Anda di halaman 1dari 27

http://adinasyafa32.blogspot.co.

id/2015/03/asuhan-
keperawatan-pada-ibu-hamil.html
Kamis, 12 Maret 2015
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIV /AIDS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah
retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi
kembali dirinya. Asal dari HIV tidak jelas, penemuan kasus awal adalah dari sampel darah
yang dikumpulkan tahun 1959 dari seorang laki–laki dari Kinshasa di Republik Demokrat
Congo. Tidak diketahui bagaimana ia terinfeksi.
Saat ini terdapat dua jenis HIV: HIV–1 dan HIV–2. HIV–1 mendominasi seluruh
dunia dan bermutasi dengan sangat mudah. Keturunan yang berbeda–beda dari HIV–1 juga
ada, mereka dapat dikategorikan dalam kelompok dan sub–jenis (clades). Terdapat dua
kelompok, yaitu kelompok M dan O. Dalam kelompok M terdapat sekurang–kurangnya 10
sub–jenis yang dibedakan secara turun temurun. Ini adalah sub–jenis A–J. Sub–jenis B
kebanyakan ditemukan di America, Japan, Australia, Karibia dan Eropa. Sub–jenis C
ditemukan di Afrika Selatan dan India. HIV–2 teridentifikasi pada tahun 1986 dan semula
merata di Afrika Barat. Terdapat banyak kemiripan diantara HIV–1 dan HIV–2, contohnya
adalah bahwa keduanya menular dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan
infeksi–infeksi oportunistik dan AIDS yang serupa. Pada orang yang terinfeksi dengan
HIV–2, ketidakmampuan menghasilkan kekebalan tubuh terlihat berkembang lebih lambat
dan lebih halus. Dibandingkan dengan orang yang terinfeksi dengan HIV–1, maka mereka
yang terinfeksi dengan HIV–2 ditulari lebih awal dalam proses penularannya.
HIV dapat menular melalui kontak darah, namun disini kami akan mencoba
membahas bagaiamana HIV AIDS yang dialami ibu hamil dan bagaimana melakukan
sebuah proses keperawatan pada ibu hamil dengan HIV AIDS.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian HIV/AIDS?
2. Bagaimana etiologi HIV?
3. Apa saja macam – macam infeksi HIV?
4. Bagaimana patofisiologi HIV?
5. Bagaimana periode penularan HIV pada ibu hamil?
6. Bagaimana gejala HIV?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik HIV?
8. Bagaimana pengobatan HIV?
9. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian HIV/AIDS
2. Mengetahui etiologi HIV
3. Mengetahui macam – macam infeksi HIV
4. Mengetahui patofisiologi HIV
5. Mengetahui periode penularan HIV pada ibu hamil
6. Mengetahui gejala HIV
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik HIV
8. Mengetahui pengobatan HIV
9. Mengetahui konsep Asuhan Keperawatan pada ibu hamil dengan HIV

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat
menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul
secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh infeksi HIV.
 AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan
defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk
dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi
imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya ( Rampengan & Laurentz
,1997 : 171).
 AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh
manusia (H. JH. Wartono, 1999 : 09).
 AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh
(dr. JH. Syahlan, SKM. dkk, 1997 : 17).
Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal yang sudah
diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini akan dibahas mengenai
penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat terjadi dalam kehamilan.

2.2. Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut
HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2.
HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B
menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan
manifestasi neurologist.
 Cara penularan HIV:
1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi.
Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah.
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah
tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.
3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang
yang telah terinfeksi.
4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan
atau persalinan dan juga melalui menyusui.

