Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hemodialisis (HD) adalah terapi yang paling sering dilakukan oleh pasien penyakit ginjal
kronik di seluruh dunia (Son, et al, 2009). HD adalah suatu prosedur dimana darah
dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut
dialiser. Frekuensi tindakan HD bervariasi tergantung berapa banyaknya fungsi ginjal yang
tersisa, rata–rata penderita menjalani HD dua kali dalam seminggu, sedangkan lama
pelaksanaan hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam tiap sekali tindakan terapi
(Melo, Ribeiro & Costa , 2015).
Hemodialisis yang dilakukan oleh pasien dapat mempertahankan kelangsungan hidup
sekaligus akan merubah pola hidup pasien (Ignatavicus & Workman, 2009). Pasien yang
menjalani hemodialisis mengalami berbagai masalah yang timbul akibat tidak berfungsinya
ginjal. Hal ini menjadi stressor fisik yang berpengaruh pada berbagai dimensi kehidupan
pasien yang meliputi biologi, psikologi, sosial, spiritual (biopsikososial). Kelemahan fisik
yang dirasakan seperti mual, muntah, nyeri, lemah otot dan edema merupakan sebagian dari
manifestasi klinik dari pasien yang menjalani hemodialisis (Arif & Kumala, 2011).
Orang-orang yang menjalani hemodialisa hidupnya menjadi tergantung pada teknologi dan
tenaga ahli yang profesional. Mereka hidup dengan pengalaman yang berbeda dan banyak
rasa sakit. Mereka hidup dengan ketakutan dan acaman kematian. (Melo, Ribeiro & Costa ,
2015). Proses hemodialisa membutuhkan waktu 4-5 jam, umumnya akan menimbulkan stress
fisik, pasien akan merasakan kelelahan, sakit kepala, dan keluar keringat dingin akibat
tekanan darah yang menurun (Galieni, 2008).
Seorang perawat professional harus memperhatikan kualitas hidup pasien GGK yang
menjalani haemodialisa. Perawat memberikan asuhan keperawatan secara holistik yaitu bio-
psiko-sosial-spiritual, perawat yang memberikan hemodialisis pada pasien dituntut untuk bisa
membantu kesembuhan pasien secara maksimal baik itu dalam aspek fisik maupun psikologis.
Peningkatan keadaan psikologis yang baik pada pasien yang menjalani hemodialisis dapat

1
dinilai dengan keadaan kualitas hidupnya. Perawat hemodialisa, memerlukan pembentukan
parameter baru dalam hidup dan memperkenalkan hal yang nyata bagi penderita gagal ginjal
baru, terutama pada orang yang memiliki banyak kegiatan sehingga tidak bisa menjalani
hemodialisa setiap minggu.

B. Rumusan masalah
1. Apakah Definisi dari Hemodialisa ?
2. Apakah Etiologi dari Hemodialisa ?
3. Apa Tujuan Hemodialisa ?
4. Apa saja Prinsip yang mendasari kerja hemodialisis ?
5. Apa Patofisiologi Hemodialisa?
6. Apa saja Komponen Hemodialisa ?
7. Apa Indikasi Hemodialisa ?
8. Apa Kontraindikasi Hemodialisa?
9. Apa saja Komplikasi Hemodialisa?
10. Bagaimana Penatalaksanaan Hemodialisa?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi dari Hemodialisa
2. Untuk mengetahuiEtiologi dari Hemodialisa
3. Untuk mengetahui Tujuan Hemodialisa
4. Untuk mengetahui Prinsip yang mendasari kerja hemodialisis
5. Untuk mengetahuiPatofisiologi Hemodialisa
6. Untuk mengetahui Komponen Hemodialisa
7. Untuk mengetahuiIndikasi Hemodialisa
8. Untuk mengetahui Kontraindikasi Hemodialisa
9. Untuk mengetahui Komplikasi Hemodialisa
10. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Hemodialisa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit
akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu)
atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang
memerlukan terapi jangka panjang atau permanen. Tujuan hemodialisis adalah untuk
mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang
berlebihan (Suharyanto dan Madjid, 2009).
Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan.
Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit
akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat. Penderita gagal ginjal kronis, hemodialisis
akan mencegah kematian. Hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit
ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang
dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup
pasien (Brunner & Suddarth, 2006 ; Nursalam, 2006).
B. Etiologi
Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik akibat dari :
azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia berat,
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu
ginjal, dan sindrom hepatorenal.

C. Tujuan
Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari hemodialisa antara lain menggantikan
fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolism dalam tubuh,
seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain. Tujuan hemodialisa antara lain :
a) Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
b) Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.

3
c) Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan


kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 – 5 jam dengan frekuensi 2 kali
seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10 – 15 jam/minggu dengan Blood flow (QB)
200–300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3 –
5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 – 3 hari diantara hemodialisa,
keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan
menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.

