PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Perdarahan intra serebral (ICH) adalah disfungsi neurologi fokal akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan, bukan
oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena
dan kapiler. Perdarahan intra serebral merupakan 10% dari semua jenis stroke, tetapi
persentase kematian lebih tinggi disebabkan oleh stroke. Sekitar 60% terjadi di
putamen dan kapsula interna, dan masing-masing 10% pada substansia alba, batang
otak, serebelum dan talamus.1
Perdarahan intracerebral adalah penyakit yang sering dengn insiden dari 11-23
kasus dari 100,000 pertahun. Walaupun ia termasuk 10-15% dari semua stroke, tetapi
ia adalah paling fatal subtype stroke yang bisa mengakibatkan kematian lebih dari
40%. Perdarahan intracerebral dapat diklasifikasikan dari aspek anatomi dan aspek
etiologi.2
Berdasarkan dari anatomi terdapat beberapa perdarahan seperti perdarahan
parenkim, subarachnoid, subdural, epidural, perdarahan supra dan infratentorial.
Berdasarkan aspek etilogi perdarahan primer atau spontan boleh dibedakan dengan
perdarahan sekunder. Perdarahan primer merupakan perdarahan spontan yang mana
disebabkan oleh penyakit hipertensi arteri. Perdarahan sekunder terjadi akibat
trauma,tumor, dan akibat pengunaan obat.2
Pada kasus perdarahan intra serebral (ICH), tekanan intra kranial dapat
meningkat. Hal ini disebabkan karena terjadi penambahan volume relatif jaringan
otak. Pada orang dewasa, volume intra kranial normalnya sekitar 1500 ml, dimana 85-
90% merupakan jaringan otak, 10% volume darah intravaskular serebral, dan sisanya
<3% merupakan volume cairan serebrospinal.3
Perdarahan intracerebral adalah tipe stroke yang disebabkan oleh perdarahan
yang disebabkan oleh perdaharahan dari jaringan otak itu sendiri. Stroke terjadi
apabila jaringan otak kekurangan oksigen kerana adanya gangguan pada suplai darah.
ICH paling senang terjadi disebabkan oleh Hipertensi,arterivenous Malformasi
(AVM), atau trauma kepala. Pengobatan harus di fokuskan pada penghentian
pendarahan ,membersihkan hematom dan menurunkan tekanan pada otak.4
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk menguraikan teori-teori
tentang Stroke Hemoragic mulai dari definisi sampai diagnosis, pentalaksanaan, dan
prognosisnya.
1.3 Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta dokter muda untuk lebih
memahami dan mengenal Stroke Hemoragic, terutama tentang penegakan diagnosis
dan tatalaksana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI
2.1.1. BATANG OTAK
2.2. FISIOLOGI
Batang otak terdiri dari medulla, pons, dan otak tengah. Batang otak adalah
penghubung vital antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak yang lebih tinggi.
Semua serat datang dan pergi yang berjalan antara perifer dan pusat-pusat yang lebih
tinggi di otak harus melewati batang otak harus melewati batang otak. Dengan serat
datang memancarkan informasi sensorik ke otak dan serat pergi membawa sinyal
perintah dari otak ke organ eferen. Beberapa serat hanya lewat, tetapi sebagian besar
bersinaps didalam batang otak untuk suatu proses penting. Karena itu, batang otak
adalah jalur penghubung penting antara otak lain dan medulla spinalis.6
Fungsi batang otak mencakup yang berikut:6
1. Sebagian besar dari 12 pasang saraf kranialis berasal dari batang otak. dengan
satu pengecualian utama, saraf-saraf ini mensyarafi struktur-struktur di kepala
dan leher dengan serat sensorik dan motorik. saraf-saraf kranialis ini penting
dalam penglihatan, pendengaran, pengecapan, penghidu, sensasi wajah dan
kulit kepala, gerakan mata, mengunyah, menelan, ekspresi wajah, dan salivasi.
Pengecualian utama adalah saraf kranialis X, saraf vagus. Sebagian besar
cabang nervus vagus, bukan mensyarafi daerah-daerah di kepala, namun
menyarafi organ-organ di rongga toraks dan abdomen, vagus adalah saraf
utama system saraf parasimpatik.
2. Dibatang otak terkumpul kelompok-kelompok neuron, atau “pusat”, yang
mengkontrol fungsi jantung dan pembuluh darah, pernafasan, dan banyak
aktifitas pencernaan.
3. Batang otak berperan dalam mengatur refleks otot yang terlibat dalam
keseimbangan dan postur.
4. Terdapat suatu anyaman neurn-neuron yang saling berhubungan yang disebut
formasio retikularis, meluas diseluruh batang otak dan masuk kedalam
thalamus. Jaringan ini menerima dan mengintegrasikan semua masukan
sinaptik sensorik yang datang. Serat-serat asendens yang berasal dari formatio
retikularis membawa sinyal keatas untuk membangunkan dan mengaktifkan
korteks serebri. Serat-serat ini membentuk sistem pengaktif retikular (reticular
activating system, RAS), yang mengkontrol derajat keseluruhan kewaspadaan
korteks dan penting dalam kemampuan untuk mengarahkan perhatian.
Sebaliknya, serat-serat desenden dari korteks, terutama daerah motoriknya,
dapat mengaktifkan RAS.
5. Pusat-pusat yang mengatur tidur secara tradisional dianggap terdapat didalam
batang otak, meskipun bukti-bukti terakgir mengisyaratkan bahwa pusat yang
mendorong tidur gelombang lambat teletak di hipotalamus.
Kata kesadaran merujuk kepada keadaan mengetahui secara subyektif
tentang dunia luar dan diri sendiri termasuk mengetahui alam pikirannya
sendiri-yaitu, kesadaran akan pikiran persepsi, mimpi, dan sebagainya.
meskipun tingkat akhir kesadaran terletak di korteks seebri dan sensasi kasar
tentang kesadaran terdeteksi oleh thalamus namun pengalaman sadar
bergantung pada terintegrasinya fungsi berbagai bagian sistem saraf.6
Berikut ini dicantumkan keadaan-keadaan kesadaran sesuai urutan
penurunan tingkat keterjagaan, didasarkan pada tingkat interaksi antara
rangsangan perifer dan otak :6
• kewaspadaan maksimal
• terjaga
• tidur (beberapa jenis yang berbeda)
• koma
2.3. PERDARAHAN INTRASEREBRAL
2.3.1. DEFINISI
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi. 7
Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan
oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal
pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya oksigen dan glukosa ke
bagian otak yang mengalami oklusi.8 Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid.9
Perdarahan intraserebral terjadi pada parenkim otak sedangkan
perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi pada kompartemen
meningeal di sekitarnya.5
2.3.2. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai
20 kasus per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan
intraserebral lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita, terutama yang
lebih tua dari 55 tahun, dan dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit hitam
dan Jepang.10
Analisis pada 3 tahun dari data mortalitas nasional untuk pasien stroke
intracerebtral mengungkapkan eksiden terbesar dari ICH pada Africa
Amerika , Alaska Natives, Asian pacific Islander (API) dan kumpulan
Hispanic ethnic.10
Pada penelitian selama 20 tahun oleh National Health dan Nutrition
examination survei epidemiologi insiden perdarahan intracerebral diantara
orang kulit Hitam 50/100,000 dua kali lipat insiden pada pada orang kulit
putih.Insiden populasi di Japan 55/100,000 sama dengan orang kulit hitam.
Prevelansi Hipertensi dan pengunaan alcohol yang tinggi pada populasi Japan
meningkatkan insidensi. Hipertensi adalah faktor risiko spontan perdarahan
intraserebral terutama pada pasien yang tidak menggunakan obat
10
hipertensi,pasien umur 55 tahun,anak muda dan perokok.
2.3.3. Etiologi dan Patogenesis
Walaupun hubungan antara hipertensi dan perdarahan intraserebral
(PIS) telah diketahui, namun mekanisme yang mencetuskan perdarahan masih
diperdebatkan. Perdarahan mungkin berasal dari pecahnya arteriol, kapiler,
atau vena. Dilain pihak, pembuluh darah yang pecah berasal tadi terlebih
dahulu mengalami perlunakan karena hipertensi atau arteriosclerosis. Lebih
jauh, tumor yang merembet atau penyakit sistemik misalnya diskrasia darah
dapat pula menyebabkan perdarahan. Pada hipertensi kronis dapat terjadi
aneurisma-aneurisma mikro, diameter 1 mm, di sepanjang arteri. Aneurisma
tadi dapat pecah atau robek.11
Urutan patogenesis yang paling umum adalah terjadinya lipohialinosis
dan nekrosis fibrinoid, keduanya melemahkan muskularia arteriol. Hipertensi
yang terus berlangsung akan mendesak dinding arteriol yang lemah tadi,
membuat herniasi atau pecahnya tunica intima yang kemudian menjadi
aneurisma atau terjadi robekan-robekan kecil. Bagian otak yang sering
mengalami perdarahan adalah putamen, thalamus, substansia alba bagian
dalam, serebelum, dan pons.11
Mekanisme lain yang dapat menyebabkan perdarahan adalah sebagai
berikut:11
a. Cerebral Amyloid Angiopathy, adalah suatu perubahan vaskular yang unik
ditandai oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika
adventisia pada arteri kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral. Deposit
amiloid menyebabkan dinding arteri menjadi lemah sehingga kemudian
pecah dan terjadi perdarahan intraserebral. Disamping hipertensi, amyloid
angiopathy dianggap faktor penyebab kedua terjadinya perdarahan
intraserebral pada penderita lanjut usia.8
b. Spasme arteriolar sebagai akibat hipertensi dapat menyebabkan hipolsia
dan nekrosis bagian distal, thrombosis, perdarahan kecil, dan edema otak.
Wilayah yang tekena akan melunak dan tejadilah perdarahan. Contoh
untuk hal ini adalah ensefalopati hipertensif dan eklamasia.6
c. Angioma kongenital, merupakan suatu kelainan perkembangan kongenital
(embrional) pada pembuluh darah intraserebral, dimana terjadinya
hubungan langsung antara arteriole dan venule tanpa melalui kapiler,
sehingga terjadi aliran darah yang cepat melewati daerah tersebut. Akibat
aliran yang cepat inilah dan tekanan yang besar dari arteri akan
mengakibatkan penipisan dinding pembuluh darah, dapat menimbulkan
aneurisma dan penurunan aliran darah otak disekitar angioma kongenital
yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan disekitarnya.
d. Poliarteritis nodosa, juga infeksi viral dan refleksial, dapat menyebabkan
inflamasi dinding pembuluh darah yang akhirnya menyebabkan
perdarahan.6
e. Aneurisma, merupakan suatu kelainan kongenital pada pembuluh darah,
dimana terjadi gangguan perkembangan dinding pembuluh darah yaitu
pada tunika media dan lamina elastika. Akibat adanya gangguan pada
tunika media, dan terjadi perubahan degeneratif sehingga dapat terjadi
destruksi local pada membrane elastika interna yang menyebabkan tunika
intima menonjol dan membentuk suatu aneurisma bentuk sakuler. Ukuran
aneurisma ini rata-rata 7,5 mm, bila > 10 mm maka akan mudah terjadi
ruptur.8
f. Toksin (arsen), defisiensi vitamin B1 dan vitamin C dapat menimbulkan
kematian sel dan kemudian terjadil perdarahan kecil-kecil.6
g. Arteripati misalnya penyakit-penyakit moya-moya, robeknya arteri secara
spontan, dan angiopati kongofilik dapat menimbulkan perdarahan.
h. Diskrasia darah, yang dapat menyebabkan perdarahan intraserebral adalah
anemia sickle cell, leukimia dan hemofilia serta gangguan koagulasi yang
didapat, misalnya pada penyakit hepar yang berat seperti sirosis hepar dan
hepatitis fulminan dapat menyebabkan gangguan sintesis faktor
pembekuan, peningkatan fibrinolisis, dan trombositopenia.
i. Neoplasma dapat menimbulkan perdarahan, pembuluh darah mengalami
erosi kemudian pecah, atau pembuluh darah baru yang terdapat didalam
tumor pecah. Komplikasi demikian ini terjadi pada 3-5% kasus-kasus
glioblastoma, melanoma maligna, dan tumor metastatic khususnya
hipernefroma, khorio-epitelioma, dan karsinoma paru-paru, tiroid serta
payudara.
j. Antikoagulan, pada penggunaan obat antikoagulan heparin atau warfarin,
sekitar 9% dapat terjadi perdarahan intraserebral. Biasanya terjadi
perdarahan apabila antikoagulan digunakan secara berlebihan atau
penggunaan jangka panjang dengan insidens 8-11 kali jika dibandingkan
pada pasien yang tidak mendapatkan antikoagulan. Faktor predisposisi
yang dapat menyebabkan perdarahan pada pasien yang menggunakan
antikoagulan adalah meningkatnya umur, infark iskemik yang luas dan
adanya hipertensi berat.
k. Thrombosis sinus dura atau vena serebral dapat menyebabkan PIS
l. Drug abuse (psikotropika, amfetamin) baik secara oral maupun intravena
dapat menimbulkan selfagia, konvulsi dan GPDO. Dapat terjadi nekrosis
fibrinoid di tunika intima dan media dengan infiltrasi inflamator dan oklusi
atau perdarahan.6 Banyak obat-obatan yang menyebabkan kecanduan
mengakibatkan perdarahan intraserebral. Kokain termasuk salah satu obat
yang menyebabkan perdarahan intraserebral dengan jalan meninggikan
tekanan darah, nadi, temperatur dan metabolisme.11
Dimana:
+ + + Perdarahan
+ - - Perdarahan
- + - Perdarahan
- - + Iskemik
- - - Iskemik
2. Labaoratorium darah
• Hemoglobin, hematocrit, eritrosit, leukosit, hitung jenis, trombosit, dan
laju endap darah.
• PT dan aPTT, agregasi trombosit, fibrinogen
• Gula darah
• Profil lipid dan kolesterol, asam urat
3. CT - Scan
Skor GCS paling sangat terkait dengan hasil, itu diberikan paling berat
dalam skala. GCS dibagi menjadi 3 subkelompok (GCS skor dari 3 sampai 4, 5
sampai 12, dan 13 sampai 15) lebih akurat mencerminkan pengaruh yang
sangat kuat dari skor GCS pada hasil. Dari catatan, di UCSF (University of
California, SanFrancisco) ICH kohort, hanya 1 dari 35 pasien dengan skor
GCS menunjukkan 3- 4 selamat sampai 30 hari, dan hanya 5 dari 60 pasien
dengan skor GCS menunjukkan dari 13-15 meninggal, sedangkan 29 dari 57
pasien dengan skor GCS dari 5-12 meninggal dalam waktu 30 hari.13
2.3.6. PENATALAKSANAAN
Terapi umum. Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume
hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan
klinis cenderung memburuk.9
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20%
bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP > 130 mmHg, dan
volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6
jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.9
Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala dinaikkan
0
30 , posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol dan hiperventilasi
(PCO2 20-35 mmHg).9
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung
diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton;
komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik
spektrum luas.9
Penatalaksanaan berdasarkan Perdossi:14
1. Diagnosis dan Penilaian Gawat Darurat pada Perdarahan Intrakranial dan
Penyebabnya.
a. Pemeriksaan pencitraan yang cepat dengan CT atau MRI
direkomendasikan untuk membedakan stroke iskemik dengan
perdarahan intracranial.
b. Angiografi CT dan CT dengan kontras dapat dipertimbangkan untuk
membantu mengidentifikasi pasien dengan risiko perluasan hematoma.
Bila secara klinis atau radiologis terdapat kecurigaan yang mengarah
ke lesi structural termasuk malformasi vaskuler dan tumor, sebaiknya
dilakukan angiografi CT, venografi CT, CT dengan kontras, MRI
dengan kontras, MRA, dan venografi MR.
2. Tatalaksana Medis Perdarahan Intrakranial
a. Pasien dengan defisiensi berat factor koagulasi atau trombositopenia
berat sebaiknya mendapat erapi penggantian factor koagulasi atau
trombosit.
b. Pasien dengan perdarahan intracranial dan peningkatan INR terkait
obat antikoagulan oral sebaiknya tidak diberikan walfarin, tetapi
mendapat terapi untuk menggganti vitamin K-dependent factor dan
mengkoreksi INR, serta mendapat vitamin K intravena. Konsentrat
kompleks protrombin tidak menunjukkan perbaikan keluaran
dibandingkan dengan Fresh Frozen Plasma (FFP). Namun, pemberian
konsentrat kompleks protrombin dapat mengurangi komplikasi
dibandingkan dengan FFP dan dapat dipertimbangkan sebagai
alternative FFP.
c. Apabila terjadi gangguan koagulasi maka dapat dikoreksi sebagai
berikut:
• Vitamin K 10 mg IV diberikan pada penderita dengan
peningkatan INR dan diberikan dalam waktu yang sma dengan
terapi yang lain karena efek akan timbul 6 jam kemudian.
Kecepatan pemberian <1 mg/menit untuk meminimalkan risiko
anafilaksis.
• FFP 2-6 unit diberikan untuk mengoreksi defisiensi factor
pembekuan darah bila ditemukan sehingga dengan cepat
memperbaiki INR atau aPTT. Terapi FFP ini untuk mengganti
pada kehilangan faktor koagulasi.
d. Faktor VIIa rekombinan tidak mengganti semua faktor pembekuan,
dan walaupun INR menurun, pembekuan bias jadi tidak membaik.
Oleh karena itu, factor VIIa rekombinan tidak secara rutin
direkomendasikan sebagai agen tunggal untuk mengganti antikoagulan
oral pada perdarahan intracranial. Walaupun factor VII a rekombinan
dapat membatasi perluasan hematoma pada pasien ICH tanpa
koagulopati, risiko kejadian tromboemboli akan meningkat dengan
factor VIIa rekombinan dan tidak ada keuntungan nyata pada pasien
yang tidak terseleksi.
e. Kegunaan dari transfuse trombosit pada pasien perdarahan intracranial
dengan riwayat penggunaan antiplatelet masih tidak jelas dan dalam
tahap penelitian.
f. Untuk mencegah tromboemboli vena pada pasien dengan perdarahan
intracranial, sebaiknya mendapat pneumatic intermittent compression
selain dengan stoking elastis.
g. Setelah dokumentai penghentian perdarahan LMWH atau UFH
subkutan dosis rendah dapat dipertimbangkan untuk pencegahan
tromboembolin vena pada pasien dengan mobilitas yang kurang
setelah satu hingga empat hari pascaawitan.
h. Efek heparin dapat diatasi dengan pemberian proamin sulfat 10-50 mg
IV dalam waktu 1-3 menit. Penderita dengan pemberian protamin
sulfat perlu pengawasan ketat untuk melihat tanda-tanda hipersensitif.
