1 Agonis Adrenoseptor
Beta-2 Selektif
Agonis adrenoseptor beta-2 selektif menghasilkan bronkodilatasi. Agonis adrenoseptor beta-2 selektif
kerja pendek digunakan untuk menghilangkan gejala asma dengan segera sedangkan agonis adrenoseptor
beta-2 selektif kerja panjang biasanya ditambahkan pada kortikosteroid inhalasi untuk pasien yang
memerlukan terapi profilaksis.
Agonis adrenoseptor beta-2 kerja pendek. Gejala asma ringan sampai sedang memberikan respon yang
cepat terhadap inhalasi adrenoseptor beta-2 selektif kerja pendek, seperti salbutamol atau terbutalin. Jika
inhalasi agonis beta-2 diperlukan lebih dari sekali sehari, terapi profilaksis harus dipertimbangkan,
menggunakan cara bertahap seperti tercantum pada Tatalaksana Asma Kronik Tabel 3.1. Pengobatan
reguler dengan agonis adrenoseptor beta-2 kerja pendek tidak memberikan manfaat klinis. Inhalasi agonis
adrenoseptor beta-2 kerja pendek sesaat sebelum kerja fisik mengurangi asma akibat kerja fisik. Akan
tetapi, asma akibat kerja fisik yang sering terjadi menunjukkan pengendalian yang buruk dan diperlukan
penilaian kembali pengobatan asmanya.
Agonis adrenoseptor beta-2 kerja panjang. Salmeterol dan formoterol adalah agonis adrenoseptor beta-
2 yang kerjanya lebih panjang, yang diberikan secara inhalasi. Ditambahkan pada terapi kortikosteroid
inhalasi yang reguler, salmeterol dan formoterol berperan dalam pengendalian jangka panjang asma kronik
efektif dan berguna untuk asma nokturnal. Salmeterol tidak boleh dipakai untuk mengatasi serangan akut,
karena mula kerjanya lebih lambat dibanding salbutamol dan terbutalin. Formoterol digunakan untuk terapi
jangka pendek menghilangkan gejala dan untuk mencegah spasme bronkus akibat kerja fisik dengan mula
kerja yang sama cepatnya dengan salbutamol.
Jika digunakan tanpa kortikosteroid inhalasi, salmeterol telah dihubungkan dengan munculnya serangan
asma yang mengancam jiwa, meskipun jarang, dan dosis tinggi formoterol dihubungkan dengan
peningkatan eksaserbasi asma yang berat. Karena itu agonis beta-2 kerja panjang ditambahkan pada terapi
kortikosteroid, dan bukan untuk menggantikannya. Dosis rendah agonis adreno-septor beta-2 kerja panjang
efektif untuk sebagian besar pasien dan harus dicobakan terlebih dahulu.
Inhalasi Inhalasi dosis terukur bertekanan merupakan metode pemberian yang efektif dan nyaman untuk
asma ringan sampai sedang. Spacer devices memperbaiki obat. Pada dosis inhalasi yang dianjurkan,
salbutamol, terbutalin, dan fenoterol mempunyai lama kerja 3-5 jam, sedangkan salmeterol dan formoterol
sekitar 12 jam. Dosis, frekuensi, dan jumlah inhalasi maksimal dalam 24 jam dari agonis beta-2 harus
dijelaskan pada pasien. Pasien harus diberitahu untuk mencari pertolongan medis jika dosis agonis beta-2
yang diberikan tidak dapat mengatasi serangan seperti biasanya, karena hal ini biasanya menunjukkan
memburuknya asma, dan pasien mungkin memerlukan obat profilaksis seperti kortikosteroid inhalasi (lihat
Tabel 3.1: Tata laksana Asma Kronik).
Larutan salbutamol dan terbutalin untuk nebulisasi digunakan untuk pengobatan asma akut di rumah sakit
maupun di tempat praktek swasta. Pasien dengan serangan asma berat harus mendapat oksigen selama
nebulisasi, karena agonis adrenoseptor beta-2 dapat meningkatkan hipoksemia arterial. Untuk penggunaan
nebuliser pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), lihat 3.1.5. Dosis nebulisasi jauh lebih tinggi
daripada inhalasi, sehingga pasien harus diperingatkan bahayanya jika melebihi dosis yang diresepkan.
Mereka harus mencari pertolongan medik jika tidak memberikan respons terhadap dosis larutan nebulisasi
yang biasa (lihat juga pedoman pada 3.1.5).
Oral Sediaan oral agonis beta-2 tersedia untuk pasien yang tidak dapat menggunakan inhalasi. Sediaan ini
juga dapat digunakan pada pasien anak dan lansia, walaupun cara inhalasi lebih efektif dengan efek
samping yang lebih sedikit. Sediaan oral kerja lebih panjang, seperti bambuterol, mungkin berguna pada
asma nokturnal tetapi penggunaannya terbatas, dan agonis adrenoseptor beta-2 kerja panjang inhalasi
biasanya lebih disukai.
Parenteral Salbutamol atau terbutalin infus intravena diberikan untuk asma berat. Penggunaan rutin
agonis adrenoseptor beta-2 subkutan tidak direkomendasikan karena bukti manfaatnya belum jelas, dan
mungkin sulit untuk menghentikannya. Pasien yang diberi injeksi agonis adrenoseptor beta-2 selektif untuk
serangan berat perlu segera dirujuk ke rumah sakit untuk pemantauan selanjutnya. Agonis beta–2 juga bisa
diberikan secara injeksi intramuskular.
Pasien anak. Agonis beta-2 selektif bermanfaat, sekalipun pada anak di bawah usia 18 bulan. Paling
efektif digunakan dengan cara inhalasi dosis terukur bertekanan; harus digunakan dengan spacer
device pada anak di bawah 5 tahun (cara penggunaannya perlu diawasi). Cara pemberian oral dapat
dilakukan, tetapi pemberian inhalasi lebih disukai. Pada serangan berat, dianjurkan nebulisasi
menggunakan agonis beta-2 selektif atau ipratropium.
Perhatian: Agonis adrenoseptor beta-2 harus digunakan dengan hati-hati pada keadaan hipertiroidisme,
penyakit kardiovaskular, aritmia, kepekaan terhadap perpanjangan interval QT, dan hipertensi. Jika
diperlukan dosis tinggi selama kehamilan, harus diberikan secara inhalasi, karena penggunaan parenteral
dapat mempengaruhi miometrium dan mungkin menyebabkan masalah jantung (lihat Lampiran 4
Kehamilan dan Lampiran 5 Menyusui).
Agonis adrenoseptor beta-2 harus digunakan dengan hati-hati pada diabetes melitus, perlu dilakukan
pemantauan kadar glukosa darah (risiko ketoasidosis terutama pada penggunaan secara intravena).
Interaksi lihat lampiran 1.