D. Prinsip yang mendasari kerja hemodialisis


Aliran darah pada hemodialisis yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen
dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian
dikembalikan lagi ke tubuh pasien. Sebagian besar dializer merupakan lempengan rata
atau ginjal serat artificial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus dan
bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut
sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya. Pertukaran limbah dari darah ke
dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membrane semipermeabel tubulus (Brunner &
Suddarth, 2006).
Tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis, ultrafiltrasi.
Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara
bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan
konsentrasi yang lebih rendah (Lavey, 2011). Cairan dialisat tersusun dari semua
elektrolit yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan
dengan menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari daerah dengan tekanan
yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradient
ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negative yang dikenal sebagai
ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negative diterapkan pada alat ini sebagai
kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Elizabeth, et all,
2011)).

4
E. Patofisiologi
Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi utama untuk
menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi karena sebab primer
ataupun sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan pada ginjal dapat menyebabkan
terjadinya gagal ginjal atau kegagalan fungsi ginjal dalam menyaring / membersihkan darah.
Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan menjadi gagal ginjal akut maupun gagal ginjal
kronik. Dialisis merupakan salah satu modalitas pada penanganan pasien dengan gagal
ginjal, namun tidak semua gagal ginjal memerlukan dialisis. Dialisis sering tidak diperlukan
pada pasien dengan gagal ginjal akut yang tidak terkomplikasi, atau bisa juga dilakukan
hanya untuk indikasi tunggal seperti hiperkalemia. Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan sebelum melalui hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik terdiri dari
keadaan penyakit penyerta dan kebiasaan pasien. Waktu untuk terapi ditentukan oleh kadar
kimia serum dan gejala-gejala.Hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan kreatin
menurun dibawah 10 ml/mnt, yang biasanya sebanding dengan kadar kreatinin serum 8-10
mge/dL namun demikian yang lebih penting dari nilai laboratorium absolut adalah
terdapatnya gejala-gejala uremia.

F. Komponen hemodialisa
1) Dialyzer / Ginjal Buatan
Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, bila
fungsi kedua ginjal sudah tidak memadai lagi, mengatur keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengeluarkan racun-racun atau toksin yang merupakan komplikasi dari gagal
ginjal. Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak dapat diambil alih oleh ginjal buatan.
Dengan demikian ginjal buatan hanya berfungsi sekitar 70-80 % saja dari ginjal alami
yang normal.Macam-macam ginjal buatan :
a) Paraller-Plate Diyalizer
Ginjal pertama kali ditemukan dan sudah tidak dipakai lagi, karena darah dalam ginjal
ini sangat banyak sekitar 1000 cc, disamping cara menyiapkannya sangat sulit dan
membutuhkan waktu yang lama.
b) Coil Dialyzer

5
Ginjal buatan yang sudah lama dan sekarang sudah jarang dipakai karena volume
darah dalam ginjal buatan ini banyak sekitar 300 cc, sehingga bila terjadi kebocoran
pada ginjal buatan darah yang terbuang banyak. Ginjal ini juga memerlukan mesin
khusus, cara menyiapkannya juga memerlukan waktu yang lama.
c) Hollow Fibre Dialyzer
Ginjal buatan yang sangat banyak saat ini karena volume darah dalam ginjal buatan
sangat sedikit sekitar 60-80 cc, disamping cara menyiapkannya mudah dan cepat.

2) Dialisat
Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya mempunyai tekanan
osmotik yang sama dengan darah.Fungsi Dialisat pada dialisit:
a) Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolisme
b) Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa

Tabel perbandingan darah dan dialisat :

Komponen elektrolit Darah Dialisat

Natrium/sodium 136mEq/L 134mEq/L

Kalium/potassium 4,6mEq/L 2,6mEq/L

Kalsium 4,5mEq/L 2,5mEq/L

Chloride 106mEq/L 106mEq/L

Magnesium 1,6mEq/L 1,5mEq/L

Ada 3 cara penyediaan cairan dialisat :

1. Batch Recirculating
Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah dengan perbandingan 1 : 34
hingga 120 L dimasukan dalam tangki air kemudian mengalirkannya ke ginjal buatan
dengan kecepatan 500 – 600 cc/menit.
2. Batch Recirculating/single pas

6
Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya sebagian langsung buang.
3. Proportioning Single pas
Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampus secara konstan oleh
porpropotioning dari mesin cuci darah dengan perbandingan air : dialisat = 34 : 1
cairan yang sudah dicampur tersebut dialirkan keginjal buatan secara langsung dan
langsung dibuang, sedangkan kecepatan aliran 400 – 600 cc/menit.

