya penyenmpitan atau penebalan, khususnya pada
ramus descenden a. coronaria sinistra, yaitu arteri yang mensuplai darah
bagi sistem konduksi (pacemaker). Dengan berkurangnya suplai darah
ke tempat tersebut, yang terjadi pada waktu melakukan kerja fisik (oleh
karena ada penebalan atau penyempitan, sehingga tidak bisa melebar
sewaktu dibutuhkan), terjadi hipoksia yang diikuti fibrilasi atrium dan
berakhir dengan kematian (Schoppe, 2015).
Tempat dimana a. coronaria sering mengalami penyempitan, adalah
(Burke, 2008):
- ramus descenden a. coronaria sinistra (45-64%)
- a. coronaria dextra (24-46%)
- a. circumflexa coronaria sinistra (3-10%)
- pangkal a. coronaria sinistra (0-10%)
Stenosis dari arteri koroner oleh ateroma sangat sering terjadi,
konsekuensinya terjadi pengurangan aliran darah ke otot jantung yang
dapat menyebabkan kematian dengan berbagai cara, yaitu:
- Insufisiensi koroner akibat penyempitan lumen utama akan
mengakibatkan iskemia kronik dan hipoksia dari otot-otot jantung di
bawah stenosis. Otot jantung yang mengalami hipoksia mudah
menyebabkan aritmia dan fibrilasi ventrikel, terutama pada adanya
beban stress seperti olahraga atau emosi.
- Komplikasi dari ateroma dapat memperburuk stenosis koroner dan
kematian otot jantung yang mengikutinya. Plak ateroma ulseratif
dapat pecah atau hancur, mengisi sebagian atau seluruh pembuluh
darah dengan kolesterol, lemak dan debris fibrosa. Pecahan ini akan
terbawa ke arah distal pembuluh darah dan pada percabangan
pembuluh darah menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan
multipel mini-infark. Bagian endotel dari plak yang hancur dapat
bertindak seperti katup dan menutup total pembuluh darah.
Komplikasi lain adalah perdarahan sub-intima yang terjadi pada
plak, membesarkannya secara tiba-tiba dan menutup lumen
pembuluh darah.
- Trombosis koroner
- Miokard infark, terjadi ketika stenosis berat terjadi atau terjadi oklusi
total dari pembuluh darah, bila pembuluh darah kolateral di tempat
bersangkutan tidak cukup memberi darah pada daerah yang
bersangkutan. Infark umumnya baru terjadi bila lumen tertutup lebih
dari atau sama dengan 70%.
- Lesi pada sistem konduksi jantung. Efek dari infark yang besar
adalah mengurangi fungsi jantung karena kegagalan pompa dan otot
yang mati tidak dapat berkontraksi atau menyebabkan aritmia dan
fibrilasi ventrikel. Infark yang dapat dilihat dengan mata secara
makroskopik tidak terjadi saat kematian mendadak, karena perlu
beberapa jam agar oklusi jantung menjadi jelas. Tapi efek fatal dari
infark dapat terjadi pada setiap saat setelah otot menjadi iskemik.
- Infark miokard yang ruptur dapat menyebabkan kematian mendadak
karena hemoperkardium dan tamponade jantung. Keadaan ini
umumnya terjadi pada wanita tua, yang mempunyai miokardium
yang rapuh, namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada semua
orang. Keadaan ini cenderung terjadi dua atau tiga hari setelah onset
infark dan bagian otot yang infark menjadi lunak. Ruptur terkadang
terjadi pada septum interventrikuler, menyebabkan leftright shunt
pada jantung.
- Fibrosis miokard, terjadi ketika infark miokard menyembuh karena
miokardium tidak dapat berprofilerasi. Sebuah daerah fibrosis yang
besar di ventrikel kiri dapat kemudian membengkak karena tekanan
yang tinggi selama sistole membentuk aneurisma jantung yang
mengurangi fungsi jantung.
- Ruptur otot papilaris, dapat terjadi karena infark dan nekrosis.
Keadaan ini memungkinkan katup mitral mengalami prolaps dengan
gejala insufisiensi mitral dan bahkan kematian. Ateroma pada arteri
koroner bisa fokal dengan plak yang irreguler dengan berbagai
ukuran atau dalam jumlah sedikit dan terlokalisir dengan sisa lumen
lain pada sistem kardiovaskuler hampir normal. Hal ini berarti setiap
bagian pembuluh darah utama harus diperiksa saat otopsi,
pemotongan transversal dilakukan dengan jarak tidak lebih dari 3
mm.

b. Infark Miokard
Infark miokard adalah nekrosis jaringan otot jantung akibat
insufisiensi aliran darah. Insufisiensi terjadi karena spasme dan atau
sumbatan karena sklerosis dan trombosis. Infark miokard adalah
patologik (gejala klinisnya bervariasi, kadang tanpa gejala apapun),
sedangkan infark miokard akut adalah pengertian klinis (dengan gejala
diagnosis tertentu). Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam awal
atau hari setelah infark dan penyebab segeranya adalah fibrilasi
ventrikel (Burke, 2008).
Beberapa komplikasi infark miokard yang mungkin timbul antara
lain (Burke, 2008):
- Ruptur jantung, merupakan penyebab umum timbulnya
haemoperikardium dan cardiac tamponade. Ruptur selalu terjadi
selama infark. Ruptur paling sering terjadi pada bagian distal dinding
ventrikel kiri.
- Trombosis mural, tidak dapat disepelekan jika infark terjadi pada
endokardium ventrikel kiri.
- Perikarditis, terjadi bersama dengan infark transmural. Perikardium
viseral menjadi berwarna merah keunguan dengan vaskular blush
pada permukaannya.
- Fibrosis miokard, pada orang tua dapat menyebabkan hipertrofi
ventrikel pada hipertensi dan meyebabkan iskemik relatif.
- Aneurisma jantung, terjadi dimana daerah fibrosis yang luas
menggantikan infark transmural sebelumnya.