Efek samping: Efek samping dari agonis adrenoseptor beta-2 termasuk tremor (terutama di tangan),
ketegangan, sakit kepala, kram otot, dan palpitasi. Efek samping lain termasuk takikardi, aritmia,
vasodilatasi perifer, gangguan tidur dan tingkah laku. Bronkospasme paradoksikal, urtikaria, angiodema,
hipotensi, dan kolaps juga telah dilaporkan. Agonis adrenoseptor beta-2 menyebabkan hipokalemi pada
dosis tinggi. Nyeri dapat terjadi pada pemberian injeksi intramuskular.
Monografi:
BAMBUTEROL HIDROKLORIDA
(PRO DRUG TERBUTALIN)
Indikasi:
asma dan kondisi lain yang berkaitan dengan obstruksi saluran napas yang reversibel.
Peringatan:
lihat keterangan di atas; gangguan fungsi ginjal (lihat Lampiran 3); gangguan fungsi hati (hindari apabila
berat); kehamilan.
Efek Samping:
lihat keterangan di atas.
Dosis:
20 mg 1 kali sehari pada malam hari bila pasien mempunyai riwayat toleransi terhadap stimulan
adrenoseptor beta-2; pasien lain, dosis awal 10 mg 1 kali sehari pada malam hari, bila perlu dinaikkan
sesudah 1-2 minggu menjadi 20 mg 1 kali sehari; tidak dianjurkan untuk anak.
Keterangan:
PRO DRUG TERBUTALIN.
BEKLOMETASON+FORMOTEROL
FUMARAT
Indikasi:
asma yang tidak terkontrol dengan menggunakan kortikosteroid inhalasi dan (jika
diperlukan)bronkodilator agonis beta 2 kerja singkat; serta asma yang memiliki respon yang baik terhadap
pengobatan kortikosteroid dan bronkodilator kerja panjang.
Peringatan:
aritmia, penghambatan atrioventrikular tingkat ketiga dan takiaritmia, stenosis aortik subvalvular idiopati,
obstruksi hipertropi kardiomiopati, penyakit jantung berat, infark miokard akut, penyakit jantung iskemi,
gagal jantung kongesti, penyempitan pembuluh darah, arteriosklerosis, hipertensi arteri, aneurisma,
perpanjangan interval QT, tirotoksikosis, diabetes melitus, feokromositoma, hipokalemia, tuberkulosis atau
infeksi virus/jamur, bukan untuk terapi pertama asma, kehamilan, dan menyusui: kecuali jika manfaat
lebih besar dari risiko, keamanan dan efektivitas pada anak di bawah 18 tahun belum ditetapkan.
Interaksi:
beta bloker (termasuk sediaan tetes mata): mengurangi efek formoterol; golongan beta adrenergik:
meningkatkan efek formoterol; kuinidin, disopiramid, prokainamid, fenotiazin, antihistamin, penghambat
MAO, dan antidepresan trisiklik: meningkatkan perpanjangan interval QT dan risiko aritmia ventrikel; L-
dopa, L-tiroksin, oksitosin dan alkohol dapat menurunkan toleransi jantung terhadap agonis beta 2;
penghambat MAO termasuk furazolidin dan prokarbazin: dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah;
anastesi terhalogenasi: meningkatkan risiko aritmia; turunan xantin, steroid atau diuretik dapat
menyebabkan hipokalemi.
Kontraindikasi:
hipersensitivitas
Efek Samping:
Umum: faringitis, sakit kepala, disfonia (suara serak); Tidak umum: influenza, infeksi jamur di rongga
mulut, kandidiasis faring dan esofagus, kandidiasis vagina, gastroentritis, sinusitis, granulositopenia, alergi
dermatitis, hipokalemia, hiperglikemia, gelisah, tremor, pusing, otosalpingitis, palpitasi, perpanjangan
interval QT pada pemeriksaan EKG, perubahan dalam EKG, takikardia, takiaritmia, hiperaremia, kulit
kemerahan,rinitis, batuk, batuk berdahak, iritasi tenggorokan, serangan asma, diare, mulut kering,
dispepsia, disfagia, bibir terasa terbakar, mual, gangguan rasa, pruritus, ruam , hiperhidrosis, kejang otot,
mialgia, peningkatan protein C-reaktif, peningkatan total platelet, peningkatan asam lemak bebas,
peningkatan insulin darah, peningkatan badan keton darah; Jarang terjadi: ekstrasistol ventrikel, angina
pektoris, paradoksikal bronkospasme, urtikaria, udema angioneurotik, nefritis, peningkatan/penurunan
tekanan darah; Sangat jarang: trombositopenia, reaksi hipensensitivitas, supresi adrenal, perilaku
abnormal, gangguan tidur, halusinasi, glaukoma, katarak, fibrilasi atrial, dispnea, eksaserbasi asma,
gangguan perkembangan pada anak-anak dan remaja, udem perifer, penurunan kepadatan tulang.
Dosis:
Dewasa: 1-2 inhalasi dua kali sehari, dosis harian maksimum: 4 inhalasi.
FENOTEROL HIDROBROMIDA
Indikasi:
sebagai pengobatan gejala episode asma akut; sebagai profilaksis asma yang dipicu olahraga; sebagai
pengobatan gejala asma bronkhial dan kondisi lainnya dengan penyempitan jalan napas yang reversibel
seperti obstruksi bronkhitis kronis, pengobatan bersama.
Peringatan:
lihat keterangan di atas.
Efek Samping:
lihat keterangan di atas.
Dosis:
Dewasa termasuk lansia dan anak 6-14 tahun:
Episode asma akut: 1 vial unit dosis (0,5 mg fenoterol hidrobromida) pada banyak kasus cukup untuk
meringankan gejala. Pada kasus parah, jika serangan belum dapat diringankan dengan satu vial unit dosis,
maka 2 vial unit dosis mungkin diperlukan. Pada kasus ini, pasien harus berkonsultasi dengan dokter atau
mengunjungi rumah sakit terdekat sesegera mungkin.
Profilaksis asma yang dipicu olahraga: 1 vial unit dosis sampai dengan 4 kali sehari.
Asma bronkhial dan kondisi penyempitan saluran napas reversibel: jika diperlukan pengulangan dosis, 1
vial unit dosis sampai dengan 4 kali sehari.
FORMOTEROL FUMARAT
Indikasi:
gejala obstruksi bronkus pada asma bila pengobatan dengan kortikosteroid tidak mencukupi.
Peringatan:
asma yang diterapi dengan stimulan adrenoseptor beta-2 yang menerima antiinflamasi kortikosteroid,
tiroksikosis, feokromositoma, obstruksi hipertropi kardiomiopati, stenosis aortik subvalvular idiopati,
hipertensi berat, aneurisme, gangguan kardiovaskula, penyakit jantung iskemi, takiaritmia, gagal jantung
berat, hiperkalemi, hiperglikemi pada pasien yang menggunakan stimulan adrenoseptor beta-2, sirosis hati
berat.
Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap obat dan komponen obat.
