Anda di halaman 1dari 31

TUGAS ILMU PENYAKIT DALAM

CASE REPORT
”ILEUS PARALITIK”

Preceptor:
dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD

Oleh:

Adlia Ulfa Syafira, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK SMF PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT DR. H. ABDUL MOELOEK LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus
paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai
penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga perut,
toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus.

Gerakan peristaltik merupakan suatu aktifitas otot polos usus yang


terkoordinasi dengan baik, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadaan otot
polos usus, hormon-hormon intestinal, sistem saraf simpatik dan parasimpatik,
keseimbangan elektrolit dan sebagainya.

Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen.
Keadaan ini biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam. Beratnya ileus pasca
operasi bergantung pada lamanya operasi/ narcosis, seringnya manipulasi usus
dan lamanya usus berkontak dengan udara luar. Pencemaran peritoneum dengan
asam lambung, isi kolon, enzim pankreas, darah, dan urin akan menimbulkan
paralisis usus. Kelainan peritoneal seperti hematoma retroperitoneal, terlebih lagi
bila disertai fraktur vertebra sering menimbulkan ileus paralitik yang berat.
Demikian pula kelainan pada rongga dada seperti pneumonia paru bagian bawah,
empiema dan infark miokard dapat disertai paralisis usus. Gangguan elektolit
terutama hipokalemia merupakan penyebab yang cukup sering.

Total angka kejadian dari obstruksi usus yang disebabkan oleh mekanik
dan non mekanik mencapai 1 kasus diantara 1000 orang.ileus akibat meconium
tercatat 9-33 % dari obstruksi ileus pada kelahiran baru.
BAB II

ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. T

Umur : 28 tahun

Status : Menikah

Jenis kelamin : Wanita

Jenis Pekerjaan : Bekerja

Alamat : Jl. Banten Kp. Sawah Keruh

Agama : Islam

MRS : 10 Mei 2017

B. ANAMNESIS

Diambil dari : Autoanamnesis dan alloanamnesis

Tanggal : 15 April 2017

Jam : 08.00 WIB

Keluhan Utama : Nyeri perut yang memberat sejak 5 hari SMRS

Keluhan Tambahan : Nyeri ulu hati, nyeri perut bagian bawah, mual,
muntah, demam, dada berdebar dan nyeri sendi kaki
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri di seluruh bagian perut sejak 5


hari SMRS. Nyeri perut semakin lama semakin memberat. Nyeri perut
dirasa terus menerus dikatakan seperti mulas dan perut terasa kaku. Awalnya
rasa tidak nyaman timbul di sekitar daerah pusar sampai akhirnya lama-
kelamaan terasa sakit. Nyeri perut tidak membaik dengan makanan ataupun
diberikan minyak angin oleh pasien. Perut juga dikatakan kembung sudah 5
hari yang lalu.

Keluhan mual dan muntah juga dirasakan pasien. Muntah dikatakan


hanya sekali. Keluhan demam disangkal pasien. Riwayat BAB pasien
dikatakan baik sebelum 5 hari yang lalu, BAB warna kekuningan tanpa
darah dan lendir, namun setelahnya dikatakan BAB cair dan jumlahnya
sangat sedikit. BAK dikatakan baik warna kekuningan, 2-3x sehari. Nafsu
makan dan minum dikatakan berkurang karena keluhan ini.

Riwayat Penyakit Dahulu


(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu Ginjal /Sal.
Kemih
(+) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit
Prpasientat
(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skirofula (-) Diabetes
(+) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Kholera (-) Hipertensi (-) Penyakit
Pembuluh Darah
(-) Demam Rematik (-) Ulkus Ventrikuli (-) Dyspepsia
Akut
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (+) Operasi
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Kecelakaan
(-) Tuberkulpasienis (-) Batu Empedu
Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit keluarga disangkal

Adakah Kerabat yang Menderita


Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi √
Asma √ Ibu
Tuberkulpasiena √
Artritis √
Rematisme √
Hipertensi √
Jantung √ Kakek
Ginjal √
Lambung √

C. ANAMNESIS SISTEM
Kulit (tidak ada keluhan)
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat malam
(-) Kuku (-) Kuning / Ikterus (-) Sianosis
(-) Lain-lain

Kepala (tidak ada keluhan)


(-) Trauma (-) Sakit kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada sinus
Mata (tidak ada keluhan)
(-) Nyeri (-) Radang keringat malam
(-) Sekret (-) Gangguan penglihatan
(-) Kuning / Ikterus (-) Ketajaman penglihatan

Telinga (tidak ada keluhan)


(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan pendengaran
(-) Kehilangan pendengaran

Hidung (tidak ada keluhan)


(-) Trauma (-) Gejala penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibi (-) Lidah
(-) Perdarahan Gusi (-) Gangguan pengecap
(-) Selaput (-) Stomatitis

Tenggorokan (Tidak ada keluhan)


(-) Nyeri tenggorokan (-) Perubahan suara

Leher (tidak ada keluhan)


(-) Benjolan (-) Nyeri leher

Jantung / Paru-Paru
(+) Nyeri dada (-) Sesak nafas
(-) Berdebar (-) Batuk darah
(-) Ortopnoe (-) Batuk

Abdomen (Lambung / Usus)


(+) Rasa kembung (+) Perut membesar
(+) Mual (-) Wasir
(+) Muntah (+) Mencret
(-) Muntah darah (-) Tinja berdarah
(-) Sukar menelan (-) Tinja berwarna dempul
(+) Nyeri perut (-) Tinja berwarna hitam
(-) Benjolan

Saluran Kemih / Alat Kelamin(tidak ada keluhan)


(-) Disuria (-) Kencing nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria
(-) Hematuria (-) Retensi urin
(-) Kencing batu (-) Kencing menetes
(-) Ngompol (tidak disadari) (-) Penyakit prpasientat

Katamenis (tidak ada keluhan)


(-) Leukore (-) Perdarahan
(-) Lain-lain

Haid
(-) Haid terakhir (-) Jumlah dan lamanya (-) Menarche
(+) Teratur (-) Nyeri (-) Gejala klimakterium
(-) Gangguan haid (-) Pasca menopause

Saraf dan Otot (tidak ada keluhan)


(-) Anestesi (-) Sukar menggigit
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot lemah (-) Hipo/hiper-estesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (tick)
(-) Amnesis (-) Pusing (Vertigo)
(-) Nyeri otot (-) Gangguan bicara (disartri)

Ekstremitas
(-) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri sendi (-) Sianpasienis

Berat Badan
Berat badan rata-rata (kg) : 50 kg
Tinggi Badan (cm) : 165 cm
Berat badan sekarang (kg) : 53 kg
(Bila pasien tidak tahu dengan pasti)
Tetap ( )
Turun ( )
Naik (√)
Riwayat Hidup
Tempat lahir : ( ) Di rumah (√ ) Rumah Bersalin ( ) RS Bersalin
Ditolong oleh : ( ) Dokter (√ ) Bidan ( ) Dukun
( ) Lain-lain

Riwayat Imunisasi (pasien tidak ingat)


( ) Hepatitis ( ) BCG ( ) Campak ( ) DPT (√) Polio ( )Tetanus

Riwayat Makanan
Frekwensi /hari : ± 1 x sehari
Jumlah /hari : ± 2 piring sehari
Variasi /hari : Bervariasi
Nafsu makan : Menurun
Pendidikan
( ) SD ( ) SLTP (+) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan ( ) Akademi
( ) Kursus ( ) Tidak sekolah

Kesulitan
Keuangan : tidak ada
Pekerjaan : tidak ada
Keluarga : tidak ada
Lain-lain : -

D. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi badan : 165 cm
Berat Badan : 53 kg
IMT : 19,4 (normal)
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 75x/menit reguler, isi tegangan cukup.
Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36,2˚C
Edema umum : tidak terdapat edema
Aspek Kejiwaan
Tingkah laku wajar, alam perasan wajar dan proses pikir wajar.

Kulit
- Warna : Putih
- Jaringan parut : Tidak ada
- Pertumbuhan rambut : Normal, pertumbuhan rambut merata
- Suhu Raba : Hangat
- Keringat : Ada
- Lapisan lemak : Cukup
- Efloresensi : Tidak ada
- Pigmentasi : (-)
- Pembuluh darah : Normal
- Lembab/ Kering : Lembab
- Turgor : Menurun
- Ikterus : Tidak ada
- Edema : Tidak ada

Kelenjar Getah Bening


- Submandibula : Tidak teraba pembesaran
- Supra klavikula : Tidak teraba pembesaran
- Lipat paha : Tidak teraba pembesaran
- Leher : Tidak teraba pembesaran
- Ketiak : Tidak teraba pembesaran