Pada autopsi dapat dikenali beberapa bentuk infark miokard, yaitu


(Burke, 2008):
- Infark laminar, lebih banyak ditemukan pada daerah subendokardial
atau pada ventrikel kiri, kadang infark luas sampai setengah atau
lebih dari tebalnya dinding.
- Infark lokal atau regional, lebih sering pada penyakin arteri koroner
murni, dan disebabkan oklusi lokal atau sumbatan yang berat pada
arteri koronaria. Besar dan posisi infark tergantung dimana oklusi
terjadi. Hampir semua infark jenis ini ditemukan pada ventrikel kiri.

Gambar 1. Potongan melintang proximal anterior descending arteri koroner


sinistra yang menggambarkan atherosclerosis,
Gambar 2. Perdarahan intraplaque akibat rupture plaque dan pembentukan
thrombus
Gambaran makroskopis infark miokard awal digambarkan dengan
berbeda pada banyak buku patologi, sebagian karena berbagai macam umur
infark yang digambarkan oleh penulis. Beberapa gambaran yang khas dari
tingkatan infark miokard, adalah (Burke, 2008):
- Pada 12-18 atau bahkan 24 jam pertama, tidak dapat dilihat dengan
mata telanjang. Tanda pertama yang dapat ditemukan adalah oedem
pada otot yang terlihat pucat karena tekanan serabut otot pada
pembuluh darah.
- Sekitar akhir hari pertama sampai hari kedua dan ketiga, daerah
tersebut menjadi berwarna kuning disertai pecahnya miosit yang
menyebabkan lapisan tampak merah. Hal ini akan memberikan
gambaran trigoid seperti belang pada macan.
- Setelah beberapa hari, infark menjadi lebih lembut dan rapuh,
disebut myomalacia cordis. Pada fase ini, 2 atau 3 hari kedepan
akan terjadi ruptur dan masuk ke kandung pericardial.
- Tiga minggu dan setelahnya, bagian tengah infark menjadi seperti
gelatin, warnanya memudar menjadi aduadu transparan.
- Satu atau dua bulan selanjutnya, fibrosis akan mengganti otot yang
mati dan menjadi jaringan parut.

Gambaran infark miokard yang berbeda pada tiap fase dapat


terlihat secara mikroskopis. Gambaran infark tersebut antara lain
(Burke, 2008):
- Perubahan awal gambaran mikroskopis infark miokard tidak
spesifik. Perubahan tersebut diantaranya oedema intersisial,
kongesti, dan perdarahan kecil.
- Periode 18-24 jam, terjadi degenerasi yang progresif pada serabut
otot dan jumlah eosinofilia bertambah. Oedema seluler mereda dan
digantikan oleh oedema interfibre, memisahkan serabut otot.
- Hari kedua sampai keempat, nukleus menjadi cekung dan
membayang. Terjadi infiltasi netrofil pada sebagian infark, kemudian
digantikan oleh mononuklear makrofag akan membersihkan debris
dan fibroblas akan menjadi kolagen selama perbaikan.
- Pada akhir minggu pertama, terjadi disitegrasi serabut otot, dan
kapiler baru dan fibroblas mulai terlihat.
- Pada minggu keempat, terjadi fibrosis awal yang lambat dan tidak
merata.
c. Penyakit Katup Jantung
Penyakit katup jantung biasanya mempunyai riwayat yang
panjang. Kematian mendadak dapat terjadi akibat rupture valvula.
Kematian mendadak juga dapat terjadi pada stenosis aorta kalsifikasi
(calcific aorta stenosis) kasus ini disebabkan oleh penyakit degenerasi
dan bukan karditis reumatik. Penyakit ini lebih banyak pada pria dari
pada wanita dan timbul pada usia sekitar 60 tahun atau lebih.12,13
Stenosis aorta menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, bahkan
lebih nyata dibanding pada hipertensi. Jantung dapat mencapai berat
800 1000 gram. Penyebabnya biasanya adalah kalsifikasi pada katup
jantung menyebabkan katup menjadi tebal dan kaku. Pada tingkat
lanjut, seluruh katup mungkin hampir tidak dapat dikenali, massa
seperti kapur, dengan lumen hampir tidak cukuplebar untuk memuat
sebuah pensil. Katup aorta yang sempit, menghalangi aliran darah dari
ventrikel kiri dan menyebabkan hipertrofi otot dalam rangka memompa
stroke volume yang sama melewati lubang yang lebih sempit. Efek
yang lain adalah penurunan tekanan perfusi koroner, dan akan lebih
buruk jika terjadi regurgitasi. Kematian mendadak umumnya terjadi
pada usia di atas 60 tahun, namun terjadi pula pada orang yang lebih
muda dengan kelainan kongenital berupa katup aorta yang bikuspid
(Brown, 2005).

d. Miokarditis
Miokarditis biasanya tidak menunjukkan gejala dan sering
terjadi pada dewasa muda. Diagnosis miokarditis pada kematian
mendadak hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik.
Otot jantung harus diambil sebanyak 20 potongan dari 20 lokasi yang
berbeda dari pemeriksaan ini. Pada pemeriksaan histopatologik tampak
peradangan interstisial dan atau parenkim, edema, perlemakan,
nekrosis, degenerasi otot hingga miolisis. Infiltrasi leukosit berinti
tunggal, plasmosit dan histiosit tampak jelas (Burke, 2008).
e. Kardiomiopati
Kardiomiopati adalah suatu kelainan pada miokardium yang
dihubungkan dengan disfungsi jantung dimana belum diketahui
penyebab yang pasti. Kardiomiopati bukan merupakan hasil dari
arteriosklerosis, hipertensi, kongenital, atau penyakit katup jantung.
Kardiomiopati dapat digolongakan menjadi 3, yaitu: dilated/kongesti,
hipertrofi, dan restriktif-obliteratif. Pada dilated/kongesti, jantung
dengan nyata membesar, dengan miokardium yang lembek dan
perbesaran pada semua ruang. Secara mikroskopis, terdapat degenerasi
dan atau hipertrofi serat otot, fibrosis miokardium yang fokal atau difus,
infiltasi sel mononuklear, dan kadang infiltrasi lemak (Burke, 2008).