Efek Samping:
susunan saraf pusat: sakit kepala, gangguan tidur, agitasi, lemah; kardiovaskular: palpitasi, takikardi;
sistem pernapasan: spasme bronkus; muskuloskeletal: tremor, kram otot.
Dosis:
Inhalasi Serbuk, asma 4.5? mcg 1? aktuasi 1-2 kali sehari pagi atau malam. Ditambah hingga 18 mcg 2 kali
sehari pada obstruksi saluran napas yang berat. Dosis maksimum 4 atau 8 aktuasi. Dosis pemeliharaan
dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan.
FORMOTEROL FUMARAT
DIHIDRAT + BUDESONID
Indikasi:
terapi asma terutama jika tidak sepenuhnya teratasi oleh inhalasi kortikosteroid dan masih membutuhkan
stimulan adrenoseptor beta-2 atau yang cukup terkontrol oleh kortikosteroid dan stimulan adrenoseptor
beta-2; Obstruksi paru kronis terapi simtomatis pada penderita obstruksi paru kronis (FEV1<50% dari
normal) dan risiko eksaserbasi berulang, pada pasien yang mempunyai gejala yang mengikuti penggunaan
bronkodilator kerja panjang.
Peringatan:
asma yang diterapi dengan stimulan adrenoseptor beta-2 yang menerima antiinflamasi kortikosteroid,
tiroksikosis, feokromositoma, obstruksi hipertropi kardiomiopati, stenosis aortik subvalvular idiopati,
hipertensi berat, aneurisme, gangguan kardiovaskular berat, penyakit jantung iskemi, takiaritmia, gagal
jantung berat, hiperkalemi, hiperglikemi pada pasien yang menggunakan stimulan adrenoseptor beta-2,
sirosis hati berat dan tuberkulosis aktif atau diam; mungkin perlu mengembalikan terapi sistemik selama
periode stress atau jika jalan udara terganggu atau mukus menghalangi akses obat ke jalan udara yang
lebih kecil.
Interaksi:
ketokonazol, penghambat MOA, L-dopa, L-tyrosin, oksitosin, alkohol, beta adrenergik.
Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap obat dan komponen obat.
Efek Samping:
sakit kepala, agitasi, lemah, bingung, pusing, mual, gangguan tidur, palpitasi, takikardi; tremor, kram;
infeksi kandida pada oropharing, iritasi tenggorokan, batuk, serak, spasme bronkus, urtikaria, pruritus.
Dosis:
Asma: Dewasa: 80/4,5 mcg 1-2 inhalasi 2 kali sehari atau 160/4,5 mcg 1-2 inhalasi 2 kali sehari Anak (6
tahun keatas) dosis rendah untuk anak 6-11 tahun; secara teratur pasien harus dinilai ulang oleh dokter
untuk mendapatkan dosis inhaler yang optimal; obstruksi paru kronis: Dewasa 2 inhalasi 2 kali sehari;
pada lansia tidak memerlukan penyesuaian dosis.
SALBUTAMOL
Indikasi:
asma dan kondisi lain yang berkaitan dengan obstruksi saluran napas yang reversibel.
Peringatan:
lihat keterangan di atas.
Efek Samping:
lihat keterangan di atas.
Dosis:
Oral: 4 mg (lansia dan pasien yang sensitif dosis awal 2 mg) 3-4 kali sehari, dosis tunggal, maksimal 8 mg.
anak di bawah 2 tahun 200 mcg/kg bb 4 kali sehari, 2- 6 tahun 1-2 mg 3-4 kali sehari, 6-12 tahun 2 mg;
Injeksi subkutan atau intramuskular: 500 mcg diulang tiap 4 jam bila perlu;
Infus intravena lambat: 250 mcg, diulang bila perlu.
Infus intravena: awal 5 mcg/menit, lalu disesuaikan dengan respons dan denyut jantung, lazimnya antara
3-20 mcg/menit, atau lebih bila perlu;
Inhalasi aerosol: 100-200 mcg (1-2 hirupan). Untuk gejala yang persisten 3-4 kali sehari, anak 100 mcg (1
hirupan) dapat dinaikkan menjadi 200 mcg (2 hirupan) bila perlu. Profilaksis untuk bronkospasme akibat
latihan fisik, 200 mcg (2 hirupan), anak 100 mcg (1 hirupan);
Inhalasi nebuliser: untuk bronkospasme kronis yang tidak memberikan respons terhadap terapi
konvensional dan untuk asma akut yang berat: Dewasa dan Anak di atas 18 bulan 2,5 mg, diberikan
sampai 4 kali sehari, atau 5 kali bila perlu, tetapi perlu segera dipantau hasilnya, karena mungkin
diperlukan alternatif terapi lain. Kemanfaatan terapi ini untuk anak kurang dari 18 bulan masih diragukan.
SALMETEROL
Indikasi:
obstruksi saluran napas reversibel (termasuk asma nokturnal dan asma karena latihan fisik) pada pasien
yang memerlukan terapi bronkodilator jangka lama, yang seharusnya juga menjalani pengobatan dengan
antiinflamasi inhalasi (misalnya kortikosteroid dan/atau natrium kromoglikat) atau kortikosteroid oral.
(Catatan: salmeterol tidak bisa untuk mengatasi serangan akut dengan cepat, dan pengobatan
kortikosteroid yang sedang berjalan tidak boleh dikurangi dosisnya atau dihentikan).
Peringatan:
lihat keterangan di atas.
Efek Samping:
lihat keterangan di atas; penting: berpotensi menyebabkan bronkospasme paradoksikal (hentikan
pengobatan dan gunakan alternatif pengobatan yang lain).
Dosis:
inhalasi: 50 mcg (2 hirupan) 2 kali sehari, hingga 100 mcg (4 hirupan) 2 kali sehari pada obstruksi yang
lebih berat. Untuk Anak di bawah 4 tahun tidak dianjurkan, anak di atas 4 tahun 50 mcg (2 hirupan) 2 kali
sehari.
SALMETEROL XINAFOAT +
FLUTIKASON PROPIONAT
Indikasi:
obstruksi saluran napas reversibel termasuk asma. Obstruksi Paru Kronis termasuk bronkritis kronis dan
emfisema.
Peringatan:
tidak untuk gejala asma akut, bronkodilator yang bekerja cepat dan singkat, tidak boleh dihentikan secara
mendadak, tuberkulosis paru, penyakit kardiovaskular berat (aritmia), diabetes melitus, hipokalemi,
tirotoksikosis, menyusui.
Interaksi:
substrat atau penghambar CYP3A4, penghambat beta.
Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap salmeterol dan flutikason.
Efek Samping:
lihat 3.1.2.1, juga suara serak dan kandidiasis di mulut atau tenggorokan, reaksi hipersensitif pada kulit,
jarang ditemukan udema wajah dan oropharingeal, mungkin menyebabkan efek sistemik supresi adrenal,
pertumbuhan terhambat pada anak-anak, menurunkan densitas mineral pada tulang, katarak, glaukoma.
