Anda di halaman 1dari 17

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Batuan Beku

Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api")

adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan

mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan

sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai

batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah

cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi.

Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses

berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan

komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil dideskripsikan,

sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak bumi.

Menurut para ahli seperti Turner dan Verhoogen (1960), F. F

Groun (1947), Takeda (1970), magma didefinisikan sebagai cairan silikat

kental yang pijar terbentuk secara alamiah, bertemperatur tinggi antara

1.500–2.5000C dan bersifat mobile (dapat bergerak) serta terdapat pada

kerak bumi bagian bawah. Dalam magma tersebut terdapat beberapa bahan

yang larut, bersifat volatile (air, CO2, chlorine, fluorine, iron, sulphur, dan

lain-lain) yang merupakan penyebab mobilitas magma, dan non-volatile

(non-gas) yang merupakan pembentuk mineral yang lazim dijumpai dalam

batuan beku.

Tinjauan Pustaka - 17
Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke

permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa tersebut

dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan penghabluran mineral-

mineral silikat (magma), oleh NL. Bowen disusun suatu seri yang dikenal dengan

Bowen’s Reaction Series.

Dalam mengidentifikasi batuan beku, sangat perlu sekali mengetahui

karakteristik batuan beku yang meliputi sifat fisik dan komposisi mineral batuan

beku. Dalam membicarakan masalah sifat fisik batuan beku tidak akan lepas dari :

A. Tekstur

Tekstur didefinisikan sebagai keadaan atau hubungan yang erat antar

mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antara mineral-mineral

dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari batuan.

Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh tiga hal yang

penting, yaitu:

1. Kristalinitas

Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku pada

waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas dalam fungsinya

digunakan untuk menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan

yang tidak berbentuk kristal, selain itu juga dapat mencerminkan

kecepatan pembekuan magma. Apabila magma dalam pembekuannya

berlangsung lambat maka kristalnya kasar. Sedangkan jika pembekuannya

berlangsung cepat maka kristalnya akan halus, akan tetapi jika

Tinjauan Pustaka - 18
pendinginannya berlangsung dengan cepat sekali maka kristalnya

berbentuk amorf.

Dalam pembentukannnya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi,

yaitu:

1. Holokristalin, yaitu batuan beku dimana semuanya tersusun oleh kristal.

Tekstur holokristalin adalah karakteristik batuan plutonik, yaitu

mikrokristalin yang telah membeku di dekat permukaan.

2. Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari massa gelas

dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.

3. Holohyalin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun dari massa

gelas. Tekstur holohialin banyak terbentuk sebagai lava (obsidian), dike

dan sill, atau sebagai fasies yang lebih kecil dari tubuh batuan.

B. Granularitas

Granularitas didefinisikan sebagai besar butir (ukuran) pada batuan

beku. Pada umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir, yaitu:

a. Fanerik/fanerokristalin, Besar kristal-kristal dari golongan ini dapat

dibedakan satu sama lain secara megaskopis dengan mata biasa. Kristal-

kristal jenis fanerik ini dapat dibedakan menjadi:

1. Halus (fine), apabila ukuran diameter butir kurang dari 1 mm.

2. Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.

3. Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.

4. Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari

30 mm.

Tinjauan Pustaka - 19
b. Afanitik, Besar kristal-kristal dari golongan ini tidak dapat dibedakan

dengan mata biasa sehingga diperlukan bantuan mikroskop. Batuan

dengan tekstur afanitik dapat tersusun oleh kristal, gelas atau keduanya.

Dalam analisa mikroskopis dapat dibedakan:

a. Mikrokristalin, apabila mineral-mineral pada batuan beku bisa

diamati dengan bantuan mikroskop dengan ukuran butiran sekitar 0,1

– 0,01 mm.

b. Kriptokristalin, apabila mineral-mineral dalam batuan beku terlalu

kecil untuk diamati meskipun dengan bantuan mikroskop. Ukuran

butiran berkisar antara 0,01 – 0,002 mm.

c. Amorf/glassy/hyaline, apabila batuan beku tersusun oleh gelas.

C. Bentuk Kristal

Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan, jadi bukan sifat

batuan secara keseluruhan.

Ditinjau dari pandangan dua dimensi dikenal tiga bentuk kristal, yaitu:

• Euhedral, apabila batas dari mineral adalah bentuk asli dari bidang

kristal.

