Kanker Ovarium Merupakan Tumor Ganas Pada Ovarium Yang Memiliki Histogenisitas Yang Beraneka Ragam
Kanker Ovarium Merupakan Tumor Ganas Pada Ovarium Yang Memiliki Histogenisitas Yang Beraneka Ragam
ragam, di mana dapat berasal dari ketiga dermoblast baik ekoderm, mesoderm dan endoderm.
Kanker ini berdasarkan atas sel-sel penyusun ovarium dapat dibagi menjadi tiga tipe utama, yaitu:
kanker ovarium tipe epitelial, germinal dan stromal (Busman, 2008). Sampai saat ini penyebab pasti
dari kanker ovarium masih diperdebatkan, namun beberapa faktor risiko yang dianggap dapat
menjadi penyebab timbulnya kanker ovarium, antara lain: adanya riwayat keluarga penderita
kanker ovarium, mamae, dan kolon, mutasi pada gen BRCA 1 dan BRCA 2, umur di atas 50 tahun,
wanita yang tidak memiliki anak atau nullipara, dan wanita yang memiliki anak pada umur lebih dari
35 tahun (Ari, 2008).
Kanker ovarium sebagian besar terjadi pada wanita umur 40 sampai 65 tahun dan sangat jarang
terjadi pada umur di bawah 40 tahun. Angka kejadian kanker ovarium mengalami peningkatan
seiring dengan pertambahan umur wanita, di mana kurang lebih sebesar 16 kasus per 100.000
wanita umur 40 sampai 44 tahun meningkat menjadi 57 kasus per 100.000 wanita umur 70 sampai
74 tahun. World Health Organization (WHO) pada tahun 2002 melaporkan bahwa kanker ovarium
di Indonesia menempati urutan ke empat terbanyak dengan angka insiden mencapai 15 kasus per
100.000 wanita setelah kanker payudara, korpus uteri, dan kolorektal (Fauzan, 2009). Di Amerika
serikat, jumlah kasus baru dan angka mortalitas kanker ovarium meningkat setiap tahunnya, di
mana pada tahun 2002 diperoleh sebanyak 23.300 kasus, dengan angka kematian sebesar 56,29%
dari kasus tersebut. Pada tahun 2003 meningkat menjadi 25.400 kasus dengan angka kematian
sebesar 59,66% dari kasus dan tahun 2007 menjadi 22.430 kasus baru dengan angka kematian
meningkat mencapai 68,12%. Bahkan pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak 21.880 kasus baru
akan terdiagnosis dengan angka kematian yang masih tinggi yaitu sebesar 63,30% (American Cancer
Society, 2010).
Angka kejadian kanker ovarium di Indonesia berdasarkan data Badan Registrasi Kanker pada tahun
2006 mencapai 11,9% (Badan Registrasi Kanker, 2006). Angka kejadian kanker ovarium di Rumah
Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah pada tahun 2005 diperoleh sebesar 35% dari seluruh kanker
ginekologi dengan survival rate selama lima tahunnya hanya sebesar 15% (Karyana, 2005).
Faktor Resiko
Klasifikasi
Tumor ovarium terbagi atas tiga kelompok berdasarkan struktur anatomi dari mana tumor
itu berasal yaitu tumor epitel ovarium, tumor germ sel, tumor sex cord – stromal.1 Kanker
ovarium ganas terdiri dari 90 – 95 % kanker epitel ovarium, dan selebihnya 5 – 10 % terdiri
dari tumor germ sel dan tumor sex cord-stroma.
Gambar Klasifikasi ca ovarium berdasarkan asal sel.
90 – 95 % dari kanker ovarium ganas merupakan kanker epitel ovarium, dan selebihnya 5 – 10 %
terdiri dari tumor germ sel dan tumor sex cord-stroma.
Schorge JO et al, Williams Gynecology, 1st ed. New York, Mc Graw Hill, 2008,p 716.
Manifestasi
Diagnosis didasarkan atas 3 tanda dan gejala yang biasanya muncul dalam perjalanan
penyakitnya yang sudah agak lanjut.
1. Gejala desakan yang dihubungkan dengan pertumbuhan primer dan infiltrasi ke jaringan
sekitar.
2. Gejala diseminasi/penyebaran yang diakibatkan oleh implantasi peritoneal dan bermanifestasi
adanya ascites.
3. Gejala hormonal yang bermanifestasi sebagai defeminisasi, maskulinisasi atau
hiperesterogenisme; intensitas gejala ini sangat bervariasi dengan tipe histologik tumor dan
usia penderita.
Pemeriksaan ginekologik dan palpasi abdominal akan mendapatkan tumor atau massa, di
dalam panggul dengan bermacam-macam konsistensi mulai dari yang kistik sampai yang solid
(padat). Kondisi yang sebenarnya dari tumor jarang dapat ditegakkan hanya dengan pemeriksaan
klinik. Pemakaian USG dan CT-scan dapat memberi informasi yang berharga mengenai ukuran
tumor dan perluasannya sebelum pembedahan. Laparatomi eksploratif disertai biopsi potong beku
(frozen section) masih tetap merupakan prosedur diagnostik paling berguna untuk mendapat
gambaran sebenarnya mengenai tumor dan perluasannya serta menentukan strategi penanganan
selanjutnya. Diagnosis tergantung penilaian klinis, laboratorium dan pembedahan yang tepat.
Laboratorium
Evaluasi perioperatif untuk kecurigaan kanker ovarium meliputi pemeriksaan darah
lengkap dan hitung jenis, kimia darah, urinalisis, sitologi serviks dan vagina, pemeriksaan
radiologi dada dan perut, pielografi intravena, barium enema dan mungkin uji fungsi hati, profil
koagulasi, pemeriksaan gastrointestinal serial. Akhirnya, antigen tumor berupa Ca125 atau CEA
dapat membantu dalam mengevaluasi keganasan.
Pemeriksaan Penunjang
1. USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah, dengan USG dapat memastikan
letak benjolan pelvis, ukuran, dan sifat, kistik atau substansial. Pemeriksaan USG dengan
cara pemeriksaan transvaginal ultrasound, yaitu memasukkan alat ultrasound ke dalam
vagina. Pemeriksaan juga dapat dilakukan melalui pemeriksaan ultrasound eksternal di
mana alat ultrasound diletakkan di atas perut. Gambar yang dihasilkan kemudian akan
menunjukkan ukuran serta tekstur dari ovarium Anda, sekaligus kista yang mungkin ada.
2. Jika diperlukan, pemeriksaan CT-Scan/MRI, yaitu dengan pemindaian visual pada bagian
perut, dada dan pelvik ini dapat membantu untuk mendeteksi tanda-tanda terjadinya
kanker pada bagian tubuh yang lain.
3. Pemeriksaan X-Ray, dapat mengetahui letak dan sifat benjolan pelvis, menentukan
stadium tumor, membantu pemeriksaan kekambuhan pasca operasi.
4. Biopsi, dengan laparoskopi mengambil jaringan ovarium untuk pemeriksaan
histopatologi
5. Tumor marker
Serum CA 125 saat ini merupakan petanda tumor yang paling sering digunakan dalam
penapisan kanker ovarium jenis epitel, walaupun sering disertai keterbatasan. Perhatian telah
pula diarahkan pada adanya petanda tumor untuk jenis sel germinal, antara lain Alpha-
fetoprotein (AFP), Lactic acid dehidrogenase (LDH), human placental lactogen (hPL),
plasental-like alkaline phosphatase (PLAP) dan human chorionic gonadotrophin (hCG).
Hacker FN. 2010. Epithelial Ovarian, Fallopian Tube, and Peritoneal Cancer. Berek and Hacker's
Gynecologic Oncology, Lippincott Williams & Wilkins. 5th Edition. Chapter : 576-8.
Winata, I.G.S., 2013. Ekspresi Protein 53 (P53) Tidak Berhubungan Dengan Stadium Kanker
Ovarium. Universitas Udayana : Denpasar.
Busman, B. 2008. Kanker Ovarium, dalam: Aziz, M.F., Andriono, Siafuddin, A.B, editors. Buku
Acuan Nasional Onkologi dan Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Choi, J.H., Wong, A.S.T., Huang, H.F., Leung, P.C. 2007. Gonadotropins and ovarian cancer.
Endocrine Reviews. 28 (4): 440-461.
Berek, J.S. & Natarajan, S. 2007. Ovarian and Fallopian Tube Cancer. In: Berek, J.S., editor.
Berek & Novak’s Gynecology. 14th. Ed. Philadhelpia: Lippincott William & Wilkins. p. 1457-
1548.
Badan Registrasi Kanker. 2006. Kanker di Indonesia Tahun 2006 Data Histopatologik. Jakarta:
Yayasan Kanker Indonesia.
Clarke-Pearson, D.L. 2009. Screening for Ovarian Cancer. N Engl J Med : 361;2.
Berek, J. 2005. Epithelial ovarian cancer: Piver editor. Handbook of gynecologic oncology. 2nd
edition. Lipponcott Williams&wilkins: p586.
Jelovac, D., and Amstrong, D. 2011. Recent progress in the diagnosis and treatment of ovarian
cancer. Ca Cancer J Clin; 61:183-203.