A. Definisi
Ensefalitis adalah infeksi jaringan perenkim otak oleh berbagai macam mikroorganisme.
Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput
pembungkus otak sampai dengan medula spinalis (Smeltzer, 2002).
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau
mikroorganisme lain yang menyebabkan infliltrasi limfositik yang kuat pada jaringa otak
dan leptomeningen menyebabkan edema serebral, degenarasi sel ganglion otak dan
kehancuran sel saraf difusi (Anania, 2008).
Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Mansjoer, 2000)
B. Etiologi
Mikroorganisme penyebab terjadinya ensefalitis menurut Anania (2008) dan Smeltzer
(2002) adalah sebagi berikut:
1. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus.
Macam-macam Encephalitis virus:
a. Infeksi virus yang bersifat epidermik :
1) Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.
2) Golongan arbovirus = Western equire encephalitis, St. louis encephalitis, Eastern
equire encephalitis, Japanese B. encephalitis, Murray valley encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadik : rabies, herpes simplek, herpes zoster,
limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap
disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c. Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca
vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi
traktus respiratorius yang tidak spesifik.
2. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox.
3. Keracunan : arsenik, CO.
C. Tanda dan Gejala
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas,
sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala berupa
Trias Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000).
Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
1. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang
di muka)
5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama,
misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.
D. Patofisiologi
Ensefalitis menngenai parenkim otak. Mikroorganisme yan menginfeksi salah satunya
adalah virus. Virus masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna dan
menggandakan dirinya diri pada bagian infeksi awal, setelah masuk ke dalam tubuh,virus
akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
1. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah. Kemudian menyebar
ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
2. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput
lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah,
nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .Gejala lain berupa gelisah,
iritabel, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda
Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak
(Smeltzer, 2002).
E. Pathway
(Erfandi, 2002).
F. Komplikasi
1. Akut :
a. Edema otak.
b. SIADH.
c. Status konvulsi.
2. Kronik :
a. Cerebral palsy.
b. Epilepsy.
c. Gangguan visus dan pendengaran.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Biakan dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif. Biakan dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil
nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika. Biakan dari
feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif.
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi.
Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM dapat dijumpai pada awal
gejala penyakit timbul.
3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
4. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan
sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
5. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai
dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan
darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal
irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002)
6. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat
hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan
selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal (Anania, 2002).
H. Penatalaksanaan Medis
1. Isolasi : Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter:
a. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
b. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus, agen antiviral acyclovir secara signifikan
dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas encephalitis. Acyclovir diberikan secara
intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk
mencegah kekambuhan.
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
3. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak
a. Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan; jenis dan jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan anak.
b. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan untuk
menghilangkan edema otak.
c. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
4. Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang
diberikan ialah valium dan atau luminal.
a. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
b. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama
c. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip
dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5. Mempertahankan ventilasi :Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3 lt/menit).
6. Penatalaksanaan shock septik
7. Mengontrol perubahan suhu lingkungan
Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai
pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal
betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan
phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian.
Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat per oral (Erfandi, ).
I. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji meliputi (Doenges, 1999) :
1. Biodata.
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain.
2. Keluhan utama.
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. keluhan utama
pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran,
demam dan kejang.
Anania, et all. 2008. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: Indeks.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. III, jilid 2. jakarta: Media Aeseolapius.
McCloskey dan Bulechek 2000. “Nursing interventions classification (NIC)”. United States of
America: Mosby.
Meidean, JM. 2000. “Nursing Outcomes Classification (NOC)”. United States of America:
Mosby.
NANDA Internasional. 2010. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC
Diposting oleh Arindra Pramuditya. S.kep, Ns di 00.06
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest