Anda di halaman 1dari 4

Merkuri Pada Penambangan Emas

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang dapat
meningkatkan derajat hidup rakyat bila dikelola dengan adil dan bijaksana. Salah satu sumber
daya alam yang melimpah adalah emas. Indonesia telah dikenal dengan potensi emasnya
sejak lebih dari 1000 tahun lalu, dimulai dengan kedatangan penambang emas dari Cina,
dilanjutkan pada zaman Hindu, dan menjadi semakin intensif saat berada dibawah kekuasaan
Belanda dan Jepang. Potensi tersebut terus berlanjut sehingga, saat ini Indonesia memiliki
tambang emas terbesar pertama di dunia yaitu Tambang Grasberg (Freeport) yang berlokasi
di Papua yang dinilai berdasarkan jumlah produksi emas dari pertambangan tersebut. Selain
pertambangan emas dengan skala besar, Indonesia juga memiliki pertambangan emas skala
kecil yang tersebar sebanyak 850 titik di wilayah Indonesia. Sayangnya, proses pemilahan
emas pada pertambangan emas skala kecil dilakukan menggunakan merkuri.1,2,3

Penggunaan merkuri pada pertambangan emas skala kecil sering dianggap sebagai penyebab
kerusakan dan pencemaran lingkungan. Salah satu tragedi yang pernah terjadi akibat merkuri
dikenal dengan Tragedi Minamata yang terjadi di Teluk Minamata, Jepang pada tahun 1959.
Tragedi ini menyebabkan kelumpuhan syaraf seperti kejang, lumpuh, koordinasi gerakan
yang terganggu, dan gangguan fungsi kerja sistem saraf lainnya yang sangat fatal pada
seluruh penduduk di daerah tersebut. Setelah dilakukan penelitian oleh Universitas
Kumamoto bersama Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Jepang, dilaporkan bahwa
pada Teluk Minamata telah terjadi pencemaran methyl-mercury termasuk pada ikan dan
hewan laut lainnya yang dikonsumsi oleh penduduk sekitar sebanyak 3 Kg per hari.
Pencemaran merkuri ini terjadi akibat pengolahan limbah yang buruk dari pabrik yang
memproduksi asam asetat dan menggunakan merkuri sebagai katalisnya.4,5

Merkuri

Merkuri (air raksa, Hydragyrum atau Hg) merupakan salah satu jenis logam yang sangat
toksik bagi kesehatan manusia. Merkuri dapat ditemukan secara alami di alam (akibat
aktivitas vulkanik, pelapukan batuan, pergerakan air, dan proses biologis), aktivitas manusia
(pembakaran batu bara, penambangan emas menggunakan merkuri, pembuatan semen,
pestisida, klorin, dan soda kaustik, penggunaan merkuri pada kedokteran gigi, dan aktivitas
lainnya), serta remobilisasi merkuri dari sumber historis yang terjadi apabila deposit merkuri
yang ada pada tanah, sedimen, tempat pembuangan sampah, dan limbah terganggu.6,8

Merkuri tersebar dalam tiga bentuk. Bentuk pertama adalah merkuri elemental atau merkuri
metalik yang merupakan logam berwarna silver mengkilap yang berbentuk liquid (cair) pada
suhu ruang dan terdapat dalam bentuk tunggal (tidak tergabung dengan bahan lain). Bentuk
kedua adalah merkuri inorganik atau garam merkuri, yaitu merkuri yang berikatan dengan
klorin, sulfur, atau oksigen dan terdapat dalam bentuk serbuk kristal berwarna putih, kecuali
merkuri sulfida (cinnabar). Bentuk terakhir adalah merkuri organik dimana merkuri berikatan
dengan karbon (misal: metil merkuri) yang merupakan kristal putih, kecuali dimetil merkuri
yang merupakan cairan. Ketiga bentuk merkuri ini memiliki toksisitas yang berbeda.6,9
Merkuri dan Tambang Emas

Merkuri digunakan pada Artisanal and Small-Scale Gold Mining (ASGM) atau pertambangan
emas skala kecil. Penggunaan merkuri bertujuan untuk mengekstrak emas dari bijih dengan
membentuk amalgam yang merupakan campuran antara merkuri dan emas dengan jumlah
perbandingan yang sama. Amalgam yang telah terbentuk kemudian dipanaskan untuk
menguapkan merkuri dari campuran, sehingga hanya emas yang akan tersisa. Metode ini
digunakan oleh ASGM karena dianggap lebih murah daripada metode alternatif lainnya,
dapat dikerjakan oleh satu orang, cepat, dan mudah.7