3) AksesVaskularHemodialisis
Untuk melakukan hemodialysis intermiten jangkapanjang, maka perlu ada jalan masuk
kedalam sistem vascular penderita. Darah harus keluar dan masuk tubuh penderita dengan
kecepatan 200 sampai 400 ml/menit.Teknik akses vascular diklasifikasikansebagaiberikut:
a. AksesVaskulerEksternal (sementara)
1. Pirauarteriovenosa (AV) atau system kanula diciptakan dengan menempatkan
ujung kanula dari Teflon dalam arteri dan sebuah vena yang berdekatan. Ujung
kanula dihubungkan dengan selang karet silicon dan suatu sambungan teflon yang
melengkapi pirau.
2. Kateter vena femoralis sering dipakai pada kasus gagal ginjalakut bila diperlukan
akses vascular sementara, atau bila teknik akses vaskuler lain tidak dapat
berfungsi. Terdapat dua tipe kateter dialysis femoralis. Kateter saldon adalah
kateter berlumen tunggal yang memerlukan akses kedua. Tipe kateter femoralis
yang lebih baru memiliki lumen ganda, satu lumen untuk mengeluarkan darah
menuju alat dialysis dan satu lagi untuk mengembalikan darah ketubuh penderita.
Komplikasi pada kateter vena femoralis adalah laserasi arteria femoralis,
perdarahan, thrombosis, emboli, hematoma, daninfeksi.
3. Kateter vena subklavia semakin banyak dipakai sebagai alat akses vascular karena
pemasangan yang mudah dan komplikasinya lebih sedikit di banding kateter vena
femoralis. Kateter vena subklavia mempunyai lumen ganda untuk aliran masuk
dan keluar. Kateter vena subklavia dapat digunakan sampai empat minggu
sedangkan kateter vena femoralis dibuang setelah satu sampai dua hari setelah
pemasangan. Komplikasi yang disebabkan oleh katerisasi vena subklavia serupa

7
dengan katerisasi vena femoralis yang termasuk pneumotorak robeknya
arteriasubklavia, perdarahan, thrombosis, embolus, hematoma, daninfeksi.
b. AksesVaskular Internal (permanen)
1. Fistula
Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan yang (biasanya
dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau
menyambungkan (anastomosis) pembuluh aretri dengan vena secara side to-side
(dihubungkan antar-sisi) atau end-to-side (dihubungkan antara ujung dan sisi
pembuluh darah). Segmen-arteri fistula diganakan untuk aliran darah arteri dan
segmen vena digunakan untuk memasukan kembali (reinfus) darah yang sudah
didialisis. Umur fistula AV adalah empat tahun dan komplikasinya lebih sedikit
dengan pirau AV. Masalah yang paling utama adalah nyeri pada pungsi vena
terbentuknya aneurisma, trombosis, kesulitan hemostatis pasca dialisis, dan
iskemia pada tangan.
2. Tandur
Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis, sebuah
tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri atau vena dari
sapi, material Gore-Tex (heterograft) atau tandur vena safena dari pasien sendiri.
Biasanya tandur tersebut dibuat bila pembuluh darah pasien sendiri tidak cocok
untuk dijadikan fistula.Tandur biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas
atau paha bagian atas. Pasien dengan sistem vaskuler yang terganggu, seperti
pasien diabetes, biasanya memerlukan pemasangan tandur sebelum menjalani
hemodialisis. Karena tandur tersebut merupakan pembuluh drah artifisial risiko
infeksi akan meningkat. Komplikasitandur AV samadengan fistula AV.trombosis,
infeksi, aneurisma dan iskemia tangan yang disebabkan oleh pirau darah melalui
prosthesis dan jauh dari sirkulasi distal.(Sylvia, 2005: 975)

8
G. Indikasi
a. Gagal ginjal akut
b. Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit
c. Kalium serum lebih dari 6 mEq/l
d. Ureum lebih dari 200 mg/dl
e. pH darah kurang dari 7,1
f. Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari
g. Intoksikasi obat dan zat kimia
h. Sindrom Hepatorenal
i. Fluid overload

The National Kidney Foundation USA menyarankan apabila :

LFG ≤ 10ml /menit/1,73m2

Indikasi absolut untuk dimulainya hemodialisis:

a. Perikarditis
b. Keadaan overload sampai menimbulkan gejala-gejala oedem paru
c. Hipertensi berat dan progresif
d. Uremic Bleeding
e. Mual muntah yang persisten
f. Kreatinin serum ≥ 10 mg%

H. Kontra indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi
yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak
organik.Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak
mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas
hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah
penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan
ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).

9
Tidak dilakukan pada pasien yang mengalamisuhu yang tinggi. Cairan dialisis pada suhu
tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan
hemodialysis sel-seldarah merah sehingga kemungkinan penderita akan meninggal.

I. Komplikasi
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan
hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain:
1) Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa.Kram otot seringkali terjadi pada
ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
2) Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan
tambahan berat cairan.
3) Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap
aritmia pada pasien hemodialisa.

4) Sindrom ketidakseimbangan dialisa


Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari
darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen
ini.Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan
oedem serebri.Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani
hemodialisa pertama dengan azotemia berat.

