Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A. Organisasi Pengujian

B. Bentuk dan Tujuan Pengujian


bentuk pengujian digolongkan menjadi 2 yaitu
1. Teknik Non tes
Maksudnya adalah penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik
dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik.
a. Skala Bertingkat
Yang dimaksud dengan skala bertingkat atau rating scala adalah tes yang
digunakan untuk mengukur kemampuan anak didik berdasarkan tingkat
tinggi rendahnya penguasaan dan penghayatan pembelajaran yang telah
diberikan.
b. Daftar Cocok
Maksudnya adalah suatu tes yang berbentuk daftar pertanyaan yang akan
dijawab dengan membubuhkan tad cocok (x) pada kolom yang telah
disediakan.
c. Wawancara
Maksudnya adalah semua proses tanya jawab lisan, dimana dua orang
atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka
yang lain, mendengar dengan telinganya sendiri suaranya.
d. Daftar Angket
Maksudnya adalah bentuk tes yang berupa daftar pertanyaan yang
diajukan pada responden, baik berupa keadaan diri, pengalaman,
pengetahuan, sikap dn pendapatnya tentang sesuatu.
e. Pengamatan (Observasi)
Maksudnya adalah teknik evaluasi yang dilakukan dengan cara meneliti
secara cermat dan sistematis. Dengan menggunakan alat indra dapat
dilakukan pengamatan terhadap aspek-aspek tingkah laku siswa
disekolah. Oleh karena pengamatan ini bersifat langsung mengenai
aspek-aspek pribadi siswa, maka pengamtan memiliki sifat kelebihan dari
alat non tes lainnya. Teknik pengamatan atau observasi merupakan salah
satu bentuk teknik nontes yang biasa dipergunakan untuk menilai sesuatu
melalui pengamatan terhadap objeknya
f. Riwayat Hidup
Ini adalah salah satu tehnik non tes dengan menggunakan data pribadi
seseorang sebagai bahan informasi penelitian. Dengan mempelajari
riwayat hidup maka subjek evaluasi akan dpat menarik suatu kesimpulan
tentang kepribadian, kebiasaan dan sikap dari objek yang dinilai.
2. Teknik Tes
Tehnik tes adalah satu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk
suatu tugas atau merangkai tugas yang harus dikerjakan oleh anak didik
atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai yang dicapai oleh
anak-anak lain atau dengan nilai standar yang ditetapkan.
Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, kecerdasan,
kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh sesesorang atau kelompok.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa tes merupakan alat
ukur yang berbentuk pertanyaan atau latihan, dipergunakan untuk mengukur
kemampuan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang. Sebagai
alat ukur dalam bentuk pertanyaan, maka tes harus dapat memberikan
informasi mengenai pengetahuan dan kemampuan obyek yang diukur.
Sedangkan sebagai alat ukur berupa latihan, maka tes harus dapat
mengungkap keterampilan dan bakat seseorang atau sekelompok orang.
a. Tes Subjektif
Tes ini sering pula diartikan sebagai tes essay yaitu tes hasil belajar yang
terdiri dari suatu pertanyaan atau suruhan yang menghendaki jawaban
yang bersifat uraian dan atau penjelasan.
b. Tes Objektif
Maksudnya adalah adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat
dilakukan secara objektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatsi
kelemahan-kelemahan dari tes bentuk essay. Dalam penggunaan tes
objektif ini jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak dari pada tes
essay.
Tujuan pengujian
1. untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi
yang diberikan
2. untuk mengetahui kecakapan, motivasi, bakat minat, dan sikap peserta
didik terhadap rogram pembelajaran
3. untuk mengetahui kemajuan dan kesesuaian hasil belajar peserta didik
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah
ditetapkan
4. untuk mengdiagnosis keunggulan dan kelemahan peserta didik dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran. Keunggulan peserta didik dapat
dijadikan dasar bagi guru untuk memberikan pembinaan dan
pengembangan tingkat lanjut, kelemahannya dapat di jadikan acuan
untuk memberikan bantuan atau bimbingan
5. untuk seleksi, yaitu memilih dan menentukan peserta didik yang sesuai
dengan jenis Pendidikan tertentu
6. untuk menentukan kenaikan kelas
7. untuk menempatkan peserta didik sesuai dengan potensi yang
dimilikinya

