Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN TEORI
2.1.Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal berisi 2 hormon steroid yaitu hormon estrogen
dan progesterone. Estrogen sintetik adalah etinil estradiol, mestranol dan
progesteron sintetik adalah progestin, norethindron, noretinodrel, etinodiol,
norgestrel. Alasan utama untuk menggunakan estrogen dan progesteron
sintetik adalah bahwa hormon alami hampir seluruhnya akan dirusak oleh hati
dalam waktu singkat setelah diabsorbsi dari saluran cerna ke dalam sirkulasi
porta.
Mekanisme kontrasepsi hormonal antara lain dengan penggunaan
estrogen dan progestin terus menerus terjadi penghambatan sekresi GnRH dan
gonadotropin sedemikian rupa hingga tidak terjadi perkembangan folikel dan
tidak terjadi ovulasi. Progestin akan menyebabkan bertambah kentalnya
mukus serviks sehingga penetrasi sperma terhambat, terjadi gangguan
keseimbangan hormonal dan hambatan progesteron menyebabkan hambatan
gangguan pergerakan tuba.
Estrogen menginhibisi pelepasan FSH, progesteron menginhibisi
pelepasan LH. Jelas bahwa ovulasi dapat dicegah dengan inhibisi stimulus
ovarium, maupun pencegahan pertumbuhan folikel. Selain itu kontrasepsi oral
dapat langsung bekerja pada saluran kelamin. Endometrium harus berada
pada status yang tepat di bawah pengaruh estrogen dan progesteron untuk
terjadinya nidasi dan hampir tidak mungkin terjadi implantasi pada
endometrium. Demikian pula sekret serviks yang banyak mengandung air,
pada saat ovulasi dianggap esensial bagi sperma dan lendir kental yang
dihasilkan karena pengaruh progesteron merupakan lingkungan yang tidak
mendukung bagi sperma Guyton, 2008).
Macam-macam KB hormonal:
2.1.1.Kontrasepsi oral ( pil kontrasepsi )
Kontrasepsi oral yang paling sering dipakai saat ini merupakan
kombinasi esterogen dan progresteron yang diminum setiap hari
selamatiga minggu dan bebas minum selama satu minggu, dan pada saat
itulah terjadi pendarahan uterus-withdrawal. Komponen estrogen dalam
pil menghalangi maturasi folikel dalam ovarium, sedangkan komponen
progesteron memperkuat daya estrogen untuk mencegah ovulasi. Pada
keadaan biasa estrogen dan progesteron dihasilkan oleh ovarium, karena
pengaruh folikel stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone
(LH) yang dikeluarkan oleh hipophyse, akan berpengaruh pada
endometrium sehingga terjadi siklus menstruasi. Selain itu esterogen
dan progresteron berpengaruh langsung pada hipotalamus, yaitu
mekanisme feed back, yang akan menghambat pengeluaran FSH dan
LH releasing factor yang akibat selanjutnya adalah dihambatnya
pengeluaran FSH dan LH. Dengan dihambatnya FSH dan LH maka
tidak akan terjadi ovulasi. Pada pemakaian kontrasepsi hormonal,
estrogen dan progesteron yang diberikan akan mengakibatkan kadar
estrogen dan progesteron dalam darah tetap tinggi, sehingga mekanisme
feed back akan bekerja. Mekanisme inilah yang dipakai sebagai dasar
bekerjanya kontrasepsi hormonal.
Kerugian pil KB:
a) Mahal dan membosankan karena harus menggunakannya setiap hari
b) Mual terutama pada 3 bulan pertama
c) Perdarahan bercak
d) Pusing
e) Nyeri payudara
f) Berat badan naik
g) Meningkatkan tekanan darah, retensi cairan sehingga resiko stroke
dan gangguan pembekuan darah pada vena dalam sedikit meningkat.
Pada usia >35 tahun dan merokok perlu hati-hati (Saifuddin, 2003).
Sampai sekarang dikenal 4 tipe kontrasepsi oral yakni tipe kombinasi,
tipe sekuensial, mini pil dan pil pasca sanggama (morning after pil).
Tipe kombinasi adalah yang mula mula dikenal dan efektifitasnya paling
tinggi dan oleh karena itu tipe inilah yang sampai sekarang paling
banyak digunakan (Manuaba, 2010).
a) Tipe kombinasi
Terdiri dari 21-22 pil yang setiap pilnya berisi derivat
estrogen dan progestin dosis kecil, untuk penggunaan satu siklus.
Pil pertama mulai diminum pada hari kelima siklus haid selanjutnya
setiap hari 1 pil selama 21-22 hari. Umumnya 2-3 hari sesudah pil
terakhir diminum akan timbul perdarahan haid yang merupakan
perdarahan putus obat (withdrawal bleeding). Penggunaan pada
siklus selanjutnya sama seperti siklus sebelumnya yaitu pil pertama
ditelan pada hari kelima siklus siklus haid (Manuaba, 2010).
b) Tipe sekuensial
Pil ini mengandung komponen yang disesuaikan dengan
sistem hormonal tubuh, 12 pil pertama hanya mengandung
estrogen, pil ke-13 dan seterusnya merupakan kombinasi
(Manuaba, 2010).
c) Tipe mini pil
Hanya berisi derivat progestin dosis kecil (0,5 mg atau lebih
kecil) terdiri dari 21-22 tablet. Minipil bukan menjadi pengganti
dari pil oral kombinasi, tetapi hanya sebagai suplemen/tambahan,
yang digunakan oleh wanita yang ingin menggunakan kontrasepsi
oral tetapi sedang menyusui atau untuk wanita yang harus
menghindari estrogen oleh sebab apapun (Hartanto, 2004).
d) Pil pasca senggama
Berisi dietilstilbestrol 25 mg diminum 2 kali sehari dalam
kurang waktu 72 jam pasca senggama selama 5 hari berturut-turut
(Hartanto, 2004).
2.1.2. Kontrasepsi Suntik (KB Suntik)
Mekanisme kerja kontrasepsi suntik secara primer kadar Folikel
Stimulating Hormon (FSH) dan kadar Leutenizing Hormon (LH) menurun
sehingga tidak terjadi peningkatan LH. Respon kelenjar hypofise terhadap
gonadotropin realising hormon eksogenous tidak berubah, sehingga
member kesan proses terjadi di hipotalamus daripada di hypofise. Secara
sekunder lender servik menjadi kental dan sedikit, sehingga merupakan
barier terhadap spermatozoa serta membuat endometrium menjadi kurangt
baik untuk implantasi ovum yang telah dibuahi oleh sperma karena
edometrium menjadi atropi, selain itu juga mempengaruhi kecepatan
transport ovum di dalam tubafallopi.
Jenis Kontrasepsi yang beredar di Indonesia:
a) DMPA (Depo Medroxy Progesteron Acetat)
Mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan
cara disuntik intramuskular.
b) Depo noretisteron enantat (Depo Noristerat)
Mengandung 200mg noretisteron enantat, diberikan setiap 2 bulan
dengan cara disuntik intramuskular.
c) Cyclofem
Mengandung 25 mg depo medroksi asetat dan 5 mg estradiol sipionat
yang diberikan injeksi intramuskular sebulan sekali (Saifuddin, 2003).
2.1.3. Implan
2.1.3.1 Pengertian
Implan adalah kontrasepsi jenis lain yang bersifat hormonal, dan
dimasukkan kebawah kulit. Ada beberapa jenis implan, yang biasa dipakai
di Indonesia adalah norplant. Implant merupakan salah satu metode
kontrasepsi yang efektif berjangka 2-5 tahun (Anggraini, 2012).
Implant adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung
levonogestrel yang dibungkus dalam kapsul silasticsilikon
(polidemetsilixane) dan di susukkan dibawah kulit (Sarwono,1999).
Implant merupakan alat kontrasepsi yang diinsersikan tepat
dibawah ulit, dilakukan pada bagian lengan atas atau di bawah siku
melalui insisi tunggal dalam bentuk kipas. Implant merupakan salah satu
metode kontrasepsi hormonal yang efektif, tidak permanen dan dapat
mencegah terjadinya kehamilan antara 3-5 tahun. Metode ini
dikembangan oleh The Population Council, yaitu organisasi internasional
yang didirikan tahun 1952 untuk mengembangkan teknologi kontrasepsi.
(Bilal A,2016)
2.1.3.2 Jenis-Jenis Implan
1. Norplant
Implan ini terdiri dari 6 kapsul yang secara total bermuatan 216
mg levonorgestrel dengan batang silastik lembut berongga, diameter
3,4 cm, diameter 2,4 mm, dan pada ujungnya terdapat tutup dengan
penyumbat sintetik yang tidak mengganggu kesehatan klien. Lama
kerja 5 tahun, dan setelahnya terdapat 50% bahan aktif levonorgestrel
asal yang belum didistribusikan ke jaringan intersisial dan sirkulasi.
Enam kapsul Norplant dipasang menurut konfigurasi kipas di lapisan
subdermal lengan atas. (Bilal A,2016)
2. Implanon
Implanon adalah kontrasepsi subdermal kapsul tunggal yang
mengandung etonogestrel (3-ketodesogestrel), batang berwarna putih
lentur dengan panjang kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, dan lama
kerjanya 3 tahun. Telah dilakukan banyak penelitian tentang
keamana, efektivitas dan penerimaan implanon dan banyak negara di
Eropa dan Asia telah menggunakan implanon. (Bilal A,2016)
3. Jadelle (Norplant II)
Implan jenis ini terdiri dari 2 batang yang di isi dengan 75 mg
levonogestrel dan lama kerja 3 tahun. Norplant 2 mendapat
persetujuan badan pengawas obat internasional digunakan di banyak
negara (Eropa, Asia dan Efrika) (Bilal A,2016)
2.1.3.3 Mekanisme Kerja Implan
Implant mencegah terjadinya kehamilan melalui berbagai cara.
Seperti kontrasepsi progestin pada umumnya, mekanisme utamanya adalah
menebalkan mucus serviks sehingga tidak dapat dilewati oleh sperma.
Walaupun pada konsentrasi yang rendah, progestin akan mengalami
pengentalan mucus serviks. Perubahan segera setelah pemasangan,
progestin juga menekan pengeluaran follicle stimulating hormone (FSH)
dan luteinzing hormone (LH) dari hipotalamus dan hipofise. Lonjakan LH
(surge) direndahkan sehingga ovulasi ditekan oleh levonorgestrel. LH
ditekan lebih kuat oleh etonogestrel sehingga tidak terjadi ovulasi selama 3
tahun pertama penggunaan implant.
Penggunaan progestin jangka panjang, juga menyebabkan
hipotropisme endometrium sehingga mengganggu proses implantasi.
Perubahan pertumbuhan dan mturasi endometrium, juga menjadi penyebab
terjadinya perdarahan ireguler. Hal yang baru dalam implant-2 ialah cara
pengeluaran hormone levonogestrel di dalam tubuh, yang terjadi secara
terus menerus dan stabil dalam 3-4 tahun. Metode kontrasepsi subdermal
ini setara dengan 1095-1460 pil progestin yang harus diminum setiap hari.
Pengaruh pada lender serviks yaitu lender menjadi kental, jumlah
menjadi berkurang, sehingga mencegah penetrasi sperma, hanya beberapa
sperma yang mampu mencapai saluran endoserviks.
Waktu yang tepat saat dilakukan pemasangan setiap saat diluar
siklus haid, asal dapat dipastikan ibu tidak hamil. Bila implant diinsersikan
setelah hari ke 7 siklus haid, klien jangan melakukan senggama atau
menggunakan alat kontrasepsi lain selama 7 hari saja. Biasanya
pemasangan terbaik di hari ke 2 sampai hari ke 7 atau jangan melewati
hari ke 5-7 hari setelah haid mulai. Pada ibu pasca persalinan antara 6
minggu sampai 6 bulan, menyusui , insersi dapat dilakukan setiap saat.
Bila menyusui penuh, tidak dibutuhkan penggunaan kontrasepsi lain . bila
setelah 6 minggu terjadi haid kembali sampai di pastikan ibu tidak hamil,
insersi dapat dilakukan setiap saat. Bila sebelumnya ibu menggunakan alat
kontrasepsi AKDR maka implant dapat di insersikan pada saat siklus haid
ke 7 dan klien tidak diperbolehkan melakukan senggama selama 7 hari.
(Bilal A,2016)
2.1.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Implan
1. Kelebihan
Menurut (SorohaP,2009) kelebihan dari penggunaan implant:
1) Daya guna tinggi (kegagalan 0,2 – 1 kehamilan per 100 perempuan)
2) Memberi perlindungan jangka panjang (3-5 tahun)
3) Tingkat kesuburan cepat kembali setelah implant dicabut
4) Tidak diperlukan pemeriksaan dalam
5) Tidak mengganggu kegiatan senggama dan tidak mengganggu
produksi ASI
6) Bebas dari pengaruh estrogen, klien hanya perlu kembali ke klinik
bila ada keluhan
7) Dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan
2. Kekurangan
Menurut (SorohaP,2009) kekuragan dari penggunaan implant:
1) Nyeri kepala, pening/ pusing
2) Peningkatan/ penurunan berat badan
3) Nyeri payudara
4) Perubahan mood / kegelisahan
5) Tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi penyakit menular
seksual seperti HIV/AIDS
6) Memerlukan tindakan pembedahan minor untuk memasang dan
pencabutannya, sehingga klien tidak dapat mengehentikan sendiri
pemakaiannya.
7) Efektivitasnya menurun jika menggunakan implant bersamaan
dengan penggunaan obat untuk epilepsy dan tuberculosis.
8) Terjadinya kehamilan ektopik sedikit lebih tinggi (1,3 per 100.000
perempuan pertahun)
2.1.3.5 Indikasi dan Kontraindikasi untuk Klien
Menurut (SorohaP,2009)indikasi dan kontraindikasi klien yang akan
menggunakan kontrasepsi metode implant:
1. Indikasi atau klien yang diperbolehkan memasang implant
1) Usia reproduksi, telah memiliki anak atau belum memiliki anak
2) Menginginkan kontrasepsi dengan efektivitas tinggi dan jangka
panjang
3) Pasca persalinan atau sedang menyusui
4) Pasca keguguran
5) Tidak menginginkan anak lagi tapi tidak mau sterilisasi
6) Tekanan darah <180/110 , masalah anemia bulan sabit atau
pembekuan darah
7) Tidak boleh menggunakan kontrasepsi yang mengandung
progestron
8) Riwayat kehamilan ektopik
9) Sering lupa minum pil
2. Kontraindikasi atau klien yang tidak diperbolehkan memakai implant
1) Hamil atau diduga hamil
2) Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya
3) Tromboflebitis atau memiliki penyakit trombo emboli
4) Penyakit hati akut
5) Tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi
6) Gangguan toleransi glukosa
7) Riwayat ca. mamae , dan tumor
8) Miom uterus
2.1.3.6 Prosedur Pemasangan
Prosedur pemasangan menurut Handayani (2010:122 ) yaitu :
1) Terhadap calon akseptor dilakukan konseling dan KIE yang selengkap
mungkin mengenal norplant ini sehingga calon akseptor benar – benar
mengerti dan menerimanya sebagai cara kontrasepsi yang akan
dipakainya dan diberikan informed consent untuk ditanda tangani oleh
suami isteri.
2) Persiapan alat – alat yang diperlukan :
a) Sabun antiseptik
b) Kasa steril
c) Cara aseptik
d) Kain steril yang mempunyai lubang
e) Obat anestesi lokal
f) Semprit dan jarum suntik
g) Trokar no. 10
h) Sepasang sarung tangan steril
i) Satu set kapsul norplant (2 buah)
j) Scapel yang tajam
3) Teknik Pemasangan
a) Tenaga kesehatan mencuci tangan dengan sabun
b) Daerah tempat pemasangan (lengan kiri bagian atas) dicuci dengan
sabun antiseptik.
c) Calon akseptor dibaringkan terlentang ditempat tidur dan lengan
kiri diletakkan pada meja kecil disamping tempat tidur akseptor
d) Gunakan hand scoon steril dengan benar. e) Lengan kiri pasien
yang akan dipasang diolesi dengan cairan antiseptik / betadin
f) Daerah tempat pemasangan norplant ditutup dengan kain steril yang
berlubang
g) Dilakukan injeksi obat anestesi kira – kira 6 – 10 cm diatas lipatan
siku.
h) Menguji efek anestesi sebelum melakukan insisi pada kulit.
i) Setelah itu dibuat insisi lebih kurang sepanjang 0,5 cm dengan
scapel yang tajam.
j) Trokar dimasukkan melalui lubang insisi sehingga sampai pada
jaringan bawah kulit.
k) Kemudian kapsul dimasukan didalam trokar
l) Demikian dilakukan berturut – turut dengan kapsul kedua, kapsul
dibawah kulit diletakkan demikian rupa sehingga susunannya seperti
kipas.
m) Setelah semua kapsul berada dibawah kulit, trokar ditarik pelan –
pelan keluar
n) Kontrol luka apakah ada perdarahan atau tidak.
o) Dekatkan luka dan beri plester kemudian dibalut dengan perban
untuk mencegah perdarahan dan agar tidak terjadi hematom.
p) Nasehat pada aseptor agar luka jangan basah, selama lebih kurang
3 hari dan datang kembali jika terjadi keluhan – keluhan yang
menganggu.
2.1.3.7 Jadwal Kunjungan Kembali ke
Klinik Jadwal kunjungan kembali ke klinik menurut Anggraini
(2011:203) Klien tidak perlu kembali ke klinik, kecuali ada masalah
kesehatan atau klien ingin mencabut implant. Klien dianjurkan kembali
ke klinik tempat implant dipasang bila ditemukan hal – hal sebagai
berikut :
1) Amenorea yang disertai nyeri perut bagian bawah.
2) Perdarahan yang banyak dari kemaluan.
3) Rasa nyeri pada lengan.
4) Luka bekas insisi mengeluarkan darah atau nanah.
5) Ekspulsi dari batang implant.
6) Sakit kepala hebat atau penglihatan menjadi kabur.
7) Nyeri dada hebat.
8) Dugaan adanya kehamilan.
2.2 Konsep Managemen Kebidanan
2.2.1 Definisi Konsep Manajemen Kebidanan
Proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk
mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah,
penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan yang logis
untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney,
2004:413).
Manajemen kebidanan menyangkut pemberian pelayanan yang utuh
dan menyeluruh dari kepada kliennya, yang merupakan suatu proses
manajemen kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan pelayanan
yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang
disusun secara sistematis untuk mendapatkan data, memberikan pelayanan
yang benar sesuai dengan keputusan tindakan klinik yang dilakukan dengan
tepat, efektif dan efisien (varney, 2004:413).
2.2.2 Pengkajian (Pengumpulan Data)
Menurut Nur Muslihatun (2009:114) Proses manajemen kebidanan
terdiri dari tujuh langkah yang berurutan dan setiap langkah disempurnakan
secara periodik. Proses dimulai dengan pengumpulan data dasar dan
berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu
kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan
tetapi, setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang
lebih rinci dan ini bisa berubah sesuai dengan kebutuhan klien. Langkah-
langkah tersebut adalah sebagai berikut:
2.2.2.1. Langkah Pertama : Pengkajian Data Pengkajian adalah sistematis
dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasikan status kesehatan klien.
1) Data Subyektif
Data subyektif adalah berisi tentang data dari pasien melalui anamnesa
(wawancara) yang merupakan ungkapan langsung tentang keluhan atau
masalah KB.
a) Identitas Identitas terdiri dari :
(1) Nama : akseptor dan suami untuk mengetahui
identitas akseptor dan suami sebagai orang yang bertanggung
jawab.
(2) Umur : Untuk mengetahui termasuk sebagai
pertimbangan dalam menentukan cara KB yang rasional dan
untuk mengetahui apakah pasien masih dalam usia reproduksi
atau tidak.
(3) Agama : Untuk mengetahui kepercayaan yang dianut
akseptor, karena ada agama yang tidak memperbolehkan untuk
berKB.
(4) Suku bangsa : Untuk mengetahui suku bangsa yang dianut
oleh akseptor.
(5) Pendidikan : Untuk mengetahui tingkat intelektual yang
mempengaruhi perilaku seseorang.
(6) Pekerjaan : Untuk mengetahui tingkat ekonomi keluarga atau
penghasilan.
(7) Alamat : Untuk menghindari kekeliruan bila ada dua pasien
dengan nama yang sama untuk keperluan kunjungan rumah.
b) Keluhan Utama Untuk mengetahui keadaan yang dirasakan saat
pemeriksaan pada akseptor KB Implant.
c) Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan klien dan lamanya
perkawinan.
d) Riwayat menstruasi
Untuk mengetahui menarche, siklus, lama menstruasi,
banyaknya menstruasi, teratur atau tidak, sifat darah dan keluhan-
keluhan yang dirasakan pada waktu menstruasi.
e) Riwayat obtetri
Kehamilan dan nifas yang lalu Untuk mengetahui jumlah
kehamilan sebelumnya dan hasil akhirnya (abortus, lahir hidup,
apakah anaknya masih hidup dan apakah dalam kesehatan yang
baik), apakah terdapat komplikasi intervensi pada kehamilan,
persalinan, ataupun nifas sebelumnya dan apakah ibu tersebut
mengetahui penyebabya.
f) Riwayat Ginekologi
Riwayat pembedahan ginekologis atau kondisi ginekologis
( termasuk tumor, kista, fibroid) riwayat pap smear abnormal
terapi atau tindak lanjut riwayat adanya bercak darah atau
perdarahan haid, pemeriksaan mamografi hasil terakhir, riwayat
infeksi vagian serviks atau uterus, riwayat ketidaknyaman di
punggung atau di pelvis (Sinelair.Contance.2009)
g) Riwayat keluarga berencana
Yang perlu dikaji adalah apakah ibu pernah menjadi akseptor
KB. Kalau pernah, kontrasepsi apa yang pernah digunakan, berapa
lama, keluhan pada saat ikut KB, alasan berhenti KB.

Jenis Kontrasepsi Lama Keluhan


menggunakan

h) Riwayat penyakit
(1) Riwayat penyakit sekarang Dikaji penyakit yang berhubungan
dengan keluhan atau masalah utama.
(2) Riwayat kesehatan yang lalu ditanyakan untuk
mengindentifikasi kondisi kesehatan dan untuk mengetahui
penyakit yang diderita dahulu seperti hipertensi, diabetes,
PMS, HIV/AIDS.
(3) Riwayat penyakit keluarga Dikaji penyakit yang menurun dan
menular yang dapat mempengaruhi kesehatan akseptor KB.
Sehingga dapat diketahui penyakit keturunan misalnya
hipertensi, jantung, asma, maupun diabetes
i) Pola kebiasaan sehari-hari
Untuk mengetahui bagaimana kebiasaan pasien seharihari
dalam menjaga kebersihan dirinya dan bagaimana pola makanan
sehari-hari apakah terpenuhi gizinya atau tidak.
(1) Pola Nutrisi Mengetahui seberapa banyak asupan nutrisi pada
pasien. Dengan mengamati adakah penurunan berat badan
atau tidak pada pasien.
(2) Pola Eliminasi Untuk mengetahui BAB dan BAK berapa kali
sehari warna, konsistensi dan apakah ada keluhan yang
dirasakan.
(3) Pola istirahat Untuk mengetahui berapa lama ibu tidur siang
dan berapa lama ibu tidur pada malam hari.
(4) Personal hygiene Mengkaji frekuensi mandi, gosok gigi,
keramas serta ganti pakaian, ganti celana dalam serta ganti
pembalut setidaknya dua kali sehari.
(5) Aktivitas Aktivitas akan terganggu kerena kondisi tubuh yang
lemah atau adanya nyeri penyakit-penyakit yang dialaminya.
i) Data Psikologis psikososial dan psikoseksual
(1) Data psikologis Untuk memperkuat data dari pasien terutama secara
psikologis, data meliputi dukungan suami dan keluarga kepada ibu
mengenai pemakaian alat kontrasepsi.
(2) Data Psikososial untuk mengetahui apakah klien merupakan perokok
atau menggunakan zat-zat adiktif lain, apakah dalam keluarga terdapat
larangan menggunakan kontrasepsi (Sinelair.Contance.2009)
(3) Data Psikoseksual untuk mengetahui apakah klien belakangan ini aktif
dalam berhubungan seksual dan apakah terdapat keluhan dalam
berhubungan seksual (Sinelair.Contance.2009)
2) Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang didapat dari hasil observasi melalui
pemeriksaan fisik sebelum atau selama pemakaian KB.
a) Pemeriksaan Umum
(1) Keadaan Umum : Mengetahui keadaan pasien sehat, tampak sakit
atau pucat (Manuaba, 2010).
(2) Pemeriksaan tanda vital
(a) Tekanan darah (vital sign)
Mengetahui faktor resiko hipertensi atau hipotensi dengan nilai
satuannya mmHg. Keadaan normal 130-150/80-90 mmHg
(Bicley, 2010).
(b) Pengukuran suhu
Mengetahui suhu badan pasien, suhu badan normal adalah 36 0C
sampai 37 0C. Bila suhu lebih dari 38 0C harus dicurigai adanya
infeksi (Wiknjosastro, 2006).
(c) Nadi
Memberi gambaran kardiovaskuler. Denyut ndi normal 70
x/menit sampi 88 x/menit (Bicley, 2010).
(d) Pernafasan
Mengetahui sifat pernafasan dan bunyi nafas dalam satu menit.
Pernafasan normal 22x/menit sampaai 24 x/menit (Bicley, 2010).
(3) Berat Badan
Mengetahui berat badan pasien karena merupakan salah satu efek
samping KB implant (Bicley, 2010).
(4) Tinggi Badan
Mengetahui tinggi badan pasien, dengan mengetahui tinggi badan
maka akan tahu kesesuain dengan berat bdan sehingga dapat
dipertimbangkan efek dari kb yang dipilih (Bicley, 2010).
b) Pemeriksaan Fisik
(1) Kepala
(a) Rambut : Untuk menilai warna, kelebatan, dan karakteristik seperti
ikal, lurus, keriting.
(b) Muka : Keadan muka pucat atau tidak adakah kelainan, adakah
oedema.
(c) Mata : Conjungtiva berwarna merah muda atau tidak ( anemia),
sklera berwarna putih atau kuning (ikterik)
(d) Hidung : Untuk mengetahui apakah ada polip atau tidak.
(e) Telinga : Bagaimana keadaan daun telinga, liang telinga dan ada
serumen atau tidak.
(f) Mulut : Untuk mengetahui mulut bersih apa tidak ada caries atau
tidak dan ada karang gigi atau tidak.
(2) Leher: Apakah ada pembesaran kelenjar gondok atau tyroid, tumor atau
pembesaran kelejar getah bening, ataupun pembesaran vena jugularis
dikarenakan berisiko kelainan jantung.
(3) Dada dan aksila: Apakah ada benjolan pada payudara yang tidak normal
atau ` tidak dan apakah simetris kanan kiri.
(4) Abdomen : Apakah ada jaringan parut atau bekas operasi, adakah nyeri
tekan serta adanya massa.
(5) Ekstermitas
(a) Atas : Simetris atau tidak, apakah oedema atau tidak, turgor atau
tidak, akral dingin atau tidak.
(b) Bawah : Apakah terdapat varices, oedema atau tidak, betis merah
atau lembek atau keras.
(6) Genetalia : Untuk mengetahui keadaan vulva adakah tanda-tanda
infeksi, varices, pembesaran kelenjar bartholini dan perdarahan.
(7) Anus : Apakah ada haemoroid atau tidak
c) Data Penunjang
menurut Bickley(2010) Digunakan utuk mengetahui kondisi klien
sebagai data penunjang data penunjang terdiri dari:
(1) Pemeriksaan Lab
Untuk mengetahui Hb (12-16 gr/dL), HDL/ High Density
Lipoprotein (>65 mg/dl), dan LDL/ Low Density Lipoprotein(<150
mg/dl), kadar glukosa darah (<200 mg/DL) (Bickley. 2010)
2) Pemeriksaan Tes Kehamilan
Dilakukan untuk memastikan klien tidak dalam keadaan hamil
dengan menggunakan test pack (Bickley. 2010)
b. Langkah kedua : Interprestasi data Data dasar yang sudah dikumpulkan
diinterpretasikan menjadi satu diagnosa atau masalah yang telah
diindentifikasi menjadi diagnosa nomenklatur.
1) Diagnosa Kebidanan
Diagonsa kebidanan merupakan diagnosa yang ditegakkan oleh
profesi bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memnuhi standar
nomenklatur diagnosa kebidanan yaitu diakui dan telah disahkan profesi,
berhubungan langsung dengan praktisi kebidanan, memiliki ciri khas
kebidanan didukung oleh clinical judgement dalam praktis kebidanan,
dapat diselesaikan melalui pendekatan kebidanan.
1) Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup
praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan
yang dikemukakan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosa
(Varney, 2007).
Diagnosa : Ny...umur...tahun P...A... akseptor KB…
Data subyektif :
a) Ibu mengatakan umur...
b) Ibu mengatakan memakai KB … sejak....?
c) Ibu mengeluh mengalami ….
Data obyektif :
a) Keadaan umum untuk mengetahui keadaan umum apakah baik,
sedang, kurang (Sulistyawati, 2011).
b) Tanda-tanda vital
(1) Tekanan darah normal 120/80 mmHg .
(2) Suhu untuk mengetahui suhu badan klien
(3) Nadi untuk mengetahui denyut nadi ibu (Manuaba, 2010).
(4) Respirasi normalnya berkisar 12-20 kali dalam 1 menit (
(5) Genetalia untuk mengetahui letak ukuran, konsistensi, massa dan
pengeluaran (Elizabeth, 2014).
Contoh :Ny… usia … tahun P….Ab.. dengan akseptor kontrasepsi implan
Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa perumusan diagnosa
mengacu pada nomenklatur seperti yang tertulis di atas. Data subjektif dan
data objektif perlu dicantumkan ulang, hal itu digunakan sebagai dasar
analisis perumusan diagnosa. Namun perlu diingat bahwa data yang
dicantumkan hanya benar-benar daya yang menunjang diagnosa saja (Sri
Wahyuni.2016)
2) Masalah
Yang berkaitan dengan pengalaman pasien dari hasil pengkajian atau
yang menyertai diagnosa sesuai dengan keadaan pasien.
3) Kebutuhan
Kebutuhan merupakan hal-hal yang dibutuhkan pasien-pasien dan
belum terindentifikasi dalam diagnosa masalah yang didapatkan dengan
melakukan analisa data.
c. Langkah Ketiga : Diagnosa Potensial Diagnosa potensial adalah suatu
pernyataan yang timbul berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini mengindentifikasi masalah atau dignosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diindentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila diagnosa atau
masalah potensial ini benar-benar terjadi.
d. Langkah Keempat: Antisipasi Menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan
tindakan harus sesuai dengan prioritas maalah atau kebutuhan yang dihadapi
kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang dilakukan untuk
mengantisipasi diagnosa / masalah potensial pada step sebelumnya, bidan
juga harus merumuskan tindakan segera. Dalam rumusan ini termasuk
tindakan segera yang mampu dilakukan secara mandiri, segera kolaborasi
dan berifat rujukan. Pada pemsasangan implan bila terjadi infeksi obati
dengan pengobatan yang sesuai untuk infeksi lokal, bila terjadi abses
(dengan atau tanpa ekspulsi kapsul) cabut semua kapsul (BPPK.2015)
e. Langkah Kelima : Perencanaan Tahap ini merupakan tahap penyusunan
rencana asuhan kebidanan secara menyeluruh dengan tepat dan rasional
berdasarkan keputusan yang dibuat pada langkah sebelumnya.
f. Langkah Keenam : Implementasi Implementasi merupakan pelaksanaan dari
asuhan yang telah direncanakan secara efisien dan aman. Pada kasus dimana
bidan harus berkolaborasi dengan dokter, maka keterlibatan bidan dalam
manajemen asuhan pasien adalah tetap bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan asuhan bersama yang menyeluruh.
g. Langkah Ketujuh : Evaluasi Merupakan langkah terakhir untuk menilai
keaktifan dari rencana asuhan yang telah diberikan meliputi pemenuhan
akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
dalam masalah dan diagnosa.

Anda mungkin juga menyukai