2.3.1.2 Penyakit Sistem Respirasi


Kematian biasanya melalui mekanisme perdarahan, asfiksia, dan
atau pneumothoraks. Perdarahan dapat terjadi pada tuberkulosis paru,
kanker paru, bronkiektasis, abses, dan sebagainya. Sedangkan asfiksia
terjadi pada pneumonia, spasme saluran napas, asma, dan penyakit paru
obstruktif kronis, aspirasi darah atau tersedak (Munim Idris, 1997).

a. Perdarahan saluran napas


Mati mendadak yang terjadi pada orang yang tampak sehat
akibat sistem pernapasan jarang ditemukan. Kematian dapat terjadi
disebabkan karena perdarahan yang masuk ke dalam saluran pernapasan,
misalnya akibat pecahnya pembuluh vena tuberkulosis, neoplasma
bronkus, bronkiektasis, atau abses paru-paru. Penyebab utama dari
sistem ini adalah perdarahan, yakni karena perdarahan yang cukup
banyak atau masuknya perdarahan ke dalam paru-paru. Di dalam
autopsi akan ditemukan adanya darah, trachea, bronkus, atau saluran
napas yang lebih dalam lagi.
Perdarahan dapat muncul dari lesi inflamasi pada daerah
nasopharing. Beberapa kasus dapat juga berasal dari arteri carotis.
Perdarahan yang lain dapat berasal dari karsinoma di daerah esophagus
atau jaringan sekitarnya. Aneurisma aorta dapat juga ruptur ke arah
bronkus atau esophagus.

b. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah pelebaran dari lumen bronkus. Biasanya
lokal dan permanen. Ektasis terjadi akibat adanya kerusakan dinding
bronkus. Kerusakan dinding tersebut dapat disebabkan oleh penyakit
paru-paru. Jadi, bronkiektasis bukan merupakan suatu penyakit yang
berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu akibat dari penyakit paru-
paru.
Pelebaran dinding bronkus diikuti dengan peningkatan pembuluh
darah dan pelebaran pembuluh darah. Ulserasi dari dinding ektasis akan
menimbulkan perdarahan ke dalam lumen bronkus yang dapat berakibat
kematian. Gambaran fisik muncul akibat adanya hipoksia dan perdarahan
yang tampak pada hemoptisis. Penting untuk dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi jaringan paru-paru untuk memastikan diagnosis adanya
bronkiektasis pada kasus mati mendadak yang dicurigai karena
perdarahan paru-paru.

c. Abses paru
Abses paru adalah lesi paru yang berupa supurasi dan nekrosis
jaringan. Abses dapat timbul akibat luka karena trauma paru,
perluasan abses subdiafragma, dan infark paruparu yang terinfeksi.
Karena penyebab terbanyak adalah infeksi, maka mikroorganisme yang
menyebabkan abses merupakan organisme yang terdapat di dalam mulut,
hidung, dan saluran napas. Macam-macam organisme tersebut misalnya
kuman kokus (streptococcus, staphylococcus), basil fusiform, basil
anaerob dan aerob, spyrochaeta, proteus dan lain sebagainya.
Terjadinya abses diawali dengan mikroorganisme yang teraspirasi
ke dalam saluran napas sampai di bronkus dan bronkiolus. Kemudian
infeksi menyebar ke parenkim paru. Terjadi pembentukan jaringan
granulasi yang mengelilingi lokasi infeksi. Dapat terjadi perluasan ke
pleura, sehingga pus dan jaringan nekrotik dapat keluar ke rongga pleura.
Abses tanpa pengobatan yang kuat dapat menjadi kronis.

d. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura.
Banyak terjadi pada dewasa tua, sekitar usia 40 tahun dan lebih banyak
terjadi pada pria dibanding wanita. Penyakit dasar penyebab pneumothoraks
adalah tuberkulosis paru, emfisema, dan bronkhitis kronis. Pneumothoraks
berulang dengan menstruasi pada wanita disebabkan oleh adanya pleura
endometrosis (katamenial pneumothoraks).
Spontan pneumothoraks dapat terjadi sebagai penyebab kematian.
Umunya terjadi karena ruptur daru bulla emfisema. Pneumothoraks juga
dapat terjadi akibat pecahnya kaverna sehingga berfungsi sebagai pentil
udara (ventil pneumothoraks). Penderita menderita sesak napas yang
berat, tekanan intrapleural meningkat sangat tinggi, terjadi kolaps paru
dan penekanan pada mediastinum, termasuk jantung, venous return
juga terganggu. Akibatnya selain terjadi gangguan pernapasan juga
terjadi gangguan pada sirkulasi jantung yang berakibat pada
kematian.

e. Tuberkulosis Paru (TB Paru)


Merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis. Data WHO terdapat 10-12 juta penderita
TB paru yang mampu menularkan. Angka kematian mencapai tiga juta
pertahun. Penyebaran umumnya di negara berkembang dengan sosial
ekonomi rendah. Meluasnya tuberkulosis paru dalam tubuh penderita
dapat melalui berbagai cara :
1. Penyebaran perkontinuitatum atau langsung ke jaringan
sekitarnya.
2. Penyebaran melalui saluran napas.
3. Penyebaran melalui saluran limfa (pleura, tulang belakang,
dan dinding thoraks).
4. Penyebaran hematogen.

f. Obstruksi Saluran Napas


Obstruksi respiratori akut dari laring dapat disebabkan oleh
neoplasma, edema glotis akut yang disebabkan oleh alergi (angioneurotic
inflammatory edema), atau peradangan lokal (streptococcal atau
staphylococcal inflammatory glottis oedema), juga dapat disebabkan
oleh laryngitis difteri.

g. Asma Bronkial
Mati mendadak dapat juga terjadi pada saat serangan asma
bronkial. Patogenesis dari asma bronkial yang khas adalah adanya
penyempitan sampai obstruksi dari bronkus kecil pada tahap inspirasi
dan ekspirasi. Penyempitan itu disebabkan oleh :

1. Spasme otot polos bronkus.


2. Edema mukosa bronkus.
3. Sekresi kelenjar bronkus meningkat.
Pada autopsi, penderita asma bronkial yang meninggal,
didapatkan perubahan- perubahan sebagai berikut:

1. Perubahan patologis.
a. Overdistensi dari kedua paru
b. Paru tidak kolaps waktu cavum pleura dibuka.
c. Dalam bronkus sampai bronkus terminalis didapatkan
gumpalan eksudat yang menyerupai gelatin.
2. Perubahan histopatologis
a. Hispertrofi otot bronkus
b. Edema mukosa bronki
c. Kerusakan epitel permukaan mukosa
d. Kerusakan epitel permukaan mukosa
e. Penebalan nyata dari membran basalis
f. Infiltrasi eosinofil dalam dinding bronkus.
Akibat lanjut dari sumbatan saluran napas pada asma bronkial adalah
menurunnya tekanan parsial oksigen di alveoli, sehingga oksigen dalam
peredaran darah juga menurun (hipoksemia). Sebaliknya terjadi resistensi
karbondioksida, sehingga kadar karbondioksida dalam peredaran darah
meningkat. Hal ini menyebabkan rangsangan pada pusat pernapasan
sehingga terjadi hiperventilasi. Dari pathogenesis terjadinya serangan asma
tersebut maka kepastian mati mendadak akibat serangan asma memerlukan
pemeriksaan histologi dan biokimia (toksikologi) dengan baik.

h. Karsinoma Bronkogenik
Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas primer yang berasal
dari saluran napas. Karsinogen dalam kasus karsinoma bronkogenik yang
banyak disorot adalah rokok. Bahan aktif yang dianggap karsinogen dalam
asap rokok adalah polonium 210 dan 3,4 benzypyrene. Perokok dalam
jangka waktu 10-20 tahun mempunyai resiko kanker ini. Karsinogenik
lain yang berhubungan dengan dengan karsinoma bronkogenik adalah
abses, kemudian bahan radioaktif. Karsinoma bronkogenik mempunyai
prognosis buruk sehingga mortalitasnya pun sangat tinggi.

2.3.1.3 Penyakit Sistem Pencernaan


a. Penyakit pada esofagus dan lambung
Kematian dapat cepat terjadi pada kasus perdarahan akibat gastritis
kronis atau ulkus duodeni. Perdarahan fatal akibat tumor jarang terjadi dan
jika terjadi dikarenakan karsinoma atau leiomioma. Ruptur spontan dari
lambung tidak biasa sebagai penyebab mati mendadak. Kematian mendadak
juga dapat disebabkan oleh varises esophagus. Varises esophagus sering
merupakan komplikasi dari sirosis hepatis. Mekanisme terjadinya adalah
akibat dari hipertensi portal. Hipertensi portal sendiri dapat disebabkan oleh
kelainan intrahepatal (virus hepatitis, sirosis portal, sirosis bilier, tumor
primer maupun metastatic hepar, trombosis vena hepatika, amyloidosis
hepatika) menyebabkan sirkulasi portal dalam hepar terbendung sehingga
tidak lancar, dan sebagai kompensasi maka aliran portal tersebut melalui
pembuluh vena lain untuk dapat masuk ke dalam sirkulasi darah (Suyono,
2001).
Kelainan ekstrahepatal dapat disebabkan oleh stenosis vena porta,
kompresi pada vena, thrombosis vena, dekompensasi kordis, perikarditis
konstriktiva, dan penyebab lain yang tidak diketahui. Lokasi dimulainya
varises adalah batas esofagogastrik merembet ke atas, sehingga kebanyakan
ditemukan pada sepertiga sebelah distal esophagus. Pada penderita sirosis
hati dekompensata terjadi hipertensi portal dan timbul varises esophagi yang
sewaktu-waktu dapat pecah sehingga timbul perdarahan masif. Kematian
terjadi akibat pecahnya varises esophagus sehingga terjadi perdarahan ke
dalam gastrointestinal. Pada pemeriksaan dalam perlu diperiksa isi lambung
dan usus serta dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan
adanya darah, juga pemeriksaan patologi anatomi esofagus dan hepar (Hadi,
2002).
Ulkus peptikum bisa menyebabkan kematian mendadak. Ulkus
peptikum merupakan
ulkus yang terjadi di mukosa, submukosa, bahkan kadang bisa
mencapai lapisan muskuler dari traktus gastrointestinal yang selalu
berhubungan dengan asam lambung atau asam klorida. Lokasi ulkus mulai
dari bawah esophagus, lambung, dan duodenum bagian atas.
Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan, perforasi, dan
obstruksi. Perdarahan yang sedikit tidak banyak memberikan keluhan dan
hanya bermanifestasi klinis menjadi anemia pernisiosa. Namun, jika
perdarahannya banyak, maka akan menimbulkan hematemesis dan melena.
Luka pada daerah lambung lebih sering menyebabkan hematemesis.
Sedangkan luka pada duodenum akan menyebabkan melena. Hematemesis
dan melena sendiri akan memicu timbulnya syok hipovolemik dan dapat
berujung pada kematian.
Untuk autopsi kematian mendadak oleh karena kasus perdarahan
rongga abdomen yang tidak jelas penyebabnya perlu dilakukan pemeriksaan
lambung dan usus dengan hati-hati, untuk mencari kemungkinan disebabkan
oleh adanya perforasi akibat ulkus peptikum (Hadi, 2002).

b. Penyakit pada usus halus, usus besar dan pankreas


Setiap tahun ada komplikasi dari peritonitis dan gangrene usus yang
menyebabkan kematian. Kondisi lain yang mungkin menyebabkan kematian
seperti strangulasi hernia inguinalis, hernia femoralis, hernia umbilikalis,
dan volvulus. Gastroenteritis akut meskipun jarang menyebabkan mati
mendadak pada orang dewasa sehat, tetapi dapat menyebabkan kematian tak
terduga pada orang tua dan remaja (Hadi, 2002).
Kematian mendadak juga dapat terjadi pada perforasi megakolon
toksik. Megakolon toksik adalah dilatasi semua bagian dari kolon sampai
dengan diameter enam sentimeter disertai toksisitas sistemik. Megakolon
toksik merupakan komplikasi dari setiap inflamasi berat pada kolon, seperti:
colitis ulseratif, colitis granulomatosa (Chrons disease), colitis
amubikakolitis pseudomembranosa, colitis salmonella, tifus abdominalis,
disentri basiler, kolera, enterokolitis iskemik, infiltrasi limfoma pada kolon,
colitis karena clostridium dan campylobacter. Kematian pada megakolon
toksik cukup tinggi. Hal ini dilaporkan oleh Suyono (2001) bahwa kematian
akibat megakolon toksik mencapai tiga puluh persen dari total penderita dan
meningkat menjadi 82 % jika terjadi perforasi (Hadi, 2002).

c. Penyakit pada Hati


Penyakit pada hati sedikit sekali yang menyebabkan kematian
mendadak. Hepatitis virus yang luas dapat menyebabkan nekrosis luas dan
kolaps mendadak serta mati dalam beberapa jam kemudian. Keadaaan ini
perlu diagnosis banding dengan kasus keracunan (Hadi, 2002).
Perdarahan akibat ruptur tumor hepar jarang menyebabkan kematian
atau kolaps mendadak. Penyebab kematian pada karsinoma hati adalah
komplikasinya yang mengakibatkan hematemesis, melena, maupun koma
hepatikum. Hasil autopsi pada kematian karena emboli lemak merupakan
tanda bahwa telah terjadi perlemakan hati yang parah (Hadi, 2002).
Infeksi parasit pada hati yang dapat menyebabkan kolaps atau mati
mendadak adalah abses amuba dan kista hidatida yang dapat menimbulkan
demam. Rupturnya abses/kista dapat terjadi spontan atau karena trauma.
Abses yang terjadi pada lobus kiri hati dapat menyebabkan perforasi
sehingga dapat masuk ke rongga pericardium (intrakardial), bila ini terjadi
maka prognosisnya jelek. Keluhannya berupa nyeri dada bagian kiri,
penderita lebih enak tidur dengan bantal yang tinggi, tanda-tanda tamponade
kordis tampak semakin jelas dan pasien dapat meninggal mendadak oleh
karena tamponade kordis (Hadi, 2002)

2.3.1.4 Penyakit Sistem Urogenital


Penyakit pada ginjal dan sistem urinaria yang lebih dikenal penyakit
gagal ginjal jarang menyebabkan mati mendadak. Ada beberapa kondisi
yaitu pada pasien dengan uremia fase terminal (dengan koma atau kejang)
dapat terjadi mati mendadak. Ketidakseimbangan elektrolit juga dapat
menjadi penyebab mati mendadak dengan gambaran klinis seperti kasus
emboli paru (Schwartz, 2000).
Penyakit gagal ginjal diidentifikasikan oleh tes darah untuk
kreatinin. Tingginya tingkat kreatinin menunjukkan jatuh laju filtrasi
glomerulus dan sebagai akibat penurunan kemampuan ginjal
mengekskresikan produk limbah. Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh
beberapa penyakit serius yang diderita oleh tubuh yang mana secara
perlahan-lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun beberapa
penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal antara lain:
Penyakit tekanan darah tinggi (hypertension)
Penyakit diabetes mellitus
Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor,
penyempitan/stiktur)
Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
Menderita penyakit kanker (cancer)
Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ
ginjal itu sendiri (polycystic kidney disease)
Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi
atau dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut
sebagai glomerulonephritis (Schwartz, 2000).
Adapun penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan kegagalan
fungsi ginjal apabila tidak cepat ditangani antara lain adalah kehilangan
cairan yang banyak secara mendadak (perdarahan, luka bakar), serta
penyakit lainnya seperti paru , sifilis, malaria, hepatitis, preeklamsia, obat-
obatan dan amiloidosis. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan
ke arah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu
bekerja sebagaimana fungsinya (Schwartz, 2000).
Sistem genital pada wanita saat kehamilan peka terhadap trauma,
infeksi dan penyakit-penyakit tertentu. Eklamsia dan toxemia saat
kehamilan dapat menyebabkan kolaps dan mati mendadak (Schwartz,
2000).
Bila seorang wanita dalam usia subur mati mendadak, diagnosa
difrensial komplikasi kehamilan harus dipertimbangkan. Aborsi merupakan
suatu kemungkinan, apalagi di Indonesia dimana aborsi masih amat sering
terjadi. Kematian akibat syok vagal, perdarahan, infeksi dari instrumen yang
tidak steril dan kemungkinan emboli udara harus diperhatikan dalam
autopsi.
Rupturnya tuba pada kehamilan ektopik tergganggu adalah suatu
kegawat daruratan yang dapat berakhir pada kematian karena perdarahan
intraperitoneal, kecuali dapat dilakukan intervensi bedah dengan cepat dan
tepat

2.3.1.5 Penyakit Sistem Saraf Pusat


Ada beberapa gangguan dari sistem saraf yang dapat menyebabkan
kematian mendadak. Contohnya, tumor otak yang tidak terdiagnosis dapat
menyebabkan kematian mendadak. Meningitis dapat memperlihatkan
gejala-gejala yang tidak spesifik, seperti sakit kepala, tetapi dalam beberapa
jam gejala tersebut dapat berkembang dengan cepat dan dapat menyebabkan
kematian sebelum pengobatan yang adekuat didapatkan (Dix, 2000).
Sama halnya seperti yang dikemukakan oleh Idres bahwasanya,
perdarahan karena tumor ganas di otak serta peradangan (meningitis atau
meningo-encepalitis), juga merupakan penyebab kematian, dimana
penyebab kematian oleh peradangan biasanya sering menyerang anak-anak
(Idries,1997). Ketika hal ini terjadi, tumor sistem saraf pusat sangat
berkaitan dengan perdarahan dan penyumbatan cairan cerebrospinal yang
dapat menyebabkan akut hydrochepalus. Hydrochepalus juga berkaitan
dengan adanya kista koloid pada ventrikel ketiga yang dapat menyebabkan
matik mendadak pada individu yang berusia muda (Burke, 2005).
Penyempitan pembuluh darah otak, pada penderita lanjut usia atau
mereka yang kadar kolesterolnya tinggi, merupakan penyebab lain
kematian. Sedangkan pada dewasa muda kematian mendadak oleh karena
adanya kelainan pada susunan saraf pusat, seperti pecahnya aneurisma
serebri, dimana pada pemeriksaan pembuluh darah otak akan ditandai
dengan adanya perdarahan sub-araknoid (Idries, 1997; Perdanakusuma,
1984).
Perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan kolaps mendadak dan
kematian yang cepat. Tanda-tanda yang muncul seperti sakit kepala, kaku
kuduk terjadi beberapa hari atau minggu (Baradero dalam Wulansari, 2011).

