Anda di halaman 1dari 37

REFRESHING

“GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR”

Pembimbing :
dr. RR Dyah Rikayanti N, Sp.KJ

Disusun oleh :
Rinaldy Agung Kurnia
29.13 1188 2013

KEPANITERAAN KLINIK PSIKIATRI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJAR
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan afektif bipolar sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Emil Kraepelin,
seorang psikiater Jerman menyebut gangguan bipolar sebagai manik-depresif. Ia melihat adanya
perbedaan antara manik-depresif dengan skizofrenia. Awitan manik-depresif tiba-tiba dan
perjalanan penyakitnya berfluktuasi dengan keadaan yang relatif normal diantara episode,
terutama diawal-awal perjalanan penyakit. Sebaliknya, pada skizofrenia, bila tidak diobati,
terdapat penurunan yang progresif tanpa kembali ke keadaan sebelum sakit. Walaupun demikian,
pada keadaan akut kedua penyakit tersebut terlihat serupa yaitu dengan adanya waham dan
halusinasi. 1

Bipolaritas artinya dalah pergantian antara episode manik atau hipomanik dengan depresi.
Kadang-kadang pasien bisa memperlihatkan dua dimensi emosi yang muncul bersamaan, pada
derajat berat tertentu yang mana keadaan tersebut dikatagorikan sebagai episode campuran. Sekitar
40% pasien dengan gangguan bipolar memperlihatkan campuran emosi. Keadaan campuran yaitu
suatu kondisi dengan dua emosi tersebut dapat muncul bersamaan atau pergantian emosi tersebut
(mania dan depresi) sangat cepat sehingga disebut juga mania disforik. 1

Gangguan bipolar adalah gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-
gejala manik, depresi dan campuran biasanya terulang serta dapat berlangsung seumur hidup.1

Gangguan bipolar sering salah atau tidak terdiagnosis. Karena salah atau tidak terdiagnosis
maka pengobatan gangguan bipolar sering kali kurang efektif sehingga menjadi suatu beban bagi
keluarga, disabilitas psikososial jangka panjang dan tingginya risiko bunuh diri. 4,5

Studi longitudinal menunjukkan bahwa pasien dengan kecenderungan bunuh diri pada
kasus dengan afektif bipolar 50% dapat dikurangi dengan terapi pemeliharaan dan terapi depresi
yang tepat. 5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan
ditandai oleh gejala-gejala manic, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya terulang
serta dapat berlangsung seumur hidup. Setiap episode dipisahkan sekurangnya dua bulan
tanpa gejala penting mania atau hipomania. Tetapi pada beberapa individu, gejala depresi
dan mania dapat bergantian secara cepat, yang dikenal dengan rapid cycling. Episode
mania yang ekstrim dapat menunjukkan gejala-gejala psikotik seperti waham dan
halusinasi.1

EPIDEMIOLOGI

Gangguan bipolar adalah gangguan yang lebih jarang dibandingkan dengan


gangguan depresif berat. Prevalensi gangguan bipolar di Indonesia hanya sekitar 2% sama
dengan prevalensi skizofrenia. Prevalensi antara laki-laki dan wanita sama besar. Onset
gangguan bipolar adalah dari masa anak-anak (usia 5-6 tahun) sampai 50 tahun atau lebih.
Rata-rata usia yang terkena adalah usia 30 tahun. Gangguan bipolar cenderung mengenai
semua ras.5

Dapat dikatakan insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar antara 0,3-1,5%.
Namun, angka itu belum termasuk yang misdiagnosis. Risiko kematian terus membayangi
penderita bipolar. Biasanya kematian itu dikarenakan mereka mengambil jalan pintas yaitu
bunuh diri. Risiko bunuh diri meningkat pada penderita bipolar yang tidak diterapi yaitu
5,5 per 1000 pasien. Sementara yang diterapi hanya 1,3 per 1000 pasien. Studi longitudinal
menunjukkan bahwa pasien dengan kecenderungan bunuh diri pada kasus dengan afektif
bipolar 50% dapat dikurangi dengan terapi maintenance/pemeliharaan dan terapi depresi
yang tepat. 2
ETIOLOGI

A. Faktor Biologi

1. Herediter
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya
episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya,
berdasar etiologi biologik. 50% pasien bipolar memiliki satu orangtua dengan
gangguan alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja).Jika
seorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko
mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orang tua mengidap gangguan bipolar
maka 75% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan
pertama dari seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan
serupa sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada
kembar monozigot (40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%.

2. Genetik
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan
kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom
tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah
4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari
studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah
menderita gangguan bipolar.
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan penyakit ini
yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF adalah
neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps, neurogenesis dan
perlindungan neuron otak.BDNF diduga ikut terlibat dalam pengaturan mood. Gen
yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang
mencari tahu hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar dan hasilnya positif.

3. Neurotransmitter
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar,
peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar.
Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang
berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang
mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-
Ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT).

4. Kelainan otak
Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat
perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui
pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography
(PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada
korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry
2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus.Korteks
prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam
respon emosi (mood dan afek).
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang pada otak
penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin
yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar
saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar
saraf tidak berjalan lancar.

