Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN INSTRUMENTASI TEKNIK

PADA PASIEN DENGAN MOW POST PARTUM


DI KAMAR OPERASI RSUD NGUDI WALUYO WLINGI

Disusun Oleh :
Romida Khurotin A’Yuni
NIM P17211175007

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
D4 KEPERAWATAN MALANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP PENYAKIT
A. Persalinan Normal
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus
melalui vagina ke dunia luar. Persalinan imatur adalah persalinan saat kehamilan 20-28 minggu dengan
berat janin antara 500-1000 gr. Persalinan premature adalah persalinan saat kehamilan 29-36 minggu
dengan berat janin antara 1000-2500 gr.
Pada saat persalinan ada 3 faktor yang perlu diperhatikan, yaitu jalan lahir (tulang dan jaaringan
lunak pada panggul ibu), janin dan kekuatan ibu. Kelainan satu atau beberapa faktor diatas dapat
menyebabkan distosia (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).

B. Pengertian Post Partum


Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan kembali sampai alat-alat kandungan
kembali seperti sebeum hamil. lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 1998). Akan tetapi seluruh
alat genital akan kembali dalam waktu 3 bulan (Hanifa, 2002). Selain itu masa nifas/purperium adalah
masa partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu (Mansjoer et.All. 1993).
Post partum/ masa nifas dalam 3 periode (Mochtar, 1998):
1. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan
2. Purperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya mencapainya
6-8 minngu
3. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil/waktu persalinan mempunyai komplikasi.

C. Tanda- tanda Bahaya Postpartum


1. Perdarahan vagina yang hebat atau tiba-tiba bertambah banyak
2. Pengeluaran vagina yang baunya menusuk
3. Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung
4. Sakit kepala terus-menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan
5. Pembengkakan di wajah/tangan
6. Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK, merasa tidak enak badan
7. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit
8. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang sama
9. Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki
10. Merasa sedih, merasa tidak mampu mengasuh sendiri bayinya/diri sendiri
11. Merasa sangat letih/nafas terengah-engah

D. Perawatan Post Partum


Perawatan post partum dimulai sejak kala uri dengan menghindari adanya kemunginan perdarahan
pst partum dan infeksi. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka episiotomi, lakukan penjahitan dan
perawatan luka dengan baik. Penolong harus tetap waspada sekurang-urangnya 1 jam post partum, untuk
mengatsi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum. Delapan jam post partum harus tidur
telentang untuk mencegah perdarahan post partum. Sesudah 8 jam, pasien boleh miring ke kanan atau ke
kiri unruk mencegah trombosis. Ibu dan bayi dapat ditempatkan dalam satu kamar. Pada hari seterusnya
dapat duduk dan berjalan. Diet yang diberikan harus cukup kalori, protein, cairan serta banyak buah-
buahan. Miksi atau berkemih harus secepatnya dilakukan katerisasi. Defekasi harus ada dalam 3 hari post
partum. Bila ada obstipasi dan timbul kompretase hingga vekal tertimbun di rektum, mungkin akan
terjadi febris. Bila hal ini terjadi dapat dilakukan klisma atau diberi laksan per os. Bila pasien mengeluh
adanya mules, dapat diberi analgetika atau sedatif agar dapat istirahat. Perawatan mamae harus sudah
dirawat selama kehamilan, areola dicuci secara teratur agar tetap bersih dan lemas, setelah bersih barulah
bayi disusui.

II. LAPORAN PENDAHULUAN TUBEKTOMI/ MOW (MEDIS OPERASI WANITA)

A. Pengertian

MOW (Medis Operatif Wanita)/ Tubektomi atau juga dapat disebut dengan sterilisasi. MOW
merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur
tidak dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki
sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks wania tidak akan turun (BKKBN, 2006).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau kesuburan perempuan
dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau memasang cincin) sehingga sperma tidak
dapat bertemu dengan ovum (Noviawati dan Sujiayatini, 2009) jadi dasar dari MOW ini adalah
mengokulasi tubafallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu (Hanafi, 2004).
MOW (Medis Operatif Wanita) adalah oklusi tuba fallopi sehingga spermatozoa tidak dapat
bertemu. MOW juga disebut dengan tubektomi yaitu pemutusan lumen tuba fallopi sehingga
mengakibatkan sterilisasi pada seorang wanita (Goldman, 2008).

B. Syarat Melakukan MOW


Syarat dilakukan MOW Menurut Saiffudin (2002) yaitu sebagai berikut:
1. Syarat Sukarela
Syarat sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan tentang cara cara kontrasepsi lain,
resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap serta pengetahuan tentang sifat permanen pada
kontrasepsi ini (Wiknjosastro, 2005)
2. Syarat Bahagia
Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan harmonis, umur istri sekurang
kurangnya 25 dengan sekurang kurangnya 2 orang anak hidup dan anak terkecil lebih dari 2 tahun
(Wiknjosastro,2005)
3. Syarat Medik
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat memenuhi syarat kesehatan,
artinya tidak ditemukan hambatan atau kontraindikasi untuk menjalani kontrasepsi mantap.
Pemeriksaan seorang dokter diperlukan untuk dapat memutuskan apakah seseorang dapat
menjalankan kontrasepsi mantap. Ibu yang tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi mantap
antara lain ibu yang mengalami peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan ibu
yang sedang hamil atau dicurigai sedang hamil (BKKBN, 2006)

C. Indikasi MOW
Komperensi Khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia tahun 1976 di Medan
menganjurkan agar tubektomi dilakukan pada umur 25 – 40 tahun, dengan jumlah anak sebagai berikut:
umur istri antara 25 – 30 tahun dengan 3 anak atau lebih, umur istri antara 30 – 35 tahun dengan 2 anak
atau lebih, dan umur istri 35 – 40 tahun dengan satu anak atau lebih sedangkan umur suami sekurang
kurangnya berumur 30 tahun, kecuali apabila jumlah anaknya telah melebihi jumlah yang diinginkan oleh
pasangan tersebut.(Wiknjosastro,2005).
Menurut Mochtar (1998) indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai berikut:
1. Indikasi medis umum
Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila wanita ini hamil lagi.
a. Gangguan fisik
Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum, penyakit jantung, dan
sebagainya.
b. Gangguan psikis
Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia (psikosis), sering menderita psikosa
nifas, dan lain lain.
2. Indikasi medis obstetrik
Indikasi medik obstetri yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio sesarea yang berulang,
histerektomi obstetri, dan sebagainya.
3. Indikasi medis ginekologik
Pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat pula dipertimbangkan untuk sekaligus
melakukan sterilisasi.
4. Indikasi sosial ekonomi
Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial ekonomi yang sekarang ini
terasa bertambah lama bertambah berat.
a. Mengikuti rumus 120 yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu, kemudian dapat
dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami istri, misalnya umur ibu 30 tahun dengan anak
hidup 4, maka hasil perkaliannya adalah 120.
b. Mengikuti rumus 100 ( usia ibu x jumlah anak = 100 )
Umur ibu 25 tahun ke atas dengan anak hidup 4 orang
Umur ibu 30 tahun ke atas dengan anak hidup 3 orang
Umur ibu 35 tahun ke atas dengan anak hidup 2 orang

D. Kontra Indikasi MOW


Menurut Mochtar (1989) kontraindikasi dalam melakukan MOW yaitu dibagi menjadi 2 yang
meliputi indikasi mutlak dan indikasi relative
1. Kontra indikasi mutlak
a. Peradangan dalam rongga panggul
b. Peradangan liang senggama aku (vaginitis, servisitis akut)
c. Kavum dauglas tidak bebas,ada perlekatan
2. Kontraindikasi relative
a. Obesitas berlebihan
b. Bekas laparotomi
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya tidak menjalani Tubektomi yaitu:
1. Hamil sudah terdeteksi atau dicurigai
2. Pedarahan pervaginal yang belum jelas penyebabnya
3. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol
4. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan
5. Belum memberikan persetujuan tertulis

E. Patofisiologi

Takut terjadi
Jumlah anak yang sudah Umur 41 tahun kehamilan lagi dan
banyak, partus yang ke 4 beresiko

Mendapatkan
MOW ( Tubektomi ) persetujuan

Penggunaan
alat/instrumen

Resiko Infeksi
Resiko Injury
Resiko jatuh

F. Teknik Melakukan MOW


1. Tahap persiapan pelaksanaan
a. Informed consent
b. Riwayat medis/ kesehatan
c. Pemeriksaan laboratorium
d. Pengosongan kandung kencing, asepsis dan antisepsis daerah abdomen
e. anesteri
2. Tindakan pembedahan (2009) teknik yang digunakan dalam pelayanan tubektomi antara lain:
a. Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu, hanya diperlukan
sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah (suprapubik) maupun
subumbilikal (pada lingkar pusat bawah). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap banyak
klien, relative murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang mendapat pelatihan khusus.
Operasi ini juga lebih aman dan efektif (Syaiffudin, 2006).
Baik untuk masa interval maupun pasca persalinan, pengambilan tuba dilakukan melalui
sayatan kecil. Setelah tuba didapat, kemudian dikeluarkan, diikat dan dipotong sebagian.
Setelah itu, dinding perut ditutup kembali, luka sayatan ditutup dengan kasa yang kering dan
steril serta bila tidak ditemukan komplikasi, klien dapat dipulangkan setelah 2 - 4 hari.
(Syaiffudin,2006).

b. Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Kandungan yang telah
dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini dapat dilakukan pada
6 – 8 minggu pasca pesalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi). Laparotomi sebaiknya
dipergunakan pada jumlah klien yang cukup banyak karena peralatan laparoskopi dan biaya
pemeliharaannya cukup mahal. Seperti halnya minilaparotomi, laparaskopi dapat digunakan
dengan anestesi lokal dan diperlakukan sebagai klien rawat jalan setelah pelayanan.
(Syaiffudin,2006).
3. Perawatan post operasi
a. Istirahat 2-3 jam
b. Pemberian analgetik dan antibiotik bila perlu
c. Ambulasi dini
d. Diet biasa
e. Luka operasi jangan sampai basah, menghindari kerja berat selama 1 minggu, cari
pertolongan medis bila demam (>38), rasa sakit pada abdomen yang menetap, perdarahan
luka insisi.

G. Waktu Pelaksanaan MOW


Menurut Mochtar (1998) dalam Wiknjosastro (2005) pelaksanaan MOW dapat dilakukan pada saat:
1. Masa Interval (selama waktu selama siklus menstrusi)
2. Pasca persalinan (post partum)
Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat lambatnya dalam
48 jam pasca persalinan. Tubektomi pasca persalinan lewat dari 48 jam akan dipersulit oleh
edema tuba dan infeksi yang akan menyebabkan kegagalan sterilisasi. Edema tuba akan
berkurang setelah hari ke-7 sampai hari ke-10 pasca persalinan. Pada hari tersebut uterus dan alat
alat genetal lainnya telah mengecil dan menciut, maka operasi akan lebih sulit, mudah berdarah
dan infeksi.
3. Pasca keguguran
Sesudah abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi
4. Waktu operasi membuka perut
Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut hendaknya harus dipikirkan
apakah wanita tersebut sudah mempunyai indikasi untuk dilakukan sterilisasi. Hal ini harus
diterangkan kepada pasangan suami istri karena kesempatan ini dapat dipergunakan sekaligus
untuk melakukan kontrasepsi mantap.
Sedangkan menurut Noviawati (2009) waktu pelaksanaan MOW (Mantap Operasi Wanita) dapat
dilaukan pada:
1. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tersebut tidak hamil
2. Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
3. Pasca persalinan
Minilaparotomi dapat dilakukan dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu pasca
persalinan setelah dinyatakan ibu dalam keadaan tidak hamil.
4. Pasca keguguran
Tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparatomi atau laparoskopi setelah triwulan pertama
pasca keguguran dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik. Sedangkan pada
triwulan kedua dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik, tubektomi dapat
dilakukan dengan cara minilaparotomi saja.

H. Keuntungan
Menurut BKKBN (2006) keuntungan dari kontrasepsi mantap ini antara lain:
1. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi
2. Tidak mengganggu kehidupan suami istri
3. Tidak mempengaruhi kehidupan suami istri
4. Tidak mempengaruhi ASI
5. Lebih aman (keluhan lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan), lebih efektif
(tingkat kegagalan sangat kecil), lebih ekonomis
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) keuntungan dari kontrasepsi mantap adalah
sebagai berikut:
1. Sangat efektif (0.5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan).
2. Tidak mempengaruhi proses menyusui (breasfeeding).
3. Tidak bergantung pada faktor senggama.
4. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.
5. Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local.
6. Tidak ada perubahan fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium)

I. Kerugian
Kerugian dalam menggunakan kontrasepsi mantap (Noviawati dan Sujiyati,2009) yaitu antara lain:
1. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak dapat dipulihkan kembali.
2. Klien dapat menyesal dikemudian hari
3. Resiko komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anestesi umum
4. Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
5. Dilakukan oleh dokter yang terlatih dibutuhkan dokter spesalis ginekologi atau dokter spesalis
bedah untuk proses laparoskopi.
6. Tidak melindungi diri dari IMS.
III. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Kaji biodata klien
2. Kaji riwayat ibu tentang alat atau jenis kontrasepsi yang digunakan sebelumnya
3. Tetapkan nilai pengetahuan ibu tentang konrasepsi dan komitmen pasangan sesksualnya terhadap
tubektomi
4. Kumpulkan data tentang data frekuensi koitus (sering atau beberapa kali seminggu)
5. Apakah ibu memiiki satu atau lebih pasangan seksual dan sejauh mana ibu memiliki keinginan
melakukan hubungan seksual dan metode kontrasepsi yang diinginkan
6. Tentukan mitos, keyakinan dan faktor budaya yang ada
7. Respon verbal dan nonverbal ketika ibu mendengar tentang berbagai metode yang tersedia. Juga
catat dengan teliti
8. Rencana kehidupan reproduksi setiap individu yang perlu dipertimbangkan
9. Surat persetujuan (setelah mendengarkan penjelasan yang cukup) akromin BRAIDED (benefit,
resiko, alternatif, inquiries, decisions, explanations, dokumentasi)
10. Kaji mengenai adanya kontraindikasi terhaap pelaksanaan tubektomi
a. Peradangan dalam rongga panggul
b. Peradangan laing senggama akut (vaginatis-servisitis akut)
c. Kavum Douglasi tidak bebas, ada perlekatan
d. Kelainan adneksa patologik
e. Penyakit kardiovaskuler berat, penyakit paru berat (akan menyulitkan dalam posisi genu
pektoral)
f. Penyakit lain yang tidak mungkin akseptor dalam posisi genu pektoral
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
3. Kecemasan berhubungan dengan efek samping pembedahan
4. Resiko tinggi perubahan pola seksualitas berhubungan dengan takut hamil
5. Distress spiritual berhubungan dengan ketidakcocokan keyakinan agama/budaya dengan pilihan
kontrasepsi
C. INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang dengan
kriteria hasil:
a. skala nyeri berkurang antara 0-1
b. klien tampak rileks
intervensi keperawatan
a. Observasi skala nyeri dengan metode PQRST
b. Berikan posisi nyaman pada klien
c. Dorong untuk menggunakan teknik relaksasi dan nafas dalam
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi infeksi atau infeksi dapat
dicegah dengan kriteria hasil:
a. Tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
b. Luka bersih dan kering
Intervensi keperawatan
a. observasi keadaan luka pasien
b. lakukan perawatan luka dengan prinsip aseptik
c. ajarkan klien teknik membersihkan dan merawat luka
3. Kecemasan berhubungan dengan efek samping pembedahan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan cemas berkurang atau hilang
dengan kriteria hasil:
a. Klien mengatakan yakin dengan kontrasepsi yang dipilih dan mengatakan tidak cemas lagi
Intervensi keperawatan
a. Beri informasi yang jelas tentang tubektomi dan efek samping yang akan terjadi
b. Beri dorongan semnagat dan dukungan kepada klien
c. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman agar pasien bisa beristirahat

D. EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan:
1. Nyeri berhubungan dengan prosedur pebedahan
a. skala nyeri berkurang antara 0-1
b. klien tampak rileks
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
a. Tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
b. Luka bersih dan kering
3. Kecemasan berhubungan dengan efek samping pembedahan
a. Klien mengatakan yakin dengan kontrasepsi yang dipilih dan mengatakan tidak cemas lagi
Intervensi keperawatan.
TEKNIK INSTRUMENTASI MOW

A. Pengertian

MOW (Medis Operatif Wanita) adalah Oklusi tuba fallopi sehingga spermatozoa tidak
dapat bertemu. MOW juga disebut dengan tubektomi yaitu pemutusan lumen tuba fallopi
sehingga mengakibatkan sterilisasi pada seorang wanita (Goldman, 2008). MOW yaitu suatu
tindakan operasi pemotongan aluran tuba untuk menghambat fertilitas pada wanita.

Indikasi MOW adalah :


 Usia lebih dari 40 tahun
 Paritas lebih dari 2
 Bila hamil menimbulkan resiko kesehatan yang serius
 Paska kelahiran
 Paska keguguran
 Memahami dan menyetujui tindakan ini

B. Tujuan:
a. Mengatur alat secara sistematis di meja instrument.
b. Memperlancar handling instrument.
c. Mempertahankan kesterilan alat-alat instrument selama operasi.

