I. Identitas Pasien
Nama : An. E
Usia : 14 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Rawamangun
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan alloanamnesis dengan orang tuan dan kakak
pasien.
Keluhan utama :
Kejang kelojotan seluruh tubuh SMRS
Riwayat penyakit sekarang :
• Kejang kelojotan dari tangan kemudian dalam waktu singkat ke seluruh
tubuh, mata OS mendelik ke atas, 3x selama ±10 menit. Sebelum kejang
pasien merasa mual, tidak pernah mencium bebauan, mendengar suara
atau melihat kilatan. Saat kejang pasien tidak sadar, mata mendelik ke
atas, dan mulut berbusa, tetapi tidak diikuti oleh gerakan mengunyah
ataupun tertawa. Setelah kejang, pasien merasa lemas, tampak bingung
dan akhirnya tertidur. Pasien muntah 2x di UGD setelah kejang. Muntahan
tidak menyembur, isi makanan, warna kekuningan. Kejang terjadi bisa
kapan saja, tanpa alasan yang jelas. Riwayat kejang tanpa demam 10 tahun
yang lalu dan berobat ke dokter, pola kejang sama seperti saat ini. 3 tahun
SMRS kejang dengan gejala yang sama seperti kejang sebelumnya, dalam
beberapa tahun terakhir OS memang sering kejang dengan frekuensi 1-
2x/tahun, jarang minum obat, obat kejang orang tua tidak ingat
1
Selama kehamilan ibu tidak pernah sakit, OS lahir aterm, pervaginam
tanpa ada komplikasi, trauma jalan lahir (-)
Riwayat Tumbuh Kembang :
OS berhenti sekolah kelas 3 SD karena tidak bisa mengikuti pelajaran.
Berdiri dan berjalan sesuai usia (12bulan), kesulitan berbahasa, kosakata
tidak seperti anak usia 14 tahun, sosial tidak ada masalah. Menurut Orang
tua IQ OS rendah.
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan : Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15 (E4 V5 M6)
Tanda-tanda Vital : :
TD : 120/80 mmHg
Pulse : 82 kali/menit (isi cukup, kuat angkat, reguler)
RR : 20 kali/ menit (reguler)
S : 37,0 ⁰ C
Kesan Gizi : Baik
Kooperatif : Pasien kooperatif
Status Generalis
Mata : konjungtiva anemis(-),sclera ikterik(-).
Mulut : lembab, stomatitis (-)
Leher : pembesaran KGB (-), JVP normal
Thorax : bentuk dan pergerakan dada simetris
Pulmo : vesikuler,wheezing -/-, rhonki -/-
Cor : BJ I, II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, rata, BU (+) Normal
Ekstremitas :edema (-), akral hangat, sianosis (-).
Status Neurologis
Saraf Kranial
Nervus Pemeriksaan Dextra Sinistra
I (olfaktorius) Daya pembau Normosmia Normosmia
II (ophtalmikus) Penglihatan Emetrop Emetrop
Lapang pandang Baik Baik
Reflek Cahaya + +
III (Occulomotor) Ptosis - -
IV (trochlear) Gerak bola mata Baik Baik
VI (abdusens) Pupil Isokor, ukuran Isokor, ukuran
Diplopia
2mm 2mm
- -
V (Trigeminal) Kekuatan Baik Baik
Baik Baik
menggigit
- -
Membuka rahang
Baik Baik
Chvostek sign
Sensibilitas
2
VII (fascial) M.frontalis Baik Baik
M. Orbikulari Baik Baik
Baik Baik
okuli
Baik Baik
M. Buccinator
Baik Baik
M. Orbikularis
oris
M. Platisma
VIII (akustikus) Tes Rinne Tidak dinilai Tidak dinilai
Tes Weber Tidak dinilai Tidak dinilai
Tes Schwabach Tidak dinilai Tidak dinilai
Nervus IX Uvula Simetris
Daya kecap +
(Glossopharingeus)
Refleks muntah +
, X (vagus) Suara +
Menggembungkan +
pipi
+
Refleks menelan
XI (aksesorius) M.Sterno baik baik
kleidomastoideus
baik baik
M.Trapezius
XII (hipoglossus) Atrofi lidah - -
Lidah mencong - -
Motorik
555 555
555 555
Sensori
+ +
+ +
Reflek Fisiologi
Refleks fisiologis Dextra Sinistra
Triseps + +
Biseps + +
Patella + +
Achilles + +
Reflek Patologis
Refleks patologis Dextra Sinistra
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Kaku kuduk - -
Kernig sign - -
3
Refleks meninges
Brudzinsky I -
Brudzinsky II -
Lasegue sign -
IV. Resume
Anak laki-laki, 14 tahun, datang dg keluhan kejang kelojotan dari tangan
dalam waktu singkat ke seluruh tubuh dan mata mendelik ke atas, 3x, selama
±10 menit. Preiktal mual, iktal tidak sadar, mata mendelik ke atas, dan mulut
berbusa, postiktal lemas, tampak bingung, muntah 2x dan akhirnya tertidur.