Dosis:
Obstruksi saluran nafas kronis: 12 tahun keatas: 2 inhalasi 25 mcg salbutamol dan 50 mcg flutikason atau
2 inhalasi 25 mcg salbutamol dan 125 mcg flutikason atau 2 inhalasi 25 mcg salbutamol dan 250 mcg
flutikason; Obstruksi paru kronis: 2 inhalasi 25/125-25/250 dua kali sehari; tidak perlu penyesuaian dosis
pada lansia dan pasien dengan gangguan ginjal atau hati.
TERBUTALIN SULFAT
Indikasi:
lihat Salbutamol.
Peringatan:
lihat keterangan di atas.
Efek Samping:
lihat keterangan di atas.
Dosis:
oral: 2,5 mg 3 kali sehari selama 1-2 minggu, kemudian dinaikkan menjadi 5 mg 3 kali sehari. Anak: 75
mcg/kg bb 3 kali sehari, 7-15 tahun 2,5 mg 2-3 kali sehari;
Injeksi subkutan, intramuskular, atau injeksi intravena lambat: 250-500 mcg sampai 4 kali sehari, Anak 2-
15 tahun 10 mcg/kg bb sampai maksimal 300 mcg;
Infus intravena: dalam larutan yang mengandung 3-5 mcg/mL, 1,5-5 mcg/menit selama 8-10 jam.
Dosis untuk anak lebih kecil:
Inhalasi aerosol: Dewasa dan Anak 250-500 mcg (1-2 hirupan), untuk gejala persisten sampai 3-4 kali
sehari;
Inhalasi serbuk: 500 mcg (1 inhalasi); untuk gejala persisten hingga 4 kali sehari.
Inhalasi nebuliser: 5-10 mg 2-4 kali sehari, dosis tambahan mungkin diperlukan untuk asma akut yang
berat. Anak di bawah 3 tahun 2 mg, 3-6 tahun 3 mg, 6-8 tahun 4 mg, lebih dari 8 tahun 5 mg, 2-4 kali
sehari.
07 8115 007
Asma merupakan penyakit yang sering ditemukan pada semua usia. Asma adalah suatu
keadaan dimana saluran nafas mengalami penyampitan peradangan dan penyempitan yang bersifat
sementara. Ini terjadi karena saluran nafas tersebut sangat sensitif terhadap faktor khusus (pemicu)
yang menyebabkan jalan udara menyempit hingga aliran udara berkurang dan mengakibatkan sesak
nafas dan nafas berbunyi (wheezing).
Penatalaksanaan terapi pada penyakit asma meliputi outcome, sasaran terapi, tujuan
terapi, dan strategi terapi. Pada umumnya sasaran terapi penyakit asma adalah gejala asma,
bronkospasma (kejang bronki) dan peradangan pada saluran pernafasan. Tujuan terapi penyakit asma
adalah mencegah terjadinya gejala asma, mengontrol terjadinya gejala asma, mencegah dan
mengurangi terjadinya bronkospasma (kejang bronki), dan menghambat atau mengurangi peradangan
saluran pernafasan. Strategi terapi penyakit asma meliputi terapi non farmakologis (tidak
menggunakan obat) dan terapi farmakologis (menggunakan obat).
Terapi farmakologis merupakan terapi yang menggunakan obat. Tahap-tahap dalam terapi
farmakologis asma ada dua, yaitu Quick-relief medicines dan Long-term medicines. Cara kerja quick-
relief medicines yaitumerelaksasi otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien untuk bernafas,
memberikan kelegaan bernafas, digunakan saat terjadi serangan asma.Cara kerja long-term
medicines yaitu mengobati inflamasi pada saluran pernafasan, mengurangi udem dan mukus berlebih,
memberikan kontrol untuk jangka waktu lama, membantu mencegah timbulnya serangan asma.
Berdasarkan mekanisme kerjanya obat asma dibedakan menjadi golongan bronkodilator, golongan
kortikosteroid, dan obat-obat lain. Ada tiga jenis bronkodilator, yaiu simpatomimetika (β2 agonist),
metil santin, dan antikolinergik.
Artikel ini membicarakan tentang terapi asma menggunakan obat asma golongan
bronkodilator jenis simpatomimetika (β2 agonist). Obat simpatomimetika merupakan obat yang
memiliki aksi serupa dengan aktivitas saraf simpatis. Sistem saraf simpatis memegang peranan
penting dalam emnentukan ukuran diameter bronkus. Ujung saraf simpatis yang
menghasilkan norepinepherine, ephinepherine, isoprotenerol disebutadrenergic. Adrenergic memiliki
dua reseptor α dan β (β1 dan β2).Adrenergic menstimulasi reseptor β2 (pada kelenjar dan otot halus
bronkus)sehingga terjadi bronkodilatasi. Mekanisme kerja obat simpatomimetika adalah melalui
stimulus reseptor β2 pada bronkus menyebabkan aktivasi adenilsiklase. Enzim ini mengubah ATP
(Adenosintrifosfat) menjadi cAMP (cyclic-adenosine-monophosphat) dengan pembebasan energi yang
digunakan untuk proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP dalam sel menghasilkan efek
bronkodilatasi.
Berikut ini adalah obat-obat pilihan bronkodilator jenis simpatomimetika (β2 agonist)
untuk terpi asma :
· Generik = salbutamol
· Indikasi
Asma dan kondisi lain yang berkaitan dengan obstruksi saluran nafas yang reversibel
· Kontra indikasi
4 mg 3-4xsehari (usia lanjut dan pasien yang sensitif dosis awal 2 mg)
Dosis tunggal max 8mg
ü Injeksi subkutan
ü Infus intravena
5mcg/menit lalu disesuaikan dengan respon dan denyut jantung, lazimnya antara 3-
20mcg/menit, atau bila perlu
ü Inhalasi aerosol
100-200mcg (1-2 hisapan), untuk gejala persisten 3-4 kali sehari, anak 100mcg (1
hisapan) dapat dinaikkan menjadi 200mcg bila perlu
· Efek Samping
Tremor halus terutama tangan, ketegangan saraf, sakit kepala, vasodilatasi perifer, takikardi
(jarang pada pemberian aerosol), hipokalemia sesudah dosis tinggi, reaksi hipersensitif
termasuk bronkospasma paradoks, urtkaria, dan angio edema. Sedikit rasa sakit pada tempat
injeksi intramuskular
· Resiko Khusus
Wanita hamil dan menyusui, pasien usia lanjut, pemberian intravena pada pasien diabetes.
· Generik = –
· Indikasi
Asma dan kondisi lain yang berkaitan dengan obstruksi saluran nafas yang reversibel
· Kontra indikasi
ü Infus intravena
ü Inhalasi aerosol
Dewasa dan anak: 250-500mcg (1-2 hisapan), untuk gejala persisten sampai 3-4xsehari
· Efek samping
Tremor halus terutama tangan, ketegangan saraf, sakit kepala, vasodilatasi perifer, takikardi
(jarang pada pemberian aerosol), hipokalemia sesudah dosis tinggi, reaksi hipersensitif
termasuk bronkospasma paradoks, urtkaria, dan angio edema. Sedikit rasa sakit pada tempat
injeksi intramuskular
· Resiko khusus
Wanita hamil dan menyusui, pasien usia lanjut, pemberian intravena pada pasien diabetes
· Generik = –
· Indikasi
Obstruksi saluran nafas reversibel (termasuk asma noktural dan asma karena latihan fisik)
pada pasien yang memerlukan terapi bronkodilator jangka lama yang seharusnya juga
menjalani pengobatan antiinflamasi inhalasi (kortikosteroid) atau kortikosteroid oral (catatan :
salmeterol tidak bisa untuk mengatasi serangan akut dengan cepat, dan pengobatan
pengobatan kortikosteroid yang sedang berjalan tidak boleh dikurangi dosisnya atau
dihentikan)
· Kontra indikasi
50 mcg (2 hisapan) 2xsehari, hingga 100mcg (4 hisapan) 2xsehari pada obstruksi yang
lebih berat.
· Efek samping
Tremor halus terutama tangan, ketegangan saraf, sakit kepala, vasodilatasi perifer, takikardi
(jarang pada pemberian aerosol), hipokalemia sesudah dosis tinggi, reaksi hipersensitif
termasuk bronkospasma paradoks, urtkaria, dan angio edema. Sedikit rasa sakit pada tempat
injeksi intramuskular
· Resiko khusus
Wanita hamil dan menyusui, pasien usia lanjut, pemberian intravena pada pasien diabetes
· Generik = –
· Dagang = Foradil®
· Indikasi
· Kontra indikasi
ü Inhalasi Serbuk
Dewasa : > 18th 12mcg 2xsehari, dapat dinaikkan menjadi 24mcg 2xsehari pada
obstruksi jalan nfas yang lebih berat. Tidak dianjurkan untuk anak di bawah 18th.
· Efek samping
Tremor halus terutama tangan, ketegangan saraf, sakit kepala, vasodilatasi perifer, takikardi
(jarang pada pemberian aerosol), hipokalemia sesudah dosis tinggi, reaksi hipersensitif
termasuk bronkospasma paradoks, urtkaria, dan angio edema. Sedikit rasa sakit pada tempat
injeksi intramuskular, iritasi orofaring, iritasi konjungtiva atau udem pelupuk mata, mual,
insomnia, ruam kulit, dan gangguan pengecapan
· Resiko khusus
Wanita hamil dan menyusui, pasien usia lanjut, pemberian intravena pada pasien diabetes
3.2 Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan untuk manajemen penyakit saluran napas yang reversibel dan tidak
ireversibel. Penggunaan kortikosteroid inhalasi selama 3-4 minggu dapat membantu
membedakan asma dari penyakit paru obstruktif kronik; perbaikan yang jelas dalam 3-4
minggu menunjukkan asma. Jika kortikosteroid inhalasi menyebabkan batuk, pemakaian
agonis beta-2 sebelumnya dapat membantu.
Asma Kortikosteroid efektif untuk asma, karena mengurangi inflamasi saluran napas
(menyebabkan mengurangi udem dan sekresi mukus ke dalam saluran napas). Kortisteroid
inhalasi dianjurkan sebagai terapi profilaksis asma pada pasien yang menggunakan agonis
adrenoseptor beta-2 tiga kali seminggu atau lebih atau jika gejala asma mengganggu tidur
lebih dari satu kali seminggu atau jika pasien mengalami eksaserbasi dalam 2 tahun terakhir
dan memerlukan kortikosteroid sistemik atau nebulisasi bronkodilator (lihat tabel Tatalaksana
Asma Kronik). Penggunaan kortikosteroid inhalasi secara regular akan menurunkan risiko
eksaserbasi asma (lihat Tabel 3.1 tata laksana asma kronik).
Inhalasi kortikosteroid harus digunakan secara teratur untuk memberikan manfaat maksimal;
berkurangnya gejala biasanya terjadi 3-7 hari sejak mulai pemberian. Beklometason
dipropionat, budesonid, flutikason propionat dan mometason furoat memiliki efektifitas
yang sama. Kombinasi adrenoseptor beta-2 kerja panjang dengan kortikosteroid mungkin
bermanfaat bagi pasien yang telah stabil dengan masing-masing komponen dalam proporsi
yang sama. Pasien yang mendapatkan terapi kortikosteroid oral jangka panjang dapat diubah
ke terapi inhalasi kortikosteroid tetapi perubahannya harus dilakukan secara perlahan, dengan
pengurangan dosis oral dilakukan secara bertahap, dan pada saat asma dapat dikendalikan
dengan baik. Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi dapat diresepkan untuk pasien yang hanya
memberi respons sebagian terhadap dosis standar kortikosteroid inhalasi dan agonis
adenoseptor beta-2 kerja panjang atau bronkodilator kerja panjang lainnya. Dosis tinggi harus
dilanjutkan hanya jika jelas memberikan manfaat lebih dibandingkan dosis rendah.
Rekomendasi dosis maksimal kortikosteroid inhalasi secara umum tidak boleh dilampaui,
tetapi jika diperlukan dosis yang lebih tinggi (flutikason di atas 500 mikrogram dua kali
sehari pada dewasa atau 200 mikrogram dua kali sehari pada anak 4–16 tahun), harus dimulai
dan disupervisi oleh dokter spesialis.
Terapi kortikosteroid sistemik mungkin diperlukan selama periode infeksi atau jika asma
memburuk, yang memerlukan dosis lebih tinggi dan akses inhalasi obat ke saluran napas
yang kecil terhambat; pasien mungkin memerlukan kortikosteroid tablet.
Pemberian kortikosteroid inhalasi harus menggunakan alat spacer volume besar untuk anak
di bawah 5 tahun (lihat 3.1.5); tapi juga berguna untuk anak yang lebih besar dan orang
dewasa terutama jika dibutuhkan dosis besar. Spacer meningkatkan deposisi dalam saluran
napas dan mengurangi deposisi orofaring.
Peningkatan risiko glaukoma dan katarak terjadi pada penggunaan kortikosteroid inhalasi
dosis besar jangka panjang. Suara serak dan kandidiasis di mulut atau tenggorokan telah
dilaporkan, biasanya hanya terjadi pada dosis tinggi. Reaksi hipersensitivitas (termasuk
kemerahan dan angiodema) jarang dilaporkan. Efek samping lain yang dilaporkan sangat
jarang adalah ansietas, depresi, gangguan tidur, dan perubahan perilaku termasuk
hiperaktivitas dan iritabilitas.
Kandidiasis. Kandidiasis oral dapat dikurangi dengan penggunaan spacer, dan memberikan
respons terhadap lozenges anti fungal tanpa menghentikan terapi – membilas mulut dengan
air (atau membersihkan gigi anak) setelah inhalasi juga dapat membantu.
Kortikosteroid oral Serangan akut asma diterapi dengan kortikosteroid oral jangka pendek
dimulai dengan dosis tinggi, misal prednisolon 40-50 mg per hari selama beberapa hari.
Pasien yang asmanya memburuk dengan cepat, biasanya memberikan respon yang cepat
dengan kortikosteroid. Dosis dapat dihentikan secara tiba-tiba pada asma eksaserbasi ringan,
tetapi harus diturunkan secara bertahap pada asma yang sukar dikendalikan, untuk
mengurangi kemungkinan relaps yang serius. Pada penggunaan kortikosteroid sebagai
pengobatan darurat pada asma akut berat, lihat Tabel 3.2.
Pada asma kronik lanjut, bila respons terhadap obat antiasma yang lain tidak mencukupi,
pemberian kortikosteroid oral lebih lama mungkin dibutuhkan. Pada kasus semacam ini
inhalasi kortikosteroid dosis tinggi perlu dilanjutkan untuk mengurangi pemberian per oral.
Pada penyakit paru obstruktif kronik prednisolon 30 mg sehari sebaiknya diberikan selama 7-
14 hari; pengobatan dapat dihentikan secara tiba-tiba. Terapi dengan prednisolon oral jangka
panjang tidak bermanfaat dan terapi pemeliharaan tidak dianjurkan. Kortikosteroid oral
biasanya diberikan sebagai dosis tunggal pada pagi hari untuk mengurangi gangguan
terhadap sekresi kortisol harian. Dosis sebaiknya selalu dititrasi ke dosis terendah yang dapat
mengendalikan gejala. Pengukuran arus puncak secara teratur membantu untuk mendapatkan
dosis optimal.
Pemberian selang sehari tidak begitu berhasil dalam tata laksana asma orang dewasa
karena kondisi dapat memburuk selama 24 jam kedua. Jika dicoba untuk memulai terapi
dengan cara ini, fungsi paru harus dimonitor selama 48 jam.
Untuk penggunaan injeksi hidrokortison pada terapi darurat asma akut berat, lihat Tabel 3.2.
Monografi:
BEKLOMETASON DIPROPIONAT
Indikasi:
profilaksis asma, terutama jika tidak sepenuhnya teratasi oleh bronkodilator atau kromoglikat.
Peringatan:
lihat keterangan di atas; juga tuberkulosis aktif atau diam; mungkin perlu mengembalikan
terapi sistemik selama periode stres atau jika jalan udara terganggu atau mukus menghalangi
akses obat ke jalan udara yang lebih kecil.
Efek Samping:
lihat keterangan di atas; suara serak dan kandidiasis di mulut atau tenggorokan (biasanya
hanya pada dosis tinggi); ruam (jarang).
Dosis:
aerosol inhalasi: 200 mcg 2 kali sehari atau 100 mcg 3-9 kali sehari (pada kondisi lebih berat
dosis awal 600-800 mcg per hari).
Anak: 50-100 mcg 2-4 kali sehari atau 100-200 mcg 2 kali sehari.
BUDESONID
Indikasi:
Asma bronkial
Peringatan:
Lihat keterangan di atas: juga tuberkulosis aktif atau diam; mungkin perlu mengembalikan
terapi sistemik selama periode stres atau jika jalan udara tuberkulosis, infeksi jamur dan virus
pada saluran pernafasan, penurunan fungsi hati, penurunan pertumbuhan tinggi badan yang
bersifat sementara, kehamilan, timbulnya gejala rinitis, eksim, nyeri otot dan sendi karena
penggantian terapi dari steroid oral.
Interaksi:
Simetidin: menghambat metabolisme budesonid.
Efek Samping:
Iritasi ringan pada tenggorokan, batuk, suara serak, infeksi kandida pada orofaring, reaksi
hipersensitivitas, reaksi kulit seperti urtikaria, kemerahan, dermatitis, bronkospasme,
angiodema, reaksi anafilaktik, gugup, gelisah, depresi. Jarang: gejala efek glukokortikoid
seperti hipofungsi kelenjar adrenal, dan berkurangnya kecepatan pertumbuhan.
Dosis:
Terapi inhalasi glukokortikoid telah dimulai, asma berat, pengurangan dosis atau
pemberhentian glukokortikoid oral: dewasa, 200-1200 mcg perhari, terbagi ke dalam 2-4
pemberian. Dosis pemeliharaan 200-400 mcg dua kali sehari pagi dan malam, dapat
ditingkatkan hingga 1200 mcg pada asma berat.
FLUTIKASON PROPIONAT
Indikasi:
Profilaksis dan pengobatan rinitis alergik musiman, termasuk hay fever dan rinitis alergik
tahunan, profilaksis dan terapi asma.
Peringatan:
Anak, kehamilan, pengobatan terdahulu dengan kortikosteroid per oral, pemberian dengan
ritonavir, infeksi lokal pada saluran napas, penghentian pengobatan sistemik dan mulai
pengobatan intranasal, pemberian dosis besar dalam jangka panjang, pneumonia.
Interaksi:
Ritonavir: penggunaan bersama flutikason intranasal harus dihindari karena menimbulkan
efek sistemik kortikosteroid seperti sindroma Cushing dan menekan fungsi ginjal.
Ketokonazol: meningkatkan paparan sistemik terhadap flutikason propionat.
Kontraindikasi:
Hipersensitivitas.
Efek Samping:
Sangat umum: epistaksis, kandidiasis mulut dan kerongkongan. Umum: sakit kepala, rasa
tidak enak, bau tidak enak, hidung kering, iritasi hidung, tenggorokan kering, iritasi
tenggorokan, pneumonia, suara serak, luka memar. Tidak umum: reaksi hipersensitif
kutan. Sangat jarang: reaksi hipersensitivitas, reaksi anafilaksis, bronkospasme, ruam kulit,
udem pada wajah atau lidah, glaukoma, peningkatan tekanan intraokular, katarak, perforasi
dinding hidung, sesak napas, anafilaktik, sindroma Cushing, keterlambatan pertumbuhan,
penurunan densitas mineral tulang, hiperglikemia, gelisah, gangguan tidur dan perubahan
sikap termasuk hiperaktivitas dan iritabilitas.
