Anda di halaman 1dari 5

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA SISTEM PERNAPASAN

Penyakit paru dan saluran pernapasan termasuk dalam beberapa penderita dengan
resiko tinggi. Adapun yang dimaksud dengan penderita dengan risiko tinggi
adalah penderita yang mempunyai kelainan sistemik/ penyakit lain yang
menyertai penyakit bedah, penderita usia lanjut dan penderita kegemukan, di
mana pemberian/tindakan anestesia dan pembedahan dapat lebih memperburuk
keadaan penderita.
Pada golongan penderita ini di samping adanya perubahan fungsional juga tidak
jarang penderita telah atau sedang dalam pengobatan yang lama disertai aktivitas
yang menurun.
Prinsip penatalaksanaan anestesia pada penderita ini mengacu kepada :
- Penilaian problem-problem medis yang ada dan sampai seberapa jauh akan
memengaruhi tindakan anestesia
- Keadaan umum penderita sebelum pembedahan serta sifat pembedahan (besar
atau kecil, elektif atau darurat)
- Perkiraan perubahan yang akan terjadi pada penderita sebelum, sewaktu dan
sesudah pembedahan, yang ada kaitannya dengan teknik-teknik dan obat-obat
anestesia.
Pada makalah ini akan dibahas prinsip-prinsip penatalaksanaan pada beberapa
penyakit atau keadaan yang banyak ditemukan pada penderita yang akan
mengalami pembedahan, yaitu:
I. Penyakit paru dan saluran nafas
II. Penyakit sistem kardiovaskuler
III. Penyakit liver
IV. Penyakit ginjal
V. Penderita kegemukan (obesitas)
VI. Diabetes mellitus
VII.Penderita usia lanjut (geriatri).
I. PENYAKIT PARU DAN SALURAN NAFAS
Keberhasilan penatalaksanaan anestesia pada penderita penyakit saluran nafas dan
paru tergantung kepada ketepatan penilaian sifat dan Iuasnya gangguan fungsional
serta pengaruh yang ditimbulkan akibat pembedahan terhadap fungsi paru. Pem-
bedahan elektif pada penderita infeksi pernafasan akut harus ditangguhkan
walaupun test fungsi paru normal, tidak terkecuali infeksi ringan seperti influenza
karena dapat menimbulkan gangguan sumbatan jalan nafas.
Teknik anestesia pada penderita ini lebih banyak dipilih teknik anestesia regional
apabila lokasi pembedahan memungkinkan.

A. Penyakit Jalan Nafas Obstruktif


Pada penderita ini terjadi peninggian tahanan terhadap aliran gas/udara pada jalan
nafas sehingga menimbulkan gangguan fungsi paru. Penderita tampak dispne,
terdengar rhonkhi kering (wheezing) saat ekspirasi dan terjadi hipoksemia arterial.
Termasuk pada golongan ini :

1. Asthma Bronkhiale
Problem dan bahan pertirnbangan :
Pada penderita asthma bronkhiale terdapat beberapa problem bagi pemberian
anestesia.
1). Perubahan patofisiologis
- edema mukosa bronkhus
- penyempitan jalan nafas (bronkhokontriksi)
- produksi mukus bronkhus kental dan berlebihan
- penyempitan duktus alveolaris.
2). Seringkali penderita telah mendapat terapi kortikosteroid yang lama.
Penatalaksanaan anestesia
Persiapan prabedah :
- Perlu penilaian dan pemeriksaan yang saksama mengenai riwayat
penyakit, pengobatan dan kejadian eksaserbasi
- Upaya menghindari/ menghilangkan kecemasan
- Apabila perlu bantuan fisioterapi pernafasan.
Premedikasi
- Dapat diberikan promethazine, diazepam dan pethidin di samping sulfas
atropin
- Terapi bronkhodilator diteruskan (misalnya aminofillin suppositoria).
Teknik anestesia :
- Dapat dipilih anestesia regional (anestesia spinal atau epidural), anestesia
umum inhalasi atau parenteral
- Saat induksi hindari spasme bronkhial yang sering ditimbulkan oleh:
1) Kecemasan yang berlebihan
2) Alat-alat yang dipasang di orofaring
3) Benda asing atau bahan yang merangsang jalan nafas
4) Anestesia ringan (light anesthesia).
Sebagai obat induksi dapat dipilih propofot, pentothal (kecuali pada status
asthmatikus), ketamin atau diazepam.
- Untuk anestesia inhalasi dapat digunakan N20/02, ether, halothane,
enflurane, isoflurane (empat obat terakhir ini bersifat bronkhodilator
kuat).
- Pelemas otot dapat dipilih tubocurarine, pancuronium, atracurium atau
vecumnium di samping succinylcholine.
Pasca bedah:
- Hilangkan pengaruh sisa narkotika dan obat pelemas otot
- Tanggulangi rasa sakit dengan obat-obat yang tidak mengganggu
pernafasan
- Apabila perlu berikan nebulizer atau bronkhodilator.

2. Bronkhitis Kronis
- Jalan nafas penderita sangat peka sehingga mudah sekali timbul batuk-
batuk dan spasme bronkhus apabila kena rangsang (misalnya gas
anestetika)
- Pembedahan elektif dengan anestesia umum sebailrnya dilakukan apabila
keadaan umum penderita optimal, tidak ada infeksi akut / berat.

3. Bronkhiektasia
- Ditandai dengan dilatasi bronkhus disertai penimbunan sekret yang
purulent
- Perlu persiapan prabedah yang optimal, bantuan fisioterapi pernafasan,
drainase postural (postural drainage), antibiotika yang memadai
- Risiko anestesia umum antara lain timbulnya kontaminasi ke paru yang
sehat.

B. Penyakit Paru Restriktif


1. Penyakit Paru Akut
- Pada penderita ini sering ditemukan pula adanya sepsis yang disertai
dengan febris dan kebutuhan metabolik yang meningkat
- Perlu persiapan prabedah yang baik, dengan pemberian antibiotika,
fisioterapi pernafasan, hisapan selffet dan lain-lain.
2. Penyakit Paiv RestrriKif
- Cadangan pernafasan (respiratory reserve) menurun
- Obat-obat yang dapat menimbulkan depresi nafas harus dihindarkan
- Penanggulangan rasa nyeri pascabedah lebih baik dengan anestesia lokal.
3. Emfisema Pulmonum
- Ditandai dengan hilangnya elastisitas paru kembali ke bentuk semula,
penderita tampak sesak, batuk-batuk produktif dengan sputum yang
meningkat
- Apabila teknik anestesia regional tidak memungkinkan maka
penatalaksanaan anestesia umum inhalasi pada penderita ini :
a). Perlu humidifikasi yang cukup
b). Dipilih obat/gas anestetika yang cocok. N20 sering berakumulasi dalam
rongga paru yang pasif karena BD-nya lebih besar dari BD udara sehingga
kemungkinan hipoksia difusi lebih besar
c). Pasca bedah cenderung timbul konpaakas: payah nafas akut (respiratory
failure), mungkin perlu ventilasi mekanik.
4. Tuberkulosa paru aktif.
Infeksi paru yang kronis dan bisa menular lewat alat-alat anestesia yang
dipakai. Semua peralatan setelah dipakai harus segera disterilisasi. Keadaan
umum penderita sering kurang baik (gizi jelek, anemia dan sebagainya)
Pemberian anestesia baru boleh dilakukan apabila pengobatan khemoterapi
sudah efektif.
10/7/2013
A. Himendra Wargahadibrata, 2011, Anestesiologi Untuk Mahasiswa Kedokteran, Saga Olahcitra

Anda mungkin juga menyukai