B. Faktor Psikososial

a). Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan

Satu pengamatan klinis yang telah lama yang telah direplikasi adalah bahwa
peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode
pertama gangguan suasana perasaan daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut
telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I.

b). Faktor psikoanalitik dan psikodinamika


Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmund Freud mendalilkan suatu hubungan
antara kehilangan suatu objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang
dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek
yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan satu-satunya cara
bagi ego untuk melepaskan suatu objek. Ia membedakan melankolia atau depresi dari
duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang
melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri,
sedangkan orang yang berkabung tidak demikian.
Melanie Klein selanjutnya menghubungkan depresi dengan posisi depresif.Ia
mengerti siklus manik-depresif sebagai pencerminan kegagalan pada masa anak-anak
untuk mendapatkan introjeksi mencintai. Didalam pandangannya, pasien depresi
menderita akibat permasalahan bahwa mereka mungkin memilki objek cinta yang
dihancurkan melalui destruktivitas dan ketamakan mereka sendiri. Sebagai akibat dari
destruksi yang dikhayalkan tersebut, mereka berguna yang karakteristik untuk pasien
depresi melebihi perasaan bahwa orang tua internal mereka yang baik telah
ditransformasikan menjadi penyiksa karena khayalan dan impuls destruktif pasien.
Klien memandang mania sebagai kumpulan operasi defensif yang disusun untuk
mengidealisasikan orang lain, menyangkal adanya agresi atau destruktivitas terhadap
orang lain, dan mengembalikan objek cinta yang hilang.
Bibring memandang depresi sebagai suatu keadaan afektif primer yang tidak dapat
melakukan apa-apa terhadap agresi yang dihadapkan ke dalam. Selain itu, ia
memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan di dalam ego
antara aspirasi seseorang dan kenyataan seseorang. Jika pasien terdepresi menyadari
bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan idealnya, sebagai akibatnya mereka putus asa
dan sebagai akibatnya mereka merasa putus asa dan tidak berdaya. Pada intinya,
depresi dapat disimpulkan sebagai keruntuhan parsial atau lengkap dari harga diri di
dalam ego.
Heinz Kohut mendefinisikan kembali depresi di dalam istilah psikologi diri. Jika
objek diri yang diperlukan untuk bercermin, kekembaran, atau idealisasi tidak datang
dari orang yang bermakna, orang yang terdepresi merasakan suatu ketidaklengkapan
dan putus asa karena tidak menerima respon yang diinginkan.Di dalam pengertian
tersebut, respon tertentu di dalam lingkungan adalah diperlukan untuk
mempertahankan harga diri dan perasaan kelengkapan.
c). Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)
Di dalam percobaan dimana binatang secara berulang dipaparkan dengan kejutan
listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang akhirnya menyerah dan tidak melakukan
usaha sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa
mereka tidak berdaya.Pada manusia yang terdepresi, kita dapat menemukan keadaan
ketidakberdayaan yang mirip.Menurut teori ketidakberdayaan yang dipelajari, depresi
dapat membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang terdepresi suatu rasa pengendalian
dan penguasaan lingkungan.Klinisi menggunakan teknik perilaku berupa dorongan
yang menyenangkan dan positif di dalam usaha tersebut.

d). Teori kognitif


Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif
yang sering adalah melibatkan distorsi negatif, pengalaman hidup, penilaian diri yang
negatif, pesimisme, dan keputusasaan.Pandangan negatif yang dipelajari tersebut
selanjutnya menyebabkan perasaan depresi.Seorang ahli terapi kognitif berusaha
untuk mengidentifikasi hal yang negatif dengan menggunakan tugas perilaku, seperti
mencatat dan secara sadar memodifikasi pikiran pasien.

GEJALA KLINIS

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar


dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Perbedaannya adalah pada
gangguan bipolar I memiliki episode manic sedangkan pada gangguan bipolar II
mempunyai episode hipomanik. Beberapa ahli menambahkan adanya bipolar III dan
bipolar IV namun sementara ini yang 2 terakhir belum dijelaskan.5,6
Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut perjalanan
longitudinal gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling tidak terdapat 1 episode
manik di sana. Walaupun hanya terdapat 1 episode manik tanpa episode depresi lengkap
maka tetap dikatakan gangguan bipolar I. Adapun episode-episode yang lain dapat berupa
episode depresi lengkap maupun episode campuran, dan episode tersebut bisa mendahului
ataupun didahului oleh episode manik. 5,6
Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan
bipolar II dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh episode
depresi mayor dan tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului oleh
episode hipomanik. 5,6
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III,
gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan
tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari
peninggian suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan
energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar
episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu
sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama.10
Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua.
Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini
seseorang menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan
refrakter. 10
Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu hipomanik,
manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik. Hipomanik dapat
diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa ovulasi (’estrus’) atau
seorang laki-laki yang dimabuk cinta. Perasaan senang, sangat bersemangat untuk
beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah beberapa contoh gejala
hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik karena gejala- gejala tersebut
tidak mengakibatkan disfungsi sosial. 10
Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir
seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri membumbung tinggi dan terlalu optimis.
Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi. Tanda manik
lainnya dapat berupa hiperaktifitas motorik berupa kerja yang tak kenal lelah melebihi
batas wajar dan cenderung non-produktif, euphoria hingga logorrhea (banyak berbicara,
dari yang isi bicara wajar hingga menceracau dengan 'word salad'), dan biasanya disertai
dengan waham kebesaran, waham kebesaran ini bisa sistematik dalam artian berperilaku
sesuai wahamnya, atau tidak sistematik, berperilaku tidak sesuai dengan wahamnya. Bila
gejala tersebut sudah berkembang menjadi waham maka diagnosis mania dengan gejala
psikotik perlu ditegakkan. 10

DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar


dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik
ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II
ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang
berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita.5,6,10
Tabel 1. Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III (F31)

F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik

F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik

F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik

F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang

F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik

F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik

F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran

F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi

F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya

F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan


F31 Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua) yang
menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan
gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta
peningkatan enersi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa
penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan enersi dan aktivitas depresi). Yang
khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode, dan insidensi pada
kedua jenis kelamin kurang lebih sama dibanding dengan gangguan suasana perasaan
(mood) lainnya. Dalam perbandingan, jarang ditemukan pasien yang menderita hanya
episode mania yang berulang-ulang, dan karena pasien-pasien tersebut menyerupai (dalam
riwayat keluarga, kepribadian pramorbid, usia onset, dan prognosis jangka panjang) pasien
yang mempunyai juga episode depresi sekali-sekali, maka pasien itu digolongkan sebagai
bipolar. 5,6,10
1. F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini hipomanik
o Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0)
dan,
o Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
2. F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik
o Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1) dan,
o Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
3. F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik
o Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan
gejala psikotik (F30.2) dan,
o Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
4. F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau Sedang
Untuk mendiagnosis pasti :
o Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1), dan
o Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya
gejala somatic dalam episode depresif yang sedang berlangsung.
F31.30 Tanpa gejala somatik
F31.31 Dengan gejala somatik
5. F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala
Psikotik
Untuk mendiagnosis pasti :
o Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat tanpa gejala psikotik (F32.2)
o Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
6. F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik
o Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat dengan gejala psikotik (F32.3)
o Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afeknya.
7. F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
o Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanikdan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala
mania/hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar
dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-
kurangnya 2 minggu)
o Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
8. F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa
bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode
afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-
kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran).
9. F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
10. F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT

KOMORBID
Sebagian besar penderita bipolar tidak hanya menderita bipolar saja tetapi juga menderita
gangguan jiwa yang lain (komorbid). Penelitian oleh Goldstein BI dkk, seperti dilansir dari
Am J Psychiatry 2006, menyebutkan bahwa dari 84 penderita bipolar berusia diatas 65 tahun
ternyata sebanyak 38,1% terlibat dalam penyalahgunaan alkohol, 15,5% distimia, 20,5%
gangguan cemas menyeluruh, dan 19% gangguan panik. Sementara itu, attention deficit
hyperactivity disorder (ADHD) menjadi komorbid yang paling sering didapatkan pada 90%
anak-anak dan 30% remaja yang bipolar. 6,10

PEMERIKSAAN FISIK

1) Penampilan

Orang yang menunjukkan suatu periode depresi mungkin menunjukkan sedikit sampai tidak
ada kontak mata. Pakaian mereka mungkin tidak terawat, kotor, berlubang, kumal, serta tidak
cocok dengan ukuran badan. Bila seseorang kehilangan berat badan secara signifikan, ukuran
pakaiannya tidak akan cocok. Kebersihan diri tercermin dari mood mereka yang rendah, yang
ditunjukkan dengan badan yang kurus, tidak bercukur, dan tidak membersihkan diri. Pada
wanita, kuku jari tangannya mungkin terdapat lapisan warna yang berbeda atau sebagian
warna yang rusak pada kuku mereka, bahkan cenderung kotor juga pada tangannya. Rambut
mereka juga tidak terurus. Bila orang ini bergerak, afek depresi jelas terlihat. Mereka bergerak
dengan lambat dan sangat sedikit yang menunjukkan retardasi psikomotor. Mereka juga
berbicara dengan suara yang pelan atau suara yang monoton. 5,6
2) Afek/Suasana Perasaan

Afek depresi. Kesedihan mendominasi suasana hati seseorang dalam episode depresi.
Penderita merasa sedih, tertekan, kehilangan, kosong dan terisolasi. 5,6

3) Pikiran

Penderita mempunyai pemikiran yang mencerminkan kesedihan mereka. Gagasan yang


negatif, perhatian nihilistik, dan mereka mempunyai suatu istilah bahwa “ mereka bagaikan
gelas yang separuh kosong”. Pemikiran mereka lebih berfokus tentang kematian dan tentang
bunuh diri. 5,6

4) Persepsi

Terdapat 2 format dari tipe depresi yang dijelaskan. Dengan psikotik dan tanpa psikotik.
Dengan psikotik, penderita mempunyai khayalan dan halusinasi yang sesuai atau tidak dengan
suasana hati. Penderita merasa telah berdosa, bersalah, dan merasakan penyesalan yang sangat
dalam. 5,6

5) Bunuh Diri

Angka kejadian bunuh diri banyak terjadi pada penderita depresi. Mereka adalah individu
yang mencoba dan berhasil dalam usaha bunuh diri. 5,6

6) Pembunuhan/Kekerasan

Pembunuhan yang dilakukan oleh penderita biasanya diikuti dengan bunuh diri. Pada
beberapa penderita depresi biasanya merasa dunia sudah tidak berguna lagi untuknya dan
untuk orang terdekatnya/orang lain. 5,6