Kejang pertama terjadi 10 tahun SMRS, 3 tahun terakhir kejang makin sering,
1-2x / tahun karena jarang minum obat. Terdapat riwayat kejang demam saat
berusia 7 bulan. Riwayat epilepsi dalam keluarga disangkal. Riwayat
gangguan tumbuh kembang (+)
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan hasil-hasil dalam batas normal, dan pada
pemeriksaan neurologis GCS 15 (E4V5M6), defisit neurologik fokal tidak
ada.
V. Diagnosis
Diagnosis Klinis : Bangkitan umum sekunder (Secondary generalized
seizure) berulang, retardasi mental ringan
Diagnosis Topis : Lobus temporalis kanan dan kiri
Diagnosis Patologis : Epilepsi et causa Idiopatik
Diagnosis Etiologi : Cetusan listrik neuronal yang abnormal
VI. Rencana Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG), CT-Scan dan pemeriksaan Magnetic
Resonance Imaging untuk mencari etiologi
Hasil EEG
Perekaman dilakukan dalam keadaan sadar, tanpa premedikasi dan
menggunakan elektroda khusus. Latar belakang berupa irama alfa 10-11
spd amplitudo sedang, bereaksi dengan buka dan tutup mata.
Tampak gelombang tajam diikuti gelombang lambat di T2, PG2, FB, T4
dengan fase reversal di F8. Tampak 2x gelombang tajam di T1, PG1, T5,
T3, F7.
4
Selama hiperventilasi dan stimulasi fotik tak tampak perubahan yang
berarti.
Kesan : EEG abnormal berupa aktifitas epileptiform di temporal depan
kanan dan dicurigai juga di temporal depan kiri.
VII. Penatalaksanaan
Edukasi : Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai penyakit yang
dialaminya dan memberikan anjuran meminum obat secara teratur serta
memeriksakan anjuran pemeriksaan yang sudah ditentukan, dalam hal ini
EEG dan CT scan kepala.
Medikamentosa
Tegretol (Carbamazepin) 2x 200mg.
Asam Folat 1x1 tablet
VIII. Prognosis
Quo Ad vitam : bonam
Quo Ad functionam : dubia ad malam
Quo Ad sanactionam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Epilepsy didefinisikan sebagai keadaan yang ditandai oleh bangkitan
(seizure) berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara
intermitten yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di
neuron – neuron secara paroksismal, didasari oleh berbagai factor etiologi.
Bangkitan epilepsy (epileptic seizure) adalah menifestasi klinik dari
bangkitan serupa (streotipik), berlangsung secara mendadak dan sementara
dengan atau tanpa penurunan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik
sekelompok sel saraf di otak, bukan disebabkan oleh sutau penyakit otak akut
(unprovoked).
Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinik epilepsi yang
terjadi secara bersama-sama yang berhubungan dengan etiologi, umur, awitan
(onset), jenis bangkitan, faktor pencetus, dan kronisitas.
5
KLASIFIKASI
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsi
(ILAE) terdiri dari dua jenis klasifikasi :
Klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi :
1. Bangkitan parsial
1.1. Bangkitan parsial sederhana
a. Motorik
b. Sensorik
c. Otonom
d. Psikis
1.2. Bangkitan parsial kompleks
a. Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan
gangguan kesadaran
b. Bangkitan parsial yang disertai dengan gangguan
kesadaran saat awal bangkitan
1.3. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
a. Parsial sederhana yang menjadi umum tonik-klonik
b. Parsial kompleks yang menjadi umum tonik-klonik
c. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi
umum tonik-klonik
2. Bangkitan umum
2.1. Bangkitan umum
a. Lena (absence) d. Tonik
b. Mioklonik e. Tonik-klonik
c. Klonik f. Atonik
3. Tak tergolongkan
Klasifikasi untuk sindrom epilepsi :
1. Berkaitan dengan lokasi kelainan (localized related)
1.1. Idiopatik (primer)
1.1.1 Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah
sentratemporal (childhood epilepsy with centrotemporal spikes)
1.1.2 Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah
oksipital
1.1.3 Epilepsi membaca primer (primary reading epilepsy)
1.2. Simtomatik (sekunder)
1.2.1. Epilepsi parsial kontinua yang klonik pada anak-anak (sindrom
kojenikow)
1.2.2. Sindrom dengan bangkitan yang dipresentasi oleh suatu
rangsangan (kurang tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi,
epilepsi refleks, stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
1.2.3. Epilepsi lobus temporal
1.2.4. Epilepsi lobus frontal
1.2.5. Epilepsi lobus parietal
6
1.2.6. Epilepsi lobus oksipital
1.3. Kriptogenik
2. Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan
peningkatan umur
2.1. Idiopatik (primer)
2.1.1. Kejang neonatus familial benigna
2.1.2. Kejang neonatus benigna
2.1.3. Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
2.1.4. Epilepsi lena pada anak
2.1.5. Epilepsi lena pada remaja
2.1.6. Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7. Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada saat terjaga
2.1.8. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di
atas
2.1.9. Epilepsi tonik-klonik yang dipresipitasi denag aktivasi tertentu
2.2. Kriptogenik atau simtomatik berurutan sesuai dengan peningkatan
usia
2.2.1. Sindrom West (spasme infantil dan spasme salam)
2.2.2. Sindrom Lennox-Gastaut
2.2.3. Epilepsi mioklonik astatik
2.2.4. Epilepsi lena mioklonik
2.3. Simtomatik
2.3.1. Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik dini
- Ensepalopati infantil dini dengan burst supression
- Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di atas
2.3.2. Etiologi spesifik
- Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain
3. Epilepsi yang tidak ditentukan fokal atau umum
3.1. Bangkitan umum dan fokal
- Bangkitan neontal
- Epilepsi mioklonik berat pada bayi
- Epilepsi dengan gelombang paku (spike wive) kontinyu selama
tidur dalam
- Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)
- Epilepsi yang tidak terklasifikasi selain yang di atas
3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom khusus
Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
4.1. Kejang demam
4.2. Bangkitan kejang atau status epileptikus yang timbul hanya sekali
(isolated)
4.3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolik akut,
atau toksik, alkohol, obat-obatan, eklamsi, hiperglikemia non ketotik
4.4. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)
7
ETIOLOGI EPILEPSI
1. Idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi
genetik.
2. Kriptogenik : dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui,
termasuk disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut, dan epilepsi
mioklonik. Gambaran klinik sesuai dengan ensepalopati difus.
3. Simtomatik : disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat,
misalnya trauma kepala, infeksi susunan saraf pusat (SSP), kelainan
kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,
obat), metabolik, kelainan neurodegeneratif.
DIAGNOSIS
Ada tiga langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :
Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal
menunjukan bangkitan epilepsi atau bukan epilepsi.
Langkah kedua : apabila benar ada bangkitan epilepsi, maka tentukanlah
bangkitan yang ada termasuk jenis bankitan apa ( lihat
klasifikasi ).
Langkah ketiga : pastikan sindrom epilepsi apa yang ditunjukan oleh bangkitan
tadi, atau epilepsi apa yang diderita oleh pasien, dan tentukan
etiologinya.
GAMBARAN KLINIK
1. Bentuk bangkitan
Contoh beberapa bentuk bangkitan epilepsi:
1.1. Bangkitan umum lena
Gangguan kesadaran secara mendadak (absence), berlangsung
beberapa detik
Selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa
reaksi
Mata memandang jauh ke depan
Mungkin terdapat automatisme
Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung
Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas semula
1.2. Bangkitan umum tonik-klonik
Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan, mioklonik
8
Pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik,
diikuti gerakan kejang kelojotan pada kedua lengan dan tungkai (fase
klonik) selama 30-60 detik dapat disertai mulut berbusa
Selesai bangkitan pasien menjadi lemas (fase fleksid) dan tampang
bingung
Pasien sering tidur setelah bangkitan
1.3. Bangkitan parsial sederhana
Tidak terjadi perubahan kesadaran
Bangkitan dimulai dari tangan, kaki atau muka (unilateral/fokal)
kemudian menyebar pada sisi yang sama (Jacksonian march)
Kepala mungkin beralih ke arah bagian tubuh yang mengalami kejang
(adversif)
1.4. Bangkitan parsial kompleks
Bangkitan fokal disertai terganggunya kesadaran
Sering diikuti automatisme yang streotipik seperti mengunyah,
menelan, tertawa dan kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas.
Kepala mungkin beralih ke arah bagian tubuh yang mengalami kejang
(adversif)
1.5. Bangkitan umum sekunder
Berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks yang
dalam waktu singkat menjadi bangkitan umum
Bangkitan parsial dapat berupa aura
Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik klonik
2. Sindrom epilepsi
Pada umumnya sindrom epilepsi bersifat khas, unik dan terutama dijumpai pada
golongan anak – anak. Gambaran klinik sindrom epilepsi pada golongan anak –
anak dapat dilihat di dalam pedoman tatalaksana epilepsi yang diterbitkan oleh
kelompok studi neuropati.
9
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping, kadar obat dalam plasma
ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif (tabel 3)
Bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat
mengontrol bangkitan, maka perlu ditambahkan OAE kedua. Bila OAE
telah mencaoai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap
(tapering off), perlahan – lahan
Penambahan obat ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak
dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama
Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk diberi terapi
bila :
Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG
Pada pemeriksaan CT-Scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi
dengan bangkitan, misalnya neoplasma otak, AVM, abses otak ensefalitis
herpes
Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada
adanya kerusakan otak
Terdapat riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
Riwayat bangkitan simtomatik
Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadara., stroke,
infeksi SSP
Bangkitan pertama berupa status epileptikus
Efek samping OAE perlu diperhatikan (tabel 4 & 5)
10
BANGKITAN Sodium Clobazam Carbamazepine
Levetiracetam Gabapentin
MIOKLONIK Valproat
Lamotrigine Oxarbazepine
Topiramate
Piracetam
Topiramate
11
KRIPTOGENIK/SIM Oxarbazepine Levetiraceta Phenobarbital
Sodium Valproat
TOMATIK m
Lamotrigine
Phenytoin
SPASMUS Steroid Clobazam Carbamazepine
Clonazepam Oxarbazepine
INFANTIL
Topiramate
Sodium
Valproat
EPILEPSI BENIGNA Carbamazepine Levetiraceta
Oxarbazepine
DGN GELOMBANG m
Sodium Valproat
Topiramate
PAKU DI DAERAH Lamotrigine
SENTRO-
TEMPORAL
12
EPILEPSI Sodium Levetiracetam Carbamazepine
Topiramate Oxarbazepine
MIKLONIK-ASTATIK Valproat
Clobazam
Clonazepam
Topiramate
13
muntah, hipertrofi gusi, syndrome, ruam, sindrom Stevens-johnson,
depresi, mengantuk, dupuytren’s contracture, efek hepatotoksik,
paradoxical increase in efek teratogenik
seizure, anemia megaloblastik
Valproic acid Tremor, berat badan Pankreatitis akuk, efek hepatotoksik,
bertambah, depresia, mual, trombositopenia, ensephalopati, udem
muntah, kebotakan, teratogenik perifer
Phenobarbital Kelelahan, restlegless, depresi, Ruam makulopapular, eksfoliasi, nekrosis
insomnia (pada anak), epidermal toksik, efek hepatotoksik,
distractability (pada anak), arthritic changes, dupuytren’s contracture,
hiperkinesia (pada anak), efek teratogenik
irritabilty (pada anak)
Clonazepam Kelelahan, sedasi, mengantuk, Ruam, trombositopenia
dizziness, agresi (pada anak),
hiperkinesia (pada anak)
Tabel 5. Efek samping obat anti-epilepsi baru
OBAT EFEK SAMPING UTAMA EFEK SAMPING YANG
LEBIH SERIUS NAMUN
JARANG
LEVETIRACETAM Somnolen, astenia, sering muncul
ataksia, penurunan ringan jumlah sel
darah merah, kadar hemoglobin dan
hematokrit
Gabapentin Somnolen, kelelahan, ataksia,
dizziness, gangguan saluran cerna
Lamotrigine Ruam, dizziness, tremor, ataksia, Sindrom Stevens-Johnson
diplopia, nyeri kepala, gangguan
saluran cerna
Clobazam Sedasi, dizziness, irritability,
depresi, dysinhibition
Oxcarbazepine Dizziness, diplopia, ataksia, nyeri
kepala, kelemahan, ruam,
hiponatremia
Topiramate Gangguan kognitif, tremor, dizzines,
ataksia, nyeri kepala, kelelahan,
14
gangguan saluran cerna, batu ginjal
15
PENGHENTIAN OAE
Dalam hal penghentian OAE maka ada dua hal penting yang perlu diperhatikan,
yaitu syarat umum untuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhnya
bangkitan setelah OAE dihentikan.
Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya
setelah bebas dari bangkitan selama minimal 2 tahun
Gambaran EEG "normal"
Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula,
setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.
Penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utama.
Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada
keadaaan sebagai berikut:
Semakin tua usia kemungkinan timbulnya kekambuhan makin tinggi
Epilepsi simtomatik
Gambaran EEG yang abnormal
Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan
Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita; sangat jarang pada
sindrom epilepsi benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentro-
temporal, 5-25 % pada epilepsi lena masa anak kecil, 25-75% epilepsi
parsial kriptogenik simtomatik, 85-95% pada epilepsi mioklonik pada
anak
Penggunaan lebih dari satu OAE
Masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
Mendapat terapi 10 tahun atau lebih
Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari
bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul
kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE),
kemudian di evaluasi kembali.
16
• SE non-konvulsif ( bangkitan bukan umum tonik klonik)
Etiologi
Penyebab Status Epileptikus (SE) dapat dikatagorikan sebagai pencetus dan
penyebab :
1. Pencetus SE :
a. Penderita epilepsi dengan pengobatan atau dosis pengobatan yang tidak
memadai
b. Pengobatan yang tiba – tiba dihentikan atau gangguan penyerangan di
GIT.
c. Keadaan umum yang menurun sebagai akibat kurang tidur, stres psikis
atau stres fisik
d. Penggunaan atau withdrawal alkohol, drug abuse (Narkotik) atau obat –
obat anti depresi
2. penyebab akut :
a. Penderita ensepalopati anoksik
b. Penderita penyakit serebrovaskular akut (stroke, intraserebral
haemorrhage)
c. Penderita tumor SSS
d. Penderita ensepalopati metabolik
e. Penderita meningitis atau ensefalitis
Pada anak – anak terdapat faktor resiko untuk terjadinya SE :
1. Gambaran latar belakang EEG yang abnormal berupa gambaran
gelombang yang imatur
2. Adanya serangan parsial yang berubah menjadi kejang umum
sekunder
3. Adanya serang yang pertama dari SE
4. Gambaran neuroimaging (CT/MRI) abnormal pada seluruh otak.
Pratokol penanganan SE
Tabel 7. penanganan status epileptikus konvulsivis
Stadium Penatalaksanaan
Stadium I Memperbaiki fungsi kardio-respirasi
(0–10 menit) Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi
Stadium II Pemeriksaan status neurologik
(1– 60 menit) Pengukuran tekanan darah, nadi, suhu
EKG
Memasang infus pada pembuluh darah besar
Mengambil 50 – 100 cc darah untuk pemeriksaan lab
Pemberian OAE emergensi: diazepam 10 – 20 mg iv (kecepatan
pemberian ≤ 2-5mg/menit atau rectal dapat diulang 15 mnt
kemudian)
Memasukan 50 cc glukosa 50% dengan atau tanpa thiamin 250
17
mg intravena dan menangani asidosis
Stadium III Menentukan etiologi
(0 – 60/90 Bila kejang berlangsung terus selama 30 mntsetelah pemberian
18