Anda di halaman 1dari 16

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
 Nama : An. Y
 Umur : 12 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Alamat : Jl. Kali baru timur RT 10/01,KEC. Cilincing
 Tgl Masuk RS : 29/11/2017
 No Rekam Medis : 00 24 74 12

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri ulu hati sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit

Keluhan Tambahan : Demam, Mual, muntah, perut terasa penuh, dan lemas.

Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke UGD Rumah Sakit Islam Jakarta
Sukapura dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 4 hari SMRS,Pasien juga mengeluh
demam, mual, perutnya terasa penuh sehingga selalu merasa kenyang. BAK
normal, BAB normal. BAB hitam disangkal.

Riwayat penyakit dahulu :


 Riwayat keluhan sama (-)
 Riwayat gastritis (-), asma (-)

Riwayat penyakit keluarga :


 Riwayat keluhan sama pada keluarga disangkal
 Riwayat diabetes mellitus (-), asma(-),
 Riwayat keganasan disangkal

Riwayat pengobatan :
 Pasien belum mengkonsultasikan keluhan ini ke dokter sebelumnya.
 Saat ini pasien tidak mengkonumsi obat-obat yang lainnya.

Riwayat psikososial :
 Pasien mengaku makan tidak teratur

1
Riwayat alergi :
- Tidak ada alergi makanan, obat-obatan, debu dan cuaca

PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda Vital :
BB : 39 kg
N : 118/mnt
R : 24x/mnt
S : 37.20C

Status Generalis
• Kepala : Normocephal
• Mata : Konjungtiva Anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Hidung : sekret (-), Epistaksis (-),septum deviasi (-)
• Telinga : Sekret (-), Normotia, Nyeri tekan (-)
• Mulut : Bibir lembab, coated tongue (-)
• Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Kel. Tiroid (-)
• Thoraks
• Paru-Paru
• Inspeksi : Simetris, tidak ada dada yang tertinggal.
• Palpasi : vokal fremitus dalam batas normal
• Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
• Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-),
ronkhi (-/-)
• Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V midclavicula
sinistra
• Perkusi :
 Batas Atas : ICS III Linea Parasternalis Dextra
 Batas Kanan : ICS IV Linea Parasternalis Dextra
 Batas Kiri : ICS V Linea Midclavicula Sinistra

2
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-),
gallop (-)
• Abdomen
• Inspeksi : Datar, Scar (-)
• Auskultasi : Bising usus 8x/menit (N)
• Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
• Palpasi : Nyeri tekan epigastrium(+), Pembesaran hepar (-),
Pembesaran Lien (-),
• Ekstremitas atas :
• Akral hangat (+), CRT < 2 detik (+/+), Edema (-/-), turgor kulit
menurun.
• Ekstremitas bawah :
• Akral hangat (+), CRT < 2 detik (+/+), Edema (-/-), turgor kulit
menurun.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
29/11/2017

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI

Hemoglobin 10,4 g/dL 11,3 – 15,7

Juml. Leukosit 5.93 103/µl 3.98 – 10.04

Hematokrit 32,8 % 34,1 – 44,9

Juml. Trombosit 449 103/µl 182 - 369

RESUME:
Anak usia 12 tahun datang ke UGD Rumah Sakit Islam Jakarta Sukapura
diantar oleh orang tuanya dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 4 hari SMRS,Pasien
juga mengeluh demam, mual, perutnya terasa penuh sehingga selalu merasa kenyang.
 Tanda Vital :

3
N : 118/mnt
R : 24x/mnt
S : 37,20C
 Nyeri tekan epigastrium (+)

Diagnosis
• Dispepsia
Diagnosis banding
 Gastritis

Penatalaksanaan

Paracetamol : Dosis 10 mg – 15 mg /kgbb/x ( 3 x sehari) Sediaan 500 mg

39 kg x 10 = 390 mg

39 kg x 15 = 585 mg

Dosis yang di butuh kan 390 – 585 mg = 1 tab ( 500 mg)

3 dd 1 tab setelah makan

Ranitidin :

2 – 4 mg /kgbb/x ( 2 x sehari ) Sediaan tab 150 mg

39 kg x 2 = 78 mg

39 x 4 = 156 mg

Dosis yang dibutuh kan 78 – 156 mg = 1 tab ( 150 mg)

2 dd 1 tab sehari sebelum makan

4
TINJAUAN PUSTAKA

DISPEPSIA

LATAR BELAKANG

Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran pencernaan,


khususnya lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian
tengah ke atas. Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia
umumnya diderita oleh kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola
atau gaya hidup tidak sehat. Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-
muntah, rasa penuh di ulu hati, sebah, sendawa yang berlebihan bahkan bisa
menyebabkan diare dengan segala komplikasinya.

Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan
dispepsia non organik atau dispesia fungsional. Dispepsia dapat disebut dispepsia
organik apabila penyebabnya telah diketahui secara jelas. Dispepsia fungsional atau
dispepsia non-organik, merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi
merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan

ANATOMI LAMBUNG

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat di
daerah epigastrik, di bawah diafragma dan di depan pankreas. Bagian superior
lambung merupakan kelanjutan dari esofagus. Bagian inferior berdekatan dengan
duodenum yang merupakan bagian awal dari usus halus. Pada setiap individu, posisi
dan ukuran lambung bervariasi. Sebagai contoh, diafragma mendorong lambung ke
bawah pada setiap inspirasi dan menariknya kembali pada setiap ekspirasi.
Dalam keadaan kosong, lambung menyerupai tabung bentuk J, dan bila penuh,
berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal lambung adalah 1 samapi
2 L (Prince, 2005). Secara anatomis lambung terdiri atas empat bagian, yaitu: cardia,
fundus, body atau corpus, dan pylorus. Adapun secara histologis, lambung terdiri atas
beberapa lapisan, yaitu: mukosa, submukosa, muskularis mukosa, dan serosa.

5
Lambung berhubungan dengan usofagus melalui orifisium atau kardia dan dengan
duodenum melalui orifisium pilorik (Ganong, 2001).
Sel mukosa, merupakan lapisan pertama (terdalam) yang mengeluarkan
mukus. Sekresi dari sel zymogenic, parietal dan mucous secara bersama-sama disebut
dengan gastric juice. Sementara itu, sel enteroendocrine mengeluarkan hormon gastrin
yang merupakan hormon yang dapat merangsang sekresi dari asam klorida (HCl) dan
pepsinogen, dapat merangsang kontraksi dari lower esophageal sphincter,
meningkatkan motilitas saluran pencernaan dan membuat pyloric sphincter
berelaksasi.
Lapisan submukosa (lapisan kedua) pada lambung tersusun atas jaringan ikat
lunak yang menghubungkan mukosa dengan otot (muskularis).
Lapisan muskularis (lapisan ketiga), tidak seperti daerah lain pada saluran
pencernaan, lambung mempunyai tiga lapisan otot (muskularis) halus ; lapisan
longitudinal di sebelah luar, lapisan otot miring (oblique) di tengah, lapisan sirkular
(melingkar) dibatasi oleh bagian badan dari lambung. Susunan serat ini
memungkinkan lambung berkontraksi dalam berbagai cara untuk mengaduk makanan,
memecahnya menjadi partikel-partikel kecil, mencampurnya dengan gastric juice dan
membawanya ke duodenum.
Lapisan yang terakhir yaitu lapisan serosa yang menutupi lambung adalah
bagian dalam peritonium. Pada kurvatura minor, dua lapisan visceral peritonium
menyatu dan memanjang ke atas hingga ke liver (hati) menjadi omentum minus. Pada
kurvatura mayor, visceral peritonium melanjutkan ke bawah menjadi omentum majus
menggantung di atas usus.
Mukosa lambung mengandung banyak kelenjar dalam. Di daerah pilorus dan
kardia, kelenjar menyekresikan mukus. Di korpus lambung, termasuk fundus, kelenjar
mengandung sel parietal (oksintik), yang menyekresikan asam hidroklorida dan faktor
intrinsik, dan chief cell (sel zimogen, sel peptik), yang mensekresikan pepsinogen.
Sekresi-sekresi ini bercampur dengan mukus yang disekresikan oleh sel-sel di leher
kelenjar. Beberapa kelenjar bermuara keruang bersamaan (gastric pit) yang kemudian
terbuka kepermukaan mukosa. Mukus juga disekresikan bersama HCO3- oleh sel-sel
mukus di permukaan epitel antara kelenjar-kelenjar (Ganong, 2001).
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui
saraf vagus. Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka.

6
Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh
peregangan, kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium
abdomen. Serabut-serabut eferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi
lambung. Pleksus saraf mienterikus (auerbach) dan submukosa (meissner)
membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengoordinasi aktivitas
motorik dan sekresi mukosa lambung (Prince, 2005).
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan limpa)
terutama berasal dari arteri siliaka atau trunkus seliakus, yang mempercabangkan
cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor dan mayor.
Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria
gastroduodenalis dan arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan
sepanjang bulbus posterior duodenum (Prince, 2005).

FISIOLOGI LAMBUNG

Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti


kantung, dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh asam
klorida (HCl) dan enzim-enzim seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung memiliki
dua fungsi utama, yaitu fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi
pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan
pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan, sekresi mukus yang
membentuk selubung dan melindungi lambung serta sebagai pelumas sehingga
makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus
yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin. Fungsi motorik lambung
terdiri atas penyimpanan makanan sampai makanan dapat diproses dalam duodenum,
pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga membentuk suatu kimus, dan
pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan kecepatan yang sesuai
untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Prince, 2005).
Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan
enzim untuk mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan
pencampuran makanan yang dicerna dan cairan lambung, untuk membentuk cairan
padat yang dinamakan kimus kemudian dikosongkan ke duodenum. Sel-sel lambung
setiap hari mensekresikan sekitar 2500 ml cairan lambung yang mengandung berbagai
zat, diantaranya adalah HCl dan pepsinogen. HCl membunuh sebagian besar bakteri
yang masuk, membantu pencernaan protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin
7
untuk mencerna protein, serta merangsang empedu dan cairan pankreas. Asam
lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang
normal mukosa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian cairan
lambung mengandung mukus, yang merupakan faktor perlindungan lambung
(Ganong, 2001).
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon. Sistem saraf
yang bekerja yatu saraf pusat dan saraf otonom, yakni saraf simpatis dan parasimpatis.
Adapun hormon yang bekerja antara lain adalah hormon gastrin, asetilkolin, dan
histamin. Terdapat tiga fase yang menyebabkan sekresi asam lambung. Pertama, fase
sefalik, sekresi asam lambung terjadi meskipun makanan belum masuk lambung,
akibat memikirkan atau merasakan makanan. Kedua, fase gastrik, ketika makanan
masuk lambung akan merangsang mekanisme sekresi asam lambung yang
berlangsung selama beberapa jam, selama makanan masih berada di dalam lambung.
Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam lambung terjadi ketika makanan mengenai
mukosa usus. Produksi asam lambung akan tetap berlangsung meskipun dalam
kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam
lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan
sehingga produksi lambung terkontrol (Ganong, 2001).

DISPEPSIA

Definisi :

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys- (buruk) dan –peptein(pencernaan).
Kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di
epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitas
asam lambung, dan rasa panas yang menjalar ke dada.

Epidemiologi :

Dispepsia fungsional, pada tahun 2010, dilaporkan memiliki tingkat prevalensi tinggi,
yakni 5% dari seluruh sarana layanan kesehatan primer. Studi tahun 2011 di Denmark
mengungkapkan bahwa 1 dari 5 pasien yang datang dengan dispepsia yang telah
terinfeksi H. Pylori.

8
Penyebab Dispepsia

Esopagus-Gaster-Duodenal Tukak peptik, Gastritis


kronis, Gastrititis NSAID

Obat-obatan Antiinflamasi non steroid

Hepato-bilier Hepatitis, Kolesistitis,


Kolelitiasis

Pankreas Pankreatitis

Gangguan fungsional Dispepsia fungsional

FAKTOR RISIKO

Individu dengan karakteristik berikut ini lebih berisiko mengalami dispepsia:


konsumsi kafein berlebihan, minum minuman beralkohol, merokok, konsumsi steroid
dan OAINS, serta berdomisili di daerah dengan prevalensi H. pylori tinggi.

KLASIFIKASI

Dispepsia fungsional adalah dispepsia yang terjadi tanpa adanya kelainan


organ lambung, baik dari pemeriksaan klinis, biokimiawi hingga pemeriksaan
penunjang lainnya. Dispepsia organik adalah dispepsia yang disebabkan kelainan
struktur organ percernaan seperti luka di lambung atau kanker.

Dispepsia organik :

- Ulkus peptik kronik (ulkus ventrikuli, ulkus duodeni)


- GERD atau dengan esofagitis
- Obat : OAINS, aspirin
- Kolelitiasis simtomatik, pancreatik kronik

9
- Gangguan metabolik (uremia, hiperkalsemia, gastroparesis DM)
- Keganasan (gaster, pancreatic, kolon)
- Nyeri dinding perut

Dispepsia fungsional :

- Disfungsi sensorik-motorik gastroduodenum


- Gastroparesis idiopatik/hipomotilitas antrum
- Disaritmia gaster
- Hipersensitivitas gaster/duodenum
- Faktor psikososial
- Gastritis H. Pylori
- idiopatik

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi dispepsia masih belum sepenuhnya jelas faktor-faktor yang dicurigai


memiliki peranan bermakna, seperti :

1. Abnormalitas fungsi motorik lambung, khususnya keterlambatan pengosongan


lambung, hipomotilitas antrum.

2. Infeksi Helicobacter pylori

3. Faktor-faktor psikososial, khususnya terkait dengan gangguan cemas dan


depresi.

O Sekresi asam lambung

Tingkat sekresi asam lambung  terdapat peningkatan sensitivitas mukosa


lambung terhadap asam rasa tidak enak di perut.

O Helicobacter pylori

Infeksi H. pylori pada dispepsia fungsional sekitar 50%

O Dismotilitas

Keterlambatan pengosongan lambung, akomodasi fundus terganggu, distensi


antrum, kontraktilitas fundus postprandial, dan dismotilitas duodenal.
10
O Ambang rangsang persepsi

Pasien dispepsia dicurigai mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap


distensi balon di gaster atau duodenum, meskipun mekanisme pastinya masih belum
dipahami.

O Peranan hormonal

Peranan hormon masih belum jelas diketahui dalam patogenesis dispepsia


fungsional.

O Disfungsi autonom

Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas


gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga
berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal lambung sewaktu menerima
makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat
kenyang.

O Aktivitas mioelektrik lambung

Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi


terdeteksi pada beberapa kasus dispepsia fungsional, tetapi peranannya masih perlu
dibuktikan lebih lanjut.

O Diet dan faktor lingkungan

Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia


fungsional

PEMERIKSAAN

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik :

11
Untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau intra lumen yang padat
(misalnya tumor), organomegali, atau nyeri tekan yang sesuai dengan adanya
rangsang peritoneal/peritonitis.

Pemeriksaan Penunjang :

Laboratorium : Lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik


lainnya seperti antara lain pankreatitis kronis, diabetes mellitus, dan lainnya.

Pemeriksaan radiologi yaitu: mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa


saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran kearah tumor.

Endoskopi : mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan struktural atau


organik intra lumen saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak/ulkus, tumor
dsb, serta dapat disertai pengambilan contoh jaringan (biopsi) dari jaringan yang
dicurigai untuk mengidentifikasi adanya kuman helicobacter.

TERAPI

Non Medikamentosa :

- Modifikasi gaya hidup & menghindari obat penyebab ulcer (aspirin & NSAIDs lain,
bisphosphonat oral, KCl, pengobatan imunosupresan)
- Menghindari stress
- Stop kafein (stimulan asam lambung)
- Menghindari makanan dan minuman soda

Medikamentosa :

Obat golongan penekan asam lambung: (Antasida, H2blocker, dan Proton Pump
Inhibitor) Obat golongan sitoproteksi : Sukralfat,Rebamipid

Antibiotika : Infeksi Helicobacter pylori (Amoksisilin,Claritromisin, dan


Metronidazol)

INDIKASI RAWAT

1. Jika pasien mengalami gejala dan tanda bahaya (alarming features) seperti
berikut:perdarahan saluran cerna, sulit menelan, nyeri saat menelan, anemia yang
tidak bisa dijelaskan sebabnya, perubahan nafsu makan, dan penurunan berat

12
badan,atau ada indikasi endoskopi. Segera rujuk pasien ke spesialis gastroenterologi
atau rumah sakit dengan fasilitas endoskopi.

2. Bila gejala dan tanda lebih mengarah pada kelainan jantung, segera rujuk ke
spesialis jantung.

PROGNOSIS

Sindrom dispepsia yang ditegakkan setelahpemeriksaan klinis dan penunjang yang


akurat,mempunyai prognosis yang baik

13
DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, Aru W. Dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1 edisi IV. 2006.
Pusat Penerbitan, Depatermen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. Hlm. 337.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. 1995. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. Hlm. 376.

Mansjoer , Arief., et al. Editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II. jilid II. 2001.
Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hlm. 492.

Hadi, Sujono. Gastroenterologi. 2002. Penerbit PT. Alumni, Bandung. Hlm. 181.

14
LAPORAN KASUS
DISPEPSIA

Pembimbing :

Dr. Kartini Nihaya, Sp. A

Disusun oleh :

Tian Tiffani (2013730111)

STASE PEDIATRI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA


SUKAPURA
2017
15
16

Anda mungkin juga menyukai