3. Tekanan Darah
a. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS >200
mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan
darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
b. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan
pemantauan tekanan intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala
dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan
secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15
menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140 mmHg
masih diperbolehkan.
d. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220
mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140
mmHg cukup aman. Setelah kraniotomi, target MAP adalah
100mmHg.
e. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan
darah pada penderita stroke perdarahan intraserebral.
f. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta
(labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan
diltiazem) intravena, digunakan dalam upaya diatas.
g. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan
kontraindikasi mutlak.14
4. Penanganan di Rumah Sakit dan Pencegahaan Kerusakan Otak Sekunder
a. Pemantauan awal dan penanganan pasien penrdarahan intracranial
sebaiknya dilakukan di ICU dengan dokter dan perawat yang memiliki
keahlian perawatan intensif neurosains.
b. Penatalaksanaan Gula Darah pada Stroke Akut
c. Obat kejang dan antiepilepsi
Kejang sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi. Pemantauan EEG
secara kontinu dapat diindikasikan pada pasien perdarahan
intrakrranial dengan kesadaran menurun tanpa mempertimbangkan
kerusakan otak yang terjadi. Pasien dengan perubahan status kesadaran
yang didapatkan gelombang epiloptogenik pada EEG sebaiknya
diterapi dengan obat antiepilepsi. Pemberian antikonvulsan profilaksis
tidak direkomendasikan.14
5. Prosedur/ Operasi
a. Penanganan dan Pemantauan Tekanan Intrakranial
• Pasien dengan skor GCS <8, dengan tanda klinis herniasi
transtentorial,atau dengan perdarahan intraventrikuler yang luas
atau hidrosefalus, dapat dipertimbangkan untuk penanganan
dan Pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan perfusi otak 50-
70 mmHg dapat dipertahankan tergantung pada status
otoregulasi otak.
• Drainase ventrikular sebagai tata laksana hidrosefalus dapat
di[pertimabngkan pada pasien dengan penurunan tingakt
kesadaran.
Indikasi tindakan pembedahan :16
• Pasien dengan perdarahan serebral >3 cm yang secara
neurologis menunjukan atau mengalami kompresi batang otak
dan hidroserebral akibat obstruksi ventricular.
• Perdarahan intraserebral dengan lesi structural seperti
aneurisma, malformasi arteriovena, atau angioma kavernosa
dapat diangkat jika keadaan pasien stabil
• Perdarahan usia muda dengan perdarahan lobus yang sedang
atau besar yang secara klinis memburuk
Indikasi terapi konservatif dengan medikamentosa:16
• Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm) atau deficit neurologi
yang minimal
• Pasien dengan GSC < 4, kecuali dengan perdarahan serebral
disertai kompresi batang otak, dapat menjadi kandidat untuk
pembedahan darurat dalam situasi klinis tertentu.16
b. Perdarahan Intraventrikuler
Walaupun pemberian intraventrikuler recombinant tissue-type
plasminogen activator (rTPA) untuk melisiskan bekuan darah
intraventrikuler memiliki tingkat komplikasi yang cukup rendah,
efikasi dan keamanan dari tata laksana ini masih belum pasti dan
dalam tahap penelitian.14
c. Evakuasi hematom
• Pada sebagian besar pasien dengan perdarahan intrakranial,
kegunaan tindakan operasi masih belum pasti.
• Pasien dengan perdarahan serebral yang mengalami perburukan
neurologis, atau yang terdapat kompresi batang otak, dan atau
hidrosefalus akibat obstruksi ventirkel sebaiknya menjalani
operasi evakuasi bekuan darah secepatnnya. Tata laksana awal
pada pasien tersebut dengan drainase ventrikuler saja tanpa
evakuasi bekuan darah tidak direkomendasikan.
• Pada pasien dengan bekuan darah di lobus > 30 ml dan terdapat
di 1cm dari permukaan, evakuasi perdarahan intrakranial
supratentorial dengan kraniotomi standar dapat
dipertimbangkan.
• Efektivitas evakuasi sumbatan secara invasif minimal
menggunakan baik aspirasi streotaktik maupun endoskopik
dengan atau tanpa penggunaan trombolitik masih belum pasti
dalam tahap penelitian.
• Saat ini tidak terdapat bukti mengindikasikan pengangkatan
segera dari perdarahan intrakranial supratentorial untuk
meningkatakan keluaran fungsional atau angka kematian,
kraniotomi segera dapat merugikan karena dapat meningkatkan
faktor resiko perdarahan berulang.14
d. Prediksi keluaran dan penghentian dukungan teknologi
Perintah penundaan tidak diresusitasi direkoimendasikan untuk tidak
melakukan perawatan penuh dan agresif dilakukan selama 2 hari.
Kecuali pada pasien yang sejak semula ada keinginan untuk tidak
diresusitasi.
e. Pencegahan perdarahan intrakranial berulang
• Pada perdarahan intrakranial dimana stratifikasi risiko pasien
telah disusun untuk mencegah perdarahan berulang keputusan
tatalaksana dapat berubah karena pertimbangan beberapa faktor
risiko, antara lain lokasi lobus dari perdarahan awal, usia lanjut,
dalam pengobatan antikoagulan, terdapat alel E2 atau E4
apolipoprotein dan perdarahan mikro dalam jumlah besar pada
MRI.
• Setelah periode akut perdarahan intrakranial dan tidak ada
kontra indikasi medis, tekanan darah sebaiknya dikontrol
dengan baik terutama pada pasien yang lokasi perdarahannya
tipikal dari vaskulopati hipertensif.
• Setelah periode akut perdarahan intrakranial, target dari
tekanan darah dapat dipertimbangkan menjadi <140/90 mmHg
atau <130/80 mmHg jika diabetes penyakit ginjal kronik.
• Penghentian pemakaian antikoagulan jangka panjang sebagai
tatalaksana fibrilasi atrial nonvalvuler mungkin
direkomendasikan setelah perdarahan intrakranial lobar spontan
karena relatif berisiko tinggi untuk perdarahan berulang.
Pemberian antikoagulan dan terapi antiplatelet setelah
perdarahan intrakranial nonlobar dapat dipertimbangkan,
terutama pada keadaan terdapat indikasi pasti penggunaan
terapi tersebut.
• Pelanggaran konsusmsi alkohol berat sangat bermanfaat.14
6. Rehabilitasi dan pemulihan
Mengingat potensi yang serius dari perdarahan intrakranial berupa
kecacatan yang berat, serius dan kompleks, semua pasien sebaiknya dilakukan
rehabilitasi secara multidisiplin. Jika memungkinkan , rehabilitasi dapat
dilakukan sedini mungkin dan berlanjut disarana rehabilitasi komunitas,
sebagai bagian dari program terkoordinasi yang baik antara perawatan di
rumah sakit dengan perawatan berbasis rumah sakit dengan perawatan
berbasis rumah (Home care) untuk meningkatkan pemulihan.14
2.3.7. PROGNOSIS
Jaringan otak di area perdarahan (kebalikan dengan infark) umumnya
tidak rusak total, jaringan otak yang hidup sering ditemukan ditengah-tengah
darah yang mengalami ekstravasasi. Hal ini menjelaskan mengapa deficit
neurologis pasien biasanya pulih dengan lebih cepat, ketika hematoma
teresorpsi, daripada bila disebabkan oleh stroke iskemik.5
Prognosis bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke.
Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran,
patologi lesi, serta usia dan penyakit yang menyertai serebelum stroke.16
Stroke hemoragik memiliki prognosis buruk, pasa 30 hari pertama
risiko meninggal 50%, sedangkan pada stroke iskemik hanya 10.16
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT
3.1 Anamnesis
Identitas Pribadi
No. Rekam Medis : 050868
Nama : Tn. IP
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 67 Tahun
Suku Bangsa : Batak
Agama : Kristen Protestan
Alamat : JL. T.A Hamzah No: 295 Binjai
Status : Menikah
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Tanggal Masuk : 9 Januari 2018
Tanggal Keluar :-
3.3.4 Genitalia
Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vestibularis
Nistagmus : (-) (-)
Reaksi Kalori : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tinnitus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nervus IX, X
Pallatum Mole : Medial
Uvula : Medial
Disfagia : (-)
Disartria : (-)
Disfonia : (-)
Refleks Muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : Tidak dilkakukan pemeriksaan
Nervus XI Kanan Kiri
Mengangkat Bahu : (+) (+)
Fungsi Otot Sternocleidomastoideus : (+) (+)
Nervus XII
Lidah
Tremor : (-)
Atrofi : (-)
Fasikulasi : (-)
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : Medial
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : Medial
Refleks Patologis
Babinski : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hoffman-Tromner : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Kaki : (-) (-)
Refleks Primitif : (-) (-)
3.4.9 Koordinasi
Lenggang : tidak dilakukan pemeriksaan
Bicara : Pelo
Menulis : tidak dilakukan pemeriksaan
Percobaan Apraksia : (-)
Mimik : Dalam batas normal
Test Telunjuk-Telunjuk : Tidak dilakukan Pemeriksaan/Dalam batas normal
Test Telunjuk-Hidung : Tidak dilakukan Pemeriksaan/Dalam batas normal
Diadokhokinesia : Tidak dilakukan pemeriksaan/Dalam batas normal
Test Tumit-Lutut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
3.4.10 Vegetatif
Vasomotorik : Dalam batas normal
Sudomotorik : Dalam batas normal
Pilo-Erektor : Dalam batas normal
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : Dalam batas normal
Potens dan Libido : Tidak dilakukan pemeriksaan
3.4.11 Vertebra
Bentuk
Normal : (+)
Scoliosis : (-)
Hiperlordosis : (-)
Pergerakan
Leher : Bebas
Pinggang : Bebas
Status Presens
Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 150/100mmHg
Nadi : 84x/menit
Frekuensi Nafas : 24x/menit
Temperature : 37.1°C
Nervus Kranialis
N. I : Normosmia
N. II,III : Refleks Cahaya langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
N. III,IV,VI : Gerakan bola mata (+/+), pupil isokor Ø=3mm/3mm
N. V : Buka tutup mulut (+)
N. VII : Sudut mulut tertarik ke kiri
N. VIII : Pendengaran (+/+) Normal
N. IX, X : Pallatum Mole medial, uvula medial
N. XI : Mengangkat bahu kanan kiri (+/+)
N. XII : Posisi lidah dijulurkan medial
STATUS NEUROLOGIS
Peningkatan TIK : Sakit kepala (-).
Muntah proyektil (-)
Kejang (-)
Rangsang Meningeal : (-)
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
B/T : (++/++) (++/++)
APR/KPR : (++/++) (++/++)
Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : (-/-) (-/-)
Babinski : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schefer : (-) (-)
Kekuatan Motorik :
1 1 1 1 1 5 5 5 5 5
ESD : ESS:
1 1 1 1 1 5 5 5 5 5
2 2 2 2 2 5 5 5 5 5
EID: EIS:
2 2 2 2 2 5 5 5 5 5
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Darah Rutin
Hemoglobin 14.2 13-16 g/dL
Hematokrit 40,0 40-48 %
Leukosit 11.47 5-10.103 /µL
Trombosit 192.800 150-400.103 / µL
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 120 <200 mg/dL
Elektrolit
Natrium 123 135-145 mmol/L
Kalium 3.9 3.5-5.5 mmol/L
Klorida 84 96-106 mmol/L
2. Head CT-Scan
CT-Scan kepala irisan axial sejajar OM Line tanpa kontras (Tanggal 7
Januari 2018)
- Dijumpai lesi hiperdens volume ± 2,5 cc di pons dengan perifocal
edema
- Infratentorial, cerebellum, ventrikel 4 baik
- Sistem ventrikel dan cysterna normal
- Sulci dan gyri normal
- Tidak dijumpai deviasi midline struktur
- Tidak dijumpai kalsifikasi abnormal
- Sinus maxillaris kanan kiri baik
- Tulang-tulang calvaria normal
- Kesan: perdarahan di pons volume ± 2,5 cc dengan perifocal edema
3.7. Diagnosis
DIAGNOSIS FUNGSIONAL : Disatria + Hemiparesis dextra + Paresis VII UMN
Dextra
DIAGNOSIS ETIOLOGI : Ruptur pembuluh darah
DIAGNOSIS ANATOMIK : Pons
DIAGNOSIS BANDING :1. Stroke Hemoragik
2. Stroke Iskemik
3. Infeksi SSP
4. Trauma kapitis
DIAGNOSIS KERJA : Disatria + Hemiparesis dextra ec Perdarahan
Intraserebral di Pons + Paresis VII UMN Dextra
3.8. Penatalaksanaan
• IVFD Manitol 125cc/8 jam
• Inj. Citicolin 250mg/12jam
• Inj. Phenitoin 100 mg amp/8 jam
• Inj. Ozid amp/12jam
BAB IV
FOLLOW UP PASIEN
16 Januari 2018
S O A P
Lemah lengan Status Present Hemiparese dextra - Inj Citicolin 250mg/12
dan tungkai Sensorium: CM ec ICH di pons jam
kanan, bicara TD: 150/80 mmHg - Inj. Ozid 1amp/12
celat (+) jam
- Phenitoin tab 2x
100mg
- mecobalamin 2x
500mg
- KSR 1x1
17 Januari 2018
S O A P
Lemah lengan Status Present Disatria + - Inj Citicolin 250mg/12
dan tungkai Sensorium: CM Hemiparese dextra jam
kanan, bicara TD: 160/100 ec ICH di pons - Inj. Ozid 1amp/12
celat (+) mmHg jam
- Phenitoin tab 2x
100mg
- mecobalamin 2x
500mg
- KSR 1x1
18 Januari 2018
S O A P
Lemah lengan Status Present Disatria + - Inj Citicolin 250mg/12
dan tungkai Sensorium: CM Hemiparese dextra jam
kanan, bicara TD: 130/90 mmHg ec ICH di pons - Inj. Ozid 1amp/12
celat (+) jam
- Phenitoin tab 2x
100mg
- mecobalamin 2x
500mg
- KSR 1x1
19 Januari 2018
S O A P
Lemah lengan Status Present Disatria + - Inj Citicolin 250mg/12
dan tungkai Sensorium: CM Hemiparese dextra jam
kanan, bicara TD: 140/90 mmHg ec ICH di pons - Inj. Ozid 1amp/12
celat (+) jam
- Phenitoin tab 2x
100mg
- mecobalamin 2x
500mg
- KSR 1x1
20 Januari 2018
S O A P
Lemah lengan Status Present Disatria + - Inj Citicolin 250mg/12
dan tungkai Sensorium: CM Hemiparese dextra jam
kanan, bicara TD: 150/90 mmHg ec ICH di pons - Inj. Ozid 1amp/12
celat (+) jam
- Phenitoin tab 2x
100mg
- Mecobalamin 2x
500mg
- KSR 1x1
22 Januari 2018
S O A P
Lemah lengan Status Present Disatria + - Inj Citicolin 250mg/12
dan tungkai Sensorium: CM Hemiparese dextra jam
kanan, bicara TD: 140/80 mmHg ec ICH di pons - Inj. Ozid 1amp/12
celat (+) jam
- Phenitoin tab 2x
100mg
- Mecobalamin 2x
500mg
- KSR 1x1
23 Januari 2018
S O A P
Lemah lengan Status Present Disatria + - Inj Citicolin 250mg/12
dan tungkai Sensorium: CM Hemiparese dextra jam
kanan, bicara TD: 140/80 mmHg ec ICH di pons - Inj. Ozid 1amp/12
celat (+), NGT jam
kotor (+) - Phenitoin tab 2x
100mg
- Mecobalamin 2x
500mg
- KSR 1x1
24 Januari 2018
S O A P
Lemah lengan Status Present Disatria + - Inj Citicolin 250mg/12
dan tungkai Sensorium: CM Hemiparese dextra jam
kanan, bicara TD: 140/80 mmHg ec ICH di pons - Inj. Ozid 1amp/12
celat (+) jam
- Phenitoin tab 2x
100mg
- Mecobalamin 2x
500mg
- KSR 1x1
25 Januari 2018
S O A P
Lemah lengan Status Present Disatria + - Inj Citicolin 250mg/12
dan tungkai Sensorium: CM Hemiparese dextra jam
kanan, bicara TD: 160/90 mmHg ec ICH di pons - Inj. Ozid 1amp/12
celat (+), demam jam
(+) - Phenitoin tab 2x
100mg
- Mecobalamin 2x
500mg
- KSR 1x1
BAB V
DISKUSI KASUS
TEORI KASUS
Urutan patogenesis yang paling umum Pasien memiliki hipertensi yang tidak
adalah terjadinya lipohialinosis dan terkontrol.
nekrosis fibrinoid, keduanya melemahkan
muskularia arteriol. Hipertensi yang terus
berlangsung akan mendesak dinding
arteriol yang lemah tadi, membuat
herniasi atau pecahnya tunica intima
yang kemudian menjadi aneurisma atau
terjadi robekan-robekan kecil. Bagian
otak yang sering mengalami perdarahan
adalah putamen, thalamus, substansia
alba bagian dalam, serebelum, dan pons.
Kebanyakan kasus mengalami serangan Pasien mengalami kelumpuhan tiba-tiba
sewaktu ia dalam keadaan aktif dan saat beraktivitas, yang kemudian bicara
jarang terjadi sewaktu penderita sedang menjadi pelo dan terjadi penurunan
tidur, dalam hal ini onset gejala defisit kesadaran.
neurologis berlangsung dalam beberapa
menit dan kemudian pasien menjadi tidak
sadar.
Pada CT-scan tampak area hiperdens Dijumpai lesi hiperdens volume ± 2,5 cc
homogen. Bila CT-Scan dilakukan lebih di pons dengan perifocal edema
dari 2 minggu sejak onset serangan, maka
tampak gambaran enhancement
berbentuk cincin di daerah perifer
hematom yang bisa menetap sampai 1
bulan. Pada stadium kronis, maka area
hematom akan jadi hipodens berbatas
tegas karena hematomnya telah diserap.
• Pengobatan hipertensi • IVFD Manitol 125cc/8 jam
• Pengobatan peningkatan intrakranial • Inj. Citicolin 250mg/12jam
• Pemberian neuroprotektor • Inj. Phenitoin 100 mg amp/8 jam
• Inj. Ozid amp/12jam
BAB VI
KESIMPULAN
Pasien IP, usia 67 tahun dengan keluhan kelemahan lengan dan tungkai sebelah kanan
yang sejak 10 hari yang lalu.
Pasien ditatalaksana dengan:
• Bed Rest
• IVFD Manitol 125cc/8 jam
• Inj. Citicolin 250mg/12jam
• Inj. Phenitoin 100 mg amp/8 jam
• Inj. Ozid amp/12jam
DAFTAR PUSTAKA