• Subhedral, apabila sebagian dari batas kristalnya sudah tidak terlihat

lagi.

• Anhedral, apabila mineral sudah tidak mempunyai bidang kristal asli.

Ditinjau dari pandangan tiga dimensi, dikenal empat bentuk kristal, yaitu:

1. Equidimensional, apabila bentuk kristal ketiga dimensinya sama

panjang.

Tinjauan Pustaka - 20
2. Tabular, apabila bentuk kristal dua dimensi lebih panjang dari satu

dimensi yang lain.

3. Prismitik, apabila bentuk kristal satu dimensi lebih panjang dari dua

dimensi yang lain.

4. Irregular, apabila bentuk kristal tidak teratur.

D. Hubungan Antar Kristal

Hubungan antar kristal atau disebut juga relasi didefinisikan sebagai

hubungan antara kristal/mineral yang satu dengan yang lain dalam suatu

batuan. Secara garis besar, relasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1 Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya yang

membentuk batuan berukuran sama besar. Berdasarkan keidealan

kristal-kristalnya, maka equigranular dibagi menjadi tiga, yaitu:

• Panidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-

mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang euhedral.

• Hipidiomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-

mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang subhedral.

• Allotriomorfik granular, yaitu apabila sebagian besar mineral-

mineralnya terdiri dari mineral-mineral yang anhedra

2. In-equigranular, yaitu apabila ukuran butir kristalnya sebagai

pembentuk batuan tidak sama besar. Mineral yang besar disebut

fenokris dan yang lain disebut massa dasar atau matrik yang bisa berupa

mineral atau gelas.

Tinjauan Pustaka - 21
2. Struktur

Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi

kedudukan lapisan yang jelas/umum dari lapisan batuan. Struktur batuan beku

sebagian besar hanya dapat dilihat dilapangan saja, misalnya:

• Pillow lava atau lava bantal, yaitu struktur paling khas dari batuan

vulkanik bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.

• Joint struktur, merupakan struktur yang ditandai adanya kekar-kekar yang

tersusun secara teratur tegak lurus arah aliran. Sedangkan struktur yang

dapat dilihat pada contoh-contoh batuan (hand speciment sample), yaitu:

1. Masive, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran, jejak gas

(tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan tidak menunjukkan

adanya fragmen lain yang tertanam dalam tubuh batuan beku.

2. Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang disebabkan oleh

keluarnya gas pada waktu pembekuan magma. Lubang-lubang tersebut

menunjukkan arah yang teratur.

3. Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler tetapi

lubang-lubangnya besar dan menunjukkan arah yang tidak teratur.

4. Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah terisi oleh

mineral-mineral sekunder, biasanya mineral silikat atau karbonat.

5. Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya fragmen/pecahan

batuan lain yang masuk dalam batuan yang mengintrusi.

Tinjauan Pustaka - 22
3. Komposisi Mineral

Untuk menentukan komposisi mineral pada batuan beku, cukup

dengan mempergunakan indeks warna dari batuan kristal. Atas dasar warna

mineral sebagai penyusun batuan beku dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu:

• Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang, terutama terdiri dari

mineral kwarsa, feldspar, feldspatoid dan muskovit.

• Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap, terutama biotit,

piroksen, amphibol dan olivin.

Batuan beku dapat diklasifikasikan berdasarkan cara terjadinya, kandungan

SiO2, dan indeks warna. Dengan demikian dapat ditentukan nama batuan yang

berbeda-beda meskipun dalam jenis batuan yang sama, menurut dasar

klasifikasinya.

Klasifikasi berdasarkan cara terjadinya, menurut Rosenbusch (1877-1976)

batuan beku dibagi menjadi:

• Effusive rock, untuk batuan beku yang terbentuk di permukaan.

• Dike rock, untuk batuan beku yang terbentuk dekat permukaan.

• Deep seated rock, untuk batuan beku yang jauh di dalam bumi. Oleh W.T.

Huang (1962), jenis batuan ini disebut plutonik, sedang batuan effusive disebut

batuan vulkanik.

Klasifikasi berdasarkan kandungan SiO2 (C.L. Hugnes, 1962), yaitu:

• Batuan beku asam, apabila kandungan SiO2 lebih dari 66%. Contohnya adalah

riolit.

Tinjauan Pustaka - 23
• Batuan beku intermediate, apabila kandungan SiO2 antara 52% - 66%.