10
5) Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6) Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga
merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
7) Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia.Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit
kepala.
8) Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

J. Penatalaksanaan pasien yang menjalani hemodialisis jangka-panjang


Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis mengingat
adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengeksresikan produk akhir
metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan
bekerja sebagai racun atau toksik. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara
kolektif dikenal sebagai gejala uremik dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih
banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejala yang timbul.Diet rend protein akan
mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala.
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta
edema paru.Dengan demikian, pembatasan cairan juga merupakan bagian dengan resep diet
untuk pasien ini.
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien dapat diperbaiki
meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein,
natrium, kalium dan cairan.Berkaitan dengan pembatasan protein, maka protein dari makanan
harus memiliki nilai biologis yang tinggi dan tersusun dari asam-amino esensial untuk
mencegah penggunaan protein yang buruk serta mempertahankan keseimbangan nitrogen

11
yang positif. Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi adalah telur, daging, susu dan
ikan.
Dampak Diet Rendah Protein. Diet yang bersifat membatasi akan merubah gaya hidup
dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai bagi banyak penderita gagal ginjal
kronis. Karena makanan dan minuman merupakan aspek penting dalam sosialisasi, pasien
sering merasa disingkirkan ketika berada bersama orang-orang lain karena hanya ada
beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya.Jika pembatasan ini dibiasakan,
komplikasi yang dapat membawa kematian seperti hiperkalemia dan edema paru dapat terjadi.
Pertimbangan medikasi. Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui
ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-
obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik.
Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis oleh karena itu, penyesuaian
dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan protein tidak akan
dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain bergantung pada berat dan
ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya
harus dievaluasi dengan cermat.Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan
menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan
saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan
menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.

12
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

a) Keluhan utama
a. Sindrom uremia
b. Mual, muntah, perdarahan GI.
c. Pusing, nafas kusmaul, koma.
d. Perikarditis, cardiar aritmia
e. Edema, gagal jantung, edema paru
f. Hipertensi
Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah, anoreksia
berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang meningkat. (Brunner &
Suddarth, 2001 : 1397)
b) Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien penderita gagal ginjal kronis (stadium terminal). (Brunner & Suddarth, 2001:
1398)
c) Riwayat obat-obatan
Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan
cermat.Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian dari susunan terapi dialysis,
merupakan salah satu contoh di mana komunikasi, pendidikan dan evaluasi dapat
memberikan hasil yang berbeda.Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan
menundanya. Sebagai contoh, obat antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan
saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan
menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya. (Brunner & Suddarth, 2001: 1401)
d) Psikospiritual
Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi penyakitnya
yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah financial, kesulitan dalam

13
mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang menghilang serta impotensi, dipresi
akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap kematian.(Brunner & Suddarth, 2001:
1402)
Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang pertama kali
dilakukan hemodialisis. (Muttaqin, 2011: 267)
e) ADL (Activity Day Life)
a. Nutrisi : pasien dengan hemodialisis harus diet ketat dan pembatasan cairan masuk
untuk meminimalkan gejala seperti penumpukan cairan yang dapat mengakibatkan
gagal jantung kongesti serta edema paru, pembatasan pada asupan protein akan
mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala,
mual muntah. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1400)
b. Eliminasi : Oliguri dan anuria untuk gagal
Aktivitas : dialisis menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga. Waktu yang
diperlukan untuk terapi dialisis akan mengurangi waktu yang tersedia untuk
melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik, frustasi. Karena waktu
yang terbatas dalam menjalani aktivitas sehai-hari.
f) Pemeriksaan fisik
a. BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan menurun.
b. TTV: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut nadi dan tekanan
darah diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur kembali pada saat prosedur
selesai dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur. (Muttaqin, 2011: 268)
g) Head to toe
a. Kulit : kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau gatal-
gatal
b. Kuku : kuku tipis dan rapuh
c. Rambut : kering dan rapuh
d. Oral : halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi
e. Lambung : mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.
f. Pulmonary : uremic “lung” atau pneumonia
g. Asam basa : asidosis metabolic
h. Neurologic : letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot pegal

14
i. Hematologi : perdarahan
h) Pemeriksaan Penunjang
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan GFR 4
ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)

B. Diagnosa Keperawatan

a) Pre HD
1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl,
2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih, retensi
cairan & natrium
3. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual &
muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa oral
4. Ansietas b.d krisis situasional
5. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi, Iritasi zat kimia, Defisit cairan d.d
Kerusakan jaringan (Mis. Kornea, membrane mukosa, integument, atau subkutan) dan
Kerusakan jaringan.
b) Intra HD
1. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan &
pemeliharaan akses vaskuler.
2. Risiko terjadi perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses hemodialisa
c) Post HD
1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur
dialisis d,dmenyatakan merasa lemah, menyatakan merasa letih, dispnea setelah
beraktifitas, ketidaknyamanan setelah beraktifitas, dan respon tekanan darah abnormal
terhadap aktivitas.
2. Risiko Harga diri rendah b.d ketergantungan, perubahan peran dan perubahan citra
tubuh dan fungsi seksual d.d gangguan citra tubuh, Mengungkapkan perasaan yang
mencerminkan perubahan individudalam penampilan, Respon nonverbal terhadap
persepsi perubahan pada tubuh (mis;penampilan,steruktur,fungsi), Fokus pada
perubahan, Perasaan negatif tentang sesuatu