Dosis:
Rinitis alergik. Dewasa dan anak di atas 12 tahun, 100 mcg (2 semprotan) ke dalam tiap
lubang hidung 1 kali sehari disarankan pagi hari, dapat ditingkatkan hingga 2 kali sehari,
dosis maksimum per hari tidak lebih dari 200 mcg (4 semprotan) tiap lubang hidung. Anak 4-
11 tahun, 50 mcg (1 semprotan) ke dalam tiap lubang hidung 1 kali sehari, dapat ditingkatkan
2 kali sehari, dosis maksimum per hari tidak lebih dari 2 semprotan tiap lubang
hidung. Asma. Dewasa dan anak di atas 16 tahun, 100 – 1000 mcg 2 kali sehari, dosis awal
asma ringan 100 – 250 mcg 2 kali sehari, asma sedang 250 – 500 mcg 2 kali sehari, asma
berat 500 – 1000 mcg 2 kali sehari. Anak di atas 4 tahun, 50 – 100 mcg 2 kali sehari. Anak 1-
4 tahun, 100 mcg 2 kali sehari.
MOMETASON FUROAT
MONOHIDRAT
Indikasi:
rhinitis seasonal dan menahun terutama pada alergi sedang sampai berat yang menetap pada
anak usia di atas 3 tahun.
Peringatan:
infeksi mukosa hidung, pembedahan hidung, trauma karena menggunakan kortikosteroid
nasal aktif, tuberkulosis, infeksi jamur dan bakteri yang tidak dirawat, infeksi viral sistemik,
herpes simplek okular, hamil dan menyusui.
Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap mometason furoat, infeksi hidung lokal.
Efek Samping:
epistaksis (frank bleeding, blood tinged mucus, blood fleck), faringitis, rasa seperti terbakar
pada hidung, sakit kepala, kurang umum palpitasi.
Dosis:
rhinitis seasonal atau menahun: inisial priming 6-7 aktuasi (tiap aktuasi 100 mcg mometason
furoat suspensi mengandung 50 mcg mometason furoat).
Profilaksis atau terapi pada: 2 spray (tiap nostril mengandung 200 mcg) 1 kali sehari jika
gejala terkontrol.
Anak di atas 12 tahun: 1 spray (tiap nostril mengandung 100 mcg) satu kali sehari jika gejala
tidak terkontrol ditingkatkan menjadi 2 spray (total 400 mcg).
Anak 3-11 tahun dosis rekomendasi: 50 mcg/ spray dalam tiap nostril 1 kali sehari (total 100
mcg).
Mula kerja signifikan setelah 12 jam pemberian pertama, manfaat lengkap didapat setelah 48
jam.
RUS PUNCAK EKSPIRASI atau Peak
Expiratory Flow (PEF)
Arus Puncak Ekspirasi (APE) atau Peak Expiratory Flow atau ada juga yang menyebut Peak
Expiratory Flow Rate (PEFR) adalah kecepatan ekspirasi maksimal yang bisa dicapai oleh
seseorang, dinyatakan dalam liter per menit (L/menit) atau liter per detik (L/detik). Nilai APE
didapatkan dengan pemeriksaan spirometri atau menggunakan alat yang lebih sederhana yaitu peak
expiratory flow meter (PEF meter).
Alat ini mudah dibawa, tidak perlu sumber listrik dan harganya relatif murah sehingga memungkinkan
tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan.
Nilai prediksi normal faal paru setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti gender, tinggi
badan, berat badan usia, ras, dan lain-lain. Tim Pneumobile Project Indonesia pada tahun 1992
melakukan penelitian nilai faal paru rata-rata orang Indonesia. Salah satu hasil penelitian tersebut
adalah tabel nilai normal PEFR orang Indonesia. Bila tidak tidak tersedia tabel tersebut, kita bisa
menggunakan rumus sebagai berikut:
Reversibilitas, yaitu perbaikan nilai APE > 15% setelah inhalasi bronkodilator (disebut uji
bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral
selama 2 minggu).
Variabilitas, menilai variasi diurnal APE yang dikenal sebagai variabilitas APE harian selama
1-2 minggu. Variabilitas juga dapat digunakan untukl menilai derajad berat penyakit
Diposting oleh Ahmad Subagyo di 00:42
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke Twitter
Adrenalin a/ obat pilihan pertama utk syok anafilaktik. Mekanisme kerjanya adalah merangsang
reseptor alfa-adrenergik dan beta-1-adrenergik shgga menyebabkan naiknya tahanan perifer,
tekanan darah, dan aliran darah koroner serta otak. Adrenalin juga merangsang beta-1- reseptor
yang meningkatkan kontraktilitas miokard dan volume jantung. Selain itu, adrenalin dapat
menghambat pelepasan histamin dan mediator vasoaktif lainnya akibat degranulasi sel mast
atau basofil melalui peningkatan kadar cAMP dalam sel mast dan basofil.
Tentang Aminofilin
Golongan Bronkodilator santin
Harap berhati-hati jika menderita demam, tukak lambung, hipertiroidisme, gangguan hati,
gangguan jantung, epilepsi, porfiria, dan hipertensi.
Harap waspada bagi perokok, peminum alkohol, dan bagi mereka yang sedang menggunakan inhaler
atau obat-obatan lainnya.
Dosis Aminofilin
Untuk orang dewasa, dosis yang digunakan berkisar antara 225 mg hingga 350 mg sebanyak
dua kali dalam sehari. Dosis akan disesuaikan dengan tingkat keparahan penyakit dan kondisi
kesehatan pasien. Dosis akan diubah atau disesuaikan seiring respons pasien terhadap obat.
Sedangkan bagi pasien anak-anak, dosis yang diberikan adalah 12 mg untuk tiap satu kg berat
badan mereka (12 mg/kg) sebanyak dua kali dalam sehari. Untuk kasus asma kronis, dosis
bisa diberikan sebanyak 13-20 mg/kg sebanyak dua kali dalam sehari. Sebaiknya jangan
memberikan aminofilin pada anak-anak yang memiliki berat badan kurang dari 40 kg.
Telanlah tablet aminofilin dengan disertai air minum dan jangan mengunyah atau
menghancurkannya terlebih dahulu. Obat ini bisa dikonsumsi sebelum atau sesudah makan,
sebanyak dua kali dalam sehari atau pada pagi dan malam hari.
Pastikan ada jarak waktu yang cukup antara satu dosis dengan dosis berikutnya, yaitu 12 jam.
Usahakan untuk mengonsumsi aminofilin pada jam yang sama tiap hari untuk
memaksimalisasi efeknya.
Bagi pasien yang lupa mengonsumsi aminofilin, disarankan segera meminumnya begitu
teringat jika belum lewat lebih dari 4 jam dari waktu dosis minum. Jangan menggandakan
dosis aminofilin pada jadwal berikutnya untuk mengganti dosis yang terlewat.
Aminofilin merupakan obat yang digunakan untuk jangka panjang. Oleh sebab itu jangan
berhenti mengonsumsi obat ini sebelum bertanya terlebih dahulu pada dokter.
Jangan merokok atau minum alkohol selama menjalani pengobatan dengan aminofilin. Zat
yang terkandung di dalam rokok atau alkohol dapat mengubah reaksi tubuh terhadap obat ini,
dan dikhawatirkan akan mengurangi kinerjanya atau bahkan menyebabkan efek samping.
