Anda di halaman 1dari 16

BAB I KONSEP MEDIS

A.Definisi

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat
lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel (Dychan, 2008).
Epilepsi merupakan gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak yang
dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik yang
tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi
gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, atau gangguan fenomena sensori (Anonim, 2008).
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak
yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau
kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat
episodic (Turana, 2007).

B. Etiologi
Adapun penyebab epilepsi, yaitu: (Piogama, 2009)
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan
pada jaringan otak, diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi
dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal.
2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak.
Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai
akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala
(termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya
hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol,
uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.
C. Manifestasi Klinis

a.Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan


penginderaan.

b.Kelainan gambaran EEG.

c. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen.

d.Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat berupa
perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh,
mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya).

e.Napas terlihat sesak dan jantung berdebar.

f. Raut muka pucat dan badannya berkeringat.

g.Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau
somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak normal seperti pada
keadaan normal.

h.Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang individu tidak
ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat.

i.Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara tiba- tiba.

j Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang- menendang.

k.Gigi geliginya terkancing.

l.Bola matanya berputar- putar.

m.Terkadang keluar busa dari mulut dan diikuti dengan buang air kecil.

n. klien sadar kembali dengan lesu, nyeri otot dan sakit kepala.

D. Patofisiologi

Konduksi atau hantaran merupakan proses aktif yang bekerja sendiri dan memerlukan
penggunaan energi oleh saraf. Konduksi impuls saraf walaupun cepat, namun berlangsung lebih
lambat daripada listrik, karena jaringan saraf merupakan konduktor pasif yang relatif sangat
buruk. Saraf memerlukan potensial beberapa volt untuk dapat menghasilkan impuls, sebab sel
saraf mempunyai ambang yang rendah terhadap perangsangan (impuls). Di tingkat membran sel,
sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :

a. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.

b. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan


apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.

c. Peningkatan suhu tubuh misalnya pada kasus kejang demam dapat mengakibatkan
peningkatan metabolisme basal 10-15% sehingga kebutuhan akan oksigen dalam metabolisme
tersebut pun akan ikut meningkat hingga 20%.

d. Defisiensi vitamin B6, konsumsi MSG berlebih, dan adanya cedera kepala dapat
mengakibatkan sinkronisasi dalam aliran listrik dalam otak. Sinkronisasi ini dapat terjadi pada
sekelompok atau seluruh neuron di otak secara serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat
terjadi.

f. Hipoglikemia merupakan salah satu penyakit akibat gangguan metabolisme yang dapat
mengakibatkan epilepsi. Kekurangan glukosa dapat mempengaruhi suplai ke otak khususnya
bagi metabolisme sel glia pada otak. depolarisasi shif).

g. Tumor atau neoplasma pada otak mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan


intrakranial sehingga suplai oksigen ke otak melali pembuluh darah pun terganggu.

h. Beberapa penyelidikan menunjukkan peranan acetilkolin sebagai zat yang


merendahkan potensial membran prosinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi
sewaktu-waktu saja sehingga manisfestasi klinisnya pun muncul sewaktu-waktu.

E. Komplikasi

a.Retradasi mental

b.IQ rendah

c. Kerusakan otak akibat hipoksia jaringan otak

d. Hal ini akan menyebabkan efek samping pada penurunan prestasi belajar terutama bagi
penderita yang masih dalam masa belajar.
F. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Elektrolit : tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas
kejang

2) Glukosa : hipoglikemi, dapat menjadi presipitasi (pencetus kejang)

3) Ureum atau kreatinin : meningkat, dapat meningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang
atau mungkin sebagai indikasi nefrotoksik yang berhubungan dengan pengobatan.

