Anda di halaman 1dari 12

PRO NURSE

Jumat, 17 Oktober 2014

laporan pendahuluan ensefalitis

A. Definisi
Ensefalitis adalah infeksi jaringan perenkim otak oleh berbagai macam mikroorganisme.
Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput
pembungkus otak sampai dengan medula spinalis (Smeltzer, 2002).
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau
mikroorganisme lain yang menyebabkan infliltrasi limfositik yang kuat pada jaringa otak
dan leptomeningen menyebabkan edema serebral, degenarasi sel ganglion otak dan
kehancuran sel saraf difusi (Anania, 2008).
Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Mansjoer, 2000)

B. Etiologi
Mikroorganisme penyebab terjadinya ensefalitis menurut Anania (2008) dan Smeltzer
(2002) adalah sebagi berikut:
1. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus.
Macam-macam Encephalitis virus:
a. Infeksi virus yang bersifat epidermik :
1) Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.
2) Golongan arbovirus = Western equire encephalitis, St. louis encephalitis, Eastern
equire encephalitis, Japanese B. encephalitis, Murray valley encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadik : rabies, herpes simplek, herpes zoster,
limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap
disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c. Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca
vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi
traktus respiratorius yang tidak spesifik.
2. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox.
3. Keracunan : arsenik, CO.
C. Tanda dan Gejala
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas,
sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala berupa
Trias Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000).
Adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
1. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang
di muka)
5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama,
misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.
D. Patofisiologi
Ensefalitis menngenai parenkim otak. Mikroorganisme yan menginfeksi salah satunya
adalah virus. Virus masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna dan
menggandakan dirinya diri pada bagian infeksi awal, setelah masuk ke dalam tubuh,virus
akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
1. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah. Kemudian menyebar
ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
2. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput
lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah,
nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .Gejala lain berupa gelisah,
iritabel, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda
Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak
(Smeltzer, 2002).

E. Pathway
(Erfandi, 2002).
F. Komplikasi
1. Akut :
a. Edema otak.
b. SIADH.
c. Status konvulsi.
2. Kronik :
a. Cerebral palsy.
b. Epilepsy.
c. Gangguan visus dan pendengaran.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Biakan dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif. Biakan dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil
nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika. Biakan dari
feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif.
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi.
Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM dapat dijumpai pada awal
gejala penyakit timbul.
3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
4. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan
sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
5. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai
dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan
darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal
irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002)
6. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat
hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan
selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal (Anania, 2002).
H. Penatalaksanaan Medis
1. Isolasi : Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter:
a. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
b. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus, agen antiviral acyclovir secara signifikan
dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas encephalitis. Acyclovir diberikan secara
intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk
mencegah kekambuhan.
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
3. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak
a. Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan; jenis dan jumlah cairan yang
diberikan tergantung keadaan anak.
b. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan untuk
menghilangkan edema otak.
c. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk
menghilangkan edema otak.
4. Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang
diberikan ialah valium dan atau luminal.
a. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
b. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama
c. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip
dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5. Mempertahankan ventilasi :Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3 lt/menit).
6. Penatalaksanaan shock septik
7. Mengontrol perubahan suhu lingkungan
Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai
pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal
betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan
phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian.
Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat per oral (Erfandi, ).

I. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji meliputi (Doenges, 1999) :
1. Biodata.
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain.
2. Keluhan utama.
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS. keluhan utama
pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku kuduk, gangguan kesadaran,
demam dan kejang.

3. Riwayat penyakit sekarang.


Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan hebatnya keluhan,
mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang pernah dialami sebelumnya.
Biasanya pada masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan
demam,sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstrimitas dan
pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari
distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala terebut berupa gelisah, irritable, screaning
attack, perubahan perilaku, gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai
tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan paralisi
saraf otak.
4. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post natal. Dalam
riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah diderita oleh ibu
terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu diketahui apakah bayi lahir dalam usia
kehamilan aterm atau tidak karena mempengaruhi system kekebalan terhadap penyakit
pada anak. Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya
aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk mengetahui keadaan
anak setelah lahir. Contoh : BBLR, & apgar score.
5. Riwayat penyakit yang lalu.
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan meningkatkan
kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada jaringan otak. Imunisasi perlu
dikaji untuk mengetahui bagaimana kekebalan tubuh anak. Alergi pada anak perlu
diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk keadaan.
6. Riwayat kesehatan keluarga.
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan penyakit yang
dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga perlu diketahui, apakah ada
anggota keluarga yang menderita penyakit menular yang ada hubungannya dengan
penyakit yang dialami oleh klien (Soemarno marram, 1983).
7. Riwayat sosial.
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap pertumbuhan dan
perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga mengganggu status
mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut mengkaji status klien ataukeluarga
agar dapat memprioritaskan maslaah keperawatnnya.