C. Pengembangan Instrumen
Instrumen atau alat pengumpul data adalah alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Data yang terkumpul dengan
menggunakan instrumen tertentu akan dideskripsikan dan dilampirkan atau
digunakan untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam suatu penelitian.
Instrumen memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan
mutu suatu penelitian, karena validitas atau kesahihan data yang diperoleh
akan sangat ditentukan oleh kualitas instrumen yang digunakan, disamping
prosedur pengumpulan data yang ditempuh. Hal ini mudah dipahami karena
instrumen berfungsi mengungkapkan fakta menjadi data, sehingga jika
instrumen yang digunakan mempunyai kualitas yang memadai, dalam arti valid
dan reliabel maka data yang diperoleh akan sesuai dengan fakta atau keadaan
sesungguhnya di lapangan. Sedang jika kualitas instrumen yang digunakan
tidak baik dalam arti mempunyai validitas dan reliabilitas yang rendah, maka
data yang diperoleh juga tidak valid atau tidak sesuai dengan fakta di lapangan,
sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru.
Untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian, kita dapat
menggunakan instrumen yang telah tersedia dan dapat pula menggunakan
instrumen yang dibuat sendiri. Instrumen yang telah tersedia pada umumnya
adalah instrumen yang sudah dianggap baku untuk mengumpulkan data
variabel-variabel tertentu.
Dengan demikian, jika instrumen baku telah tersedia untuk
mengumpulkan data variabel penelitian maka kita dapat langsung
menggunakan instrumen tersebut, dengan catatan bahwa teori yang dijadikan
landasan penyusunan instrumen tersebut sesuai dengan teori yang diacu
dalam penelitian kita. Selain itu, konstruk variabel yang diukur oleh instrumen
tersebut juga sama dengan konstruk variabel yang hendak kita ukur dalam
penelitian kita. Akan tetapi, jika instrumen yang baku belum tersedia untuk
mengumpulkan data variabel penelitian maka instrumen untuk mengumpulkan
data variabel tersebut harus dibuat sendiri oleh peneliti.
Dalam rangka memahami tentang pengembangan instrumen, maka
berikut ini akan dibahas mengenai beberapa hal yang terkait dengan itu di
antaranya langkah-langkah penyusunanan dan pengembangan instrumen.
Untuk memahami konsep penyusunan dan pengembangan instrumen,
maka di bawah ini akan disajikan proses atau langkah-langkah yang ditempuh
dalam penyusunan instrumen dilengkapi dengan bagan proses penyusunan
item-item instrumen suatu penelitian. Secara garis besar langkah-langkah
penyusunan dan pengembangan instrumen adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan sintesis dari teori-teori yang dikaji tentang suatu konsep
dari variabel yang hendak diukur, kemudian dirumuskan konstruk dari
variabel tersebut. Konstruk pada dasarnya adalah bangun pengertian
dari suatu konsep yang dirumuskan oleh peneliti.
2. Berdasarkan konstruk tersebut dikembangkan dimensi dan indikator
variabel yang sesungguhnya telah tertuang secara eksplisit pada
rumusan konstruk variabel pada langkah 1.
3. Membuat kisi-kisi instrumen dalam bentuk tabel spesifikasi yang
memuat dimensi, indikator, nomor butir dan jumlah butir untuk setiap
dimensi dan indikator.
4. Menetapkan besaran atau parameter yang bergerak dalam suatu
rentangan kontinum dari suatu kutub ke kutub lain yang berlawanan,
misalnya dari rendah ke tinggi, dari negatif ke positif, dari otoriter ke
demokratik, dari dependen ke independen, dan sebagainya.
5. Menulis butir-butir instrumen yang dapat berbentuk pernyataan atau
pertanyaan. Biasanya butir instrumen yang dibuat terdiri atas dua
kelompok yaitu kelompok butir positif dan kelompok butir negatif. Butir
positif adalah pernyataan mengenai ciri atau keadaan, sikap atau
persepsi yang positif atau mendekat ke kutub positif, sedang butir negatif
adalah pernyataan mengenai ciri atau keadaan, persepsi atau sikap
negatif atau mendekat ke kutub negatif.
6. Butir-butir yang telah ditulis merupakan konsep instrumen yang harus
melalui proses validasi, baik validasi teoretik maupun validasi empirik.
7. Tahap validasi pertama yang ditempuh adalah validasi teoretik, yaitu
melalui pemeriksaan pakar atau melalui panel yang pada dasarnya
menelaah seberapa jauh dimensi merupakan jabaran yang tepat dari
konstruk, seberapa jauh indikator merupakan jabaran yang tepat dari
dimensi, dan seberapa jauh butir-butir instrumen yang dibuat secara
tepat dapat mengukur indikator.
8. Revisi atau perbaikan berdasarkan saran dari pakar atau berdasarkan
hasil panel.
9. Setelah konsep instrumen dianggap valid secara teoretik atau secara
konseptual, dilakukanlah penggandaan instrumen secara terbatas untuk
keperluan ujicoba.
10. Uji coba instrumen di lapangan merupakan bagian dari proses validasi
empirik. Melalui ujicoba tersebut, instrumen diberikan kepada sejumlah
responden sebagai sampel uji-coba yang mempunyai karakteristik sama
atau ekivalen dengan karakteristik populasi penelitian. Jawaban atau
respon dari sampel ujicoba merupakan data empiris yang akan
dianalisis untuk menguji validitas empiris atau validitas kriteria dari
instrumen yang dikembangkan.
11. Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan kriteria baik kriteria
internal maupun kriteria eksternal. Kriteria internal, adalah instrumen itu
sendiri sebagai suatu kesatuan yang dijadikan kriteria sedangkan
kriteria eksternal, adalah instrumen atau hasil ukur tertentu di luar
instrumen yang dijadikan sebagai kriteria.
12. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh kesimpulan mengenai valid atau
tidaknya sebuah butir atau sebuah perangkat instrumen. Jika kita
menggunakan kriteria internal, yaitu skor total instrumen sebagai kriteria
maka keputusan pengujian adalah mengenai valid atau tidaknya butir
instrumen dan proses pengujiannya biasa disebut analisis butir. Dalam
kasus lainnya, yakni jika kita menggunakan kriteria eksternal, yaitu
instrumen atau ukuran lain di luar instrumen yang dibuat yang dijadikan
kriteria maka keputusan pengujiannya adalah mengenai valid atau
tidaknya perangkat instrumen sebagai suatu kesatuan.
13. Untuk kriteria internal atau validitas internal, berdasarkan hasil analisis
butir maka butir-butir yang tidak valid dikeluarkan atau diperbaiki untuk
diujicoba ulang, sedang butir-butir yang valid dirakit kembali menjadi
sebuah perangkat instrumen untuk melihat kembali validitas kontennya
berdasarkan kisi-kisi. Jika secara konten butir-butir yang valid tersebut
dianggap valid atau memenuhi syarat, maka perangkat instrumen yang
terakhir ini menjadi instrumen final yang akan digunakan untuk
mengukur variabel penelitian kita.

14. Selanjutnya dihitung koefisien reliabilitas. Koefisien reliabilitas dengan


rentangan nilai (0-1) adalah besaran yang menunjukkan kualitas atau
konsistensi hasil ukur instrumen.Makin tinggi koefisien reliabilitas makin
tinggi pula kualitas instrumen tersebut. Mengenai batas nilai koefisien
reliabilitas yang dianggap layak tergantung pada presisi yang
dikehendaki oleh suatu penelitian. Untuk itu kita dapat merujuk
pendapat-pendapat yang sudah ada, karena secara eksak tidak ada
tabel atau distribusi statistik mengenai angka reliabilitas yang dapat
dijadikan rujukan.
15. Perakitan butir-butir instrumen yang valid untuk dijadikan instrumen
final.

D. Penilaian Acuan Norma (PAP) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP)


Sebelum melakukan proses evaluasi, terlebih dahulu kita harus
melakukan pengukuran dengan alat yang disebut tes. Hasil pengukuran dapat
menggambarkan derajat kualitas, kuantitas dan eksistensi keadaan yang
diukur. Namun demikian hasil pengukuran ini belum memiliki makna sama
sekali apabila belum dibandingkan dengan suatu acuan atau bahan
pembanding. Proses membandingkan inilah yang disebut proses penilaian.
Pengolahan hasil tes merupakan kegiatan lanjutan pengadministrasian ujian,
yaitu memeriksa hasil ujian dan mencocokkan jawaban peserta dengan kunci
jawaban untuk tes kognitif dan tes keterampilan. Terdapat dua pendekatan
yang berlaku dalam penilaian hasil belajar, yaitu Penilaian Acuan Norma (PAN)
dan Penilaian Acuan Patokan (PAP).
1. Penilaian Acuan Norma (PAP)
Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang dilakukan
dengan mengacu pada norma kelompok atau nilai-nilai yang diperoleh
siswa dibandingkan dengan nilai-nilai siswa lain dalam kelompok tersebut.
Dengan kata lain PAN merupakan sistem penilaian yang didasarkan pada
nilai sekelompok siswa dalam satu proses pembelajaran sesuai dengan
tingkat penguasaan pada kelompok tersebut. Artinya pemberian nilai
mengacu pada perolehan skor pada kelompok itu. Tes acuan norma
berasumsi bahwa kemampuan orang berbeda dan dapat digambarkan
menurut distribusi normal. Perbedaan ini harus ditunjukkan oleh hasil
pengukuran, misalnya setelah mengikuti kuliah selama satu semester
peserta didik dites. Hasil tes seseorang dibandingkan dengan
kelompoknya, sehingga dapat diketahui posisi seseorang. Acuan ini
digunakan terutama pada tes untuk seleksi, karena sesuai dengan
tujuannya tes seleksi adalah untuk mengetahui perbedaan kemampuan
seseorang.
Dalam hal ini “norma” berarti kapasistas atau prestasi kelompok,
sedangkan “kelompok” adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut
dapat kelompok siswa dalam satu kelas, sekolah, rayon, propinsi, dan lain-
lain. PAN juga dapat dikatakan penilaian “apa adanya” dengan pengertian
bahwa acuan pembandingnya semata-mata diambil dari kenyataan yang
diperoleh (rata-rata dan simpangan baku) pada saat penilaian dilakukan
dan tidak dikaitkan dengan hasil pengukuran lain.
PAN menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku pada kurva normal.
Hasil-hasil perhitungannya dipakai sebagai acuan penilaian dan memiliki
sifat relatif sesuai dengan naik turunnya nilai rata-rata dan simpangan baku
yang dihasilkan pada saat itu.
Penggunaan sistem PAN membiarkan siswa berkembang seperti
apa adanya. Namun demikian guru tetap merumuskan Tujuan Khusus
Pembelajaran (TKP) sesuai dengan tuntutan kompetensi. TKP yang
berorientasi pada kompetensi tetap dipakai sebagai tumpuan dalam
penyusunan evaluasi akan tetapi pada saat pemberian skor yang diperoleh
siswa maka TKP tidak dipergunakan sebagai pedoman. Batas kelulusan
tidak ditentukan oleh penguasaan minimal siswa terhadap kompetensi
yang ditetapkan dalam TKP, melainkan didasarkan pada nilai rata-rata dan
simpangan baku yang dihasilkan kelompoknya.
Dengan demikian kelemahan sistem PAN dapat terlihat jelas bahwa
tes apapun, dalam kelompok apapun, dengan kadar prestasi yang
bagaimanapun pemberian nilai dengan model pendekan PAN selalu dapat
dilakukan. Oleh karena itu penggunaan model pendekatan ini dapat
dilakukan dengan baik apabila memenuhi syarat antara lain a). skor nilai
terpencar atau dapat dianggap terpencar sesuai dengan pencaran kurva
normal; b). jumlah yang dinilai minimal 50 orang atau lebih dari 100 orang
dalam arti sampel yang digunakan besar.
Dalam penerapan sistem PAN ada dua hal pokok yang harus
ditetapkan yaitu banyaknya siswa yang akan lulus dan penetapan batas
lulus. Terdapat dua cara di dalam menentukan batas kelulusan antara lain
menetapkan terlebih dahulu jumlah yang diluluskan, misalnya 75% dari
seluruh peserta tes, kemudian skor tiap siswa disusun dan diranking
sehingga akan diketemukan skor terendah. Cara kedua dengan
menggunakan data statistik yang terdapat dalam kurva normal dengan
menggunakan nilai rata-rata dan simpangan baku, sehingga akan
diketemukan luas daerah kurva normal atau jumlah anak yang diluluskan.
Kelebihan metode PAN :
a. Dapat digunakan untuk menetapkan nilai secara maksimal
b. Dapat membedakan kemampuan peserta didik yang pintar n
kurang pintar. Membedakan kelompok atas dan bawah
c. Fleksibel dapat menyesuaikan dengan kondisi yang berbeda-
beda
d. Mudah menilai karena tdk ada patokan
e. Dapat digunakan untuk menilai ranah kognitif, afektif dan
psikomotor

2. Penilaian Acuan Patokan (PAP)


Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah model pendekatan penilaian
yang mengacu kepada suatu kriteria pencapaian tujuan (TKP) yang telah
ditetapkan sebelumnya. PAP merupakan suatu cara menentukan
kelulusan siswa dengan menggunakan sejumlah patokan. Bilamana siswa
telah memenuhi patokan tersebut maka dinyatakan berhasil. Tetapi bila
siswa belum memenuhi patokan maka dikatakan gagal atau belum
menguasai bahan pembelajaran tersebut. Nilai-nilai yang diperoleh siswa
dihubungkan dengan tingkat pencapaian penguasaan siswa tentang
materi pembelajaran sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Siswa yang telah melampaui atau sama dengan kriteria atau
patokan keberhasilan dinyatakan lulus atau memenuhi persyaratan. Guru
tidak melakukan penilaian apa adanya melainkan berdasarkan kriteria
keberhasilan yang telah ditetapkan sejak pembelajaran dimulai. Guru yang
menggunakan model pendekatan PAP ini dituntut untuk selalu
mengarahkan, membantu dan membimbing siswa kearah penguasaan
minimal sejak pembelajaran dimulai, sedang berlangsung dan sampai
berakhirnya pembelajaran. Kompetensi yang dirumuskan dalam TKP
merupakan arah, petunjuk, dan pusat kegiatan dalam pembelajaran.
Penggunaan tes formatif dalam penilaian ini sangat mendukung untuk
mengetahui keberhasilan belajar siswa. Pelaksanaan PAP tidak
memerlukan perhitungan statistik melainkan hanya tingkat penguasaan
kompetensi minimal.
Sebagai contoh misalnya untuk dapat diterima sebagai calon
tenaga pengajar di perguruan tinggi adalah IP minimal 3,00 dan setiap
calon harus lulus tes potensi akademik yang diadakan oleh lembaga yang
bersangkutan. Berdasarkan kriteria di atas siapapun calon yang tidak
memenuhi persyaratan di atas maka dinyatakan gagal dalam tes atau tidak
diterima sebagai calon tenaga pengajar.
Seperti uraian di atas tingkat kemampuan atau kelulusan seseorang
ditentukan oleh tercapai tidaknya kriteria. Misalnya seseorang dikatakan
telah menguasai satu pokok bahasan / kompetensi bilamana ia telah
menjawab dengan benar 75% dari butir soal dalam pokok bahasan /
kompetensi tersebut. Jawaban yang benar 75% atau lebih dinyatakan
lulus, sedang jawaban yang kurang dari 75% dinyatakan belum berhasil
dan harus mengulang kembali.
Muncul pertanyaan bahwa apakah siswa yang dapat menjawab
benar 75% ke atas juga akan memperoleh nilai yang sama? Hal ini
tergantung pada sistem penilaian yang digunakan. Jika hanya
menggunakan kriteria lulus dan tidak lulus, berarti siswa yang menjawab
benar 75% ke atas adalah lulus, demikian juga sebaliknya siswa yang
menjawab benar kurang dari 75% tidak lulus. Apabila sistem penilaian
yang digunakan menggunakan model A, B, C, D atau standar yang lain,
kriteria ditetapkan berdasarkan rentangan skor atau skala interval.
Perlu dijelaskan bahwa kriteria atau patokan yang digunakan dalam
PAP bersifat mutlak. Artinya kriteria itu bersifat tetap, setidaknya untuk
jangka waktu tertentu dan berlaku bagi semua siswa yang mengikuti tes di
lembaga yang bersangkutan.
Kelebihan metode PAP :
a. Dapat membantu guru merancang program remidi
b. Tidak membutuhkan perhitungan statistic yang rumit=7
c. Dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran
d. Nilainya bersifat tetap selama standar yang digunakan sama.
e. Hasil penilaian dapat digunakan untuk umpan balik atau untuk
mengetahui apakah tujuan pembelajaran sudah tercapai atau
belum.
f. Banyak digunakan untuk kelas dengan materi pembelajaran
berupa konsep.
g. Mudah menilai karena ada patokan

3. Perbedaan PAP dan PAN ditinjau dari :


a. Pengembangan Tes
NO PAP PAN
1. Hanya terdiri dari soal-soal tes Soal tes tidak hanya
yang didasarkan pada tujuan berdasarkan pelajaran yang
khusus pembelajaran diterima siswa
2. Setiap tes mempunyai Tidak perlu terlebih dahulu
prasarat agar siswa menentukan secara pasti
menunjukkan performance performance yang diharapkan
seperti yang tercantum dalam sebelum tes disusun
TIK
3. Dasar pertimbangan untuk Dasar pertimbangan
diterimanya performance diterimanya performance
tertentu harus berdasarkan berdasarkan hasil perolehan
pada kriteria tertent nilai yang didapat oleh siswa
4. Mementingkan butir tes sesuai Membuat tes dalam kategori
dengan perilaku (tujuan sedang
pembelajaran)

b. Standar Performance
NO PAP PAN
Standar performance Standar performance
1.
ditentukan dalam bentuk berdasarkan pada jumlah
tingkah laku pertanyaan yang dijawab
benar oleh siswa dihubungkan
dengan siswa lain yang
menempuh tes tersebut.
Pengukur performance dalam Prestasi siswa adalah 80%
2.
menempuh tes didasarkan dari siswa lain
pada standar performance
yang telah ditetapkan
Distribusi nilai tidak Penilaian didasarkan pada
3.
menyerupai kurve normal apa adanya hasil prestasi
siswa
Didasarkan pada batas Perolehan nilai berdasarkan
4.
kelulusan (KKM) pada kelompok/kelas.

c. Maksud Tes
NO PAP PAN
Dimaksudkan untuk Untuk mengadakan seleksi
1.
mengklasifikasikan seseorang, pada individu/membuat
mendiagnosa belajar siswa rangking

Anda mungkin juga menyukai