Kepala
- Ekspresi wajah : Tampak sakit sedang
- Rambut : Hitam, rontok
- Simetris muka : Simetris
- Pembuluh darah temporal : Tidak membesar

Mata
- Exopthalmus : -
- Kelopak : Normal
- Konjungtiva : Anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Deviatio konjungtiva : -
- Enopthalmus : -
- Lensa : Jernih
- Gerak mata : Normal segala arah
- Tekanan bola mata : N/ palpasi
- Nistagmus :-

Leher
- Tekanan JVP : 5 - 1 cmH2O
- Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
- Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran

Dada
- Bentuk : Normochest
- Pembuluh darah : Normal
- Buah dada : Normal, simetris

Paru-Paru
Depan Belakang
Inspeksi Simetris statis dinamis Simetris statis dinamis
Palpasi Fremitus taktil terasa Fremitus taktil terasa
pergerakan dinding pergerakan dinding
thorax (normal) thorax (normal)
Kanan Fremitus taktil terasa Fremitus taktil terasa
pergerakan dinding pergerakan dinding
thorax (normal) thorax (normal)
Perkusi Sonor pada seluruh Sonor pada seluruh
lapang paru. lapang paru.
Kanan Sonor pada seluruh Sonor pada seluruh
lapang paru (normal) lapang paru (normal)
Auskultasi Vesikuler (+), Vesikuler (+),
Ronkhi (-), Ronkhi (-),
Wheezing(-) (normal) Wheezing(-) (normal)
Kanan Vesikuler (+), Vesikuler (+),
Ronkhi (-) Ronkhi (-),
Wheezing(-) (normal) Wheezing(-) (normal)

Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba pulsasi
Perkusi : Batas jantung kanan : ICS V linea sternal dextra
Batas jantung kiri : ICS V 2 jari medial linea
midclavicula sinistra
Batas jantung atas : ICS II linea sternal sinistra
Auskultasi : BJ I dan II normal reguler cepat, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Cembung
Palpasi Dinding perut : Nyeri tekan (-)
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Ballotement (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) melemah

Genetalia : Normal

Anggota Gerak
Kanan Kiri
Lengan Normal Normal
Otot Normal Normal
Tonus Normal Normal
Massa Tidak ada Tidak ada
Sendi Normal Normal
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan 5/5 5/5
Lain-lain

Tungkai dan kaki

- Luka : Tidak ada


- Varises : Tidak ada
- Otot (tonus dan massa) : Normal
- Sendi : Nyeri
- Gerakan : Aktif
- Kekuatan : 5/5
- Edema :-
- Lain-lain :-

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hemoglobin : 15,3 g/dl
Leukosit : 10.000 /uL
Hematokrit : 43 %
Eritrosit : 5,6 x106/ul
Trombosit : 73.000/ul
Hitung Jenis : - Basofil :0
- Eosinofil :1
- Neutrofil batang :0
- Neutrofil segmen : 72
- Limfosit : 14
- Monosit : 13
Natrium : 139 mmol/L
Kalium : 3,4 mmol/L
Calsium : 8,1 mg/dl
Chlorida : 109 mmol/L

Imunologi dan Serologi


Tes Widal
- Typhi H Antigen : 1/320
- Typhi O Antigen : 1/160
- Paratyphi A-O Antigen : 1/160
- Paratyphi B-O Antigen : 1/40
Dengue Fever Ig M : Positif
Dengue Fever Ig G : Positif

RINGKASAN
Pasien dengan keluhan nyeri di seluruh bagian perut sejak 5 hari
SMRS. Nyeri perut semakin lama semakin memberat. Nyeri perut dirasa
terus menerus dikatakan seperti mulas dan perut terasa kaku. Awalnya rasa
tidak nyaman timbul di sekitar daerah pusar sampai akhirnya lama-
kelamaan terasa sakit. Nyeri perut tidak membaik dengan makanan ataupun
diberikan minyak angin oleh pasien. Perut juga dikatakan kembung sudah 5
hari yang lalu.

Keluhan mual dan muntah juga dirasakan pasien. Muntah dikatakan


hanya sekali. Keluhan demam disangkal pasien. Riwayat BAB pasien
dikatakan baik sebelum 5 hari yang lalu, BAB warna kekuningan tanpa
darah dan lendir, namun setelahnya dikatakan BAB cair dan jumlahnya
sangat sedikit. BAK dikatakan baik warna kekuningan, 2-3x sehari. Nafsu
makan dan minum dikatakan berkurang karena keluhan ini.