7) Tilikan/Insight

Depresi dapat mempengaruhi penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri. Penderita


biasanya gagal dalam melakukan tindakan yang penting sebab mereka sangat jatuh dan
menurun dalam mengenali diri mereka sendiri. Meraka memiliki sedikit pengertian terhadap
diri mereka sendiri. 5,6
8) Kognitif

Pada depresi dan manik yang berat, penderita dapat mengalami kesulitan dalam
berkonsentrasi dan memusatkan perhatiannya. 5,6

PENATALAKSANAAN

Penentuan Kegawatdaruratan

Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya,
seperti depresi atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut. Contoh, seseorang dengan depresi
yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh diri memerlukan/mengindikasikan pengobatan
rawat inap. Sebaliknya, seseorang dengan depresi moderat yang masih dapat bekerja, diobati
sebagai pasien rawat jalan.2,9

1) Rawat Inap

Indikasi seseorang dengan gangguan bipolar untuk dirawat inap adalah sebagai berikut2 :

a. Berbahaya untuk diri sendiri

Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat dengan resiko yang signifikan
untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang serius dan idea spesifik dengan rencana
menghilangkan bukti, memerlukan observasi yang ketat dan perlindungan pencegahan.
Namun, bahaya bagi penderita bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang
penderita depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian.

b. Berbahaya bagi orang lain

Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa orang lain, contohnya seorang
penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini bahwa dunia itu sangat
suram/gelap, sehingga ia berencana untuk membunuh anaknya untuk membebaskan
mereka dari kesengsaraan dunia.

c. Hendaya Berat

Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam, sehingga orang tidak dapat melakukan
fungsinya sama sekali, meninggalkan orang seperti ini sendirian sangat berbahaya dan
tidak menyembuhkannya.
d. Kondisi medis yang harus dimonitor

Contohnya penderita gangguan jiwa yang disertai gangguan jantung harus berada di
lingkungan medis, dimana obat psikotropik dapat dimonitor dan diobservasi.

2) Rawat inap parsial atau program perawatan sehari

Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki tingkat
pengendalian dan lingkungan hidup yang stabil.Contohnya, penderita dengan depresi berat
yang berpikir akan bunuh diri tapi tidak berencana untuk melakukannya dan dapat memiliki
tingkat motivasi yang tinggi bila diberi banyak dukungan interpersonal, terutama sepanjang
hari dan dengan bantuan dan keterlibatan dari keluarga. Keluarga harus selalu berada di rumah
setiap malam dan harus peduli terhadap penderita.Rawat inap parsial juga menjembatani untuk
bisa segera kembali bekerja.Kembali secara langsung ke pekerjaan seringkali sulit bagi
penderita dengan gejala yang berat, dan rawat inap parsial memberi dukungan dan hubungan
interpersonal. 2,9

3) Rawat jalan

Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama2 :

a) Mencari stressornya dan mencari cara untuk menanganinya. Stressor ini dapat
berasal dari keluarga atau pekerjaan, dan bila terkumpul dapat mendorong penderita
menjadi depresi. Hal ini merupakan bagian dari psikoterapi.

b) Memonitor dan mendukung pemberian obat. Pengobatan membuat perubahan yang


luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan mencegah efek samping.
Penderita memiliki rasa yang bertentangan dengan pengobatan mereka. Mereka
mengetahui bahwa obat membantu dan mencegah mereka untuk dirawat inap,
namun mereka juga menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu
untuk mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau
melanjutkan pengobatan.

c) Membangun sekumpulan orang yang peduli. Hal ini merupakan satu dari banyak
alasan bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi penderita tentang pengobatan.
Seiring perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan orang yang peduli membantu
mempertahankan gejala penderita dalam keadaan minimum dan membantu
penderita tinggal dan diterima di masyarakat.

d) Edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi penderita dan keluarga tentang
penyakit bipolar. Mereka harus sadar dan waspada terhadap bahaya
penyalahgunaan zat, situasi yang mungkin memicu kekambuhan, dan peran
pengobatan yang penting. Dukungan kelompok bagi penderita dan keluarga
memiliki arti penting yang sangat luar biasa.

Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus diperhatikan oleh
para praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes, masalah endokrin, infeksi,
komplikasi sistem urinari, dan gangguan keseimbangan elektrolit.

TERAPI

1) Terapi Farmakologi

Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita.
Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan
gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode manik akut dan
sebagai mood stabilizer. Antidepresan dan ECT juga dapat digunakan untuk episode depresi
akut (contoh, depresi berat). Selanjutnya, terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan
juga harus diberikan.4,8

Pengalaman klinis menunjukkan bahwa jika diterapi dengan obat mood stabilizer,
penderita gangguan bipolar akan mengalami lebih sedikit periode manik dan depresi. Obat ini
bekerja dengan caramenstabilkan mood penderita (sesuai namanya), juga dapat menstabilakn
manik dan depresi yang ekstrim. Antipsikosis atipikalseperti ziprasidone, quetiapine,
risperidone, aripiprazole dan olanzapine, kini juga sering digunakan untuk menstabilkan
manik akut, bahkan untuk menstabilkan mood pada depresi bipolar. 4,8
Table 1 FDA-Approved Bipolar Treatment Regimens9
Nama Generik Nama Manik Mixed Maintenance Depresi
Dagang
Valproate Depakote X
Carbamazepine extended release Equestro X X
Lamotrigine Lamictal X
Lithium X X
Aripiprazole Abilify X X X
Ziprasidone Geodon X X
Risperidone Risperdal X X
Quetiapine Seroquel X X
Chlorpromazine Thorazine X
Olanzapine Zyprexa X X X
Olanzapine/fluoxetine Symbyax X
Combination

1. Lithium
Lithium (lithobid) adalah merupakan obat yang efektif dalam menstabilkan mood
dan mencegah pasien berada di episode mania dan episode depresi , dan ia juga digunakan
sejak sekian lama. Lithium digunakan pada pengobatan bipolar pada kebiasaannya. Pada
umumnya ia merupakan pengobatan lini pertama untuk pengobatan bipolar. Lithium
(escalith atau lithobid) merupakan mood stabilizer yang pertama yang diluluskan oleh FDA
di tahun 1970 untuk pengobatan episode mania. Penggunaan litium ini begitu efektif dalam
mengawal symptom episode manik dan mencegah terjadinya rekuren episode manik dan
episode depresi. Penggunaan lithium haruslah disertai dengan pemeriksaan darah rutin
karena pengunaan litihium pada jangka panjang bisa menyebabkan kegagalan ginjal dan
masalah tiroid.
a. Farmakologi

Sejumlah kecil lithium terikat dengan protein. Lithium diekskresikan dalam bentuk
utuh hanya melalui ginjal.

b. Indikasi

Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi
rumatan GB.

c. Dosis

Respons lithium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan mentitrasi dosis
hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan
terjadi dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi
keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan terapi rumatan. Untuk terapi
rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEq/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif
sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5
mEq/L.

d. Efek samping

Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen, penambahan
berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati
dapat pula terjadi akibat lithium. Neurotoksisitas bersifat irreversible. Akibat
intoksikasi litium, defisit neurologi permanen dapat terjadi misalnya, ataksia, deficit
memori, dan gangguan pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis
harus segera dilakukan. Litium dapat merusak tubulus ginjal. Faktor resiko kerusakan
ginjal adalah intoksikasi litium, polifarmasi dan adanya penyakit fisik yang lainnya.
Pasien yang mengkonsumsi litium dapat mengalami poliuri. Oleh karena itu, pasien
dianjurkan untuk banyak meminum air.

e. Pemeriksaan laboratorium

Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi tiroid,
harus diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40 tahun,
pemeriksaan EKG harus dilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa setiap 2-3 bulan dan
fungsi tiroid dalam enam bulan pertama. Setelah enam bulan, fungsi ginjal dan tiroid
diperiksa sekali dalam 6-12 bulan atau bila ada indikasi.

f. Wanita hamil

Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin.


Kejadiannya meningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini. Wanita
dengan GB yang derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium, dapat melanjutkan
litium selama kehamilan bila ada indikasi klinis. Kadar litium darahnya harus dipantau
dengan seksama. Pemeriksaan USG untuk memantau janin, harus dilakukan. Selama
kehamilannya, wanita tersebut harus disupervisi oleh ahli kebidanan dan psikiater.
Sebelum kehamilan terjadi, risiko litium terhadap janin dan efek putus litium terhadap
ibu harus didiskusikan.

2. Valproat
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai antimania. Asam
valproat atau divaproex (depatoke) diluluskan oleh FDA pada tahun 1995 digunakan untuk
mengobati mania, ia merupakan pengobatan yang popular karena bisa mengantikan litium
untuk pengobatan bipolar karena ia juga berfungsi sebagai mood stabilizer. Dari segi
efektifitas asam valproat juga sama efektif dengan menggunaan lithiumValproat tersedia
dalam bentuk :
• Preparat oral;
- Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan sodium
valproat adalah sama (1:1)
- Asam valproat
- Sodium valproat
- Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang
dapat dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan.
- Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari
• Preparat intravena
• Preparat sipusitoria
a. Farmakologi
Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral. Konsentrasi
puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam dua jam sedangkan
sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas lambat lebih cepat
bila dibandingkan dengan tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum
bersamaan dengan makanan. Ikatan valproat dengan protein meningkat bila diet
mengandung rendah lemak dan menurun bila diet mengandung tinggi lemak.

b. Dosis
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum berkisar
antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat dengan
konsentrasi plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20
mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai
konsentrasi serum 45- 125 mg/mL. Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu
makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum >
100 mg/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan
adalah antara 75-100 mg/mL.

c. Indikasi
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi rumatan
GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium, siklus cepat, GB pada
anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia.

d. Efek Samping
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya anoreksia,
mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim transaminase,
sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal pengobatan dan bekurang
dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu. Efek samping gastrointestinal
lebih sering terjadi pada penggunaan asam valproat dan valproat sodium bila
dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat.
3. Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat kanal Na+.
Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat.

a. Farmakokinetik
Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar otak dan
mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10% lamotrigin dieksresikan
dalam bentuk utuh.
b. Indikasi
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun rumatan.
Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.
c. Dosis
Berkisar antara 50-200 mg/hari.
d. Efek Samping
Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk
kemerahan di kulit.

4. Antipsikotika Atipik
Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif sebagai terapi lini
pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut adalah olanzapin, risperidon,
quetiapin, dan aripiprazol.
a. Risperidon
Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik
pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin.
▪ Absorbsi
Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia
dimetabolisme oleh enzim hepar yaitu CYP 2D6.
▪ Dosis
Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu
tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan
besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar
pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP)
dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan
untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila
tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50
mg per dua minggu.
▪ Indikasi
Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi
rumatan.
▪ Efek Samping
Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan,
berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada
risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun risperidon
tidak terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik, mulut
kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien dan
sifatnya hanya sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula
terjadi pada pemberian risperidon.
b. Olanzapin
Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki afinitas terhadap
dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2); muskarinik, histamin
1(H1), dan a1- adrenergik.
▪ Indikasi
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut
mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan
GB.

▪ Dosis
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.
▪ Efek Samping
Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah
beberapa lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya
sangat rendah dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko
terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan
antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan
psikoedukasi, misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik.

c. Quetiapin
Berfungsi untuk mengurangkan simptom episode manik yang sudah berat dan
episode manik yang datang dengan tiba-tiba. Quetiapin merupakan suatu derivat
dibenzotiazepin yang bekerja sebagai antagonis 5-HT1A dan 5 -HT2A, dopamin
D1, D2, histamin H1 serta reseptor adrenergik a1 dan a2. Afinitasnya rendah
terhadap reseptor D2 dan relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A.
▪ Dosis
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari.
Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg,
100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain
itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari.
▪ Indikasi
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran,
siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.
▪ Efek Samping
Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek
samping yan sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan
berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan quetiapin adalah
sedang dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Peningkatan berat
badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika tipik.
d. Aripiprazol
Seperti olanzapine, aripiprazol juga dipakai untuk pengobatan antipiskotik dengan
episode campuran dan episode manik. Aripiprazole juga digunakan untuk
pengobatan rumatan penyakit bipolar, dan mempunyai sediaan injeksi yang
digunakan sebagai usaha dalam penatalaksanaan pada saat darurat. Ia juga
digunakan pada episode manik yang datang dengan tiba-tiba dan juga pada keadaan
manik yang berat. Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin.
▪ Farmakologi
Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta
antagonis 5- HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor
D3, afinitas sedang pada D4, 5-HT2c, 5-HT7, a1-adrenergik, histaminergik
(H1), dan serotonin reuptake site (SERT), dan tidak terikat dengan reseptor
muskarinik kolinergik.
▪ Dosis
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran
dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang
direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari.
Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk
menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg
dapat meningkatkan tolerabilitas.
▪ Indikasi
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia
juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi
tambahan pada GB I, episode depresi.
▪ Efek Samping
Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual merupakan
kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh
kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya
tidak berbeda secara bermakna dengan plasebo. Akatisia dapat terjadi dan
kadang-kadang dapat sangat mengganggu pasien sehingga sering
mengakibatkan penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui.
Tidak ada peningkatan berat badan dan diabetes melitus pada penggunaan
aripiprazol. Selain itu, peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai.
Aripiprazol tidak menyebabkan perubahan interval QTc.
5. Anti-depresan
Antidepresan efektif untuk mengobati GB, episode depresi. Penggunaannya harus dalam
jangka pendek. Penggunaan jangka panjang berpotensi meginduksi hipomania atau mania.
Untuk menghindari terjadinya hipomania dan mania, antidepresan hendaklah dikombinasi
dengan stabilisator mood atau dengan antipsikotika atipik. Tergantung pada simptom
dokter yang merawat mungkin akan merekomendasikan pasien untuk mengunakan anti
depresan. Pada beberapa pasien yang menderita gangguan bipolar, obat anti depresan juga
bisa menyebabkan tercetusnya episode manik. Dengan itu dokter yang merawat akan
merekomendasikan juga pengobatan dengan kombinasi mood stabilizer dan hal ini tidak
menjadi satu masalah. Efek samping anti depresan yang sering adalah penurunan
kegairahan sex dan masalah untuk mencapai orgasme. Anti depresan generasi terdahulu
yang terdiri dari trisiklik dan inhibitor MAO juga bisa menyebabkan efek samping yang
berbahaya dan membutuhkan monitoring pengobatan yang rutin. Fluoxetine (Prozac),
paroxetine (paxil), sertraline (Zoloft) dan bupropion (wellbutrin) adalah contoh anti-
depresan yang digunakan untuk pengobatan kelainan bipolar.
a. Symbyax
Pengobatan symbyax ini terdiri dari dari kombinasi antidepresan fluoxetine dan
atipsikotik olanzepin. Ia berfungsi sebagai penggobatan depresi dan penstabil
mood/mood stabilizer. Symbyax juga teah diluluskan oleh FDA terutama pada
pengobatan bipolar. Efek samping symbyax termasuk peningkatan berat badan, pusing
dan peningkatan nafsu makan Obat ini juga dapat menyebabkan masalah seksual mirip
dengan yang disebabkan oleh antidepresan.
b. Benzodiazepin
Benzodiazepin merupakan suatu obat anti anxietas, dimana ia berfungsi untuk
mengurangkan anxietas dan memperbaiki kualitas tidur. Contoh obat golongan
benzodiazepin termasuk clonezepam (klonopin), lorazepam (ativan), diazepam
(valium), chlordiazepoxide (Librium) dan alprozolam (niravam, xanax).
Benzodiazepin pada umumnya digunakan untuk mengurangkan anxietas hanya pada
jangka waktu yang pendek. Efek samping benzodiazepine antaranya pusing, penurunan
koodinasi otot, masalah keseimbangan dan memori.
Penatalaksanaan Kedaruratan Agitasi Akut pada Gangguan Bipolar

1. Lini 1
Terapi:
a. Injeksi IM aripiprazol efektif untuk pengobatan agitasi pada pasien dengan episode
mania atau campuran akut. Dosis adalah 9,75 mg/injeksi. Dosis maksimum adalah
29,25 mg/hari (tiga kali injeksi perhari dengan interval dua jam). Berespon dalam
45-60 menit.
b. Injeksi IM olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien dengan episode mania atau
campuran akut. Dosis 10 mg/injeksi. Dosis maksimum adalah 30 mg/hari.
Berespon dalam 15-30 menit. Interval pengulangan injeksi adalah dua jam.
Sebanyak 90% pasien menerima hanya satu kali injeksi dalam 24 jam pertama.
Injeksi lorazepam 2 mg/injeksi. Dosis maksimum Lorazepam 4 mg/hari. Dapat
diberikan bersamaan dengan injeksi IM Aripiprazol atau Olanzapin. Jangan
dicampur dalam satu jarum suntik karena mengganggu stabilitas antipsikotika.
2. Lini 2
Terapi:
a. Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah 30 menit.
Dosis maksimum adalah 15 mg/hari.
b. Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dapat diberikan bersamaan dengan
injeksi haloperidol IM. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik.

Penatalaksanaan Terapi Farmakologi Pada Mania Akut

1. Lini 1
Terapi:
Litium, diivalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR, aripiprazol, litium atau
divalproat + risperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium atau divalproat +
olanzapin, litium atau divalproat + aripiprazol.
2. Lini 2
Terapi:
Karbamazepin, Terapi Kejang Listrik (TKL), litium + divalproat, paripalidon
3. Lini 3
Terapi:
Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat haloperidol, litium +karbamazepin,
klozapin

Penatalaksanaan Episode Depresi Akut pada Gangguan Bipolar

1. Lini 1
Terapi:
Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau divalproat + SSRI, Olanzapin +
SSRI, litium + divalproat.
2. Lini 2
Terapi:
Quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau divalproat + lamotrigin
3. Lini 3
Terapi:
Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin, litium atau divalproat + venlafaksin,
litium + MAOI, TKL, Litium atau divalproat atau AA + TCA, litium atau divalproat atau
karbamazepin + SSRI + Lamotrigin, penambahan topiramat.
4. Obat-obat yang tidak direkomendasikan :
Gabapentin monoterapi, aripiprazol mono terapi

Rekomendasi terapi rumatan pada gangguan bipolar

1. Lini 1
Terapi:
Litium, lamotrigin monoterapi, divalproat, olanzapin, quetiapin, litium atau divalproat +
quetiapin, risperidon injeksi jangka panjang (RIJP), penambahan RIJP, aripiprazole
2. Lini 2
Terapi:
Karbamazepin, litium +divalproat, litium + karbamazepine, litium + divalproat +
olanzapin, litium + risperidon, litium + lamotrigin, olanzapin + fluoksetin
3. Lini 3
Terapi:
Penambahan fenitoin, penambahan olanzapin, penambahan ECT, penambahan topiramat,
penambahan asam lemak omega-3, penambahan okskarbazepin
4. Obat-obatan yang tidak direkomendasikan:
Gabapentin, topiramat atau antidepresan monoterapi.

Penatalaksanaan Depresi akut pada Gangguan Bipolar II

1. Lini 1
Terapi:
Quetiapin
2. Lini 2
Terapi:
Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat + antidepresan, litium + divalproat,
antipsikotika atipik + antidepresan.
3. Lini 3
Terapi:
Antidepresan mono terapi (terutama untuk pasien yang jarang mengalami hipomania).

Rekomendasi Terapi Rumatan pada Gangguan Bipolar II

1. Lini 1
Terapi:
Litium, lamotrigin
2. Lini 2
Terapi:
Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik + antidepresan, kombinasi dua
dari: litium, lamotrigin, divalproat, atau antipsikotika atipik.
3. Lini 3
Terapi:
Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT
4. Obat-obatan yamg tidak dianjurkan:
Gabapentin.
2) Terapi Non Farmakologi
a. Konsultasi

Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai bila
penderita tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi.

b. Diet

Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak ada
diet khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah asupan garam,
karena peningkatan asupan garam membuat kadar litium serum menurun dan
menurunkan efikasinya, sedangkan mengurangi asupan garam dapat meningkatkan
kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas.

c. Aktivitas

Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas


fisik. Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan jadwal
yang reguler meupakan kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas
fisik ini berlebihan dengan peningkatan respirasi dapat meningkatkan kadar litium
serum dan menyebabkan toksisitas litium.

d. Edukasi

▪ Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan lanjutan. Tujuan
edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui
keluarga dan sistem disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi tidak hanya
meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga
kualitas hidupnya.
▪ Penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini mengurangi
perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan yang adekuat.
▪ Memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit terutama tanda awal,
pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan terhadap adanya perubahan memudahkan
langkah-langkah pencegahan yang baik.
▪ Membantu penderita mengidentifikasi dan mengatasi stressor di dalam kehidupannya.
Informasi tentang kemungkinan kekambuhan penyakitnya.

PROGNOSIS

Prognosis tergantung pada penggunaan obat-obatan dengan dosis yang tepat, pengetahuan
komprehensif mengenai penyakit ini dan efeknya, hubungan positif dengan dokter dan therapist,
kesehatan fisik.Semua faktor ini merujuk ke prognosis bagus.8

Akan tetapi prognosis pasien gangguan bipolar I lebih buruk dibandingkan dengan pasien
dengan gangguan depresif berat. Kira-kira 40%-50% pasien gangguan bipolar I memiliki episode
manik Kedua dalam waktu dua tahun setelah episode pertama. Kira-kira 7% dari semua pasien
gangguan bipolar I tidak menderita gejala rekurensi, 45% menderita lebih dari satu episode, dan
40% menderita gangguan kronis. Pasien mungkin memiliki 2 sampai 30 episode manik, walaupun
angka rata-rata adalah Sembilan episode.Kira-kira 40% dari semua pasien menderita lebih dari 10
episode. 8
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh
gejala-gejala manic, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung
seumur hidup.

Risiko kematian terus membayangi penderita bipolar. Biasanya kematian itu dikarenakan
mereka mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri. Risiko bunuh diri meningkat pada penderita
bipolar yang tidak diterapi yaitu 5,5 per 1000 pasien. Sementara yang diterapi hanya 1,3 per 1000
pasien.

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan
menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan
adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan
hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang berbeda yaitu menurut
episode kini yang dialami penderita.

Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari episodenya,
seperti depresi atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut. Pengobatan yang tepat tergantung
pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita. Pilihan obat tergantung pada gejala yang
tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan gangguan tidur.

Prognosis tergantung pada penggunaan obat-obatan dengan dosis yang tepat, pengetahuan
komprehensif mengenai penyakit ini dan efeknya, hubungan positif dengan dokter dan therapist,
kesehatan fisik.Semua faktor ini merujuk ke prognosis bagus.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis Jilid Satu. Jakarta. Binarupa Aksara. 2010.
2. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis Jilid Dua. Jakarta. Binarupa Aksara. 2010.
3. Hilary. Bipolar Disorder. http://hilary.wordpresss.com. Diakses Juli 2017
4. Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokteran Dorland edisi kedua puluh sembilan. Jakarta:
EGC. 2002.
5. Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta. Departemen Kesehatan. 1993.
6. David A. Tomb, Buku Saku Psikiatri, Edisi 6, , Jakarta : EGC, 2003.
7. NIMH. Bipolar disorder [Internet]. 2010 [diunduh juli 2017]. Diunduh dari:
http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-disorder/complete-index.shtml
8. Roxanne DE. Bipolar disorder (mania) [Internet]. 2011 [diunduh diunduh 10 juli 2017].
Diunduh dari: http://www.medicinenet.com/bipolar_disorder/article.htm
9. Rusdi M. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2001.
TUGAS REFRESING

1. Mengapa gangguan bipolar sering salah/tidak terdiagnosis?


Gangguan bipolar terdiri dari afek yang meningkat, dan juga aktivitas yang berlebih
(mania atau hipomania), dan dalam jangka waktu yang berbeda terjadi penurunan afek
yang disertai dengan penurunan aktivitas (depresi). Banyak orang yang tidak menyadari
jika mereka mengidap gangguan bipolar, hal ini terjadi karena minimnya wawasan dan
kurangnya kesadaran individu, keluarga maupun lingkungan terhadap masalah yang
berkaitan dengan kesehatan jiwa dan mental. Selain itu gangguan bipolar memang tidak
mudah dikenali, karena gangguan bipolar terlihat tidak jauh berbeda dengan masalah
gangguan mood atau perubahan suasana hati biasa.
Pada perempuan, dengan gangguan bipolar biasanya manik muncul belakangan,
lebih dulu depresi karena faktor hormonal sehingga bisa bertahun-tahun salah diagnosis.
Sementara, gangguan bipolar didiagnosis kalau sudah ada manik sedangkan bila baru
depresi biasanya didiagnosis sebagai depresi mayor berulang.
Diagnosis gangguan bipolar sulit dibuat karena gejala gangguan bipolar yang
bertumpang tindih dengan gangguan psikiatrik yang lain yaitu skizofrenia dan
skizoafektif.

2. Bagaimana gambaran bunuh diri pada pasien afektif bipolar? Caranya?

Pada pasien dengan gangguan afektif bipolar, jarak antara fikiran tentang bunuh
diri dengan tindakan bunuh diri berlangsung cepat dibandingkan pada pasien dengan
depresi berat. Sebagai contoh, jika pasien bipolar berkata atau memikirkan “saya ingin
bunuh diri saja”, maka tindakan bunuh diri dapat segera langsung dilakukan karena
perasaan ingin bunuh diri pada pasien bipolar tanpa disertai pencetus atau tanpa didahului
dengan keputusasaan terhadap kehidupan. Pada pasien dengan gangguan depresi berat,
jarak antara fikiran tentang bunuh diri dengan tindakan bunuh diri berlangsung lebih lama
karena tindakan bunuh diri pada pasien dengan depresi berat biasanya diduhului oleh faktor
pencetus yaitu keputusasaan terhadap kehdiupan sehingga timbul pemikiran utnuk bunuh
diri.
Tindakan bunuh diri yang salah satunya dapat disebabkan oleh gangguan afektif
bipolar biasanya memiliki ciri dan tanda tertentu sehingga dapat dibedakan dengan
tindakan pembunuhan yaitu :

Anda mungkin juga menyukai