Jika gejala belum juga membaik setelah beberapa hari mengonsumsi aminofilin atau bahkan
bertambah buruk, segera temui dokter yang meresepkannya.
Selama mengonsumsi obat ini, pastikan untuk berkonsultasi dengan dokter secara regular
agar tes darah dapat dilakukan. Tes darah dilakukan untuk memastikan tingkat obat ini di
dalam tubuh tidak terlalu tinggi dan memeriksa kadar potasium darah.
Gelisah
Gemetar
Gangguan tidur
Mual
Sakit kepala
Sakit perut
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif. yang dapat
mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama ( Brunner dan
Suddarth, 1996). Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada
eksternal. ... Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi.16 Mei 2010
dalam bidang medis, kata terapi sinonim dengan kata pengobatan. Di antara psikolog, kata
ini mengacu kepada psikoterapi. Terapi pencegahan atau terapi Profilaksis adalah
pengobatan yang dimaksudkan untuk mencegah munculnya kondisi medis. Sebagai contoh
adalah banyaknya vaksin untuk mencegah infeksi penyakit.
1. Letakkan tangan pasien di dahi, sebaiknya gunakan tangan yang paling dekat dengan
dahi.
2. Tengadahkan kepala pasien secara perlahan dengan mendorong dahi dari arah
belakang,
3. Letakkan ujung jari tangan yang lainnya pada tulang dagu pasien. Bila masih anak-
anak, letakkan jari telunjuk saja di bawah dagu.
4. Angkat dagu secara bersamaan dengan menengadahkan kepala. Usahakan jangan
sampai mulut pasien tertutup. Bila pasien masih anak-anak sebaiknya jangan terlalu
menengadahkan kepala.
5. Pertahankan posisi tersebut.
Jawtrust
Teknik ini memang sedikit melelahkan namun amat sesuai bagi penderita cedera
tulang belakang. Berikut langkah-langkah melakukan tindakan ini :
Mengingat keadaan serangan asma dapat mengarah kepada keadaan yang serius, penanganan
awal asma haruslah dilakukan dengan baik. Pasien dengan serangan asma berulang, lebih baik
menyimpan obat pelega asma di rumah dan obat tersebut dibawa kemanapun dia pergi. Jika
sedang mengalami serangan asma, duduklah, tenangkan diri dan segera gunakan obat pelega
asma.
Serangan asma yang menyebabkan gangguan aktivitas atau tidak membaik dengan obat
pelega, merupakan tanda bahwa pasien harus diberikan terapi yang lebih serius, jika demikian
pergilah ke unit gawat darurat terdekat.
Salah satu cara terbaik untuk mengelola asma adalah mencegah dan menghindari pemicunya. Banyak
pemicu asma yang umum dapat memicu atau bahkan memperburuk gejala asma. Jika Anda telah
mengidentifikasi pemicu yang dapat menyebabkan serangan asma, Anda dapat secara efektif
mengurangi kemungkinan mengalami serangan.
Jenis kelamin
Terutama asma pada anak-anak kemungkinan lebih sering terjadi pada anak laki-
laki daripada anak perempuan. Alasan di balik ini masih belum jelas, namun penelitian
menunjukkan bahwa ukuran jalan napas pria muda yang lebih kecil dibandingkan betina
terkait dengan serangan asma.
Serangan ini disebut “suar-up.” Selama suar-up, paru-paru merespons pemicu, dan akibatnya,
otot-otot di sekitar jalan napas menjadi kencang, membuat saluran udara membengkak dan
menjadi sempit. Lapisan saluran udara menghasilkan lendir, dan akibatnya, akan sulit
bernafas. Udara tidak bisa masuk secara efektif.
Serangan asma berat dapat menyebabkan sumbatan saluran nafas yang begitu berat dan
menghalangi udara masuk ke alveoli paru-paru, sel yang berperan dalam pertukaran udara.
Ketika sumbatan saluran nafas begitu berat, seorang pasien asma akan mengalami serangan
sesak nafas yang berat.
Apabila hal ini tidak ditangani dengan baik, serangan ini dapat berakhir pada kematian akibat
hipoksia atau kekurangan oksigen.
Asma terbagi menjadi 4 bagian berdasarkan berat ringannya yaitu intermitten, persisten ringan,
persisten sedang, persisten berat. Pada penderita asma persisten sedang dan berat gejala akan
sering kambuh setiap malam serta arus puncak ekspirasi (APE) dan volume ekspirasi paksa (VEP)
pada paru-paru kurang dari 80 persen. "Tidak ada yang tahu durasi asma. Tergantung pada berat
ringannya, yang jelas begitu penyakit ini kambuh harus segera ditangani karena tidak akan tahu
apakah yang terjadi serangan ringan atau berat, biasanya sekitar 10 menit," ujar Prof Faisal yang
juga dokter spesialis paru di RS MH Thamrin.
Seringnya serangan asma terjadi di malam hari menyebabkan penderitanya tidak mendapatkan
pertolongan. Prof Faisal mengatakan masa bertahan pada penderitanya bersifat individual. "Umur
sangat menentukan. Semakin muda akan semakin lama bisa bertahan," tambahnya.
jakarta, Jangan pernah membiarkan penyakit apapun terlalu lama untuk ditangani jika sudah muncul
gejalanya. Sebab, jika tidak segera mendapatkan tindakan yang tepat dapat menyebabkan hal-hal
fatal seperti kematian.
Salah satu penyakit yang tidak boleh terlambat penanganannya adalah asma. Asma merupakan
penyakit inflamasi (radang) kronik saluran nafas yang sensitif terhadap berbagai rangsangan yang
menimbulkan penyempitan saluran nafas yang bisa membaik secara spontan atau dengan
pengobatan
Asma merupakan gangguan inflamasi (radang) kronik jalan pernapasan yang melibatkan berbagai sel
inflamasi. Terjadinya asma disebabkan oleh peningkatan respon saluran pernapasan terhadap
rangsangan pada paru-paru. Peningkatan respon ini ditandai dengan penyempitan saluran napas
disertai keluarnya lendir yang berlebihan dari kelenjar-kelenjar di dinding saluran napas, sehingga
menimbulkan gejala batuk, mengi dan sesak.
Terjadinya asma bisa didorong oleh faktor genetik (35% – 70%) atau faktor lingkungan seperti seperti
udara dingin, polusi, perubahan tekanan udara, faktor psikis dan kelelahan. Terapi untuk penderita
asma dapat bermacam-macam, tergantung dari tingkat keparahan dan derajat asma yang diderita.
Untuk mengobati serangan penyakit asma yang sedang terjadi diperlukan obat yang menghilangkan
gejala penyakit asma dengan segera. Obat tersebut terdiri dapat berupa golongan bronkodilator atau
golongan kortikosteroid sistemik yang dikemas dalam suatu alat bernama inhaler. Inhaler atau
obat hirup cukup populer di kalangan pasien asma.