2.3.1.6 Penyakit Sistem Endokrin


Penyakit pada sistem endokrin jarang berhubungan dengan kematian
mendadak. Kematian biasanya berhubungan dengan adanya kelainan pada
organ lain. Pada pemeriksaan dalam pun biasanya memberikan hasil yang
negatif, kecuali ditemukan tanda-tanda kematian tidak wajar pada korban
dengan riwayat penyakit endokrin. Kematian pada kelainan endokrin sudah
bisa diperkirakan semasa korban masih hidup, sehingga sebagian kasus
merupakan kematian yang wajar. Beberapa kelainan endokrin yang dapat
menyebabkan kematian antara lain, diabetes mellitus (ketoasidosis diabetik,
hipoglikemia), tirotoksikosis, dan gangguan korteks adrenal
(hiperaldosteronisme). (Schwartz, 2000)
Nekrosis akut dari kelenjar hipofisis dapat menyebabkan kolapsnya
pembuluh darah dan hipotensi berat. Oksitosin dan vasopressin yang
merupakan produk dari hipofisis mempunyai fungsi meregulasi cairan di
dalam tubuh. Aksinya terhadap ginjal mencegah kehilangan air berlebihan
(efek anti diuretik) dan kontraksi otot polos dalam dinding pembuluh darah
(pengaruh vasopresor). Gangguan regulasi dapat menyebabkan kematian.
(Schwartz, 2000)
Pankreas meregulasi insulin dalam tubuh. Gangguan pada pankreas,
seperti tumor dapat menyebabkan hipoglikemia yang berujung pada
kematian. Overdosis pemberian insulin juga merupakan salah satu
penyebab. (Schwartz, 2000)
Tiroid, baik hiperfungsi maupun hipofungsi dapat menyebabkan
mati mendadak karena efeknya terhadap jantung. Pasien tirotoksikosis, lima
puluh persen mati mendadak dan tidak terduga, tanpa adanya kelainan
infark miokard atau emboli pulmo. Perdarahan yang besar adenoma tiroid
dapat menyebabkan mati mendadak karena sumbatan akut dari trakea.
(Schwartz, 2000)
Kelenjar adrenal kerap menunjukkan perubahan patologik akibat
penyakit lain dibandingkan kematian akibat kelainan adrenal sendiri sendiri.
Pada feokromositoma, gangguan pada medula adrenal, dapat terjadi gagal
jantung oleh karena timbul hipertensi paroksismal. Korteks adrenal yang
mengalami atrofi sering ditemukan pada kematian mendadak akibat asma
pada penggunaan terapi steroid. (Schwartz, 2000)

2.3.2 Etiologi Sudden Death Non Alamiah


Penyebab violence-related sudden death adalah trauma (kekerasan) atau
keracunan.
2.3.2.1 Disfungsi otak: trauma benda tumpul, trauma benda tajam, luka tembak
2.3.2.2 Trauma leher: fraktur tulang servikalis dua
2.3.2.3 Henti jantung: luka tusuk, luka tembak
2.3.2.4 Disfungsi pernapasan
a. Asfiksia: sumbatan saluran dalam (leher) pernapasan (smothering,
chocking, balling, drowning), sumbatan tekanan luar saluran
pernapasan (strangulasi: jeratan, cekikan, hanging; tekanan pada dada
berlebihan), dan keracunan (CO dan sianida).
b. Pneumothorax: trauma benda tajam
c. Emboli pulmonalis akibat fraktur tulang panjang (os femur)
2.3.2.5 Keracunan
Toksin (racun) adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan
fisiologik yang dalam dosis toksis akan menyebabkan gangguan kesehatan
atau menyebabkan kematian. Berdasarkan sumber dapat dibagi menjadi
racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dan sintetik.
Sedangkan berdasarkan tempat dimana racun berada, dapat dibagi menjadi
racun di alam bebas dan racun yang berada di rumah tangga. Berdasarkan
mekanisme kerja, dikenal racun yang mengiktar gugus sulfidril (-SH),
sedangkan berdasarkan efeknya, racun dibagi menjadi lokal dan sistemik
(Budhyanto et al, 1997).
Racun Sianida
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Efek dari sianida
ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam jangka waktu
beberapa menit (James et al, 2011).
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan
yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat
tergantung dari dosis sianida, banyaknya paparan, jenis paparan, tipe
komponen dari sianida (Budhyanto et al, 1997). Penderita akan mengeluh
timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan bernafas karena
mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Hanya dalam jangka waktu 15 detik
tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu sesorang akan
kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang
dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung
terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian. Dalam
konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit
kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum
(James et al, 2011).
Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap sistem saraf
pusat, yaitu koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, gagal
nafas sampai henti jantung. Efek racun dari sianida ini adalah memblok
pengambilan dan penggunaan dari oksigen, maka akan didapatkan
rendahnya kadar oksigen dalam jaringan. Pada pemeriksaan funduskopi
akan terlihat warna merah terang pada arteri dan vena retina karena
rendahnya penghantaran oksigen untuk jaringan. Peningkatan kadar oksigen
pada pembuluh darah vena akan mengakibatkan timbulnya warna kulit
seperti cherry-red, tetapi tanda ini tidak selalu ada (Budhyanto et al, 1997).
Keracunan Arsen
Arsenik merupakan logam berat yang berwarna abu-abu dengan
penampakan seperti logam (steel-gray). Selain abu-abu, dapat juga
berwarna kuning, cokelat, dan hitam. Arsenik tidak berbau dan tidak berasa.
Bentuknya seperti bubuk giling dan tidak larut dalam air. Senyawa arsen
yang biasa kita temukan di alam ada 3 bentuk, yakni Trichlorida (AsCl3)
berupa cairan berminyak, Arsen trioksida (AsO3, arsen putih) berupa kristal
putih dan berupa gas Arsine (AsH3) (Budiawan, 2008).
Secara garis besar, arsen terdiri dari 2 bentuk, yakni organik dan
anorganik. Bentuk organik merupakan kombinasi dengan elemen karbon
dan hidrogen. Sedangkan bentuk anorganik merupakan kombinasi dengan
elemen seperti oksigen, chlorine, dan sulfur. Bentuk anorganik memiliki
sifat lebih toksik dibandingkan dengan bentuk organik (Budhyanto et al,
1997).
Gejala klinis yang ditemukan antara lain:
Paralisis akut
Timbul mendadak setelah korban keracunan dengan dosis besar serta
absorbsinya berjalan sangat cepat. Gejala yang sangat menonjol adalah
akibat depresi susunan saraf pusat, antara lain (James et al, 2011):
o Circullatory collapse
o Denyut nadi cepat dan lemah
o Pernafasan sukar dan dalam
o Stupor atau semicomatosa
o Kejang
o Kematian terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam
Gejala gastrointestinal (Nandy, 2001) :
o Rasa sakit dan cramp pada perut
o Rasa haus yang hebat, sakit tenggorokan
o Mulut terasa kering
o Muntah berkepanjangan, kadang-kadang bercampur darah
o Profuse diarrhea dengan feses bercampur darah.
o Kematian terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari dan
apabila penderita dapat melewati serangan pertama, masih ada
kemungkinan untuk bertahan hidup.
Tipe subakut (James et al, 2011).
o Degenerasi toksik pada hepar yang kemudian berkembang menjadi
acute/subacute yellow athrophy disertai toxic jaundice hebat.
o Perdarahan multiple pada lapisan sub serosa jaringan
o GI tract mengalami inflamasi dan kronis serta diare berkepanjangan.
o Cramp dan dehidrasi
o Ginjal mengalami nefrosis dengan albuminuria dan hematuria.
o Skin eruption, bengkak seluruh tubuh, beberapa kasus mengalami
keratosis kulit, berat badan menurun serta keadaan umum korban
makin buruk. Kematian dapat terjadi setelah beberapa hari
kemudian.
Tipe kronis (Nandy, 2001)
o Paralise dan atrofi otot-otot tangan dan kaki.
o Anestesia
o Rambut dan kuku rontok
o Kadang tampak gastroenteritis kronis disertai anoreksia, nausea dan
diare
o Kulit mengalami hiperkeratosis, kelopak mata bengkak
o Garis melintang pada kuku berwarna putih
o Hiperkeratosis terutama tampak jelas pada telapak tangan dan
telapak kaki.
Masuknya Arsen dalam tubuh manusia umumnya melalui oral dari
makanan atau minuman. Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap
lambung dan usus halus, kemudian masuk ke dalam peredaran darah. Arsen
juga memisahkan oksigen dan fosforilasi pada fase kedua dari glikolisis
dengan jalan berkompetisi dengan fosfat dalam reaksi gliseraldehid
dehidrogenase. Dengan adanya pengikatan arsen, reaksi gliseraldehid-3-
fosfat, akibatnya tidak terjadi proses enzimatik hidrolisis menjadi 3-
fosfatgliserat dan tidak memproduksi ATP (Budiyanto et al, 1997).
Keracunan Karbon Monoksida (CO)
ASA (The American Standards Association) memberi batas
konsentrasi minimum gas CO untuk menimbulkan gejala pada seseorang
yaitu 100 ppm dengan waktu pajanan sehari-hari tidak lebih dari 8 jam. Ini
akan menghasilkan pengikatan/saturasi hemoglobin sekitar 10-20%.
Konsentrasi maksimum yang masih diijinkan yaitu 1:10000 (di udara).
Dosis letal adalah sekitar 1% di udara atau sekitar 0,8 gram pada orang
dengan berat 70 kg. efek toksis CO ini ditentukan oleh konsentrasi dan
waktu pajanan (Meena, 2014).
Keracunan CO adalah perinhalasi. Mekanismenya adalah didasarkan
atas afinitas CO yang 200-250 kali lebih besar dari afinitas oksigen terhadap
Hb dan carboxyhemoglobine yang terbentuk lebih stabil dibandingkan
dengan oksihemoglobin. Akibatnya CO akan mengikat Hb secara cepat dan
lengkap dan menghambat oksigen berikatan dengan Hb (Budiyanto et al,
1997). Sehingga akibat terbentuknya CO-Hb dalam jumlah yang tinggi
dalam darah, supply oksigen ke organ vital tidak dapat dipenuhi
sebagaimana mestinya. Maka akan menimbulkan anoxemia. Secara tidak
langsung pula akibat mekanisme diatas akan menyebabkan penurunan
kemampuan Hb melepaskan oksigen ke jaringan. Dua faktor yang
menyebabkan asfiksia dalam keracunan CO yaitu penurunan Hb (kadar)
yang dapat membawa oksgen dalam sirkulasi, dan penurunan kemampuan
Hb untuk melepas oksigen ke dalam jaringan (Meena, 2014).
Absorpsi terjadi di paru-paru di mana CO kontak dengan sel darah
merah dikapiler dan mengadakan ikatan dengan Hb membentuk CO-Hb.
Ikatan reaksi ini adalah reversible (Budiyanto et al, 1997). Eliminasi terjadi
selama ekspirasi sehingga oxy Hb terbentuk kembali dengan catatan intake
CO sudah tidak ada lagi dan bernapas kembali di udara bersih. Jika Hb
dalam darah terus menerus terikat CO menjadi CO-Hb maka absorpsi dan
eliminasi CO juga semakin lambat. Kecepatan absorpsi CO dalam darah
tergantung pada konsentrasi CO di udara dan konsentrasi CO-Hb dalam
darah (Meena, 2014).
Gejala klinis keracunan dapat terjadi mendadak, namun biasanya
didahului oleh sakit kepala, pelipis berdenyut, tinnitus, pusing (dizziness),
mual, muntah, pandangan kabur dan pingsan (Budiyanto et al, 1997). Wajah
kemerahan, daya ingat menurun, vertigo, anestesia, hilangnya daya untuk
bergerak secara spontan. Selanjutnya denyut nadi melemah dan pelan
sampai dapat terjadi cardiac arrest. Terjadi penurunan suhu tubuh dan dapat
terjadi glukosuria dalam waktu 3-4 hari kemudian (Meena, 2014).
Keracunan Organofosfat
Organofosfat merupakan insektisida yang paling bersifat toksik.
Semua produk organofosfat tersebut berefek toksik bila tertelan, dimana hal
ini sama dengan tujuan penggunaannya untuk membunuh serangga
(Budiyanto et al, 1997).
Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis
pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan
hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi
diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada
orang dewasa.
Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma
dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim
tersebut secara normal menghidrolisis asetilkolin menjadi asetat dan kholin.
Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetilkolin meningkat dan
berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat
dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang
berpengaruh pada seluruh bagian tubuh (Budiyanto et al, 1997).
Efek Asetilkolin dibagi menjadi 3, yaitu (Nandy, 2001):
1. Efek Muskarinik, menimbulkan:
D : Defecation
U : Urination
M : Miosis
B : Bradycardia/Broncospasme
E : Emesis
L : Lacrimasi
S : Salivasi
2. Efek Nikotinik, menimbulkan:
M : Muscle weakness
A : Adrenal medula activity
T : Tachycardia
C : Cramping
H : Hyprtension
3. Sistem saraf pusat, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi,
kejang-kejang sampai koma.
2.3.2.6 Obat-obatan
Sudah sangat jelas bahwa penyalahgunaan obat dapat menyebabkan
terjadinya aritmia jantung dan mati mendadak. Terdapat tiga penyebab
mayor mati mendadak yang harus dipikirkan saat melakukan autopsi, yaitu:
Ephedra (Ma Huang), Methamphetamin, dan Kokain (Karch, 2008).
Ephedra
Ephedra (Ma Huang) adalah herbal yang populer dari genus Ephedra
yang telah digunakan selama lebih dari 5000 tahun di tradisi Cina kuno.
Kandungan alami Efedrin yaitu vitamin dan suplemen lain dapat
menurunkan berat badan dan meningkatkan energi. Efedrin dan turunannya
di dalam tubuh dapat meningkatkan pelepasan katekolamin. Secara
fisiologis hal ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan denyut nadi,
peningkatan kardiak output, dan naiknya resistensi vaskular (Karch, 2008).
Sebelum suplemen ini ditarik dari pasaran, herbal ini merupakan
suplemen yang paling banyak digunakan diseluruh dunia. Walaupun herbal
ini tidak lagi dijual, jutaan orang masih menggunakan efedrin sebagai basis
dalam pengobatan asma. Namun masih belum jelas bahwa obat asma yang
telah digunakan selama 50 tahun lebih tidak pernah dihubungkan dengan
terjadinya komplikasi akibat adanya kandungan Ephedra tersebut. Selain itu,
pada preparat Ephedra biasanya juga terkandung Kafein, kedua subtansi ini,
ketika dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan aritmia ventricular,
hipertensi, atau kolaps kardiovaskuler (Karch, 2008).
Banyak kasus telah dilaporkan terkait dengan penggunaan Ephedra
dengan terjadinya kelainan kardivaskular, mati mendadak, dan stroke
hemoragik. Ahli patologis harus mempertimbangkan ephedra/ma huang
sebagai penyebab mati medadak terutama pada usia muda, atau pada mayat
sehat yang mati medadak dengan hasil otopsi yang normal, atau jika otopsi
menunjukkan adanya penyakit vaskuler onset awal seperti stroke atau infark
miokard. Bila dicurigai hal ini terjadi, perlu adanya perhatian khusus pada
riwayat penggunaan vitamin atau suplemen lainnya pada pasien tersebut
(Karch, 2008).
Methamphetamin
Methamphetamin adalah stimulansia saraf pusat yang disintesis oleh
ahli kimia Jerman tahun 1887. Tidak berbau, bubuk Kristal yang larut dalam
alcohol atau air. Prekursornya adalah efedrin dan pseudoefedrin (Karch,
2008).
Aksi simpatomimetiknya berupa hipertensi, peningkatan denyut
jantung, iskemia, vasokonstriksi, dan gejala adrenergic lainnya. Diseksi
aorta akut dapat ditemukan pada otopsi pengguna methamphetamine. Selain
itu, dapat pula ditemukan infark miokard, gejala nyeri dada, dan penyakit
arteri koroner serta adanya efek toksik langsung pada miosit. Penggunaan
methamphetamin dapat menyebabkan aritmia ventricular dan mati
mendadak. Penggunaannya secara kronik dapat menyebabkan terjadinya
dilatasi kardiomiopati (Karch, 2008).
Kokain
Kokain (Benzoylmethylecgonine) adalah suatu alkaloid yang berasal
dari ekstraksi daun tanaman Erythroxylon coca. Diperkirakan kurang lebih
30 juta orang di Amerika Serikat telah menggunakan kokain dalam hal-hal
tertentu. Kokain bekerja pada sistem saraf adrenergic baik sentral maupun
perifer dengan cara memblok pengambilan norepinefrin dan dopamine dari
terminal presinaps. Hal ini dapat mengakibatkan terstimulasinya sistem
kardiovaskular (Karch, 2008).
Kokain dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada kardiovaskular.
Efek patologisnya berupa indukasi adrenergic yang berlebihan sehingga
menyebabkan denyut jantung meningkat, efek proaritmik, dan bahkan
menyebabkan kolaps jantung. Kokain dapat menyebabkan kebutuhan
miokardium akan oksigen meningkat sementara zat ini juga dapat
menurunkan supply oksigen ke miokardium akibat efek langsungnya berupa
vasokonstriksi arteri koroner. Zat ini juga dapat menyebabkan thrombosis
intrakoroner dan agregasi platelet tanpa adanya aterosklerosis koroner,
sehingga terjadi kerusakan vaskular. Pada akhirnya, penggunaan kokain
jangka panjang dihubungkan pada terjadinya aterosklerosis dini dan hal ini
berlangsung lebih cepat (Karch, 2008).
Ahli patologis harus mempertimbangkan adanya keracunan kokain
sebagai diagnosis tambahan pada kematian mendadak yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya terutama pada subjek (mayat) yang sehat
sebelumnya. Hasil otopsi pengguna kokain akan sama seperti pada
pengguna methamphetamine, dimana akan didapatkan hasil otopsi yang
negatif (Karch, 2008).
Sebagai tambahan, kokain juga memiliki efek langsung pada sistem
kardiovaskuler yaitu secara langsung memblok channel potassium HERG.
Hal ini juga dapat menyebabkan kematian mendadak dan hal ini penting
karena blocking pada HERG juga tidak akan memberikan penanda anatomis
yang dapat diidentifikasi saat melakukan otopsi (Karch, 2008).

Anda mungkin juga menyukai