15
3. Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang

C. Intervensi Keperawatan

1. Pre HD

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Pola nafas tidak Setelah diberikan asuhan 1. Observasi penyebab 1. Untuk menentukan
efektif b.d edema keperawatan selama 1x24 nafas tidak efektif tindakan yang harus
paru, asidosis jam diharapkan segera dilakukan
metabolic, Hb ≤ 7 2. Observasi respirasi 2. Menentukan
Pola nafas efektif setelah
gr/dl & nadi tindakan
dilakukan tindakan HD 4-5
jam, dengan Kriteria hasil:
3. Berikan posisi semi 3. Melapangkan dada
a. Nafas 16-28 x/m fowler klien sehingga nafas
b. edema paru hilang lebih longgar
b. tidak sianosis
4. Ajarkan cara nafas 4. Hemat energi
yang efektif sehingga nafas tidak
semakin berat
5. Berikan O2 5. Hb rendah, edema,
paru pneumonitis,
asidosis, perikarditis
menyebabkan suplai
O2 ke jaringan <

6. Lakukan SU pada 6. SU adalah penarikan


saat HD secara cepat pada
HD, mempercepat
pengurangan edema

16
paru

7. Kolaborasi 7. Untuk ↑Hb,


pemberian tranfusi sehingga suplai O2
darah ke jaringan cukup
8. Kolaborasi 8. Untuk mengatasi
pemberian antibiotic infeksi paru &
perikard
9. Kolaborasi foto 9. Follou up penyebab
torak nafas tidak efektif
10. Evaluasi kondisi 10. Mengukur
klien pada HD keberhasilan
berikutnya tindakan
11. Evaluasi kondisi 11. Untuk follou up
klien pada HD kondisi klien
berikutnya

2 Kelebihan volume Setelah diberikan asuhan 1. Observasi status 1. Pengkajian


cairan b.d keperawatan selama 1x24 cairan, timbang bb pre merupakan dasar
penurunan haluaran jam diharapkan dan post HD, untuk memperoleh
urine, diet cairan keseimbangan masukan data, pemantauan 7
Keseimbangan volume
berlebih, retensi dan haluaran, turgor evaluasi dari intervens
cairan tercapai setelah
cairan & natrium kulit dan edema,
dilakukan HD 4-5 jam
distensi vena leher dan
dengan Kriteria Hasil:
monitor vital sign
a. BB post HD sesuai dry
weight
b. Edema hilang 2. Batasi masukan 2. Pembatasan cairan
c. Retensi 16-28 x/m cairan pada saat akan menetukan dry
b. Kadar natrium darah weight, haluaran urine

17
132-145 mEq/l priming & wash out HD & respon terhadap
terapi.

3. UF & TMP yang


3. Lakukan HD
sesuai akan ↓
dengan UF & TMP
kelebihan volume
sesuai dg kenaikan bb
cairan sesuai dg target
interdialisis
BB edeal/dry weight

4. Sumber kelebihan
4. Identifikasi sumber cairan dapat diketahui
masukan cairan masa
interdialisis

5. Pemahaman
5. Jelaskan pada
↑kerjasama klien &
keluarga & klien
keluarga dalam
rasional pembatasan
pembatasan cairan
cairan

6. Kebersihan mulut
6. Motivasi klien untuk
mengurangi
↑ kebersihan mulut
kekeringan mulut,
sehingga ↓ keinginan

18
klien untuk minum

3 Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan 1. Observasi status 1. Sebagai dasar untuk


nutrisi, kurang dari keperawatan selama 1x24 nutrisi: memantau perubahan
kebutuhan tubuh jam diharapkan & intervensi yang
a. Perubahan BB
b.d anoreksia, mual sesuai
Keseimbangan nutrisi b. Pengukuran
& muntah,
tercapai setelah dilakukan antropometri
pembatasan diet
HD yang sdekuat (10-12 c. Nilai lab. (elektrolit,
dan perubahan
jam/mg) selama 3 bulan, BUN, kreatinin,
membrane mukosa
diet protein terpenuhi, kadar albumin,
oral
dengan protein

Kriteria Hasil: 2. Observasi pola diet


2. Pola diet dahulu &
a. Tidak terjadi sekarang berguna
penambahan atau ↓ BB untuk menentukan
yang cepat menu
b. Turgor kulit normal 3. Observasi faktor
3. Memberikan
tanpa udema yang berperan dalam
informasi, faktor mana
c. Kadar albumin plasma merubah masukan
yang bisa
3,5-5,0 gr/dl nutrisi
dimodifikasi.
b. Konsumsi diet nilai
protein tinggi
4. Kolaborasi
4. Tindakan HD yang
menentukan tindakan
adekuat, ↓ kejadian
HD 4-5 jam 2-3 minggu
mual-muntah &
anoreksia, sehingga ↑
nafsu makan