4) Pungsi lumbal (PL) : untuk mendeteksi tekanan abnormal dari CSS, tanda-tanda infeksi,
perdarahan (hemoragik subarachnoid, subdural) sebagai penyebab kejang tersebut.

b. Pemeriksaan EEG

Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. c. MRI : melokalisasi lesi-
lesi fokal.

d. Pemeriksaan radiologis

Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi
intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika
dan sebagainya

G. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan medis

1) Farmakoterapi : Anti kovulsion untuk mengontrol kejang

2) Pembedahan : Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali
vaskuler

3) Jenis obat yang sering digunakan

o Phenobarbital (luminal) : Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.

o Primidone (mysolin) : Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan


phenyletylmalonamid.

o Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).

Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus, ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.
b. Carbamazine (tegretol).

o Mempunyai khasiat psikotropik yang mungkin disebabkan pengontrolan bangkitan epilepsi


itu sendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempunyai efek psikotropik.

o Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan
tingkah laku.

o Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum
tulang dan gangguan fungsi hati.

c. Diazepam.

o Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).

o Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya


diberikan i.v. atau intra rektal.

d. Nitrazepam (Inogadon).

Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.

e. Ethosuximide (zarontine)

Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal

f. Na-valproat (dopakene)

o Obat pilihan kedua pada petit mal

o Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.

o Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.

o Efek samping mual, muntah, anorexia

g. Acetazolamide (diamox).

o Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.

o Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na


berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.

h. ACTH

Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.


i. Penatalaksanaan keperawatan

Cara menanggulangi kejang epilepsi :

1) Selama Kejang

o Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu

o Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan

o Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau panas.
Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.

o Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah


lidahnya menutupi jalan pernapasan.

o Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya, karena dapat
mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak
disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.

o Ajarkan penderita untuk mengenali tanda-tanda awal munculnya epilepsi atau yang biasa
disebut “aura”. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan
aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.

o Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat, bawa ia ke
dokter atau rumah sakit terdekat.

2) Setelah Kejang

o Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.

o Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan napas
tidak mengalami gangguan.

o Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal.

o Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang.

o Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan

o Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yang hilang selama kejang dan biarkan
penderita beristirahat.

o Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk menangani
situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut
o Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian pengobatan
oleh dokter.

o Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa dan
perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana meminimalisasikan dampak yang
muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma masyarakat
tentang penderita epilepsy.

H.pencegahan

Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk
pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat
antikonvulsi (konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot yang keras dan terlalu banyak,
disebabkan oleh proses pada system saraf pusat, yang menimbulkan pula kekejangan pada
bagian tubuh) yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu
penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan
tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko
tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan,
diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada
otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan
dan persalinan.
I.pathway.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a) Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan
penanggungjawabnya.

Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur

Pekerjaan: Seseorang dengan pekerjaan yang sering kali menimbulkan stress dapat memicu
terjadinya epilepsi.

Kebiasaan yang mempengaruhi: peminum alcohol (alcoholic)

b) Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanan
kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut
berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering
tidak mencatat. Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti
mendadak bila diajak bicara.

c) Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.

d) Riwayat penyakit dahulu:

- Trauma lahir, Asphyxia neonatorum

- Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf

- Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)

- Tumor Otak

- Kelainan pembuluh darah

- demam,

- stroke

- gangguan tidur

- penggunaan obat
- hiperventilasi

- stress emosional

e) Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang mengatakan penyakit ayan merupakan


penyakit keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat 4-8%
penyandang ayan diakibatkan oleh faktor keturunan.

f) Riwayat psikososial

- Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita.

- Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang berhubungan
dengan penyakit epilepsi (atau “ayan” yang lebih umum di masyarakat).

g) Pemeriksaan fisik (ROS)