Pasien tidak mempunyai riwayat darah tinggi dan kencing manis.


Riwayat penyakit keluarga dengan keluhan yang sama juga disangkal oleh
pasien dan riwayat penyakit keturunan di keluarga juga disangkal. Di
lingkungan rumah pasien juga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg,


pernapasan 22x/menit, nadi 75x/menit, dan suhu 36,2˚C. Pada pemeriksaan
fisik kepala didapatkan rambut mudah dicabut, konjungtiva anemis +/+.
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan bentuk dada normal, ekspansi dada
simetris, fremitus taktil sama kanan dan kiri, sonor +/+, vesikuler +/+, ronki
-/-, wheezing -/-. Pada pemeriksaan fisik jantung didapatkan batas kanan,
kiri, atas jantung dalam batas normal, bunyi jantung I-II regular. Pada
pemeriksaan fisik abdomen didapatkan perut distensi, tidak terdapat nyeri
tekan, dan bising usus melemah.

Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan hasil


hemoglobin 15,3 g/dl, leukosit 10.000 /uL, hematokrit 43 %, eritrosit 5,6
x106/ul, trombosit 73.000/ul.

F. DIAGNOSIS KERJA DAN DASAR DIAGNOSIS PASIEN


1. Diagnosis Kerja
Ileus Paralitik

2. Dasar Diagnosis
Anamnesis : nyeri perut, tidak bisa BAB
Pemeriksaan Fisik : Distensi abdomen
Pemeriksaan Penunjang :

G. DIAGNOSIS DIFFERENSIAL
1. Diagnosis Deferensial
Ileus Obstruktif
Pseudo-obstruksi

2. Dasar Diagnosis Deferensial


Ileus Obstruktif : adanya nyeri perut, distensi abdomen
Pseudo Obstruksi : adanya perut kembung

H. PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN


Foto abdomen 3 posisi, USG abdomen, CT scan abdomen, foto thorax,
EKG

I. RENCANA PENGELOLAAN
1. Non Farmakologi
- Penderita dipuasakan

- Kontrol status airway, breathing and circulation.

- Dekompresi dengan nasogastric tube.

- Intravenous fluids and electrolyte

- Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2. Farmakologi :
- Metronidazol Fl
- Ranitidin inj 1 gr/12 jam
- Omeprazole 20 mg tab 2x1
- Paracetamol 500 mg 3x1

J. PENCEGAHAN
1. Mencegah penyakit saluran cerna
- Diet tinggi serat
- Meningkatkan asupan makanan yang bergizi

2. Mencegah dekubitus karena bedridden


- Miring kanan dan miring kiri setiap 2 jam sekali

K. PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia ad bonam
Qua ad sanationam : dubia ad bonam
Qua ad fungsionam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
(dari tanggal 15 Mei 2017 – 17 Mei 2017)

Tanggal Subjektif/ Objektif/ Planning/ Therapi


Assesment
15-05-2017 S/ - Metronidazol Fl
Hemoglobin :15,3 Os mengaku nyeri perut - Omeprazole 40mg tab
g/dl O/ 1x1
Leukosit :10.000 / TD : 120/70mmHg - Ranitidin 50 mg tab
uL HR: 88x/menit 2x1
Hematokrit : 43 % RR: 28x/menit - Paracetamol 500 mg
Eritrosit : 5,6 Temperatur : 36,7
6 tab 3x1
x10 /ul Abdomen: Distensi (+),
Trombosit : Nyeri tekan (-), bising
73.000/ul usus(+)lemah
A/
Ileus Paralitik
16-05-17 S/ - Metronidazol Fl
Mulas, nyeri perut (+), - Omeprazole 40mg tab
- nyeri ulu hati (+) durasi 5- 1x1
10menit, sesak (+) - Ranitidin 50 mg tab
O/ 2x1
TD : 110/70 mmHg - Paracetamol 500 mg
HR: 88x/menit
tab 3x1
RR: 24x/menit
Temperatur : 36,1
A/
- Ileus Paralitik
17-05-17 S/ - Metronidazol Fl
Nyeri perut, flatus (+), - Omeprazole 40mg tab
BAB sangat sedikit 1x1
TD: 100/70 mmHg - Ranitidin 50 mg tab
HR : 107x/menit 2x1
RR : 22x/Menit - Paracetamol 500 mg
Temperatur : 38,4 tab 3x1
A/
- Febris
- Ileus Paralitik