19
5. Pemberian albumin
lewat infus iv akan ↑
5. Kolaborasipemberian
albumin serum
infus albunin 1 jam
terakhir HD

6. Protein lengkap
akan ↑ keseimbangan
6. Tingkatkan masukan
nitrogen
protein dengan nilai
biologi tinggi: telur,
daging, produk susu

7. Anjurkan camilan
7. Kalori akan ↑
rendah protein, rendah
7.energi, memberikan
natrium, tinggi kalori
kesempatan protein
diantara waktu makan
untuk pertumbuhan

8. Jelaskan rasional
pembatasan diet,
hubungan dengan 8. ↑ pemahaman
penyakit ginjal dan klien sehingga mudah
↑urea dan kreatinin menerima masukan

9. Anjurkan timbang
BB tiap hari

9. Untuk menentukan
10. Observasi adanya status cairan & nutrisi
masukan protein yang
tidak adekuat, edema,

20
penyembuhan yang 10. Penurunanprotei
lama, albumin serum n dapat ↓ albumin,
turun pembentukan udema
& perlambatan
penyembuhan

4 Ansietas b.d krisis Setelah dilakukan asuhan 1. Evaluasi respon 1. Ketakutan dapat
situasional keperawatan selama 1x24 verbal dan non verbal terjadi karena nyeri
jam diharapkan kesadaran pasien. hebat, meningkatkan
pasien terhadap perasaan perasaan sakit, dan
dan cara yang sehat untuk kemungkinan
menghadapi masalah pembedahan.

Kriteria hasil :

a. Melaporkan ansietas 2. Meningkatkan


menurun sampai tingkat pemahaman,
2. Berikan penjelasan
dapat ditangani. mengurangi rasa takut
hubungan antara proses
karena ketidaktahuan,
b. Tampak rileks. penyakit dan gejalanya.
dan dapat membantu
menurunkan ansietas.

3. Mengungkapkan
rasa takut secara
terbuka dimana rasa
3. Berikan kesempatan takut dapat ditujukan.
pasien untuk
mengungkapkan isi
pikiran dan perasaan

21
takutnya. 4. Orang
terdekat/keluarga
mungkin secara tidak
4. Catat perilaku dari sadar memungkinkan
orang terdekat/keluarga pasien untuk
yang meningkatkan mempertahankan
peran sakit pasien. ketergantungan
dengan melakukan
sesuatu yang pasien
sendiri mampu
melakukannya.

5. Memberikan
keyakinan bahwa
pasien tidak sendiri
dalam menghadapi
masalah
5. Identifikasi sumber
yang mampu menolong.

5. Kerusakan Setelahdilakukanaskepsela Observasi kulit dengan 1. Mengetahui efek


integritas kulit ma 3x 24 jam sering terhadap efek yang terjadi pada
berhubungan diharapkanintegritaskulitpa samping kanker kulit.
dengan kerusakan sienterjagadengan criteria
2. Mandikan dengan
jaringan akibat hasil :
menggunakan air
radiasi 2. Mengurangi iritasi
- hangat dan sabun
pada kulit.
Kulitpasiennampakbersih. ringan

- Menunjukkan 3. Hindari menggosok


perubahan yang minimal atau menggaruk area.

22
pada kulit dan menghindari 3. Mencegah
trauma pada area kulit terjadinya perlukaan
4. Anjurkan pasien
yang sakit. pada kulit.
untuk menghindari krim
kulit apapun, bedak, 4. Mencegah iritasi
salep apapun kecuali pada kulit pasien.
diijinkan dokter.

5. Hindarkan pakaian
yang ketat pada aea
tersebut.

6. Oleskan vitamin A 5. Mencegah


dan D pada area terjadinya perlukaan.
tersebut.

7. Tinjau ulang efek


6. Memberikan asupan
samping dermatologis
nutrisi pada kulit dan
yang dicurigai pada
mencegah agar kulit
kemoterapi.
tidaak kering.

7. Mengetahui
perubahan yang
terjadi pada kulit pada
saat pengobatan
kemoterapi.

23
b. Intra HD

No Diagnosa Tujuan & Intervensi Rasional


Kriteria hasil

1 Resiko cedera b.d Setelah 1. Observasi 1. AV yg sudah tidak


akses vaskuler & dilakukan kepatenan AV shunt baik bila dipaksakan
komplikasi asuhan sebelum HD bisa terjadi rupture
sekunder terhadap keperawatan vaskuler
penusukan & selama 1x24 jam
pemeliharaan diharapkan
akses vaskuler. pasien tidak 2. Posisi kateter yg
2. Monitor kepatenan
mengalami berubah dapat terjadi
kateter sedikitnya
cedera dengan rupture vaskuler/emboli
setiap 2 jam
Kriteria hasil:

a. Kulit pada
3. Kerusakan jaringan
sekitar AV shunt 3. Observasi warna
dapat didahului tanda
utuh/tidak rusak kulit, keutuhan kulit,
kelemahan pada kulit,
sensasi sekitar shunt
b. Pasien lecet bengkak, ↓sensasi
tidak mengalami
komplikasi HD
4. Posisi baring lama
4.Monitor TD setelah stlh HD dpt
HD menyebabkan
orthostatik hipotensi

5. Shunt dapat
mengalami sumbatan &
5.Lakukan heparinisasi dapat dihilangkan dg
pada shunt/kateter

24
pasca HD heparin

6. Infeksi dapat
mempermudahkerusakan
6.Cegah terjadinya
jaringan
infeksi pd area
shunt/penusukan
kateter

2 Resiko terjadi Setelah 1. Monitor tanda- 1. Penurunan trombosit


perdarahan dilakukan tanda penurunan merupakan tanda adanya
berhubungan asuhan trombosit yang disertai kebocoran pembuluh
dengan keperawatan tanda klinis. darah yang pada tahap
penggunaan selama 1x4jam, tertentu dapat
heparin dalam diharapkan tidak menimbulkan tanda-
proses hemodialisa terjadi tanda klinis seperti
perdarahan epistaksis, ptekie
dengan

Kriteria hasil :
2. Aktifitas pasien yang
1. TD 120/80 tidak terkontrol dapat
mmHg, 2. Anjurkan pasien menyebabkan terjadinya
untuk banyak istirahat
N: 80- perdarahan.
(bedrest)
100x/menit
reguler, pulsasi
kuat 3. Keterlibatan pasien
dan keluarga dapat
2. Tidak ada
3. Berikan penjelasan membantu untuk
tanda perdarahan
kepada klien dan penaganan dini
lebih lanjut,
keluarga untuk
trombosit bila terjadi perdarahan
melaporkan jika ada

25
meningkat. tanda

perdarahan seperti:
hematemesis, melena,
epistaksis.

4. Mencegah terjadinya
4. Antisipasi adanya
perdarahan lebih lanjut.
perdarahan: gunakan
sikat gigi yang lunak,
pelihara kebersihan
mulut, berikan tekanan
5-10 menit setiap
selesai ambil darah

5. Kolaborasi, monitor
trombosit setiap hari
5. Dengan trombosit
yang dipantau setiap
hari, dapat diketahui
tingkat kebocoran
pembuluh darah dan
kemungkinan
perdarahan yang dialami
pasien.

c. Post HD

26
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Hasil

1 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Observasi faktor 1. Menyediakan


aktivitas b.d tindakan yang menimbulkan informasi tentang
keletihan, anemia, keperawatan & HD, keletihan: Anemia, indikasi tingkat
retensi produk selama 1x24 jam Ketidakseimbangan keletihan
sampah dan diharapkan klien cairan & elektrolit,
prosedur dialisis mampu Retensi produk sampah
berpartisipasi dalam depresi
aktivitas yang dapat
2. Tingkatkan
ditoleransi, dengan
kemandirian dalam
Kriteria Hasil: 2. Meningkatkan
aktifitas perawatan diri
aktifitas
a. Berpartisipasi yang dapat ditoleransi,
ringan/sedang &
dalam aktivitas bantu jika keletihan
memperbaiki harga
perawatan mandiri terjadi
diri
yang dipilih
3. Anjurkan aktivitas
b. Berpartisipasi alternatif sambil istirahat
dalam ↑ aktivitas 3. Mendorong
dan latihan latihan & aktifitas
yang dapat
c. Istirahat &
ditoleransi &
aktivitas
istirahat yang
seimbang/bergantian
adekuat

4. Anjurkan untuk 4. Istirahat yang


istirahat setelah dialisis adekuat dianjurkan
setelah dialisis,
karena adanya
perubahan
keseimbangan

27
cairan & elektrolit
yang cepat pada
proses dialisis
sangat melelahkan

2 Harga diri rendah Setelah diberikan 1. Observasi respon & 1. Menyediakan


b.d asuhan keperawatan reaksi klien & data klien &
ketergantungan, selama 1x24 jam keluarganya terhadap keluarga dalam
perubahan peran diharapkan penyakit & menghadapi
dan perubahan penanganannya. perubahan hidup
Memperbaiki
citra tubuh dan
konsep diri, dengan
fungsi seksual
Kriteria Hasil: 2. Observasihubungan 2. Penguatan &
klien dan keluarga dukungan terhadap
a. Pola koping
terdekat klien diidentifikasi
klien dan keluarga
efektif

b. Klien & 3. Observasi pola koping 3. Pola koping yang


keluarga bisa klien & keluarganya efektif dimasa lalu
mengungkapkan bisa berubah jika
perasaan & menghadapi
reaksinya terhadap penyakit &
perubahan hidup penanganan yang
yang diperlukan ditetapkan sekarang

4. Klien dapat
mengidentifikasi
masalah dan
4. Ciptakan diskusi yang
langkah-langkah
terbuka tentang
yang harus dihadapi
perubahan yang terjadi
akibat penyakit

28
&penangannya
Perubahan peran,
Perubahan gaya hidup,
Perubahan dalam
pekerjaan, Perubahan
seksual dan
Ketergantungan dg
center dialisis

5. Bentuk alternatif
5. Gali cara alternatif aktifitas seksual
untuk ekspresikan dapat diterima.
seksual lain selain
hubungan seks

6. Seksualitas
6. Diskusikan peran
mempunyai arti
memberi dan menerima
yang berbeda bagi
cinta, kehangatan dan
tiap individu,
kemesraan
tergantung dari
maturitasnya.

3 Resiko infeksi b.d Setelah diberikan


prosedur invasif asuhan keperawatan
1. Pertahankan area 1. Mikroorganisme
berulang selama 3x24 jam
steril selama penusukan dapat dicegah
diharapkan
kateter masuk kedalam
Pasien tidak tubuh saat insersi
mengalami infeksi kateter
dengan Kriteria
Hasil:

29
a. Suhu tubuh 2. Kuman tidak
normal (36-37 C) masuk kedalam area
2. Pertahankan teknik
insersi
b. Tak ada steril selama kontak dg
kemerahan sekitar akses vaskuler:
shunt penusukan, pelepasan
kateter
c. Area shunt
tidak nyeri/bengkak
3.Inflamasi/infeksi
3. Monitor area akses
ditandai dg
HD terhadap
kemerahan, nyeri,
kemerahan, bengkak,
bengkak
nyeri
4. Gizi yang baik
↑daya tahan tubuh
4. Beri pernjelasan pada
pasien pentingnya
↑status gizi

5.Pasien HD
mengalami sakit
5. Kolaborasi pemberian
kronis, ↓imunitas
antibiotik

D. Implementasi keperawatan

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi atau tindakan yang direncanakan.

E. Evaluasi

a. Pre HD
1. Nafas kembali normal, tidak terdapat edema paru dan sianosis

30
2. Volume cairan kembali dalam keadaan seimbang
3. Nutrisi pasien kembali dalam keadaan seimbang
4. Ansietas yang di alami menurun sampai tingkat dapat ditangani
5. Integritas kulit tidak mengalami kerusakan

b. Intra HD
1. Resiko cedera tidak terjadi
2. Tidak terjadi perdarahan

c. Post HD
1. Dapat beraktivitas seperti biasa
2. Harga diri rendah dapat teratasi karena pola koping klien efektif
3. Tidak terjadi infeksi

31
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan
,etiologiazotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia berat,
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu
ginjal, dan sindrom hepatorenal. ) , tujuan dari hemodialisa antara lain menggantikan fungsi
ginjal dalam fungsi ekskresi. Tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi,
osmosis, ultrafiltrasi. Komponen hemodialisa yaitu Dialyzer / Ginjal Buatan, Dialisat, Akses
Vaskular Hemodialisis, indikasi Perikarditis, Keadaan overload sampai menimbulkan gejala-
gejala oedem paru, Hipertensi berat dan progresif, kontra indikasi dari hemodialisa adalah
hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak
organik. Komplikasi :Kram otot, Hipotensi , Aritmia, Sindrom ketidakseimbangan dialisa,
HipoksemiaPerdarahan, Ganguan pencernaan, dan Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada
akses vaskuler.
B. Saran
Semakin berkembangnya zaman dan teknologi semakin meningkat juga resiko akan
penyakit pada manusia terutama dalam hal ini kehilangan fungsi ginjal atau gagal ginjal,
maka hemodialisis merupakan sarana penting dalam mengatasi hal ini sehingga dapat
mengembalikan fungsi ginjal yang sehat.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna maka dari itu penulis minta kritik dan saran yang membangun untuk
kelancaran pembuatan makalah selanjutnya.Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
penulis khususnya dan untuk pembaca umumnya.

32
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, J. 2000. Buku Saku Pathofisiologi. Jakarta : EGC.

Burrnert and Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
8. Jakarta: EGC

Herdman, T. Heather. 2012.NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC

Mansjoer. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Aeusculapius. Jakarta


Mirzanie, H. Dkk. 2005. Internoid. Tosca Enterprise. Yogyakarta

Ariany, Arin. 2013. Asuhan Keperawatan Hemodialisis. Di akses pada tanggal 23 Desember
2014 pada :http://arinariany.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-
hemodialisis.html

Setiawati, Wiwik. 2013. Laporan Pendahuluan Hemodialisa .Di Akses Pada Tanggal 23
Desember 2014 Pada :http://kesehatan-ilmu.blogspot.com/2012/01/laporan-
pendahuluan-hemodialisa.html

33

Anda mungkin juga menyukai