Paparan Merkuri Akibat Penambangan Emas

Merkuri yang menguap ke udara selama proses pembakaran amalgam akan terhirup oleh para
penambang. Jumlah merkuri yang menguap ke udara hampir selalu melebihi batas WHO
yang diperbolehkan untuk paparan publik yaitu 1 µg/m3. Paparan langsung melalui rute
inhalasi ini sangat berbahaya bagi penambang. Selain itu, paparan ini tidak hanya merugikan
penambang tetapi juga penduduk disekitar wilayah tambang karena merkuri yang menguap
akhirnya akan mengendap di tanah dan juga membentuk sedimen di danau, sungai, teluk, dan
laut.7

Paparan merkuri juga dapat terjadi akibat pembuangan langsung limbah merkuri ASGM ke
media lingkungan seperti tanah dan badan sungai. Padahal, merkuri termasuk ke dalam
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang tidak boleh dibuang langsung ke media
lingkungan karena dapat membahayakan kesehatan. Merkuri di media lingungan akan diubah
menjadi metil merkuri oleh organisme anaerob. Metil merkuri akan diabsorbsi oleh
fitoplankton yang kemudian akan dimakan oleh zooplankton dan ikan sehingga mencemari
rantai makanan. Bioakumulasi merkuri akan terjadi pada manusia yang mengkonsumsi ikan
yang telah tercemar merkuri secara terus menerus.1,5,7

Bahaya Merkuri5,7,8,9.10

Para penambang emas pada awalnya dapat mengalami keracunan merkuri akut dengan gejala
batuk,susah bernapas, dan nyeri dada. Namun, karena para penambang secara terus menerus
menghirup merkuri yang menyebabkan merkuri terakumulasi didalam tubuh, gejala
keracunan dapat berkembang dan menimbulkan efek lanjutan seperti kesesak pada dada
disertai dengan pneumonitis, bronkhiolitis, edema paru non kardiogenik atau fibrosis paru.
Apabila mata terpapar oleh merkuri, penambang dapat mengalami gangguan mata, perubahan
warna lensa mata, dan kerusakan permanen mata akibat penumpukan logam merkuri pada
epitel kornea. Kontak merkuri dengan kulit penambang dapat menyebabkan terjadinya iritasi
kulit, reaksi jaringan lunak, dan dermatitis.

Penduduk disekitar ASGM yang terpapar akibat tercemarnya rantai makanan dan
mengkonsumsi ikan yang tercemar merkuri dapat mengalami demam, sakit kepala, tremor,
mual dan muntah, diare, salivasi, gingivitis, nyeri abdomen, dan takikardi. Selain itu,
penduduk sekitar juga berpotensi mengalami gejala yang sama dengan penambang apabila
ASGM mencemari udara disekitarnya.
Paparan merkuri yang terus menerus dapat menimbulkan gejala kronis pada sistem saraf
pusat ditandai dengan tremor, sakit kepala, iritabilitas, kelelahan, dan kehilangan memori.
Selain itu, paparan merkuri juga dapat menyebabkan gangguan pada ginjal, saluran
pencernaan, dan kulit. Gangguan pada kulit ditandai dengan pink disease (kulit berwarna pink
dan terjadi pengelupasan kulit), ruam, dan berkeringat.

Paparan merkuri tidak hanya berbahaya bagi dewasa, namun memiliki tingkat bahaya yang
lebih tinggi terhadap anak-anak. Bentuk merkuri yang paling bahaya adalah metil merkuri
mampu menembus sawar darah otak pada orang dewasa, anak-anak, ibu hamil, dan ibu
menyusui. Masuknya metil merkuri ke sawar darah otak dapat menyebabkan gangguan
sistem saraf pusat yang dikenal dengan minamata disease. Metil merkuri dapat menembus
sawar darah otak janin pada ibu hamil dan dapat mencemari asi pada ibu menyusui.

Pencegahan Paparan Merkuri1,9

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) terutama masker, sarung tangan karet, dan baju
berlengan panjang saat melakukan aktivitas ASGM dapat melindungi para penambang emas
dari paparan merkuri secara berulang. Meski demikian, penggunaan APD tidak sepenuhnya
dapat mencegah terjadinya paparan merkuri.

Merkuri yang masuk ke dalam tubuh akan terakumulasi dan sulit untuk dikeluarkan dari
dalam tubuh. Penggunaan chelating agent Dimerkaprol, Dimercaptosuccinic acid (DMSA),
2,3-Dimercapto-1-propanesulfonic Acid (DMPS), dan Penisilamin dapat membantu
mengeluarkan merkuri dari dalam tubuh. Akan tetapi, chelating agent tersebut tidak dapat
mengeluarkan seluruh kadar merkuri dari dalam tubuh. Selain itu, keempat chelating agent
tersebut belum tersedia di Indonesia.

Penanganan limbah merkuri sebelum masuk ke lingkungan juga perlu diperbaiki sebagai
bentuk penanggulangan terhadap pencemaran limbah merkuri di lingkungan. Limbah merkuri
telah dikategorikan dalam limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) yang tidak boleh
dibuang langsung ke lingkungan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Oleh
karena itu, limbah B3 seperti limbah merkuri harus diolah oleh pengolah limbah yang
memiliki izin pengelolaan limbah B3.

Daftar Pustaka

1. Soprima, M., Haryoto Kusnoputranto, Inswiasri. 2015. Kajian Risiko Kesehatan


Masyarakat Akibat Pajanan Merkuri Pada Pertambangan Emas Rakyat di Kabupaten
Lebak, Banten. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 14 No 4, Desember 2015 : 296-308.
Diunduh dari:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=434820&val=4887&title=KAJIAN\
\\\\\\\\%20RISIKO%20KESEHATAN%20MASYARAKAT%20AKIBAT%20PAJANA
N%20MERKURI%20PADA%20PERTAMBANGAN%20EMAS%20RAKYAT%20DI
%20KABUPATEN%20LEBAK,%20BANTEN (diakses 8 Desember 2016)
2. Suprapto, Sabtanto Joko. Tinjauan tentang Cebakan Emas Aluvial di Indonesia dan
Potensi Pengembangan. Kelompok Program Penelitian Konservasi, Pusat Sumber Daya
Geologi. Diunduh dari:
http://psdg.bgl.esdm.go.id/buletin_pdf_file/Bul%20Vol%202%20no.%202%20thn%202
007/5.%20tinjauan%20tentang%20endapan%20emas%20aluvial.pdf (diakses 8
Desember 2016)
3. Ratnasari. 2014. Finding Alternative Solution for Small Scale Gold Minning. Diunduh
dari: http://rmibogor.id/2014/04/16/mencari-alternatif-solusi-pengelolaan-tambang-emas-
rakyat/ (diakses 8 Desember 2016)
4. Setiabudi, Bambang Tjahjono. 2005. Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan
Emas di Daerah Sangon, Kabupaten Kulon Progo, D.I.Yogyakarta. Kolokium Hasil
Lapangang – DIM. Diunduh dari:
http://psdg.bgl.esdm.go.id/kolokium/Konservasi/61.%20konservasi%20-
%20Sangon,%20Yogyakarta.pdf (diakses 8 Desember 2016)
5. Jiwanjaya, Yoga. 2015. Penyakit Minamata, Tragedi di Teluk Minamata Jepang Akibat
Merkury. Diunduh dari: http://www.biologiedukasi.com/2015/06/penyakit-minamata-
tragedi-di-teluk.html (diakses 9 Desember 2016)
6. World Health Organization. 2007. Exposure to Mercury: A Major Public Health
Concern. Diunduh dari: http://www.who.int/phe/news/Mercury-flyer.pdf (diakses 9
Desember 2016)
7. World Health Organization. 2007. Mercury Exposure and Health Impacts among
Individuals in the Artisanal and Small-Scale Gold Mining (ASGM) Community.
Diunduh dari:
http://www.who.int/ipcs/assessment/public_health/mercury_asgm.pdf?ua=1 (diakses 9
Desember 2016)
8. Sentra Informasi Keracunan Badan POM. Merkuri dan Dampaknya Terhadap Kesehatan
Manusia. Diunduh dari: http://ik.pom.go.id/v2016/artikel/MERKURI-UTK-KORAN-
TERBIT.pdf (diakses 9 Desember 2016)
9. Adi, Nuri Puwito, Aria K, Muhammad I, Dewi S.S. 2016. Epidemiological Study of
Mercury Intoxication among Artisanal Gold Miners in West Nusa Tenggara.
Occupational and Environmental Health Cluster, MERC, FKUI.
10. New Zealand National Poisons Centre. 2017. Mercury Amalgam. Diunduh dari:
http://toxinz.com/Spec/2085778/103846 (diakses 9 Desember 2016)

Anda mungkin juga menyukai