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Ileus Paralitik
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya.
Ileus merupakan kondisi dimana terjadi kegagalan neurogenik atau
hilangnya peristaltic usus tanpa adanya obstruksi mekanik.
3.1.1 Etiologi

Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada: (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis,
pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan
yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis,
dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia,
hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid,
antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama
kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon
(48-72 jam).
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya
obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan
akumulasi gas dan cairan dalam usus.
Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah
keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan
konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali
normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus
yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus
adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering, ileus terjadi setelah operasi
intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah pembedahan retroperitoneal
dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat terjadi setelah
pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang
lebih singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.

Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan


ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi
paru. Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan,
ileus meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di
rumah sakit.

Beberapa penyebab terjadinya ileus:

 Trauma abdomen
 Pembedahan perut (laparatomy)
 Serum elektrolit abnormalitas
1. Hipokalemia
2. Hiponatremia

3. Hipomagnesemia

4. Hipermagensemia

 Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)


1. Intrathorak
1. Pneumonia

2. Lower lobus tulang rusuk patah

3. Infark miokard

2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul )

3. Rongga perut

1. Radang usus buntu

2. Divertikulitis

3. Nefrolisiasis

4. Kolesistitis

5. Pankreatitis

6. Perforasi ulkus duodenum


 Iskemia usus
1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
 Cedera tulang
1. Patah tulang rusuk
2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )

 Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin

3. Diltiazem atau verapamil

4. Clozapine

5. Obat Anticholinergic

3.1.2 Patofisiologi

Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya


sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya
melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung
norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari
noreepineprin pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang
kuat pada sistem simpatis dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus
gastrointestinal.

Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik


akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus
gastrointestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat
saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung
seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide
intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi
hambat busur refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang
terlibat: ultrashort refleks terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang
melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks panjang melibatkan sumsum tulang
belakang. Refleks panjang yang paling signifikan. Respon stres bedah mengarah
ke generasi sistemik endokrin dan mediator inflamasi yang juga mempromosikan
perkembangan ileus.

Penyakit/ keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan


seperti yang tercantum dibawah ini:

Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan timbal, kolik


ureter, iritasi persarafan splanknikus, pankreatitis.

Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia), uremia,


komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple

Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin, antihistamin.

Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat


lainnya.

Iskemia Usus.

 Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada
operasi abdominal.
- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan
neurotransmitter asetilkolin.
 Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum
terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam
lemak dan monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek
yang kuat dalam meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi
mengeluarkan empedu kedalam usus halus dimana empedu kemudian
memainkan peranan penting dalam mengemulsikan substansi lemak
sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga menghambat
motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana
hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga
menghambat pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu
yang adekuat supaya terjadi pencernaan lemak di traktus gastrointestinal
bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung
juga memiliki fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin
berperan sebagai respons dari getah asam lambung dan petida penghambat
asam lambung sebagai respons terhadap asam lemak dan asam amino.
 Inflamasi
- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
- prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
 Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari
pleksus mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos
usus dan menghambat gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan
untuk gerakan propulsi. .
- Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang
mempersarafi otot polos usus.

3.1.3 Manifestasi Klinik

Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan


usus yang disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas
simpatik yang berlebihan. Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur
abdomen, gerakan usus akan kembali normal pada: usus kecil 24 jam,
lambung 48 jam, kolon 3-5 hari.

Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (


abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin
ada, mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik
ini perlu dibedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi.
Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai
nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen,
perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat
tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan
perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi
peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit
primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran
peritonitis.

3.1.4 Diagnosa

Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen
yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan
pelebaran udara usus halus atau besar.

Anamnesa

Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus,
rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan
tidak bisa BAB ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai
nyeri.
Pemeriksaan fisik

- Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia
dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan
peristaltik.
- Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defence muscular’
involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang
abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.
- Perkusi
Hipertimpani
- Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan
borborigmi

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.


Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar
elektrolit, ureum, glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat
membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan
distensi lambung, usus halus dan usus besar. Air fluid level ditemukan berupa
suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air fluid level pada ileus
obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga). Apabila
dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto
abdomen dengan mempergunakan kontras.

3.1.5 Penatalaksanaan

Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya


berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa
dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat. Prognosis biasanya
baik, keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi
berulang. Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau
parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Untuk
dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu dipasang juga
rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral
hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian
nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid
bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik
pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik
karena obat-obatan. Neostigmin juga efektif dalam kasus ileus kolon yang tidak
berespon setelah pengobatan konservatif.

1. Konservatif
§ Penderita dirawat di rumah sakit.

§ Penderita dipuasakan

§ Kontrol status airway, breathing and circulation.

§ Dekompresi dengan nasogastric tube.

§ Intravenous fluids and electrolyte

§ Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2. Farmakologis

§ Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.

§ Analgesik apabila nyeri.

§ Prokinetik: Metaklopromide, cisapride

§ Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin

§ Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

3. Operatif

§ Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan


peritonitis.

§ Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah


sepsis sekunder atau rupture usus.

§ Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

o Pintas usus : ileostomi, kolostomi.


o Reseksi usus dengan anastomosis

o Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

3.1.6 Diagnosis banding

Masalah lain yang perlu dipertimbangkan

umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut sebagai sindrom Ogilvie,
dan obstruksi usus mekanik.

Pseudo-obstruction Pseudo-obstruksi

Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan


distensii dari usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak adanya
gangguan mekanik. Beberapa teks dan artikel cenderung menggunakan ileus
sinonim dengan pseudo-obstruksi. Namun, kedua kondisi itu adalah hal yang
berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas terbatas pada usus besar saja, sedangkan ileus
melibatkan baik usus kecil dan usus besar. Usus besar kanan terlibat dalam klasik
pseudo-obstruksi, yang biasanya terjadi pada pasien yang terbaring lama di tempat
tidur dengan gambaran penyakit ekstraintestinal serius atau pada pasien trauma.
Agen farmakologis, aerophagia, sepsis, dan perbedaan elektrolit juga dapat
berkontribusi untuk kondisi ini. Kondisi kronis pada pseudo-obstruksi usus juga
diamati pada pasien dengan penyakit kolagen-vaskular, miopati viseral, atau
neuropati. Bentuk kronis dari pseudo-obstruksi melibatkan dismotilitas baik dari
usus besar dan kecil. Dismotilitas ini disebabkan hilangnya kompleks motorik
yang berpindah dan bakteri berlebih. semua hal ini bermanifestai klinik sebagai
obstruksi usus kecil.

Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan tanda perut kembung tanpa rasa


sakit, namun pasien bisa juga mempunyai gejala mirip obstruksi. Radiografi dari
foto polos abdomen mengungkapkan adanya keadaan yang terisolasi, dilatasi usus
proksimal yang membesar, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah, dan
pencitraan kontras membedakan ini dari obstruksi mekanik.
Ogilvie pseudo-obstruksi pada pasien dengan infeksi.

Distensi kolon dapat mengakibatkan perforasi caecum, terutama jika diameter


caecum melebihi 12 cm. Tingkat kematian untuk pseudo-obstruksi adalah 50%
jika pasien berkembang menjadi nekrosis iskemik dan perforasi.

Perawatan awal meliputi hidrasi, pemasangan NGT dan rectal tube,


koreksi ketidakseimbangan elektrolit, dan penghentian obat yang menghambat
motilitas usus. Dekompresi melalui kolonoskopi cukup efektif dalam mengurangi
pseudo-obstruksi. Neostigmine intravena mungkin juga efektif, menghasilkan
perbaikan pseudo-obstruksi dalam waktu 10-30 menit. Dosis 2,5 mg dari
neostigmine diinfuskan perlahan-lahan selama 3 menit dengan pengawasan
jantung untuk mengamati efek bradikardi. Jika terjadi bradikardia, atropin harus
diberikan. Laparotomi dan reseksi usus untuk peritonitis dan iskemia merupakan
jalan terakhir.

3.2 Obstruksi Mekanik

Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia,


intususepsi , benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut
berat yang paroksismal. Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan
dengan kram perut. Pada pasien yang kurus, gelombang peristaltik dapat
divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat terdengar suara bernada tinggi, denting
suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi total, pasien
mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika
katup ileocecal kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata
jika pasien mengalami strangulasi dan perforasi.

Menegakkan diagnosis dari obstruksi usus mekanik dapat dibantu dengan


pencitraan endoskopi menggunakan kontras.

Obstruksi mekanik usus disebabkan oleh karsinoma kolon kiri. Perhatikan tidak
adanya gas usus sepanjang usus besar.

Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan obstruksi


mekanis.