 Penularan secara perinatal


1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang dikandungnya.
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu
terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu
dapat menular pada bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam kandungan atau juga
melalui ASI
4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI

 Kelompok resiko tinggi:


1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
2.3. Macam infeksi HIV
Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi menjadi
tiga Tahap :
1. Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan limfoid,
terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan pengaturan
replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara klinis merupakan
penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok, mialgia non-spesifik, dan
meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah CD4+ sel T menjadi normal terjadi
dalam waktu 6-12 minggu.
2. Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan replikasi.
virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+ secara perlahan
menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar limfe yang luas tanpa gejala
yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa tahun. Pada akhir tahap ini terjadi
demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan viremia. Tahap kronik dapat berakhir antara 7-
10 tahun.
3. Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh penderita
secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan, diare, infeksi
oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal sebagai AIDS.
Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap semua orang dengan infeksi HIV
dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/µl sebagai AIDS, meskipun gambaran
klinis belum terlihat. ( Robbins, dkk, 1998 : 143 )

2.4. Patofisiologi
 HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan dirinya pada
protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita)
turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA
(deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral
DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan
lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus–virus HI.
 Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–virus yang baru.
Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran darah,
dan berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit
dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi
mudah diserang oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk
menularkan virus tersebut dari orang ke orang.
 Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel–sel yang
terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang. Respons tersebut mendorong virus
untuk menghasilkan kembali dirinya.
 Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–1200 sel/ml
kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya terhitung dibawah
200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi oportunistik.
 Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika sistem kekebalan
tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi–infeksi tersebut
tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengidap HIV hal tersebut
dapat menjadi fatal.
Menyerang T Limfosit, sel
saraf,makrofag, monosit,
limfosit B

PATHWAY
2.5. Periode Penularan HIV pada Ibu hamil
1. Periode Prenatal
Timbulnya HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat (Minkoff, 1987).
Sejarah kesehatan, uji fisik dan tes laboratorium harus merefleksikan pengharapan ini jika
wanita dan bayinya menerima perawatan yang tepat. Para wanita yang termasuk dalam
kategori beresiko tinggi terhadap infeksi HIV mencakup:
a. Wanita dan atau pasangannya yang berasal dari wilayah geografis dimana HIV
merupakan sesuatu yang umum.
b. Wanita dan atau pasangannya yang menggunakan obat-obatan yang disuntikkan
melalui pembuluh darah.
c. Wanita yang menderita STD tetap dan kambuhan.
d. Wanita yang menerima tranfusi darah dari pengidap HIV.
e. Wanita yang yakin bahwa dirinya mungkin terjangkit HIV.
Tes HIV sebaiknya ditawarkan kepada wanita beresiko tinggi pada awal mereka
memasuki perawatan prenatal. Namun, soronegativitas pada uji prenatal pertama bukan
jaminan untuk titer negative yang berlangsung. Misalnya, seorang wanita berusia 24
tahun yang mendapatkan perawatan prenatal selama 8 minggu mempunyai hasil tes
western blot yang negative. Namun, setelah terinfeksi HIV, serum antibody
membutuhkan waktu sampai 12 minggu untuk berkembang. Tes western blot harus
diulangi dalam 1 atau 2 bulan dan pada trimester ketiga. Tes prenatal rutin dapat
membantu mengidentifikasi wanita yang terinfeksi HIV (Foster, 1987; Kaplan et al,
1987; Minkoff, 1987; Rhoads et al, 1987).
Tes ini juga dapat mengungkap Gonhorhea, Siphilis, Herpes yang tetap dan
menjadi lebih lama, C.Trakomatis, Hepatic B, Micobacterium tuberculosis, Candidiasis
(oropharingeal atau infeksi Vagian Chronic), Cytomegalo Virus (CMV), dan
Toxophlasmosis. Sekitar separuh penderita AIDS mengalami peningkatan titer CMV.
Karena masuknya penyakit CMV memiliki bahaya yang serius terhadap janin, para
wanita hamil dianjurkan dengan yang terinfeksi HIV. Sejarah vaksinasi dan kekebalan
telah didokumentasikan. Titer untuk cacar dan rubella ditentukan dan tes kulit
tuberkulosa (Derivasi protein yang dimurnikan/puriviet protein derivatif (PPD)) telah
dilakukan vaksinasi sebelumnya dengan vaksin rekonbivak Hb dicatat karena vaksin
tersebut berisi produk darah manusia (Vaksin ini sekarang bebas dari darah manusia dan
produk-produk darah). Wanita dapat menjadi calon yang menerima Rho D
Imunoglobulin. Penularan HIV belum ditemukan adanya vaksin Rh. Proses persiapan
melibatkan alcohol ethyl yang membuat virus tidak aktif. Vaksin ini dibuat dari darah
yang diambil dari kelompok donor regular yang tidak dikenali. Darah yang digunakan
untuk memproduksi vaksin menjalani tes darah yang dapat mendeteksi darah adanya HIV
(Francis, Chin, 1987, MMWR, 1987). Beberapa ketidaknyamanan yang dihadapi pada
masa prenatal (seperti kelelahan, anoreksia, dan penurunan berat badan) menyiratkan
tanda-tanda dan gejal-gejala infeksi HIV.
Diagnosa yang berbeda-beda terhadap seluruh keluhan dan gejala infeksi yang
disebabkan kehamilan dibenarkan. Tanda-tanda utama infeksi HIV yang semakin
memburuk mencakup turunnya berat badan lebih dari 10% dari berat badab sebelum
kehamilan, diare kronis lebih dari 1bulan dan demam (kambuhan atau konstan) selama
lebih dari 1 bulan. Untuk mendukung system, wanita hamil harus mendapat nutrisi yang
optimal, tidur, istirahat, latihan, dan reduksi stress. Jika infeksi HIV telah didiagnosa,
wanita tersebut diberitahukan mengenai konsekwensi yang mungkin terjadi pada bayi.

2. Periode Intrapartum
Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara substansial untuk
infeksi tanpa gejala dengan HIV (Minkoff,1987). Cara kelahiran didasarkan hanya pada
pertimbangan obstetric karena virus melalui plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama
pencegahn penyebaran HIV nosocomial dan perlindungan terhadap pelaku perawatan.
Resiko penularan HIV dianggap rendah selama kelahiran vaginal.. EPM (Elektrinic Fetal
Monitoring) eksternal dilakukan jika EPM diperlukan. Terdapat kemungkinan inokulasi
virus ke dalam neonatus jika dilakukan pengambilan sempel darah pada bayi dilakukan
atau jika elektroda jangat kepala bayi diterapkan. Disamping itu, seseorang yang
melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular virus HIV.

3. Periode Postpartum.
Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama periode postpartum
yang dapat dilakukan pada wanita yang terinfeksi HIV. Walaupun periode postpartum
pertengahan tercatat signifikan (update, 1987), tindak lanjut yang lebih lama telah
mengungkap frekwensi penyakit kilinis yang tinggi pada ibu-ibu yang anaknya menderita
penyakit (Skott, 1985; Minkoff et al, 1987). Tindakan pencegahan universal dilakukan
terhadap ibu dan bayi, seperti yang dilakukan terhadap semua pasien. Wanita dan bayinya
diarahkan pada dokter yang berpengalamn dalam pengobatan AIDS dan keadaan-keadaan
yang menyertainya. Pengaruh infeksi pada bayi dan neonatal mungkin tidak jelas. Karena
virus yang melalui plasenta, darah di tali pusat akan menunjukkan antibody HIV baik
apabila bayi terinfeksi ataupun tidak. Selama itu antibody yang melalui palang plasenta
mungkin tidak terdapat pada bayi yang tidak terinfeksi sampai usia 15 bulan. Ketika
infeksi HIV menjadi aktif banyak infeksi lain yang biasa menyertai pada orang dewasa
terjadi pada bayi. Komplikasi yang menyertai infeksi HIV pada bayi mencakup
Enchephalopati, Microchephalli, Defisit Kognitif, system saraf pusat (CNS/central
nervous system) Lhympoma, Cerebro Vaskuler Accident, gagal pernapasan dan
Lhympaclenophaty.