C. Persiapan
1. Persiapan pasien
a. Puasa.
b. Menanggalkan semua perhiasan dan gigi palsu.
c. Personal hygiene.
d. Informed consent.
e. Persiapan psikologis.
2. Persiapan Lingkungan
a. Mesin Suction.
b. Lampu Operasi.
c. Meja Operasi.
d. Meja Mayo.
e. Meja Instrumen.
f. Standar Infus.
g. Standar Baskom
h. Tempat Sarnpah.
3. Persiapan Alat
a. Persiapan Alat tidak Steril
− Gunting verban 1
− Perlak + duk panjang meja operasi 1/1
− Schort 5
b. Persiapan Alat Steril
1. Meja mayo
− Hanvad mess no. 3 1
− Gunting kasar 1
− Pinset anatomis panjang 2
− Pinset chirurgis 1
− Desinfeksi klem 2
− Duk klem 2
− Klem pean bengkok kecil 1
− Klem khocker lurus 4
− Naldfoeder 2
− Gunting lurus (benang) 1
− Langen back 2
− Klem bebcock 1
− Chucing/kom berisi savlon 4 1
− Bengkok 1
c. Meja linen
− Duk besar 4
− Duk kecil 4
− Sarung meja mayo 1
− Under pad steril / on steril 1/1
− Schort steril 4
− Handuk steril 4
− Kom berisi NS 0,9% Secukupnya
d. Bahan Habis Pakai
− Paragon mess no. 15 1
− Plain no. 1 / chromix no. 2-0 1/1
− Sarung tangan 6½, 7, 7 ½ 2/1/1
− Sufratule Secukupnya
− Hypafix Secukupnya
− Savlon Secukupnya
− Kassa tali 1
− Deppers kecil tali 1
− Kassa deppers 5
− Towel klem 4

D. Teknik Intrumentasi :

1. Setelah pasien dibius GA (face mask), kemudian atur posisi pasien pada posisi supine.
2. Cuci daerah yang akan dilakukan operasi dengan savlon dan keringkan dengan duk steril.
3. Berikan desinfeksi klem, chucing berisi savlon dan deppers pada asisten untuk antisepsis daerah
operasi
4. Lakukan drapping dengan cara duk besar diletakkan di daerah atas dan bawah, duk sedang di
daerah kiri dan kanan, kemudian fiksasi dengan duk klem pada tepi-tepinya.
5. Berikan kasa kering pada operator untuk mengeringkan daerah operasi, lalu dekatkan alat-alat
instrumen
6. Berikan pinset chirurgis pada operator untuk marker area operasi.
7. Berikan mess pada operator untuk melakukan insisi pada area operasi
8. Insisi dilakukan sampai tampak fascia, lalu berikan langenbeek untuk memperluas lapang
pandang. Berikan 2 klem khocker untuk menjepit fascia.
9. Berikan gunting kasar untuk membuka fascia dan dilebarkan sampai tampak peritoneum
10. Setelah peritoneum dibuka, berikan kasa besar (bertali) basah pada operator untuk melindungi
usus.
11. Berikan operator deppers kecil untuk mengeksplorasi abdomen dan mencari fundus uteri
12. Berikan asisten langenbeek untuk memperluas lapang pandang.
13. Tampak tuba fallopi, operator diberi 2 pinset anatomis panjang untuk identifikasi fimbrie
14. Setelah tuba ditemukan, kemudian berikan klem bibcock untuk menarik tuba dan di klem pean
untuk menjepit tuba dibawah klem bebcock.
15. Setelah itu diikat dengan plain no. 1, jarum round (pilih daerah yang avaskuler), kemudian tuba
dipotong dengan gunting mayo pada bekas jepitan klem. Identifikasi perdarahan dengan
menggunakan still depper kecil.
16. Tahap 13-15diulang untuk mencari tuba pada sisi sebaliknya.
17. Sebelum luka operasi ditutup hitung dan periksa kelengkapan alat dan kasa
18. Jahit area operasi lapis demi lapis
 Pada lapisan peritoneum dijahit dengan catgut plain no. 1dan jarum round
 Fasia dijahit dengan chromix jarum round 2-0
 Pada lapisan lemak dijahit dengan plain no. 1 jarum cutting
 Pada lapisan kulit gunakan chromix 2-0
20. Setelah proses penjahitan selesai, berikan kasa basah dan kering u/ membersihkan sisa/bekas
darah pada daerah operasi dan sekitarnya.
21. Tutup luka operasi dengan sufratule + kasa + hypafix.
22. Operasi selesai, alat-alat dibersihkan dan inventarisasi.
DAFTAR RUJUKAN

Manuaba, Ida, Bagus. G. 2009. Operasi Kebidanan. Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Dokter Umum. Jakarta: EGC.

Mochtar, Rustam. 2010. Sinopsis Obstetri II. Jakarta: EGC.

Turkanto. 2005. (INSTEK) Instrumentasi Teknik. Solo: PT. Media Mitra Persada.

Puruhito, dkk. 2001. Pedoman Teknik Operasi. Surabaya: Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai