Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH

KOMPREHENSIF II (ANAK)
(ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN)

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 3

1. ARTADRINIA ZIKRUL L. (009 STYC 13)


2. ASRIATUN (011 STYC 13)
3. FIRMAN SAPUTRA (029 STYC 13)
4. LAELA BADRIA (052 STYC 13)
5. NOVAN CAHAYA S. (075 STYC 13)
6. SUDARMAN (094 STYC 13)
7. SUHAINI (095 STYC 13)
8. YUMNI RUMIWANG (103 STYC 13)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2016

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah “Asuhan keperawatan gangguan pencernaan” ini sebatas
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga penulis berterima kasih
pada Dosen Pembimbing mata kuliah Komprehensif II (Anak) yang telah
menugaskan pembuatan makalah ini dan membimbing penulis dalam menyusun
makalah.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan penulis tentang asuhan keperawatan gangguan
pencernaan. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang penulis harapkan. Untuk
itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
penulis maupun orang yang ikut membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan. Penulis memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Mataram, Oktober 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................... 3
2.1 Konsep Dasar penyakit dan Askep Diare .......................... 3
2.2 Konsep Dasar Penyakit dan Askep Typoid Fever ............. 22
BAB 3 LAPORAN KASUS ............................................................ 29
3.1 Pengkajian .......................................................................... 29
3.2 Diagnosa Keperawatan ...................................................... 33
3.3 Intervensi Keperawatan...................................................... 33
3.4 Implementasi Keperawatan ................................................ 36
3.5 Evaluasi Keperawatan ........................................................ 40
BAB 4 PENUTUP ........................................................................... 42
4.1 Kesimpulan ........................................................................ 42
4.2 Saran .................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam tifoid atau typhoid fever adalah suatu sindrom sistemik berat
yang secara klasik disebabkan oleh Salmonella Typhi. Salmonella Typhi
termasuk dalam genus Salmonella (Garna,2012).
Demam tifoid sendiri akan sangat berbahaya jika tidak segara di
tangani secara baik dan benar, bahkan menyebabkan kematian. Menurut data
WHO (World Health Organisation) memperkirakan angka insidensi di seluruh
dunia sekitar 17 juta jiwa per tahun, angka kematian akibat demam tifoid
mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di Asia. Di Indonesia sendiri, penyakit
tifoid bersifat endemik, menurut WHO angka penderita demam tifoid di
Indonesia mencapai 81% per 100.000 (Depkes RI, 2013).
Masalah utama yang sering terjadi pada pasien penderita demam tifoid
anatara lain adalah demam, demam sering di jumpai, biasanya demam lebih
dari seminggu, pada penderita demam tifoid juga ditemui masalah mual,
muntah, nyeri abdomen atau perasaan tidak enak di perut, diare (Nani, 2014).
Komplikasi yang muncul pada demam tifoid ada beberapa yaitu pada
usus: perdarahan usus, melena, perforasi usus, peritonis, organ lain yaitu
meningitis, kolesitis, ensefalopati dan pneumonia (Garna, 2012).
Sedangkan diare adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali
atau lebih dalam sehari). Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan
tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini dapat membahayakan
jiwa,khususnya pada anak dan orang tua.
Diare terutama diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan, tidak saja di negara sedang berkembang tetapi juga di negara maju.
Diperkirakan oleh WHO ada sekitar 4 miliyar kasus diare akut setiap tahun
dengan mortalitas 3-4 juta per tahun (Soewono, 2002). Menurut data Badan
Kesehatan Dunia (WHO), diare adalah penyebab nomor satu kematian balita
di seluruh dunia. Di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua

1
setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sementara UNICEF (Badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak) memperkirakan bahwa setiap
30 detik ada satu anak meninggal dunia karena diare.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan
keperawatan diare?
2. Bagaimanakah konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan
keperawatan typoid fever?
3. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem
pencernaan?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui konsep dasar penyakit dan
konsep dasar asuhan keperawatan sistem pencernaan dan mampu
mengaplikasikannya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui konsep dasar penyakit dan konsep
dasar asuhan keperawatan diare.
2. Mahasiswa mampu mengetahui konsep dasar penyakit dan konsep
dasar asuhan keperawatan typoid fever.
3. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak
dengan gangguan sistem pencernaan.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Pengertian
Pengertian Gastro Entero adalah infeksi usus yang
menyebabkan diare (kotoran berair atau encer) dan kadang-kadang
muntah. (Suharyono, 2003). Gastroentestinal adalah inflamasi
lambung dan usus yang disebabkan oleh bakteri, virus dan pathogen
parasit (Wong, 2004).
Pengertian diare menurut beberapa ahli diantaranya
menyebutkan diare adalah gejala kelainan pencernaan, absorbsi dan
fungsi sekresi (Wong, 2001). Diare adalah kehilangan cairan dan
elektrolit yang terjadi karena frekuensi BAB tiga kali atau lebih
dengan konsistensi tinja yang encer atau cair (Suriadi, 2001).
Diare mengacu pada kehilangan cairan dan elektrolit secara
berlebihan yang terjadi dengan bagian feces tidak terbentuk (Nettina,
2001).
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang
abnormal, serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gr/hari) dan
konsistensinya cair (Smeltzer Bare, 2002).
Jadi diare adalah gejala kelainan pencernaan berupa buang air
besar dengan tinja berbentuk cair dengan frekuensi tiga kali atau lebih
dalam sehari pada anak sehingga menimbulkan kehilangan cairan dan
elektrolit. Klasifikasi dari diare ada beberapa macam.
2.1.2 Etiologi
Behrman (2000), menerangkan bahwa penyebab diare dapat
dibagi dalam beberapa faktor :
1. Faktor infeksi
a. Faktor internal : infeksi saluran pencernaan makananan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi
internal sebagai berikut:

3
1) Infeksi bakteri : vibrio, e.coli, salmonella, campylobacler,
tersinia, aeromonas, dsb.
2) Ifeksi virus : enterovirus (virus ECHO, cakseaclere,
poliomyelitis), adenovirus, rotavirus, astrovirus dan lain-
lain.
3) Infeksi parasit : cacing (asoanis, trichuris, Oxyuris, Strong
Ylokles, protzoa (Entamoeba histolytica, Giarella lemblia,
tracomonas homonis), jamur (candida albicans).
2. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan,
seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitist tonsilofasingitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama terdapat
pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
3. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa,
maltosa, dan sukrosa), mosiosakarida (intoleransi glukosa,
fruktosa, dan galatosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan
terseirng intoleransi laktasi.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
4. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.
5. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar).
6. Faktor Pendidikan
Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu
dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan
1,25 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita
dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke
bawah. Diketahui juga bahwa pendidikan merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin tinggi
tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang

4
diperoleh si anak.
7. Faktor pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta
rata-rata mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan
ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis
pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan
pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya
diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai risiko lebih besar
untuk terpapar dengan penyakit.
8. Faktor umur balita
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2
tahun. Balita yang berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi
diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan.
9. Faktor lingkungan
Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit
yang berbasisi lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana
air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi
bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak
sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan
perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan
minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
10. Faktor Gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya.
Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan baik merupakan
komponen utama penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita
yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare. Hal
ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi dilihat
berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang = <90-70,
buruk = <70 dengan BB per TB.

5
11. Faktor sosial ekonomi masyarakat
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap
faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita
diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah,
kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih
yang memenuhi persyaratan kesehatan.
12. Faktor terhadap Laktosa (susu kaleng)
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada
pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk
menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh
dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
Menggunakan botol susu ini memudahkan pencemaran oleh kuman
sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI mengandung antibody
yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab
diare seperti Sigella dan V. Cholerae.
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari :
1. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang
meningkat dan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2
minggu.
Menurut Depkes (2002), diare akut yaitu diare yang
berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti
lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari
tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam
empat kategori, yaitu: (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan
dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan,
(3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang
berkisar 5-8% dari berat badan, (4) Diare dengan dehidrasi berat,
apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%.

6
2. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari,
merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare
akut dan kronik.
3. Diare kronik
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung
lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif
terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama
diare kronik lebih dari 30 hari. Menurut (Suharyono, 2008), diare
kronik adalah diare yang bersifat menahun atau persisten dan
berlangsung 2 minggu lebih.
2.1.4 Patofisiologi
Berdasarkan Hasan (2005), mekanisme dasar yang
menyebabkan timbulnya diare adalah :
1. Gangguan sekresi
Akibat gangguan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding
usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam
rongga usus dan selanjutnya diare tidak karena peningkatan isi
rongga usus.
2. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare,
sebaliknya jika peristaltik usus menurun akan mengakibatkan
bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan
diare pula.

7
2.1.5 Pahway

8
2.1.6 Manifestasi Klinis
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian
timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah.
Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena
tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena
seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat
makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak
dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi
sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang
turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan
elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit,
maka gejala dehidrasi makin tampak. Berat badan menurun, turgor
kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar menjadi cekung,
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan
banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan,
sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat
dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik.
(Mansjoer, 2010).

9
Tabel 1. Penentuan Derajat Dehidrasi menurut WHO
Tanda
Dehidrasi Dehidrasi
No Dan Dehidrasi Berat
Ringan Sedang
Gejala
Mengantuk, lemas,
anggota gerak dingin,
1 Keadaan Sadar, Gelisah,
berkeringat, kebiruan,
Umum gelisah, haus mengantuk
mungkin koma, tidak
sadar.
Normal Cepat dan Cepat, haus, kadang-
2 Denyut
kurang dari lemah 120- kadang tak teraba,
Nadi
120/menit 140/menit kurang dari 140/menit
3 Dalam,
Pernafasan Normal Dalam dan cepat
mungkin cepat
Sangat cekung
4 Ubun-
Normal Cekung
ubun besar

10
Lanjutan
Tanda
No Dehidrasi Dehidrasi
Dan Dehidrasi Berat
Ringan Sedang
Gejala
5 Kelopak
Normal Cekung Sangat cekung
Mata
6
Air mata Ada Tidak ada Sangat kering

7 Selaput
Lembab Kering Sangat kering
Lendir
Pada
pencubitan
8 Elastisitas kulit secara Sangat lambat (lebih
Lambat
Kulit elastis dari 2 detik)
kembali
secara normal
Air seni
9
Warnanya Normal Berkurang Tidak kencing
Tua

11
2.1.7 Penatalaksanaan
Menurut Supartini (2004), penatalaksanaan medis pada pasien
diare meliputi : pemberian cairan, pengobatan dietetik (cara pemberian
makanan) dan pemberian obat-obatan.
1. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dan memperhatikan
derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
a. Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na
HCO3, KCl dan glukosa untuk diare akut dan karena pada anak
di atas umur 6 bulan kadar natrium 90 ml g/L. Pada anak
dibawah 6 bulan dehidrasi ringan / sedang kadar natrium 50-60
mfa/L, formula lengkap sering disebut : oralit.
b. Cairan parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan
sesuai dengan kebutuhan pasien, tetapi kesemuanya itu
tergantung tersedianya cairan setempat. Pada umumnya cairan
Ringer laktat (RL) diberikan tergantung berat / ringan
dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan
sesuai dengan umur dan berat badannya.
1) Belum ada dehidrasi
Per oral sebanyak anak mau minum / 1 gelas tiap defekasi.
2) Dehidrasi ringan
1 jam pertama : 25 – 50 ml / kg BB per oral selanjutnya :
125 ml / kg BB/ hari.
3) Dehidrasi sedang
1 jam pertama : 50 – 100 ml / kg BB per oral (sonde)
selanjutnya 125 ml / kg BB / hari.
4) Dehidrasi berat
Tergantung pada umur dan BB pasien.

12
2. Pengobatan dietetic
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun
dengan BB kurang dari 7 kg jenis makanan :
a. Susu (ASI adalah susu laktosa yang mengandung laktosa
rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, al miron).
b. Makanan setengah padar (bubur) atau makanan padat (nasitim),
bila anak tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa.
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
susu dengan tidak mengandung laktosa / asam lemak yang
berantai sedang / tidak sejuh.
3. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang
hilang melalui tinja dengan / tanpa muntah dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa / karbohidrat lain (gula, air
tajin, tepung beras sbb).
a. Obat anti sekresi
Asetosal, dosis 25 mg/ch dengan dosis minimum 30 mg.
Klorrpomozin, dosis 0,5-1 mg / kg BB / hari.
b. Obat spasmolitik, dll umumnya obat spasmolitik seperti
papaverin, ekstrak beladora, opium loperamia tidak digunakan
untuk mengatasi diare akut lagi, obat pengeras tinja seperti
kaolin, pektin, charcoal, tabonal, tidak ada manfaatnya untuk
mengatasi diare sehingg tidak diberikan lagi.
c. Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab
yang jelas bila penyebabnya kolera, diberiakn tetrasiklin 25-50
mg / kg BB / hari. Antibiotik juga diberikan bile terdapat
penyakit seperti : OMA, faringitis, bronkitis /
bronkopneumonia.

13
Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare
dibagi menjadi tiga yaitu rencana pengobatan A, B, dan C yang
diuraikan sebagai berikut:
1. Rencana pengobatan A
Rencana pengobatan A digunakan untuk mengatasi diare
tanpa dehidrasi, meneruskan terapi diare dirumah, memberikan
terapi awal bila anak terkena diare lagi. Cairan rumah tangga yang
dianjurkan seperti oralit, makanan cair, air matang. Gunakanlah
larutan untuk anak seperti dijelaskan dalam tabel berikut :
Tabel 2. Kebutuhan Oralit Per Kelompok Umur
Umur 3 jam pertama atau tidak haus Selanjutnya tiap kali
(Tahun) atau sampai tidak gelisah lagi mencret
<1 1 ½ gelas ½ gelas

1-5 3 gelas 1 gelas

>5 6 Gelas 4 Gelas

2. Rencana pengobatan B
Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi
ringan dan sedang dengan cara 3 jam pertama diberikan 75ml/kg
BB, berat badan anak tidak diketahui, berikan oralit paling sedikit
sesuai tabel berikut:
Tabel 3. Jumlah Oralit yang diberikan pada 3 jam pertama
Umur <1 Tahun 1 –5 Tahun >5 tahun

Jumlah oralit 300 600 1200

Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit,


dorong juga ibu untuk meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan
yang tidak mendapatkan ASI, berikan juga 100-200ml air masak.

14
Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian,
kemudian pilih rencana A, B, dan C untuk melanjutkan.
3. Rencana pengobatan C
Rencana pengobatan C digunakan untuk mengatasi diare
dengan derajat berat. Pertama-tama berikan cairan intravena, nilai
setelah 3 jam. Jika keadaan anak sudah cukup baik maka berikan
oralit. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang anak dan pilihlah
rencana pengobatan yang sesuai.
2.1.8 Pencegahan
Pengobatan diare dengan upaya rehidrasi oral, angka kesakitan
bayi dan anak balita yang disebabkan diare makin lama makin
menurun. Menurut Suharti (2007), bahwa kesakitan diare masih tetap
tinggi ialah sekitar 400 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu jalan
pintas yang sangat ampuh untuk menurunkan angka kesakitan suatu
penyakit infeksi baik oleh virus maupun bakteri. Untuk dapat membuat
vaksin secara baik, efisien, dan efektif diperlukan pengetahuan
mengenai mekanisme kekebalan tubuh pada umumnya terutama
kekebalan saluran pencernaan makanan.
1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi, komponen zat
makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk
dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup
untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan, tidak ada
makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. Menurut Supariasa
dkk (2002), bahwa ASI adalah makanan bayi yang paling alamiah,
sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi
yang tidak bisa ditiru oleh pabrik susu manapun. Tetapi pada
pertengahan abad ke-18 berbagai pernyataan penggunaan air susu
binatang belum mengalami berbagai modifikasi. Pada permulaan
abad ke-20 sudah dimulai produksi secara masal susu kaleng yang
berasal dari air susu sapi sebagai pengganti ASI. ASI steril berbeda
dengan sumber susu lain, susu formula, atau cairan lain disiapkan

15
dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang
kotor. Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan
tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya
bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan
ini disebut disusui secara penuh. Menurut Sulastri (2009), bahwa
bayi-bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6
bulan, setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus
diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses
menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik
dengan adanya antibody dan zat-zat lain yang dikandungnya, ASI
turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang
baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung
4x lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai
dengan susu botol.
2. Makanan pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi
secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa.
Menurut Supariasa dkk (2002) bahwa pda masa tersebut
merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku
pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan
meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang
menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping
ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan
bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Untuk itu
menurut Shulman dkk (2004) bahwa ada beberapa saran yang
dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI
yang lebih baik, yaitu (1) perkenalkan makanan lunak, ketika anak
berumur 4-6 bulan tetapi teruskan pemberian ASI. Tambahkan
macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih.
Berikan makanan lebih sering (4x sehari), setelah anak berumur 1
tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4 - 6x
sehari, teruskan pemberian ASI bila mungkin. (2) Tambahkan

16
minyak, lemak, gula, kedalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk
energy. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-
kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau kedalam
makanannya. (3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan
menyuapi anak, suapi anak dengan sendok yang bersih. (4) Masak
atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat
yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada
anak.
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) bahwa untuk
melakukan pola perilaku hidup bersih dan sehat dilakukan
beberapa penilaian antara lain adalah (1) penimbangan balita.
Apabila ada balita pertanyaannya adalah apakah sudah ditimbang
secara teratur keposyandu minimal 8 kali setahun, (2) Gizi,
anggota keluarga makan dengan gizi seimbang, (3) Air bersih,
keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur) untuk keperluan
sehari-hari, (4) Jamban keluarga, keluarga buang air besar
dijamban/WC yang memenuhi syarat kesehatan, (5) Air yang
diminum dimasak terlebih dahulu, (6) Mandi menggunakan sabun
mandi, (7) Selalu cuci tangan sebelum makan dengan
menggunakan sabun, (8) Pencucian peralatan menggunakan sabun,
(9) Limbah, (10) Terhadap faktor bibit penyakit yaitu (a)
Membrantas sumber penularan penyakit, baik dengan mengobati
penderita maupun carrier atau dengan meniadakan reservoir
penyakit, (b) Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik
ditempat umum maupun dilingkungan rumah, (c) Meningkatkan
taraf hidup rakyat, sehingga dapat memperbaiki dan memelihara
kesehatan, (d) Terhadap faktor lingkungan, mengubah atau
mempengaruhi faktor lingkungan hidup sehingga faktor-faktor
yang tidak baik dapat diawasi sedemikian rupa sehingga tidak
membahayakan kesehatan manusia.

17
2.1.9 Komplikasi
Berdasarkan Supartini (2004), akibat dari diare atau kehilangan
cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai
komplikasi diantaranya adalah :
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih
banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya
kematian pada diare. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik
asidosis). Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama
tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor
tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena
adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam
meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi
oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan
ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare,
lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal
ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan
glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun
hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak.
3. Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat
Hal ini disebabkan oleh makanan sering dihentikan oleh
orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah hebat.
Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran
dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama. Makanan yang
diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
4. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock)
hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi

18
hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi
klien akan meninggal.
2.1.10 Konsep Dasar asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien diare menurut Suriadi
(2001), antara lain:
a. Aktivitas atau istirahat
Gangguan pola tidur misal insomnia dini hari, perasaan
ansietas, kelemahan fisik.
b. Sirkulasi
Merasakan dingin meskipun diruangan hangat.
c. Integritas ego
Merasa marah, menolak atau ansietas.
d. Eliminasi
Diare atau konstipasi, nyeri abdomen yang tidak jelas dan
distres.
e. Makanan atau cairan
Lapar terus menerus atau menyangkal lapar atau nafsu makan
menurun, makanan yang dihidangkan tidak tertutup, makanan
basi.
f. Hygine
Personal hygiene anak kurang : kebiasaan ibu memelihara kuku
anak, cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
Sedangkan menurut Supartini (2004), hal-hal yang perlu
dikaji adalah riwayat diare, status dehidrasi, tinja (warna, jumlah,
bau), konsistensi dan frekuensi BAB, intake dan output, tingkat
aktivitas anak dan yang terakhir kaji tanda-tanda vital anak.

19
2. Diagnosa Keperawaan dan Intervensi Keperawatan
a. Gangguan kekurangan cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan berlebih dari traktus GI dalam feses atau muntahan
1) Batasan karakteristik gangguan cairan dan elektrolit
antara lain kehilangan cairan yang tidak normal (diare,
muntah) akibat infeksi, intoleransi makanan, dan mal
absorbsi (Nanda, 2007).
2) Tujuan : pasien memperlihatkan tanda rehidrasi dan
mempertahankan hidrasinya yang adekuat.
3) Kriteria Hasil : tidak muncul tada-tanda dehidrasi seperti:
turgor kulit elastis dan mukosa mulut lembab.
4) Intervensi :
a) Kaji status dehidrasi : mata, tugor kulit dan membran
mukosa
b) Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan
c) Monitor TTV
d) Kaji keluaran urine
e) Pemeriksaan laboratorium sesuai program : elektrolit,
Hb, Ph, dan albumin.
f) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
anti diare dan antibiotik.
g) Istirahatkan pasien
b. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
kehilangan cairan melalui diare, masukan yang tidak adekuat.
1) Batasan karakteristik dari diagnosa tersebut adalah asupan
makanan kurang dari kebutuhan metabolik baik kalori atau
nutrisi spesifik, kehilangan berat badan dengan asupan
makanan adekuat, melaporkan asupan makanan
tidakadekuat kurang dari kebutuhan gizi harian (Nanda,
2007).
2) Tujuan : Klien akan mempertahankan intake makanan dan
minuman yang adekuat untuk mepertahankan berat badan

20
dalam rangka pertumbuhan.
3) Kriteria hasil: porsi makan dihabiskan, BB meningkat atau
dipertahankan.
4) Intervensi :
a) Buat jadwal masukan, anjurkan makan dan minum
sedikit demi sedikit.
b) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan
indikasi.
c) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen.
d) Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan
dan elektrolit dengan segera jika klien dapat
mentoleransinya melalui pemberian cairan oral.
e) Libatkan keluarga (ibu klien) pada perencanaan
makanan sesuai indikasi.
f) Motivasi makan klien.
c. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
penurunan sirkulasi sekunder akibat dari dehidrasi.
1) Tujuan : Peningkatan suhu dapat teratasi.
2) Kriteria Hasil : tubuh tidak panas, suhu tubuh normal (36º-
37ºc).
3) Intervensi :
a) Observasi vital sign.
b) Berikan kompres hangat.
c) Anjurkan pasien dan keluarga untuk banyak minum.
d) Anjurkan pasien dan keluarga untuk memberikan
pakaian yang tipis, longgar, dan menyerap keringat.
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi
antipiretik.

21
2.2 Konsep Dasar Penyakit Typhoid Fever
2.2.1 Pengertian
Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang
disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella
paratyphi B, salmonella paratyphi C, paratifoid biasanya lebih ringan
dengan gambaran klinis sama (Widodo Djoko, 2009).
Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang disbabkan
oleh bakteri salmonella thypi yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terjadi
gangguan kesadaran (Suriadi, 2006).
2.2.2 Etiologi
Demam Typhoid merupakan penyakit yang ditularkan melalui
makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella
typhosa. Seseorang yang sering menderita penyakit demam typhoid
menandakan bahwa ia mengonsumsi makanan dan minuman yang
terkontaminasi bakteri ini.
2.2.3 Manifestasi klinis
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan
keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada
umumnya yaitu : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,
mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk
dan epistaksis.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat.
Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore
hingga malam hari (Widodo Djoko, 2009).

22
2.2.4 Patofisiologis
Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi
terjadi melalui makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan
melalui mulut. Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung.
Bakteri yang dapat melewati lambung akan masuk ke dalam usus,
kemudian berkembang. Apabila respon imunitas humoral mukosa
(immunoglobulin A) usus kurang baik maka bakteri akan menembus
sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia.
Didalam lamina propia bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-
sel makrofag kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium distal.
Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika melalui duktus
torsikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam
sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik
atau tidak menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar keseluruh
organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa diorgan-organ
ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar
sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi kedalam sirkulasi darah
dan menyebabkan bakteremia kedua yang simtomatik, menimbulkan
gejala dan tanda penyakit infeksi sistemik.

23
2.2.5 Pathway
Bakteri Salmonella thypi
& Salmonella paratypi

Makanan & minuman Berkembang biak di usus


Dimusnahkan asam lambung Imunitas humoral (imunoglobulin A) kurang baik
Mati Menembus sel epitel
Gejala nyeri dan demam Berkembang biak di lamina propia
Melepas sintokin reaksi inflamasi sistemik Ditelan (makrofag) sel fagosif
Perdarahan sal cerna Makrofag hiperaktif Plaques payeri
Perdarahan Kelenjar getah bening masenterika
Erosi pem darah plaques payeri Hyperplasia & nekrose jaringan
Lap otot Sirkulasi darah
Lap serosa usus Organ retikuloendotelial hati dan limpa
Perforasi Bakterimia asymtomatik
Nyeri Akut Berkembang biak di luar sel
Bakterimia Iisymtomatik Splenomegali, Hepatomegali
Metabolisme meningkat anoreksia mual nyeri otot

intoleransi aktivitas
Hipertermi Ketidaseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Sumber: Widodo Djoko (2009)

24
2.2.6 Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi Ekstra-Intestinal
a. Komplikasi Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer
(renjatan septik), miokarditis, trombosis dan Tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, dan
atau Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan
Sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : Pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan
kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan
perinefritis.
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis dan
Artritis.
g. Komplikasi Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus,
meningitis, polineuritis perifer, sindrom guillain-barre,
psikosis dan sindrom katatonia.
2.2.7 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Typhoid Fever
Prinsip dari pembahasan ini dengan memperhatikan aspek
kehidupan proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan tindakan
keperawatan, dan evaluasi keperawatan (Deswani, 2009).
1. Pengkajian
Pengkajian menurut (Carpenito, 2007), yaitu tahap pertama
proses keperawatan yang meliputi pengumpulan data secara
sistematis dan cermat untuk menentukan status kesehatan klien saat
ini dan riwayat kesehatan masa lalu, serta menentukan status
fungsional serta mengevaluasi pola koping klien saat ini dan masa

25
lalu. Pengumpulan data diperoleh dengan cara wawancara,
pemeriksaan fisik, observasi, peninjauan catatan dan laporan
diagnostik, kolaborasi dengan rekan sejawat.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan
atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa
keperawatan menjadi dasar pemilihan intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan yang merupakan tanggung jawab perawat
(Carpenito, 2007).
a Hipertermi berhubungan dengan meningkatnya metabolisme
suhu tubuh.
b Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia mual.
c Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan ini merupakan langkah ketiga dalam membuat
suatu proses keperawatan. Intervensi keperawatan adalah suatu
proses penyusunan berbagai rencana tindakan keperawatan yang
dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi
masalah-masalah pasien (Carpenito, 2007).
a Hipertermi berhubungan dengan meningkatnya metabolisme
suhu tubuh.
1) Tujuan : Suhu tubuh kemabali normal ( 36 - 37⁰C ) setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam.
2) Kriteria Hasil :
a) Suhu klien kembali normal ( 36 – 37 ⁰C )
b) Badan tidak teraba panas
3) Intervensi :
a) Kaji vital sign tiap 2-3 jam
b) Anjurkan banyak minum air putih 2 -3 jam

26
c) Anjurkan untuk menggunakan baju yang tipis dan
menyerap keringat.
d) Kompres pada lipatan paha dan aksila
e) Laksanakan program terapi antibiotik, antipiretika, dan
pemeriksaan laboraturium
b Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia mual.
1) Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam.
2) Kriteria Hasil :
a) Intake nutrisi meningkat
b) Diit habis 1 porsi yang telah disediakan
c) Berat badan stabil
3) Intervensi :
a) Timbang berat badan secara teratur.
b) Kaji pola nutrisi dan perubahan yang terjadi.
c) Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi.
d) Beri diit dalam porsi hangat, porsi kecil tapi sering,
lunak.
e) Kolaborasi dengan ahli gizi.
c Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
1) Tujuan : Aktifitas klien meningkat setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam.
2) Kriteria hasil : kemampuan aktifitas bisa mandiri.
3) Intervensi :
a) Monitor suhu sesering mungkin
b) Ajarkan mobilisasi aktifitas
c) Atur posisi nyaman.
d) Berikan pengetahuan tentang pentingnya beraktifitas
e) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan aktifitas
pada klien.

27
4. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana
intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Implementasi
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, dan
pemulihan kesehatan (Deswani, 2009).
Pembahasan pada tahap ini meliputi pelaksanaan rencana
tindakan perawatan yang dapat dilakukan dan yang tidak dapat
dilakukan sesuai dengan intervensi pada masing – masing
diagnosa.
a Hipertermi berhubungan dengan meningkatnya pengaturan
suhu tubuh.
b Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual.
c Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
yang telah digunakan untuk menentukan seberapa baik rencana
keperawatan yang telah penulis susun, apakah tujuan dapat
tercapai, tercapai sebagian, atau belum tercapai dengan meninjau
respon pasien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Berikut ini
adalah pembahasan evaluasi berdasarkan evaluasi hasil dari
masing-masing diagnosa :
a Suhu tubuh pada batas normal yaitu 36,8⁰C,
b Nutrisi terpenuhi
c Pasien belum mampu beraktifitas sendiri.

28
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : An. Dw
Umur : 8 Tahun 8 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Manunggal
Suku : Toraja
Kewarganegaraan : Indonesia
Tanggal Masuk : 02 Maret 2013
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Demam
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang dengan keluhan demam terus menerus selama 7
hari, utamanya sore dan malam hari, Sakit kepala (+), pusing (+) Sakit
perut (+), mual (+) , muntah (+). BAB : cair sejak 1 hari sebelum
masuk RS, BAK : kuning jernih, kesan normal Riwayat penyakit
terdahulu Varicella (+), Malaria (+) Riwayat Imunisasi BCG (+) 1,
Polio (+) 3, DPT (+) 3, Hepatitis B (+) 1, Campak (+) 1
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Varicella (+), Malaria (+) Riwayat Imunisasi BCG (+) 1, Polio
(+) 3, DPT (+) 3, Hepatitis B (+) 1, Campak (+) 1.
3. Riwayat Bio-Psiko-Sosial-Spritual
a. Pola Persepsi-Manajemen Kesehatan : Tidak terkaji
b. Pola Nutrisi-Metabolik : Tidak terkaji
c. Pola Eliminasi : Tidak terkaji
d. Pola Latihan-Aktivitas : Tidak terkaji
e. Pola Kognitif Perseptual : Tidak terkaji
f. Pola Istirahat-Tidur : Tidak terkaji

29
g. Pola Konsep Diri : Tidak terkaji
h. Pola Peran-Hubungan : Tidak terkaji
i. Pola Reproduksi : Tidak terkaji
j. Pola Coping-Toleransi Stress : Tidak terkaji
k. Pola Nilai dan Keyakinan : Tidak terkaji
4. Pemeriksaan Fisik
a. Status General : sadar
b. Turgor : Baik
c. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 100/65 mmHg
Pernapasan : 20 x/menit
Nadi :100 x/menit
Suhu : 37,8ºC
Status Gizi : BB/TB% = 88,8 %
Kesan : Gizi Kurang (CDC)
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil laboratorium
1) Lymph % : 74,5 % (high)
2) HGB : 11,6 g/dl (Low)
3) HCT : 32,2 % (Low)
4) MCH : 26,5 pg (Low) E
5) MCV : 73,8 Fl (Low)
6) HGB : 11,6 g/dl (Low)
7) HCT : 32,2 % (Low)
8) Widal O : 1/80
9) Widal H : 1/320 (+)

30
6. Analisa Data
NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM
1 DS : Faktor makanan ( Hipertermi
 Klien mengeluh beracun, alergi )
demam selam 7
hari Hipo mobilitas
 Klien mengeluh
sakit kepala Bakteri tumbuh
 Klien mengeluh
pusing DIARE
DO :
 Suhu : 37,8oC Kerusakan rongga

 Lymph : 74,5 usus

% (high)
 Widal H : Proses infeksi

1/320 (+)
Hipertermi
2 DS : Faktor Gangguan
 Klien mengeluh malabsorbsi Nutrisi Kurang
sakit perut (karbohhidrat, Dari
 Klien mengeluh lemak, protein) Kebutuhan
mual-muntah Tubuh
 Klien mengeluh Absorbsi
BAB cair sejak Menurun
1 hari
DO: Tekanan

 Konsistensi osmotik usus

BAB cair
 Gizi kurang ( Pergeseran air dan

CDC) elektrolit ke

 HGB : 11,6 rongga usus

g/dl (Low)

31
 HCT : 32,2 % Hiperperistaltik
(Low)
 MCH : 26,5 pg DIARE
( Low ) E
Absorbsi
Menurun

Anoreksia/ mual-
muntah

Gangguan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi bakteri ditandai dengan
klien mengeluh demam selama 7 hari, sakit kepala, pusing.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
menurunnya intake absorbsi makanan dan cairan ditandai dengan klien
mengeluh mual, muntah.

3.3 Intervensi Keperawatan


Nama : An. Dw Alamat : Jl. Manunggal
Umur : 8 th 8 bl Tanggal Masuk : 2 Maret 2013
Jenis Kelamin : Pr No. RM : 2233 456

Hari/ No. Tujuan dan Rencana Rasional


Tgl DX Kriteria Hasil Keperawatan
Jumat, 2 1 Setelah dilakukan - Observasi - Untuk
Maret tindakan keadaan umum mengetahui
2013 keperawatan 3x24 klien. keadaan umum
Jam jam diharapkan klien.

32
08.30 suhu tubuh klien - Observasi vital - Untuk
wita normal dengan sign. mengetahui batas
kriteria hasil : normal atau
- Klien perkembangan
mengatakan penyakit klien
badan tidak dan batas normal
panas vital sign.
- Keadaan umum - Motivasi klien - Untuk mencegah
baik untuk banyak dehidrasi berat.
- Suhu 36-37ºC minum air
- Badan tidak putih/air
teraba panas gula/susu.
- Anjurkan - Untuk proses
keluarga untuk distraksi
kompres dingin. pembuluh darah.
- Anjurkan klien - Memberikan rasa
untuk nyaman dan
menggunakan pakaian yang
pakaian yang tipis tipis mudah
dan mudah menyerap
menyerap keringat dan
keringat. tidak merangsang
peningkatan suhu
tubuh.
- Kolaborasi dalam - Untuk
pemberian mempercepat
therapy proses
penyembuhan..
Hari/ No. Tujuan dan Rencana Rasional
Tgl DX Kriteria Hasil Keperawatan

33
Jum’at, 2 Setelah dilakukan - Motivasi klien - Agar kebutuhan
2 Maret tindakan untuk makan nutrisi klien
2013 keperawatan 3x24 minum sedikit terpenuhi.
Jam jam diharapkan tapi sering.
08.35 kebutuhan nutrisi - Sajikan makanan - Untuk
wita klien terpenuhi dalam keadaan meningkatkan
dengan kriteria hangat. selera makan
hasil : klien.
- Keadaan umum - Hindari makanan - Untuk mencegah
baik yang bersifat tukak lambung.
- Nafsu makan iritan.
klien - Observasi dan - Untuk
bertambah. catat kejadian menetapkan cara
- Mual-muntah mual muntah. mengatasinya
berkurang. - Ciptakan - Untuk
- Mampu lingkungan yang meningkatkan
menghabiskan nyaman selera makan
makanan yang klien
disediakan oleh - Kaji frekwensi - Untuk
Rumah Sakit makan klien. mengetahui
tingkat frekwensi
makan klien.
- Untuk
- Kaji kemampuan mengetahui
klien dalam pemenuhan
menghabiskan nutrisi klien
makanan. selama sakit
- Meningkatkan
- Berikan dan nafsu makan dan
Bantu untuk oral masukan
hygiene.

34
3.4 Implementasi Keperawatan
Nama : An. Dw Alamat : Jl. Manunggal
Umur : 8 th 8 bl Tanggal Masuk : 2 Maret 2013
Jenis Kelamin : Pr No. RM : 2233 456

Hari/ No.
Tindakan Keperawatan Respon Hasil Paraf
tanggal DX
Jum’at, 1 - Mengobservasi - Keadaan umum -
2 Maret 09.00 keadaan umum klien. lemah.
2013 - Mengukur TTV - Klien mengeluh
09.15 badan terasa panas,
TD : 100/65 mmHg,
Nadi : 100 kali/menit,
Suhu : 37,8 ºC, RR :
22 kali/menit.
- Memotivasi klien - Keluarga Klien
untuk banyak minum mengatakan pagi
09.30 air putih/air ini klien sudah
gula/susu. minum sebanyak 3
gelas.
- Menganjurkan - Klien dikompres
keluarga klien untuk oleh keluarganya.
kompres dingin.
- Melakukan - Klien mendapatkan
kolaborasi dalam Paracetamol 3x1
pemberian therapi. tablet/hari.

35
Hari/ No.
Tindakan Keperawatan Respon Hasil Paraf
tanggal DX
Jum’at, 2 - Memotivasi klien - Klien makan
2 Maret 10.00 untuk makan minum secara pelan-pelan.
2013 sedikit tapi sering
10.15 - Menyajikan makanan - Makanan disajikan
dalam keadaan dalam keadaan
hangat hangat.
10.20 - Menghindari - Makanan disajikan
makanan yang dalam bentuk
bersifat iritan. bubur.

10.40 - Mengobservasi dan - Tidak terjadi


mencatat kejadian mual-muntah
mual-muntah
11.15 - Menciptakan - Lingkungan
lingkungan yang sekitar klien
nyaman tampak rapi dan
bersih
11.30 - Mengkaji - Klien mau
kemampuan klien menerima
dalam menghabiskan makanan 4-5
makanan. sendok makan dari
porsi yang
disediakan oleh
Rumah Sakit.
Sabtu, 3 1 - Mengobservasi - Keadaan umum
Maret 09.00 keadaan umun klien. sedang.
2013 09.15 - Mengobservasi vital - Klien mengeluh
sign badan masih terasa
panas, Tekanan
darah : 100/70

36
Hari/ No.
Tindakan Keperawatan Respon Hasil Paraf
tanggal DX
mmHg, Suhu :
37,7ºC, Nadi : 100
kali/menit, RR : 20
kali/menit.
09.30 - Memotivasi keluarga - Keluarga mau
untuk memberi memberi kompres
kompres dingin. pada klien.
09.40 - Memotivasi klien - Klien mampu
untuk banyak minum. meminum air putih
4-5 gelas/hari.
10.00 - Menciptakan - Klien tampak
lingkuangan dengan tenang dan dapat
suasana yang aman istirahat.
dan tenang
Sabtu, 3 2 - Memotivasi klien - Klien makan secara
Maret 11.00 makan/minum sedikit pelan-pelan
2013 tapi sering.
11.30 - Menyajikan makanan - Makanan disajikan
dalam keadaan dalam keadaan
hangat hangat

12.00 - Mengobservasi dan - Tidak terjadi mual


catat kejadian mual- dan muntah
muntah.
12.30 - Mengkaji - Klien mengatakan
kemampuan klien mampu
dalam menghabiskan menghabiskan
makanan. makanan ½ porsi
dari yang di
sediakan di Rumah

37
Hari/ No.
Tindakan Keperawatan Respon Hasil Paraf
tanggal DX
Sakit
Minggu, 1 - Mengobservasi - Keadaan umum
4 Maret 09.00 keadaan umun klien. sedang.
2013 09.15 - Mengobservasi vital - Klien tidak
sign. mengeluh badannya
panas, Tekanan
darah : 110/70
mmHg, Suhu :
36,9ºC, Nadi : 96
kali/menit, RR : 20
kali/menit.
09.30 - Memotivasi klien - Klien mampu
untuk banyak minum. meminum air putih
4-5 gelas/hari.
- Menciptakan - Klien tampak
10.00 lingkuangan dengan tenang dan dapat
suasana yang aman istirahat.
dan tenang
Minggu, 2 - Memotivasi klien - Klien makan secara
4 Maret 11.30 makan/minum sedikit pelan-pelan.
2013 tapi sering.
12.00 - Menyajikan makanan - Makanan disajikan
dalam keadaan dalam keadaan
hangat hangat.
- Mengobservasi dan - Tidak terjadi mual-
12.15 catat kejadian mual- muntah
muntah.
- Mengkaji - Klien mengatakan
12.30 kemampuan klien mampu
dalam menghabiskan menghabiskan

38
Hari/ No.
Tindakan Keperawatan Respon Hasil Paraf
tanggal DX
makanan. makanan seluruh
porsi dari makanan
yang disediakan
oleh Rumah Sakit

3.5 Evaluasi Keperawatan


Nama : An. Dw Alamat : Jl. Manunggal
Umur : 8 th 8 bl Tanggal Masuk : 2 Maret 2013
Jenis Kelamin : Pr No. RM : 2233 456

NO
Hari/Tanggal Evaluasi(Catatan Perkembangan) Paraf
DX
Minggu, 4 1 S : Klien mengatakan badannya sudah tidak
Maret 2013 panas lagi
O : KU : Sedang
- Badan teraba tidak panas lagi
- Vital sign
TD : 110/70 mmHg
Jam RR : 20 kali/menit
17.00 wita N : 96 kali/menit
S : 36,9ºC
A : Masalah Hipertermia teratasi
P : Intervensi dipertahankan
- Observasi keadaan umum klien
- Observasi vital sign
- Motivasi klien untuk banyak minum
- Ciptakan lingkungan dengan suasana
yang aman dan nyaman

39
Minggu, 4 2 S : Klien mengatakan nafsu makannya
Maret 2013 meningkat.
O : KU : Sedang
- Klien dapat menghabiskan seluruh
porsi dari makanan yang disediakn
oleh Rumah Sakit.
- Klien tampak bertenaga
A : Masalah nutrisi teratasi
Jam P : intervensi dipertahankan
18.00 wita - Motivasi klien makan/minum sedikit
tapi sering
- Sajikan makanan dalam keadaan
hangat
- Kaji kemampuan klien dalam
menghabiskan makanan

40
BAB 4
PENUTUP

4.1 Simpulan
Pengertian Gastro Entero adalah infeksi usus yang menyebabkan diare
(kotoran berair atau encer) dan kadang-kadang muntah. (Suharyono, 2003).
Gastroentestinal adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh
bakteri, virus dan pathogen parasit (Wong, 2004).
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor : faktor infeksi,
infeksi parenteral, faktor malabsorbsi, faktor makanan, faktor psikologis,
faktor pendidikan, faktor pekerjaan, faktor umur balita, faktor lingkungan,
faktor gizi, faktor sosial ekonomi masyarakat, serta faktor terhadap laktosa
(susu kaleng).
Sedangkan demam typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus,
yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella
paratyphi B, salmonella paratyphi C, paratifoid biasanya lebih ringan dengan
gambaran klinis sama (Widodo Djoko, 2009).
Manifestasi klinis dari demam typoid antara lain : Pada minggu
pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan
penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu : demam, nyeri kepala, pusing,
nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak
diperut, batuk dan epistaksis.
4.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan perawat mampu melakukan
asuhan keperawatan secara komprehensif kepada pasien dengan gangguan
sistem pencernaan. Mengerti dan memahami gejala dari penyakit demam
typoid sangat penting untuk menegakkan diagnosis sedini mungkin. Diagnosis
dan pengobatan dini mencegah terjadinya komplikasi yang bersifat fatal.
Mengetahui penyebab demam typoid sangat penting untuk menentukan jenis
pengobatan yang diberikan.

41
DAFTAR PUSTAKA
Behrman, R.E. MD, dkk. (2000). Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15.
Jakarta: EGC
Carpenito, 2007. Diagnosa Keperawatan. Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi IX.
Alih Bahasa: Kusrini Semarwati Kadar. Editor: Eka Anisa Mardella,
Meining Issuryanti. Jakarta: EGC.
Depkes RI. (2002). Rencana Strategi Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehat Lingkungan, 2001-2004, Depkes RI Jakrta
Deswani. (2009). Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba
Medika.
Hasan Rusepno. (2005). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Judith M. Wilkinson. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC; Edisi 7. Jakarta: EGC
Mansjoer Arif. (2010). Kapita Selekta Kedoktera., Edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa:
Setiawan. Jakarta: EGC
Suharyono, dkk. (2003). Gastrologi Anak Praktis Cetakan Keempat. Jakarta:
FKUI Gaya Baru.
Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Suriadi, Rita Yuliani. (2001). Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1. Jakarta: Fajar
Interpratama
Smeltzer, Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner&Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Whaley’s dan Wong. (2001). Psikologi Pekembangan Anak dan Remaja.
Bandung: Remaja rosdakarya.
Widodo Joko. (2009). Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Wong, Donna L. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4.
Jakarta: EGC

42

Anda mungkin juga menyukai