2.6. Gejala HIV AIDS


1. Gejala mayor
a. BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis
d. Demensia / HIV Ensefalopati
2. Gejala minor
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalist
c. Adanya herpes zoster yang berulang
d. Kandidiasis orofaringeal
e. Herpes simplex kronik progresif
f. Limfadenopati generalist
g. Infeksi jamur berulang pada kelamin wanita
h. Retinitis Cytomegalovirus

2.7. Pemeriksaan diagnostik


1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
- ELISA
- Western blot
- P24 antigen test
- Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
- Hematokrit.
- LED
- CD4 limfosit
- Rasio CD4/CD limfosit
- Serum mikroglobulin B2
- Hemoglobulin
2.8. Pengobatan
 Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi
cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang
kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis
direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap HIV/AIDS adalah
200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih
ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat
aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan:
1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan
pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari
viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).
2. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat
reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim
viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan
materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine,
delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya
sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan
dilepaskan.
 Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap
HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan
masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa
bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%.
Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke
anak. Obat–obatan tersebut adalah:
1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28
minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan
angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan
terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek
dimulai pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki
pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan
satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis
tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan
pada ibu dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba,
sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.
 Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral,
yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah
seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan
seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan
dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang
bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang
tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk
mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV.
Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan
dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine
sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah
terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya
selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang
memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak
merekomen dasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana hal ini
tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan
mendorong perilaku seksual yang tidak aman.

2.9. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Biodata Klien
2. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun.
Umur kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens. Respon imun sangat
tertekan pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus.
Pada lansia, atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.
Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun.
Diabetes meilitus, anemia aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis,
keberadaan penyakit seperti ini harus dianggap sebagai factor penunjang saat
mengkaji status imunokompetens pasien. Berikut bentuk kelainan hospes dan
penyakit serta terapi yang berhubungan dengan kelainan hospes :
 Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma, kortikosteroid,
globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
 Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein
liosing enteropati (peradangan usus)
3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)
a) Aktifitas / Istirahat
- Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola
tidur.
- Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas (
Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).

b) Sirkulasi
- Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
- Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat /
sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c) Integritas dan Ego
- Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan,
mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
- Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
d) Eliminasi
- Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa kram
abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
- Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan
sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal, perubahan
jumlah, warna dan karakteristik urine.
e) Makanan / Cairan
- Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
- Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang
buruk, edema
f) Hygiene
- Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
- Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g) Neurosensoro
- Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status
indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
- Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h) Nyeri / Kenyamanan
- Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
- Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan
gerak,pincang.
i) Pernafasan
- Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada
dada.
- Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya
sputum.
j) Keamanan
- Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit
defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
- Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul,
pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
k) Seksualitas
- Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya libido,
penggunaan pil pencegah kehamilan.
- Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
l) Interaksi Sosial
- Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya
trauma AIDS.
- Tanda : Perubahan interaksi.

4. Pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit
serta responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
 Serologis
- Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasil tes
positif, tapi bukan merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper (
T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer
monoseluler.
- Tes PHS
Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

 Neurologis
- EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
- Tes Lainnya
- Sinar X dada
- Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau
adanya komplikasi lain
- Tes Fungsi Pulmonal
- Deteksi awal pneumonia interstisial
- Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk
pneumonia lainnya.
- Biopsis
- Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
- Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada
waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru

 Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),
maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap
virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau
bisa sampai 6 – 12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi
awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak
efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan
evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA)
memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) bagi
semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
- Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada
virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA tidak menegakan
diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau
pernah terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang
dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV)
disebut seropositif.
- Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan
seropositifitas.
- Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup
yang beresiko.
2. Resiko tinggi penularan infeksi pada bayi berhubungan dengan adanya kontak darah
dengan bayi sekunder terhadap proses melahirkan.
3. Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan output cairan berlebih
sekunder terhadap diare
4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang
orang dicintai.
C. Rencana Keperawatan
Tujuan dan
No Diagnosa Intervensi Rasional
Kriteria hasil
1 Resiko tinggi infeksi Pasien akan 1. Monitor tanda- 1. Untuk
berhubungan dengan bebas infeksi tanda infeksi pengobatan dini
imunosupresi, setelah dilakukan baru.
malnutrisi dan pola tindakan 2. gunakan teknik 2. Mencegah pasien
hidup yang beresiko. keperawatan aseptik pada terpapar oleh
selama 3×24 jam setiap tindakan kuman patogen
dengan kriteria invasif. Cuci yang diperoleh di
hasil: tangan sebelum rumah sakit.
- Tidak ada luka meberikan
atau eksudat. tindakan. 3. Mencegah
- Tanda vital 3. Anjurkan bertambahnya
dalam batas pasien metoda infeksi
normal mencegah
(TD=110/70, terpapar 4. Meyakinkan
RR=16-24, terhadap diagnosis akurat
N=60-100, lingkungan dan pengobatan
S=36-37) yang patogen. 5. Mempertahankan
- Pemeriksaan 4. Kumpulkan kadar darah yang
leukosit normal spesimen untuk terapeutik
(6000-10000) tes lab sesuai
order.
5. Atur
pemberian
antiinfeksi
sesuai order
2 Resiko tinggi infeksi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan 1. Pasien dan
(kontak pasien) ditransmisikan pasien atau keluarga mau dan
berhubungan dengan setelah dilakukan orang penting memerlukan
infeksi HIV, adanya tindakan lainnya metode informasikan ini
infeksi keperawatan mencegah
nonopportunisitik selama 3×24 transmisi HIV 2. Mencegah
yang dapat jam dengan dan kuman transimisi infeksi
ditransmisikan. kriteria hasil: patogen HIV ke orang lain
- kontak pasien lainnya.
dan tim 2. Gunakan darah
kesehatan tidak dan cairan
terpapar HIV tubuh
- Tidak terinfeksi precaution bial
patogen lain merawat
seperti TBC. pasien.
Gunakan
masker bila
perlu.

3 Resiko tinggi defisit Defisit volume 1. Kaji 1. Mendeteksi


volume cairan cairan dapat konsistensi adanya darah
berhubungan dengan teratasi setelah dan frekuensi dalam feses
output cairan dilakukan feses dan
berlebih sekunder tindakan adanya darah. 2. Hipermotiliti
terhadap diare keperawatan 2. Auskultasi mumnya dengan
selama 1×24 jam bunyi usus diare
dengan criteria 3. Mengurangi
hasil: 3. Atur agen motilitas usus,
- perut lunak antimotilitas yang pelan,
- tidak tegang dan psilium emperburuk
- feses lunak, (Metamucil) perforasi pada
warna normal sesuai order intestinal
- kram perut 4. Berikan 4. Untuk
hilang, ointment A menghilangkan
dan D, vaselin distensi
atau zinc
oside

D. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau potensial.
Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan NCP.

E. Evaluasi
Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil,
sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika
tindakan yang sebelumnya tidak berhasil
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

`HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat
menyebabkan AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). Cara penularan HIVmelakukan penetrasi seks, melalui
darah yang terinfeksi, dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius
dengan seseorang yang telah terinfeksi, wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi
terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung
antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagian obat
intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah (transfusi),
bayi dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV adalah BB menurun lebih dari 10%
dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan
adanya gangguan neurologis, demensia / HIV ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap
lebih dari 1 bulan, dermatitis generalist, adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis
orofaringeal, herpes simplex kronik progresif, limfadenopati generalist,
infeksi jamur berulang pada kelamin wanita, retinitis cytomegalovirus.

3.2. Saran
Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya akan
memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan
bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan maternitas terutama pada ibu
hamil yang juga menderita HIV.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni
Made S, EGC, Jakarta

Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?. http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf. 07


Oktober 2013. 13.00 WIB (access online)

Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. 05 Oktober 2013. 15.10
WIB (access online)
Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada kehamilan.
http://www.mkb-online.org/. 05 Oktober 2013. 13.30 WIB (access online)
Diposkan oleh Dina Syafa di 21.14
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Dina Syafa
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
 ▼ 2015 (1)
o ▼ Maret (1)
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIV
/AIDS...

Anda mungkin juga menyukai