Contohnya adalah dasit.

• Batuan beku basa, apabila kandungan SiO2 antara 45% - 52%. Contohnya

adalah andesit.

• Batuan beku ultra basa, apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%. Contohnya

adalah basalt.

Klasifikasi berdasarkan indeks warna ( S.J. Shand, 1943), yaitu:

• Leucoctaris rock, apabila mengandung kurang dari 30% mineral mafik.

• Mesococtik rock, apabila mengandung 30% - 60% mineral mafik.

• Melanocractik rock, apabila mengandung lebih dari 60% mineral mafik.

Sedangkan menurut S.J. Ellis (1948) juga membagi batuan beku

berdasarkan indeks warnanya sebagai berikut:

• Holofelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna kurang dari 10%..

• Felsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 10% sampai 40%.

• Mafelsic, untuk batuan beku dengan indeks warna 40% sampai 70%.

• Mafik, untuk batuan beku dengan indeks warna lebih dari 70%.

Proses-proses pada pembentukan batua beku adalah sebagai berikut :

a. Diferensiasi magma

Difereansiasi magma yaitu proses pemisahan magma homogen dalam

fraksi-fraksi dengan komposisi yang berbeda akibat pengaruh migrasi ion-ion

atau molekul didalm magma, perpidahan gas-gas, pemindahan cairan magma

dengan cairan magma lain dan filterpresing; pemindaha cairan sisa ke magma

lain.

Tinjauan Pustaka - 24
Diferensiasi magma terjadi selama proses pembekuan magma, dimana

kristal-kristal terbentuk tidak bersamaan, akan tetapi terjadi pemisahan-

pemisahan antara kristal dengan cairan magma yang disebut deferensisasi

kristalisasi.

Dalam urutan kristalisasi menunjukan bahwa mineral-mineral yang

bersifat basa akan mengkristal lebih dahulu dan turun kebawah sehingga

terjadi pemisahan dalam magma, dimana magma basa bagian bawah, magma

asam akan mengapung diatas magma basa. Pemisaha ini disebut deferensiasi

grafitasi.

a. Asimilasi.

Asimilasi adalah proses reaksi atau pelarutan antara maga dengan

batuan sekitarnya (wall Rock) ii umumnya terjadi pada intrusi magma basa

terhadap batuan asam.

b. Proses pencampuran dari magma.

Selama rekristalisasi berlansung selama ada kecenderungan untuk

mempertahankan keseimbangan antara fase cair dan padat. Dalalm hal ini

kristal yang mula-mula terbentuk akan bereaksi dengan cairan, sehingga

berubah komposisinya. Reaksi ini terjadi terus menerus pada rekristalisasi

mineral-mineral plagioklas (mulai dari plagioklas basa sampai asam).

Reaksi ini disebut “Continous Rection Series”. Pihak lai terajadi

kristalisasi mineral-mieral feromagnesium (mafic mineral) disebut

“discontinous Reaction Series”

Tinjauan Pustaka - 25
Pada waktu pembekuan magma akan terbentuk mineral – mineral tertentu

yang kemudian digolongkan menjadi mineral SERIE BOWEN.

Gambar 3.1 Mineral Serie Bowen

III.2 Batuan Sedimen

Batuan sedimen merupakan batuan yang terjadi sebgai hasil

pengendapan, pemadatan dan litifikasi hancuran batuan lain (

detritus/klastik ) atau pemadatan dan litifikasi dari hasil reaksi kimia dan

organik ( non detritus/nonklastik ).Batuan Sedimen Detritus/Klastik

merupakan batuan sedimen yang berasal dari rombakan/pecahan masa

batuan/mineral yang sudah ada lebih dahulu. Sedangkan Batuan Sedimen

Non Detritus/Non Klastik yaitu batuan Sedimen yang berasal dari hasil

Tinjauan Pustaka - 26
aktifitas organisme atau pengendapan sisa – sisa organisme, proses

penguapan air laut, dan pengendapan unsur kimia tertentu. Berdasarkan

poroses pengendapan utama, batuan sedimen dibedakan menjadi tiga

yaitu:

• Sedimen Mekanik; terjadi karena adanya perbedaan sifat fisik fragmen

atau butiran ( berat jenis ) dn karena kecepatan arus.

• Sedimen Organik; terjadi karena adanya aktifitas organisme/biologi.

• Sedimentasi Kimia; terjadi karena adanya reaksi kimia berupa

pengaruh temperatur tinggi ( evaporasi ) atau unsur kimia tertentu (

silika )

Jenis – Jenis Batuan Sedimen Detritus/Klastik

1 Kelompok Detritus kasar; ukuran butir dari 1/16 mm sampai > 256 mm, contoh

Breksi, Konglomerat, Batupasir.

2 Kelompok Detritus halus; ukuran butir kurang dari 1/16 mm, contoh

Batulanau, Batulempung, Serpih, Napal.

3 Kelompok Karbonat; fragmen terdiri dari kandungan mineral kalsit (CaCO3)

lebih dari 50 % atu pecahan Terumbu Gamping ( Reef ), berasal dari

kelompok binatang laut. Contoh Batugamping Klastik, Batugamping

Boiklastik, Batugamping Kerangka ( Skeletoll ).

Jenis – Jenis Batuan Sedimen Non Detritus/Non Klastik

1. Kelompok Karbonat; contoh: Batugamping Terumbu, Batugamping Kristalin

dan Dolomit.

Tinjauan Pustaka - 27
2. Kelompok Batubara; contoh: Gambut ( Peat ), Batubara muda ( Lignit ),

Batubara ( Coal ) dan Antrasit.

3. Kelompok Evaporit; contoh: Batugaram ( Halit ), Anhidrit dan Gipsum.

4. Kelompok Silika; contoh: Rijang, Radiolarit dan Tanah dan Diatomea.

Dasar Klasifikasi batuan Sedimen Detritus/Klastik

Klasifikasi batuan sedimen seperti juga batuan beku yaitu berdasarkan Tekstur,

Struktur dan Komposisi Mineral.Tekstur batuan sedimen detritus/klastik terdiri

dari: Campuran, Fragmen Pembentuk, Semen/Matriks, Besar Butir, Pemilihan,

Bentuk Butiran, Kemas, Komposisi Mineral, Porositas, dan kekompakan.

1. Campuran

Adanya mineral-mineral pencampur yang ikut menentukan nama batuan,

misalnya: Batupasir tufaan, dan batupasir gampingan.

2. Fragmen Pembentuk

Disebut juga butir (grains), adalah partikel diskrit penyusun batuan. Butir

dapat berbentuk sebagai:

 Kristal (hablur) misalnya: mineral

 Klastika (pecahan/pernah lepas), misalnya: fragmen batuan asal,

cangkang-cangkang fosil, terumbu. Semen Dan Matriks

berukuran lebih kecil dari butir, definisinya.

3. Matriks : Butiran yang berukuran sangat halus, sehingga aspek geometri

tidak penting, bertindak sebagai masa dasar.

Tinjauan Pustaka - 28
Semen : Material pengisi rongga antar butir dan atau matriks. Bertindak

sebagai pengikat/semen. Misal : silika, karbonat, oksida besi,

lempung.

Gambar 3.2 Hubungan fragmen pembentuk dan semen

4. Ukuran Butir

Ukuran diameter daripada framen batuan. Adapun ukuran butir tersebut

dianamakan dalam skala Wentworth (1950).

Tabel 3.1 Skala Wentworth (1950)

Besar Butir Ukuran (mm) Nama Batuan


Bulder/Bongkah >256
Berangkal 64 – 256
Breksi/konglomerat
Kerakal 4 – 64
Kerikil 2–4
Sangat kasar 1–2
Kasar ½-1
Sedang ¼-½ BATUPASIR
Halus 1/8 – ¼
Sangat halus 1/16 – 1/8
Lanau 1/256 – 1/16 BATULANAU
Lempung < 1/256 BATULEMPUNG

Tinjauan Pustaka - 29
5. Pemilahan

Tingkat kesegaraman butir/diameter butir, macamnya:

• Terpilah sangat baik

• Terpilah sedang

• Terpilah buruk

• Terpilah sangat buruk

6. Kemas

Adalah sifat hubungan antar butir, kesatuannya didalam satu masa dasar

atau diantara semennya.

• Kemas terbuka : butir yang tidak saling bersentuhan

• Kemas tertutup : butiran yang saling bersentuhan

7. Porositas

Adalah perbandingan antara jumlah volume rongga dengan volume

keseluruhan dari suatu batuan. Terdiri dari:

• Sangat baik

• Baik

• Sedang

• Buruk

8. Kekompakan

Adalah sifat fisik batuan sedimen. Terdiri dari:

• Sangat padat (dense)

• Keras dan padat (hard)

• Agak keras masih tergores paku baja (medium hard)

Tinjauan Pustaka - 30
• Mudah tergores dan pecah (soft)

• Keras tetapi dapat diremas (fariable)

• Berongga (sponge)

Dasar batuan sedimen Non Detritus/Non Klastik

.Sedangkan untuk batuan sedimen Non Detritus/Non Klastik yaitu mineral

pembentuk, pencampur, kekompakan, dan kelompok mineral.

1. Mineral Pembentuk

Adalah mineral-mineral atau fragmen yang menyusun batuan sedimen non

dedritus /non klastik.

2. Pencampur

Adanya mineral-mineral pencampur yang jumlahnya sedikit, dan tidak selalu

menentukan nama batuan.

3. Kekompakan

Adalah sifat fisik batuan sedimen. Terdiri dari:

• Sangat padat (dense)

• Keras dan padat (hard)

• Agak keras masih tergores paku baja (medium hard)

• Mudah tergores dan pecah (soft)

• Keras tetapi dapat diremas (fariable)

• Berongga (sponge)

4. Kelompok mineral

Ada 4 kelompok dalam golongan non dedritus/non klastik, yaitu:

• Kelompok karbonat

Tinjauan Pustaka - 31
• Kelompok Batubara

• Kelompok Evaporit

• Kelompok Silika

III.3 Batuan Metamorf

Batuan Metamorf adalah batuan yang terbentuk dari ubahan batuan

yang telah ada sebelumnya, baik batuan beku, batuan sedimen ataupun

batuan metamorf itu sendiri. Yang terjadi karena proses metamorfisme,

yaitu proses perubahan yang terjadi pada batua asal akibat karena

pengaruh perubahan temperatur ( T ) dan tekanan ( P ). Atau kedua –

duanya dalam keadan padat, tanpa terjadi perubahan unsur – unsur kimia (

isokimia ).

Metamorfisme mengubah batuan asal karena kenaikan temperatur (

T ) dan tekanan ( P ) yang akan merubah mineral bila batas kestabilannya

terlampaui. Dan dapat merubah tekstur batuan asal. Proses Metamorfisme

meliputi proses Rekristalisasi, Reorientasi dan Pembentukan mineral baru,

dari unsur yang telah ada sebelumnya. Metamorfisme terjadi pada suatu

lingkungan yang sangat berbeda dengan lingkungan dari batuan/mineral

asal terbentuk. Banyak mineral yang hany stabil pada btas – batas besaran

tertentu saja, baik temperatur ( T ), tekanan ( P ) dan Kimiawi.

Jenis – Jenis Metamorfisme

 Metamorfisme kontak; terjadi karena perubahan temperatur ( T naik ), yaitu

pada aktifitas intrusi magma, akibat panas larutan aktif.

Tinjauan Pustaka - 32
 Metamorfisme Dinamis; terjadi karena perubahan tekanan ( P besar ),

biasanya dijumpai di daerah pergeseran pergerkkan ( dislokasi ), misal Zona

Sesar atau Patahan.

 Metamorfisme Regional; terjadi karena perubahan temperatur ( T ) dan

tekanan ( P ), secara bersama – sama. Meliputi daerah yang luas, biasanya

dijumpai di lingkungan tektonik, misal pembentukan pegunungan dan Zona

Tunjaman.

Dasar Klasifikasi Batuan Metamof

a. Tekstur Foliasi; merupakan tekstur yang berupa adanya orientasi kesejajaran

mineral penyusun batuan metamorf. Jenis jenis teksturnya sebagai berikut:

• Lepidoblastik; bila sebagian besar mineralnya berbentuk pipih (mika

group)

• Nematoblastik; bila sebagian besar mineralnya berbentuk prismatik

(piroksin)

• Granoblastik; bila sebagian besar mineralnya granular ( kuarsa )

• Porfiroblastik; seperti porfiritik dalam batuanbeku.

b. Tekstur Non Foliasi; beberapa batuan metamorf tidak menunjkan foliasi,

umumnya masih menunjukkan jenis tekstur.

Tinjauan Pustaka - 33

Anda mungkin juga menyukai