Tabel 1. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan.

Ileus Pseudo-obstruksi Mekanikal Obstruksi


Gejala sakit nyeri kram perut, nyeri kram perut,
perut, konstipasi, obstipasi, mual, konstipasi, obstipasi, mual,
kembung, muntah, anoreksia muntah, anoreksia
mual,
muntah,
konstipasi
Temuan Silent Borborygmi, timpani, Borborygmi, timpani,
Pemeriksaan abdomen, gelombang peristaltik, gelombang peristaltik,
Fisik kembung, bising usus hiperaktif atau bising usus hiperaktif ayau
timpani hipoaktif, distensi, nyeri hipoaktif, distensi, nyeri
terlokalisasi terlokalisasi

Gambaran dilatasi dilatasi usus besar yang Bow-shaped loops in ladder


Radiografi usus kecil terlokalisir, diafragma pattern, berkurangnya gas
dan besar, meninggi kolon di distal, diafragma
diafragma agak tinggi, air fluid level.
meninggi

Tabel 2. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.

Macam Nyeri Usus Distensi Muntah Bising usus Ketegangan


ileus borborigmi abdomen
Obstruksi ++ + +++ Meningkat -
simple
(kolik)
tinggi
Obstruksi +++ +++ + Meningkat -
simple
(Kolik) Lambat, fekal
rendah
Obstruksi ++++ ++ +++ Tak tentu +
strangulasi (terus-
menerus,
biasanya
terlokalisir)
meningkat
Paralitik + ++++ + Menurun -
Oklusi +++++ +++ +++ Menurun +
vaskuler

BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien dengan keluhan nyeri di seluruh bagian perut sejak 5 hari


SMRS. Nyeri perut semakin lama semakin memberat. Nyeri perut dirasa
terus menerus dikatakan seperti mulas dan perut terasa kaku. Awalnya rasa
tidak nyaman timbul di sekitar daerah pusar sampai akhirnya lama-
kelamaan terasa sakit. Nyeri perut tidak membaik dengan makanan ataupun
diberikan minyak angin oleh pasien. Perut juga dikatakan kembung sudah 5
hari yang lalu.

Keluhan mual dan muntah juga dirasakan pasien. Muntah dikatakan


hanya sekali. Keluhan demam disangkal pasien. Riwayat BAB pasien
dikatakan baik sebelum 5 hari yang lalu, BAB warna kekuningan tanpa
darah dan lendir, namun setelahnya dikatakan BAB cair dan jumlahnya
sangat sedikit. BAK dikatakan baik warna kekuningan, 2-3x sehari. Nafsu
makan dan minum dikatakan berkurang karena keluhan ini.

Pasien tidak mempunyai riwayat darah tinggi dan kencing manis.


Riwayat penyakit keluarga dengan keluhan yang sama juga disangkal oleh
pasien dan riwayat penyakit keturunan di keluarga juga disangkal. Di
lingkungan rumah pasien juga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg,


pernapasan 22x/menit, nadi 75x/menit, dan suhu 36,2˚C. Pada pemeriksaan
fisik kepala didapatkan rambut mudah dicabut, konjungtiva anemis +/+.
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan bentuk dada normal, ekspansi dada
simetris, fremitus taktil sama kanan dan kiri, sonor +/+, vesikuler +/+, ronki
-/-, wheezing -/-. Pada pemeriksaan fisik jantung didapatkan batas kanan,
kiri, atas jantung dalam batas normal, bunyi jantung I-II regular. Pada
pemeriksaan fisik abdomen didapatkan perut distensi, tidak terdapat nyeri
tekan, dan bising usus melemah.

Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap didapatkan hasil


hemoglobin 15,3 g/dl, leukosit 10.000 /uL, hematokrit 43 %, eritrosit 5,6
x106/ul, trombosit 73.000/ul.
DAFTAR PUSTAKA

Basson, M.D.: Colonic Obstruction. Editor: Ochoa, J.B., Talavera, F.,


Mechaber, A.J., and Katz, J. http://www.emedicine.com. Last Updated, June 14,
2004.

Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor: Vargas, J.,


Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S.
http://www.emedicine.com. Last Updated, June 29, 2004

Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.


Vol 1 Ed 6. Jakarta : EGC, 2005. 450-6
Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. Gawat Abdomen. Dalam
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor: Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim.
Jakarta: EGC, 2003. Hal: 181-192.

Anda mungkin juga menyukai