8. Kebutuhan dasar (aktifitas sehari-hari).


Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan sehari-hari antara
lain: gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi karena mual muntah, hipermetabolik
akibat proses infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. Pola istirahat pada
penderita sering kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita. Pola kebersihan diri
harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita lemah atau tidak sadar dan
cenderung tergantung pada orang lain perilaku bermain perlu diketahui jika ada
perubahan untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada anak.
9. Pemeriksaan fisik.
Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pad apemeriksaan
neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi :
a. Keadaan umum.
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau
penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh
gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan
neural akibat prosses peradangan otak.
b. Gangguan system pernafasan.
c. Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabakan
kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila
tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan.
d. Gangguan system kardiovaskuler.
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada
daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan
tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan
meningkatnya transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
e. Gangguan system gastrointestinal.
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan intrakranial
yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan
sekresi asam lambung. Dapat pula terjd diare akibat terjadi peradangan sehingga
terjadi hipermetabolisme.
f. Pertumbuhan dan perkembangan.
Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronis atau mengalami
hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan sangat besar. Hal ini disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh
menurun termasuk fungsi social anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan
“tahun emas” untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan yang terjadi
saat ini harus diatasi untuk mencapai tugas –tugas pertumbuhan selanjutnya.
Pengkajian pertumbuhna dan perkembangan anak ini menjadi penting sebagai
langkah awal penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat dilakukan dengan
menggunakan format DDST.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d. penyakit: infeksi.
2. Mual b.d. peningkatan tekanan intrakranial, peradangan otak
3. Gangguan sensori persepsi (tipe: penglihatan, pendengaran, kinestetik, taktil, olfaktori)
b.d. ketidakseimbangan biokimia.
4. Resiko trauma b.d. penurunan koordinasi otot.
K. Perencanaan keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Hiper Setelah dilakukan tindakan § Monitor suhu sesering mungkin
termi b.d. keperawatan selama 3x24 jam R: mencegah terjadinya
penyakit: infeksi pasien menunjukkan suhu tubuh hiperpireksia
dalam batas normal dengan § Monitor warna dan suhu kulit
kreiteria hasil: R: kulit yn merah dan hangat
Indikator: menunjukkan kenaikan suhu
1. Suhu 36 – 37C tubuh.
2. Nadi dan RR dalam rentang § Monitor tekanan darah, nadi dan
normal RR
3. Tidak ada perubahan warna R: mengetahui respon fisiologis
kulit dan tidak ada pusing, dari kenaikan suhu tubuh
merasa nyaman § Monitor WBC, Hb, dan Hct
R; WBC yg tinggi
menunjukkan hipertermi krn
infeksi, Hb dan HCT yang
rendah menunjukkan
hipertermi karena kehilangan
cairan.
§ Monitor intake dan output cairan
R: terkait dengan kenaikan
suhu akibat kekurangan cairan.
§ Berikan anti piretik
R: menurunkan suhu tubuh
secara farmakologis.
§ Berikan antibiotik yang sesuai
R: hipertermi karena infeksi
dapat hilang jika infeksi hilang.
§ Selimuti pasien
R: lakukan jika pasien
menggigil.
§ Berikan cairan intravena
R: mencegah kekurangan
cairan akibat panas tubuh yg
tinggi.
§ Kompres pasien pada lipat paha
dan aksila
R: memicu vasodilatasi
pembuluh darah besar shg suhu
perifer menjadi dingin.
§ Tingkatkan sirkulasi udara
§ Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
§ Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
§ Monitor hidrasi seperti turgor
kulit, kelembaban membran
mukosa)
Mual b.d. Setelah dilakukan tindakan § Pencatatan intake output secara
peningkatan keperawatan selama 3x24 jam, akurat
tekanan mual pasien teratasi dengan kriteria R: untuk menentukan
intrakranial, hasil: tambahan cairan jika terjadi
peradangan otak Indikator: dehidrasi.
1. Melaporkan bebas dari mual § Monitor status nutrisi
2. Mengidentifikasi hal-hal yang R:mempertahankan energi
mengurangi mual klien.
3. Nutrisi adekuat § Monitor status hidrasi
4. Status hidrasi: hidrasi kulit (Kelembaban membran
membran mukosa baik, tidak ada mukosa, vital sign adekuat)
rasa haus yang abnormal, panas, R: memanatau adanya
urin output normal, TD, HCT dehidrasi
normal § Anjurkan untuk makan pelan-
pelan
R: makan pelen-pelan akan
mencegah pasien
memuntahkan makanan.
§ Batasi minum 1 jam sebelum, 1
jam sesudah dan selama
makan.
R: mencegah rasa penuh di
perut yang memicu muntah.
§ Berikan terapi IV kalau perlu
R: terapi IV untuk mengganti
cairan yang hilang akibat
muntah.
§ Kolaborasi pemberian anti
emetik
R: menghentikan rasa mula
secara farmakologis.
Gangguan sensori Setelah dilakukan tindakan § Evaluasi dan pantau secara
persepsi (tipe: keperawatan selama 3x24 jam teratur perubahan orientasi,
penglihatan, gangguan sensori persepsi teratasi, kemampuan berbicara, afektif,
pendengaran, dengan kriteria hasil: sensorik dan proses fikir.
kinestetik, taktil, R: perubahan motorik ,
olfaktori) b.d. Indikator: persepsi kognitif dan
ketidakseimbangan 1. komunikasi jelas dan pantas kepribadian dapat bersifat
biokimia secara usia dan kemampuan menetap dan terus menerus.
§ Kaji kesadaran sensorik seprti
2. Perhatian sentuhanm panas dingin, benda
3. Konsentrasi tajam/tumpul.
4. penglihatan dan pendengaran R: informasi penting untuk
5.koordinasi motorik keamanan pasien, jika pasien
merasakan panas dan dingin
maka akan terhindar dari
bahaya karena tubuh akan
menghindar..
§ Catat adanya perubahan yang
spesifik seperti mersusatkan
kedua mata, atau mengatakan
instruksi ya/tidak.
R: membantu menentukan
daerah lokalisasi yang
mengalami infeksi.
§ Hilangkan stimulus yang
berlebihan sesuai dengan
kebutuhan.
R: menurunkan ansietas,
respon emosi yang
berhubungan dengan sensasi yg
berlebihan.
Resiko trauma b.d. Setelah dilakukan tindakan § Sediakan lingkungan yang aman
penurunan keperawatan selama 3x24 jam klien untuk pasien
koordinasi otot tidak mengalami trauma dengan R: mencegah cidera dari
kriteria hasil: eksternal saat terjadi kejang.
§ Identifikasi kebutuhan keamanan
Indikator: pasien, sesuai dengan kondisi
1. Pasien terbebas dari trauma fisik dan fungsi kognitif pasien
fisik dan riwayat penyakit terdahulu
pasien
2. Keluarga mampu mengontrol R: menyediakan lingkungan yg
resiko trauma yang mungkin nyaman sesuai kebutuhan pasien.
terjadi § Memasang side rail tempat tidur
R: mencegah pasien jatuh dari
tempat tidur.
§ Membatasi pengunjung
§ Memberikan penerangan yang
cukup
R: pada pasien ensefalitis
mengalamai fotofobia, shg
penerangan harus lebih redup.
§ Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
R: keluarga dapat mencegah
pasien dari cidera.
§ Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
§ Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
§ Berikan penjelasan pada pasien
dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.
R: agar keluarga pasien
memahami keadaan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran
dan disfungsi pada otaknya
setidaknya hingga infeksi pada
otak teratasi.
Daftar Pustaka

Anania, et all. 2008. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta: Indeks.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. III, jilid 2. jakarta: Media Aeseolapius.
McCloskey dan Bulechek 2000. “Nursing interventions classification (NIC)”. United States of
America: Mosby.
Meidean, JM. 2000. “Nursing Outcomes Classification (NOC)”. United States of America:
Mosby.
NANDA Internasional. 2010. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC
Diposting oleh Arindra Pramuditya. S.kep, Ns di 00.06
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Anda mungkin juga menyukai