1) B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea, aspirasi

2) B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis

3) B3 (brain): penurunan kesadaran

4) B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine

5) B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi

6) B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan anggota tubuh,
mengeluh meriang

h) Analisis Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


DS: perubahan aktivitas listrik di Resiko cedera
otak
DO: pasien kejang (kaki
menendang- nendang, Keseimbangan terganggu
ekstrimitas atas fleksi), gigi
geligi terkunci, lidah menjulur gerakan tidak terkontrol
DS: sesak, gangguan nervus V, IX, X Bersihan jalan napas tidak
efektif
DO:apnea, cianosis lidah melemah

menutup saluran trakea

Adanya obstruksi
DS: terjadi aura (mendengar Terjadi depolarisasi berlebih Gangguan persepsi sensori
bunyi yang melengking di
telinga, bau- bauan, melihat Bangkitan listrik di bagian otak
sesuatu), halusinasi, perasaan serebrum
bingung, melayang2.
Menyebar ke nervus- nervus
DO: penurunan respon terhadap
stimulus, terjadi salah persepsi Mempengaruhi aktivitas organ
sensori persepsi
DS: klien terlihat rendah diri Stigma masyarakat yang buruk Isolasi sosial
saat berinteraksi dengan orang tentang penyakit epilepsi atau
lain ”ayan”

DO:menarik diri Klien merasa rendah diri

Menarik diri
DS: klien terlihat cemas, Terjadi kejang epilepsi Ansietas
gelisah.
Kurang pengetahuan tentang
DO: takikardi, frekuensi napas kondisi penyakit
cepat atau tidak teratur
Bingung
DS: pasien mengeluh sesak Terjadi bangkitan listrik di otak Ketidakefektifan pola napas

DO: RR meningkat dan tidak Menyebar ke daerah medula


teratur, oblongata

Mengganggu pusat respiratori

Mempengaruhi pola napas


DS: klien merasa lemas, klien terjadi bangkitan listrik di otak Intoleransi aktivitas
mengeluh cepat lelah saat
melakukan aktivitas menyebar ke MO

DO:takikardi, takipnea, mengganggu pusat


kardiovaskular

takikardia

CO menurun

Suplai darah (O2) ke jaringan


menurun

metabolisme aerob menjadi


anaerob

ATP dari 38 menjadi 2

kelelahan

intoleransi aktifitas
DS: pasien menunjukkan CO menurun Resiko penurunan perfusi
kelelahan, diam, tidak banyak serebral
bergerak Suplai darah ke otak berkurang

DO: penurunan kesadaran, Iskemia jaringan serebral (O2


penurunan kemampuan persepsi tidak adekuat)
sensori, tidak ada reflek

B. Diagnosa Keperawatan

1) Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).

2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea,


peningkatan sekresi saliva

3) Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi
dalam masyarakat

4) Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea dan apnea

5) Intoleransi aktivitas b.d penurunan kardiac output, takikardia

6) Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pada nervus organ sensori persepsi

7) Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai penyakit

8) Resiko penurunan perfusi serebral b.d penurunan suplai oksigen ke otak

C. Intervensi dan rasional

1) Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).

Tujuan : Klien dapat mengidentifikasi faktor presipitasi serangan dan dapat


meminimalkan/menghindarinya, menciptakan keadaan yang aman untuk klien, menghindari
adanya cedera fisik, menghindari jatuh
Kriteria hasil : tidak terjadi cedera fisik pada klien, klien dalam kondisi aman, tidak ada memar,
tidak jatuh

Intervensi Rasional
Observasi:

Identivikasi factor lingkungan yang Barang- barang di sekitar pasien dapat


memungkinkan resiko terjadinya cedera membahayakan saat terjadi kejang
Pantau status neurologis setiap 8 jam Mengidentifikasi perkembangan atau
penyimpangan hasil yang diharapkan
Mandiri

Jauhkan benda- benda yang dapat Mengurangi terjadinya cedera seperti


mengakibatkan terjadinya cedera pada akibat aktivitas kejang yang tidak
pasien saat terjadi kejang terkontrol
Pasang penghalang tempat tidur pasien Penjagaan untuk keamanan, untuk
mencegah cidera atau jatuh
Letakkan pasien di tempat yang rendah Area yang rendah dan datar dapat
dan datar mencegah terjadinya cedera pada pasien
Tinggal bersama pasien dalam waktu Memberi penjagaan untuk keamanan
beberapa lama setelah kejang pasien untuk kemungkinan terjadi kejang
kembali
Menyiapkan kain lunak untuk mencegah Lidah berpotensi tergigit saat kejang
terjadinya tergigitnya lidah saat terjadi karena menjulur keluar
kejang
Tanyakan pasien bila ada perasaan yang Untuk mengidentifikasi manifestasi awal
tidak biasa yang dialami beberapa saat sebelum terjadinya kejang pada pasien
sebelum kejang
Kolaborasi:

Berikan obat anti konvulsan sesuai advice Mengurangi aktivitas kejang yang
dokter berkepanjangan, yang dapat mengurangi
suplai oksigen ke otak
Edukasi:
Anjurkan pasien untuk memberi tahu jika Sebagai informasi pada perawat untuk
merasa ada sesuatu yang tidak nyaman, segera melakukan tindakan sebelum
atau mengalami sesuatu yang tidak biasa terjadinya kejang berkelanjutan
sebagai permulaan terjadinya kejang.
Berikan informasi pada keluarga tentang Melibatkan keluarga untuk mengurangi
tindakan yang harus dilakukan selama resiko cedera
pasien kejang

2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di endotrakea,


peningkatan sekresi saliva

Tujuan : jalan nafas menjadi efektif

Kriteria hasil : nafas normal (16-20 kali/ menit), tidak terjadi aspirasi, tidak ada dispnea

Intervensi Rasional
Mandiri

Anjurkan klien untuk mengosongkan mulut dari menurunkan resiko aspirasi atau masuknya
benda / zat tertentu / gigi palsu atau alat yang sesuatu benda asing ke faring.
lain jika fase aura terjadi dan untuk menghindari
rahang mengatup jika kejang terjadi tanpa
ditandai gejala awal.

Letakkan pasien dalam posisi miring,


permukaan datar

Tanggalkan pakaian pada daerah leher / dada meningkatkan aliran (drainase) sekret,
dan abdomen mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan
nafas

untuk memfasilitasi usaha bernafas / ekspansi


Melakukan suction sesuai indikasi dada

Mengeluarkan mukus yang berlebih,


menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia.

Membantu memenuhi kebutuhan oksigen agar


Kolaborasi tetap adekuat, dapat menurunkan hipoksia
serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang
Berikan oksigen sesuai program terapi menurun atau oksigen sekunder terhadap
spasme vaskuler selama serangan kejang.

3) Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi
dalam masyarakat

Tujuan: mengurangi rendah diri pasien

Kriteria hasil:

- adanya interaksi pasien dengan lingkungan sekitar

- menunjukkan adanya partisipasi pasien dalam lingkungan masyarakat

Intervensi Rasional
Observasi:

Identifikasi dengan pasien, factor- factor yang Memberi informasi pada perawat tentang factor
berpengaruh pada perasaan isolasi sosial pasien yang menyebabkan isolasi sosial pasien
Mandiri

Memberikan dukungan psikologis dan motivasi Dukungan psikologis dan motivasi dapat
pada pasien membuat pasien lebih percaya diri
Kolaborasi:

Kolaborasi dengan tim psikiater Konseling dapat membantu mengatasi perasaan


terhadap kesadaran diri sendiri.
Rujuk pasien/ orang terdekat pada kelompok Memberikan kesempatan untuk mendapatkan
penyokong, seperti yayasan epilepsi dan informasi, dukungan ide-ide untuk mengatasi
sebagainya. masalah dari orang lain yang telah mempunyai
pengalaman yang sama.
Edukasi:

Anjurkan keluarga untuk memberi motivasi Keluarga sebagai orang terdekat pasien, sangat
kepada pasien mempunyai pengaruh besar dalam keadaan
psikologis pasien

Memberi informasi pada keluarga dan teman Menghilangkan stigma buruk terhadap penderita
dekat pasien bahwa penyakit epilepsi tidak epilepsi (bahwa penyakit epilepsi dapat
menular menular).

Anda mungkin juga menyukai