Anda di halaman 1dari 27

TUGAS MKDU AGAMA

KEIMANAN DAN KETAQWAAN

Disusun Oleh :

Kelompok A2

Ajeng Mutia Oktrinalida (04011181320007)


Ayu Laisitawati (04011181320009)
Chyntia Tiara Putri (04011181320047)
Esty Risa Mubarani (04011181320033)
Rismitha Andini (04011181320055)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmatNya makalah ini dapat kami selesaikan . Dalam makalah ini kami membahas
“Keimanan dan Ketaqwaan”.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman mahasiswa mengenai


keimanan dan ketaqwaan serta mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi
dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan kepada :

 Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan dalam
penyusunan laporan ini
 Nurbuana, S.Ag., M.Pd.I selaku dosen mata kuliah “Pendidikan Agama Islam”
 Teman-teman yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
merampungkan tugas tutorial ini dengan baik.
 Orang tua yang telah menyediakan fasilitas dan materi yang memudahkan dalam
penyusunan laporan ini.

Kami menyadari, tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat kami harapkan agar bermanfaat bagi
revisi tugas ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran selanjutnya dan bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Palembang , 29 Januari 2015

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................... 2

Daftar Isi ....................................................................................................... 3

I. Pendahuluan ................................................................................. 4
II. Isi.................................................................................................. 5
A. Pengertian Iman dan Taqwa .................................................. 5
B. Wujud Iman dan Taqwa ....................................................... .7
C. Proses Terbentuknya Iman dan Taqwa ............................... 11
D. Fungsi Iman dan Taqwa.......................................................15
E. Tanda Orang Beriman dan Bertaqwa...................................15
F. Korelasi Keimanan dan Ketaqwaan.....................................19
G. Implementasi Iman dan Taqwa............................................21
III. Kesimpulan ...... .........................................................................26
Daftar Pustaka .............................................................................................. 27

3
BAB I

PENDAHULUAN

Manusia dalam menjalani kehidupan selalu berinteraksi dengan manusia lain


atau dengan kata lain melakukan interaksi sosial. Dalam melakukan interaksi sosial
manusia harus memiliki akhlak yang baik agar dalam proses interaksi tersebut tidak
mengalami hambatan atau masalah dengan manusia lain. Proses pembentuk akhlak
sangat berperan dengan masalah keimanan dan ketakwaan seseorang. Keimanan dan
Ketaqwaan seseorang berbanding lurus dengan akhlak seseorang atau dengan kata lain
semakin baik keimanan dan ketaqwaan seseorang maka semakin baik pula akhlak
seseorang hal ini karena keimanan dan ketaqwaan adalah modal utama untuk
membentuk pribadi seseorang. Keimanan dan ketaqwaan sebenarnya potensi yang ada
pada manusia sejak ia lahir dan melekat pada dirinya hanya saja sejalan dengan
pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang telah terjamah oleh lingkungan
sekitarnya maka potensi tersebut akan semakin muncul atau sebaliknya potensi itu akan
hilang secara perlahan.
Saat ini keimanan dan ketaqwaan telah dianggap sebagai hal yang biasa, oleh
masyarakat umum, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti yang sebenarnya
dari keimanan dan ketaqwaan itu, hal ini dikarenakan manusia selalu menganggap
remeh tentang hal itu dan mengartikan keimanan itu hanya sebagai arti bahasa, tidak
mencari makna yang sebenarnya dari arti bahasa itu dan membiarkan hal tersebut
berjalan begitu saja. Oleh karena itu dari persoalan dan masalah-masalah yang terpapar
diataslah yang melatar belakangi kelompok kami untuk membahas dan mendiskusikan
tentang keimanan dan ketaqwaan.

4
BAB II

ISI

A. Pengertian Iman dan Taqwa

Perkataan iman berasal dari bahasa arab, asal kata dari “amanu” yang artinya
percaya atau yakin. Secara harfiah iman dapat diartikan dengan rasa aman, keyakinan atau
kepercayaan. Menurut istilah kata iman dapat diartikan dengan “meyakini dalam hati,
diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan hal ini sesuai dengan sabda
Rasuullah SAW:
Artinya “Iman ialah bahwa engkau percaya kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitabNya,
Rasul-rasulNya, hari akhir, kiamat dan engkau percaya kepada qadar yang baik dan
buruk.”
Iman menurut ahlussunnah wal jama’ah adalah dilafazkan/ diikrarkan pada lisan/
lidah, ditasdikkan dalam hati dan diamalkan dengan anggota badan, dengan kata lain iman
tersebut mencakup tiga hal yaitu ikrar, tasdik, dan amal.
Iman dapat diartikan dengan aqidah karena bila kita membahas atau mempelajri
aqidah maka tidak terlep``as dari keyakinan terhadap Tuhan, yang pengertian aqidah itu
sendiri dijelaskan yaitu perkataan aqidah berasal dari bahasa Arab, yang asal katanya
adalah “aqada” artinya ikatan/jalinan (ikatan) dua orang yang mengadakan perjanjian.
Secara terminology “Aqidah” adalah suatu landasan yang mengikat yaitu keimanan,
sebabnya ilmu tauhid disebut juga dengan ilmu aqaid (jamak dari aqodah) yang berarti
ilmu mengikat.
Aqidah menurut syariat disebut “iman” yaitu keyakinan terhadap Allah SWT
dengan suatu ungkapan tanpa keraguan, aqidah Islam bukan hanya sekedar percaya semata
melainkan meyakini dengan sebenar-benarnya akan adanya Allah dan mendorong bagi
yang meyakininya untuk selalu berperilaku yang baik sesuai dengan ajaran alqur’an dan
hadist.
Pendapat para pakar tentang “aqidah” sebagai berikut:
1. Syech Muhamad Abduh, dalam bukunya “Risalah Tauhid” mengatakan “aqidah”
adalah ilmu yang menetapkan keyakinan (science pf theology).

5
2. Prof. Dr. Zakiah Darajat, MA. Dalam bukunya “Dasar-Dasar Agama Islam”
menegaskan “aqidah” adalah ajaran tentang keyakinan yang menyangkut iman kepada
Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, hari akhir serta qadha/qadar.
3. Drs. Nasrudin Razak dalam bukunya “Dienul Islam” menyatakan aqidah adalah iman
atau kepercayaan yang bersumber pada alqur’an.

Aqidah dapat dikatakan dengan “Ideologi Islam” yang maksudnya adalah suatu
ajaran tentang keimanan (keyakinan) kepada Allah SWT yang keyakinan tersebut tidak
terdapat sifat keragu-raguan sebagaimana yang dikemukakan dua (2) pakar yaitu:
a. Prof. Dr. Yusuf AL-Qordhowi dalam bukunya “Pedoman Ideologi Islam” Islam
harus merupakan pedoman diseluruh lapangan kehidupan artinya secara material dan
spiritual aqidah Islam harus Islami, begitu juga sebagian hidupnya, paham dan
fikirannya yang Islami demikian halnya dengan perasaan, akhlak, pendidikan, tradisi,
tat susia, undang-undang dan peraturan seluruhnya harus Islam berdasarkan pada
ajaran-ajaran Islam, hal ini sesuai dengan firman Allah lewat Surat Al-Baqarah : 2
ayat (208):
Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam keseluruhan dan janganlah
kamu turuti langkah-langkah syaiton. Sesungguhnya syaiton itu musuh yang nyata
bagimu.
b. Abu A’la al-Maududi, dalam kitabnya “Pokok-Pokok Pandangan Hidup Muslim”
menyatakan ... “Ideology Islam ialah didasarkan atas approach hidup (pendekatan
hidup) yang unik dan suatu konsepsi istimewa mengenai kedudukan manusia dalam
alam semesta.

Suatu hari, seorang sahabat bertanya kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib
k.w. tentang apa itu taqwa. Beliau menjelaskan bahwa taqwa itu adalah :
1. Takut (kepada Allah) yang diiringi rasa cinta, bukan takut karena adanya
neraka.
2. Beramal dengan Alquran yaitu bagaimana Alquran menjadi pedoman dalam
kehidupan sehari-hari seorang manusia.
3. Redha dengan yang sedikit, ini berkaitan dengan rezeki. Bila mendapat rezeki
yang banyak, siapa pun akan redha tapi bagaimana bila sedikit? Yang perlu disedari
adalah bahawa rezeki tidak semata-mata yang berwujud uang atau materi.

6
4. Orang yg menyiapkan diri untuk “perjalanan panjang”, maksudnya adalah
hidup sesudah mati.
Al- Hasan Al-Bashri menyatakan bahwa taqwa adalah takut dan menghindari
apa yang diharamkan Allah, dan menunaikan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah.
Taqwa juga bererti kewaspadaan, menjaga benar-benar perintah dan menjauhi
larangan.

B. Wujud Iman dan Taqwa

Akidah Islam dalam al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya,
melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu
lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang
muslim yang disebut amal saleh.
Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan
kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan
keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan, melainkan menyatu
secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia merupakan
keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang
dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia
berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah
seorang muslim atau amal saleh. Apabila tidak berakidah, maka segala amalnya tidak
memiliki arti apa-apa, kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran
manusia.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala
aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti
meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam. Seluruh
hidupnya didasarkan pada ajaran Islam.
Rukun Iman bagi orang Islam ada 6 perkara yaitu :
1. Percaya kepada Allah
2. Percaya kepada malaikat
3. Percaya kepada kitab
4. Percaya kepada nabi dan rasul

7
5. Percaya kepada hari akhirat
6. Percaya kepada qada dan qadar

Percaya kepada Allah

Konsep yang paling asas ialah percaya bahwa Tuhan itu satu (Tauhid). Konsep
keesaan Allah ini adalah mutlak, dan tidak relatif kepada apa pun wujud di dunia ini.
Dalam Surah Al-Ikhlas,

‫ أ َ َحد ُكفُ ًوا لَّهُ يَ ُكن َولَم‬o ‫ يُولَد َولَم يَ ِلد لَم‬o ُ‫َللا‬ َّ ‫أ َ َحد‬
َّ ‫ ال‬o ‫َللاُ ه َُو قُل‬
َّ ُ ‫ص َمد‬

—Surah Al-Ikhlas, Ayat 1-4

"Katalah (wahai Muhammad) bahwa Allah itu tunggal. Allah tempat meminta.
Tidak Dia beranak dan tidak juga Dia diperanakkan. Dan tiada yang serupa denganNya,
Dialah Tuhan yang Esa."

Percaya kepada Para Malaikat

Rukun iman yang kedua ialah percaya kepada Malaikat. Setiap muslim yang
mengucap syahadah wajib mempercayai adanya malaikat. Malaikat juga adalah makhluk
Allah yang diciptakan dari cahaya. Zat malaikat adalah halus, tidak nampak oleh mata
kasar manusia biasa tetapi mampu dilihat oleh manusia yang luar biasa seperti Nabi dan
Rasul. Rupa malaikat yang sebenar hanya Allah sahaja yang tahu. Namun berdasarkan
hadis, malaikat mampu menjelma dalam pelbagai rupa manusia dan bentuk makhluk yang
lain. Ia berakal, boleh berkata-kata dan boleh bergerak ke suatu jarak yang jauh dalam
masa yang singkat. Keadaan malaikat semata-mata adalah untuk taat dan menjalankan
titah perintah Allah. Malaikat itu tidak makan dan tidak minum, tidak mengantuk dan
tidak tidur, tidak juga ia berasa penat dan letih.

Malaikat sangat banyak bilangannya dan Allah saja yang tahu bilangan sebenarnya.
Dalam ilmu Tauhid, umat Islam diwajibkan mengenal 10 malaikat dan tugas mereka.
Yaitu :

1. Malaikat Jibril : Tugasnya membawa wahyu dari Allah Ta’ala kepada Rasul-rasul
dan Nabi-nabi, juga menguruskan bala seperti gempa bumi, air bah, ribut dan lain-
lain lagi.

8
2. Malaikat Mikail : Tugasnya membawa rezeki dengan menumbuhkan tumbuh-
tumbuhan, membiakkan hewan, mengeluarkan hasil galian bumi.
3. Malaikat Israfil : Tugasnya untuk meniup “sangkakala” ketika sampai masa
kiamat yaitu bumi akan hancur dan sekali lagi ia meniup sangkakala itu ketika
sampai masa manusia hidup lagi dan keluar dari kubur untuk perhitungan di
akhirat.
4. Malaikat Maut : Tugasnya ialah mengambil nyawa, yaitu mematikan apabila
sudah sampai ajal, dan tugasnya mengambil nyawa tidak akan cepat sesaat dan
tidak akan lewat sesaat.
5. Malaikat Munkar : Tugasnya menanyakan orang mati di alam kubur.
6. Malaikat Nakir : Tugasnya menanyakan orang mati di alam kubur.
7. Malaikat Raqib : Tugasnya ialah menulis pahala bagi orang yang membuat
kebaikan.
8. Malaikat Atid : Tugasnya adalah untuk menulis dosa bagi orang yang membuat
mungkar dan kejahatan.
9. Malaikat Ridhwan : Tugasnya menjaga surga.
10. Malaikat Malik : Tugasnya menjaga neraka.

Percaya kepada Kitab-Kitab Allah

Salah satu daripada Rukun Iman agama Islam adalah percaya kepada kitab-kitab yang
telah diturunkan oleh Allah. Orang Islam percaya bahwa Allah telah menurunkan kitab-
kitab kepada para nabi dan rasul untuk membimbing manusia ke jalan yang benar. Ia
diakhiri dengan kitab Al-Quran. Kitab-kitab terbagi dua:

1. Suhuf - Pedoman yang tidak begitu lengkap mengandung hanya hukum-hukum


dasar yang perlu diterangkan kepada manusia umumnya. Jumlah suhuf 100 buah
2. Kitab-kitab yang wajib diimankan adalah:
- Taurat: diturunkan kepada Nabi Musa a.s.
- Zabur: diturunkan kepada Nabi Daud a.s.
- Injil: diturunkan kepada Nabi Isa a.s.
- Al-Quran: diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w.

Orang Islam percaya bahawa pada masa kini, kitab-kitab selain Al-Quran telah diubah
mengikuti kehendak pihak-pihak tertentu; maka ia bukan lagi merupakan naskah-naskah
yang tulen. Al-Quran menyempurnakan segala kitab-kitab yang terdahulu.

9
Percaya kepada Nabi dan Rasul

Beriman kepada nabi dan rasul ialah meyakini bahwa nabi dan rasul itu benar-benar
diangkat oleh Allah SWT untuk membimbing manusia ke arah jalan hidup yang baik yang
diridlai Allah. Islam mengajar umatnya bahwa Allah menyampaikan wahyuNya melalui
malaikat kepada nabi dan rasul. Nabi ialah seorang lelaki yang dipilih Allah untuk
menerima wahyu untuk kegunaan dirinya dan umatnya saja.
Rasul dan nabi merupakan manusia biasa. Islam menghendaki penganutnya untuk
mempercayai setiap nabi dan rasul ini dan tidak membedakan mereka antara satu sama
lain. Rasul pula merupakan seorang lelaki yang dipilih untuk menerima wahyu untuk
dirinya serta disampaikan kepada orang lain. Terdapat 25 rasul yang dinyatakan dalam Al-
Quran, dan lima dari rasul tersebut adalah Ulul Azmi yaitu; Nuh,Ibrahim, Musa, Isa dan
Muhammad. Ulul Azmi adalah gelaran yang diberikan kepada rasul Allah yang memiliki
ketabahan yang luar biasa dalam menyampaikan risalahnya.
Muhammad SAW merupakan nabi dan rasul yang terakhir. Ini bermakna tiada nabi
dan rasul akan dilantik selepas kewafatan baginda. Baginda telah menyampaikan
peringatan terakhir (yaitu Al Quran dan As Sunnah) kepada manusia sebelum berlakunya
hari kiamat.
Rasul diberi tugas oleh Allah. Secara umumnya, tugas nabi dan rasul adalah
membawa kebenaran, memberikan kabar gembira dan peringatan kepada umatnya agar
mereka menjadi umat yang beriman kepada Allah agar tidak sengsara dunia dan akhirat.
Para rasul diberi wahyu oleh Allah yang membuktikan bahwa mereka adalah pembimbing
dalam segala amal perbuatannya pantas dijadikan cermin tauladan.

Percaya kepada Hari Akhirat

Kita wajib percaya akan datangnya Hari Kemudian atau akhirat sebagaimana yang
difirmankan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an. Di terangkan bahwa pada akhir zaman
akan datang suatu hari di mana semua makhluk yang ada akan binasa, dimusnahkan dan
akan dibangunkan semula. Karena itu, hari akhirat turut mendapat julukan hari kiamat atau
pembangkitan.
Setelah segalanya hancur pada hari kiamat, Allah memerintahkan kepada malaikat
Israfil untuk bangun terlebih dahulu dan melaksanakan perintah Allah SWT meniup

10
sangkakala, maka bangunlah nyawa yang telah mati untuk dihadapkan ke pengadilan
Allah SWT dan mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya selama di dunia.
Itulah hari pembalasan. Siapa yang amalannya lebih banyak dengan kebaikkan akan
mendapat kebahagiaan di surga. Sebaliknya, bagi amalannya lebih banyak yang jahat akan
mendapat siksaan dan ditempatkan di neraka.

Percaya kepada Qada' dan Qadar

Kita wajib percaya bahwa segala sesuatu yang telah terjadi dan yang akan terjadi,
semuanya itu, menurut apa yang ditentukan dan ditetapkan oleh Allah, sejak sebelumnya
(zaman azali). Jadi segala sesuatu itu (nasib baik dan buruk) sudah diatur dengan rencana-
rencana tertulis atau batasan-batasan yang tertentu. Tetapi kita tidak dapat mengetahuinya
sebelum terjadi. Rencana sebelumnya itu Qadar atau Takdir bermaksud ketetapan.
Terlaksananya berupa kenyataan, dinamakan Qada bermaksud keputusan perbuatan
(pelaksanaan). Sebahagian Ulama’ menamakan takdir itu juga qada dan qada.

C. Proses Terbentuknya Iman dan Taqwa

Manusia lahir secara fitrah dalam keadaan suci dan mempunyai nafsu
sebagaimana manusia lainnya. Ia terbentuk sesuai dengan sunnatullah. Iman dan taqwa
pada diri manusia bukanlah warisan dari kedua orang tua ayah dan ibu, akan tetapi benih-
benih iman dan taqwa sudah ada pada diri manusia itu sendiri sejak ia dilahirkan.
Berkembang tidaknya fitrah iman dan taqwa tergantung dari pendidikan, pemahaman dan
pengalaman agama yang didapatnya pada saat manusia menginjak dewasa.
Kefitrahan manusia dibawa sejak ia dilahirkan, namun kenyataan alam hidup
setelah manusia memahami arti hidup maka kefitrahan yang dibawanya sejak ia dilahirkan
akan bergeser dibawa arus kehidupan. Kefitrahan iman dan taqwa bisa saja mantap apabila
kedua orang tuanya berperan aktif untuk mendidik atau membentuk kepribadian anak,
karena orang tuanyalah yang menjadikan anak itu yahudi, nasrani, atau majusi. Fitrah
bersifat potensial, ia tidak dengan sendirinya menjadikan manusia berakhlak atau
berkepribadian mulia.
Oleh sebab itu, fitrah haruslah dijaga, dirawat, serta ditumbuhkembangkan agar
manusia dapat tumbuh menjadi insan kamil (manusia sempurna) penuh kemuliaan dan
harapan, selain kedua orang tuanya, lingkungan (miliu) faktor yang sangat dominan dapat

11
mempengaruhi dan turut berperan dalam proses tumbuh dan berkembangnya fitrah iman
dan taqwa.
Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik
yang disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang.
Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan
bagi anak-anak. Tingkah laku yang baik maupun yang buruk akan ditiru anak-anaknya.
Jangan diharapkan anak berperilaku baik, apabila orang tuanya selalu melakukan
perbuatan yang tercela. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, “Setiap anak, lahir membawa
fitrah. Orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani,
atau Majusi”.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses
perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah
adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal
ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.
Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka
ajaran Allah harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari
tingkat verbal sampai tingkat pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, jika
kepada mereka tidak diperkenalkan al-Qur’an.
Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan,
karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi senang.
Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan
menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang dan
terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah dilihat
dan diukur. Tetapi tingkah laku tidak terdiri atas perbuatan yang tampak saja. Di dalamnya
tercakup juga sikap-sikap mental yang tidak selalu mudah ditanggapi kecuali secara fisik
langsung (misalnya, melalui ucapan atau perbuatan yang diduga dapat menggambarkan
sikap mental tersebut), bahkan secara tidak langsung itu adakalanya cukup sulit menarik
kesimpulan yang teliti. Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah tingkah laku dalam arti
luas dan dikaitkan dengan nilai-nilai hidup, yakni seperangkat nilai yang diterima oleh
manusia sebagai nilai yang penting dalam kehidupan, yaitu iman. Yang dituju adalah
tingkah laku yang merupakan perwujudan nilai-nilai hidup tertentu, yang disebut tingkah
laku terpola.

12
Dalam keadaan tertentu, sifat, arah, dan intensitas tingkah laku dapat
dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk intervensi
terhadap interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberap prinsip dengan
mengemukakan implikasi metodologinya, yaitu:

1. Prinsip pembinaan berkesinambungan


Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus menerus, dan
tidak berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang semakin lama
semakin mampu bersikap selektif. Implikasinya ialah diperlukan motivasi sejak kecil dan
berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu penting mengarahkan proses motivasi agar
membuat tingkah laku lebih terarah dan selektif menghadapi nilai-nilai hidup yang patut
diterima atau yang seharusnya ditolak.

2. Prinsip internalisasi dan individuasi


Suatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk
tingkah laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk menghayatinya melalui
suatu peristiwa internalisasi (yakni usaha menerima nilai sebagai bagian dari sikap
mentalnya) dan individuasi (yakni menempatkan nilai serasi dengan sifat kepribadiannya).
Melalui pengalaman penghayatan pribadi, ia bergerak menuju satu penjelmaan dan
perwujudan nilai dalam diri manusia secara lebih wajar dan “amaliah”, dibandingkan
bilamana nilai itu langsung diperkenalkan dalam bentuk “utuh”, yakni bilamana nilai
tersebut langsung ditanamkan kepada anak didik sebagai suatu produk akhir semata-mata.
Prinsip ini menekankan pentingnya mempelajari iman sebagai proses (internalisasi dan
individuasi). Implikasi metodologinya ialah bahwa pendekatan untuk membentuk tingkah
laku yang mewujudkan nilai-nilai iman tidak dapat hanya mengutamakan nilai-nilai itu
dalam bentuk jadi, tetapi juga harus mementingkan proses dan cara pengenalan nilai hidup
tersebut. Dari sudut anak didik, hal ini bahwa seyogianya anak didik mendapat
kesempatan sebaik-baiknya mengalami proses tersebut sebagai peristiwa pengalaman
pribadi, agar melalui pengalaman-pengalaman itu terjadi kristalisasi nilai iman.

3. Prinsip sosialisasi
Pada umumnya nilai-nilai hidup bru benar-benar mempunyai arti apabila telah
memperoleh dimensi sosial. Oleh karena itu suatu bentuk tingkah laku terpola baru teruji
secara tuntas bilamana sudah diterima secara sosial. Implikasi metodologinya ialah bahwa

13
usaha pembentukan tingkah laku mewujudkan nilai iman hendaknya tidak diukur
keberhasilannya terbatas pada tingkat individual (yaitu hanya dengan memperhatikan
kemampuan seseorang dalam kedudukannya sebagai individu), tetapi perlu mengutamakan
penilaian dalam kaitan kehidupan interaksi sosial (proses sosialisasi) orang tersebut. Pada
tingkat akhir harus terjadi proses sosialisasi tingkah laku, sebagai kelengkapan proses
individuasi, karena nilai iman yang diwujudkan ke dalam tingkah laku selalu mempunyai
dimensi sosial.

4. Prinsip konsistensi dan koherensi


Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani
secara konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara koheren, yaitu tanpa
mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya. Implikasi
metodologinya adalah bahwa usaha yang dikembangkan untuk mempercepat tumbuhnya
tingkah laku yang mewujudkan nilai iman hendaknya selalu konsisten dan koheren.
Alasannya, caranya dan konsekuensinya dapat dihayati dalam sifat dan bentuk yang jelas
dan terpola serta tidak berubah-ubah tanpa arah. Pendekatan demikian berarti bahwa setiap
langkah yang terdahulu akan mendukung serta memperkuat langkah-langkah berikutnya.
Apabila pendekatan yang konsisten dan koheren sudah tampat, maka dapat diharapkan
bahwa proses pembentukan tingkah laku dapat berlangsung lebih lancar dan lebih cepat,
karena kerangka pola tingkah laku sudah tercipta.

5. Prinsip integrasi
Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap orang
pada problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh.
Jarang sekali fenomena kehidupan yang berdiri sendiri. Begitu pula dengan setiap bentuk
nilai hidup yang berdimensi sosial. Oleh karena itu tingkah laku yang dihubungkan dengan
nilai iman tidak dapat dibentuk terpisah-pisah. Makin integral pendekatan seseorang
terhadap kehidupan, makin fungsional pula hubungan setiap bentuk tingkah laku yang
berhubungan dengan nilai iman yang dipelajari. Implikasi metodologinya ialah agar nilai
iman hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu dan keterampilan tingkah
laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan yang integratif, dalam kaitan
problematik kehidupan yang nyata.

14
D. Fungsi Iman dan Taqwa
a. Menuntun dan mengembangkan dasar Ketuhanan yang dimiliki sejak ia lahir
artinya manusia sejak lahir diberi/memiliki potensi pikir dan fitrahnya sehingga
sepanjang hidupnya membutuhkan agama (ajaran) dalam rangka mencari suatu
kebenaran terhadap Tuhan, aqidah berperan memenuhi kebutuhan fitrahnya.
b. Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa manusia, artinya Islam sebagai
kebutuhan bagi kehidupan manusia sebagai fitrah sehingga mendorong bagi
manusia untuk terus-menerus mencarinya.
c. Memberikan pedoman hidup yang pasti, artinya keyakinan terhadap Allah SWT
memberikan arahan (kompas) dan pedoman yang pasti, sebab aqidah meluruskan
suatu jalan di dalam kebenaran (hak) yang sebenarnya dan sesungguhnya.

E. Tanda Orang Beriman dan Bertaqwa

ARTINYA :
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama
Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman
mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(yaitu) orang-orang
yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan
kepada mereka.Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan
memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki
(nikmat) yang mulia."(QS.Al Anfal 2-4)

15
Secara umum karakteristik orang yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa (Allah SWT) dapat dikelompokkan dalam lima kategori:
1. Memelihara fitrah iman
2. Mencintai sesama umat manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan untuk
berkorban baik secara fisik maupun materi.
3. Memelihara ibadah secara formal.
4. Memelihara kehormatan diri dan keluarga.
5. Memiliki semangat perjuangan (berikhtiar dan berdoa).

Allah SWT berfirman lewat surat Al-Imran ayat 133 berbunyi;


Artinya : “Yaitu orang-orang yang berinfaq (karena Allah), baik diwaktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mereka yang pemaaf
terhadap (kesalahan) manusia. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat
kebajikan”. (QS. Al-Imran:34)
Taqwa memiliki 3 (tiga) tingkatan yaitu:
 Pertama : Ketika seseorang melepasakan diri dari kekafiran dan mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah, dia disebut orang yang taqwa.
 Kedua : Menjauhi segala hal yang tidak disukai Allah SWT dan Rasul-Nya, ia
memiliki tingkat taqwa yang tinggi.
 Ketiga : Orang yang setiap saat selalu berupaya menggapai cinta Allah SWT,
inilah tingkat taqwa yang tertinggi.

Allah berfirman lewat surat Ali Imran ayat 102;


Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan
sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim
(bberqagama Islam).

Tanda-tanda lemahnya keimanan:

1. Terus menerus melakukan dosa dan tidak merasa bersalah.


2. Berhati keras dan tidak berminat untuk membaca Al-Qur'an
3. Berlambat-lambat dalam melakukan kebaikan, seperti terlambat untuk melakukan
shalat
4. Meninggalkan sunnah

16
5. Memiliki suasana hati yang goyah, seperti bosan dalam kebaikan dan sering gelisah
6. Tidak merasakan apapun ketika mendengarkan ayat Al-Qur'an dibacakan, seperti
ketika Allah mengingatkan tentang hukumanNya dan janji-janjiNya tentang kabar
baik.
7. Kesulitan dalam berdzikir dan mengingat Allah
8. Tidak merasa risau ketika keadaan berjalan bertentangan dengan syari'ah
9. Menginginkan jabatan dan kekayaan
10. Kikir dan bakhil, tidak mau membagi rezeki yang dikaruniakan oleh Allah
11. Memerintahkan orang lain untuk berbuat kebaikan, sementara dirinya sendiri tidak
melakukannya.
12. Merasa senang ketika urusan orang lain tidak berjalan semestinya
13. Hanya memperhatikan yang halal dan yang haram, dan tidak menghindari yang
makruh
14. Mengolok-olok orang yang berbuat kebaikan kecil, seperti membersihkan masjid
15. Tidak mau memperhatikan kondisi kaum muslimin
16. Tidak merasa bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu demi kemajuan Islam
17. Tidak mampu menerima musibah yang menimpanya, seperti menangis dan meratap-
ratap di kuburan
18. Suka membantah, hanya untuk berbantah-bantahan, tanpa memiliki bukti
19. Merasa asyik dan sangat tertarik dengan dunia, kehidupn duniawi, seperti merasa
resah hanya ketika kehilangan sesuatu materi kebendaan
20. Merasa asyik (ujub) dan terobsesi pada diri sendiri

Hal-hal berikut dapat meningkatkan keimanan kita:


1. Tilawah Al-Qur'an dan mentadabburi maknanya, hening dan dengan suara yang
lembut tidak tinggi, maka Insya Allah hati kita akan lembut. Untuk mendapatkan
keuntungan yang optimal, yakinkan bahwa Allah sedang berbicara dengan kita.
2. Menyadari keagungan Allah. Segala sesuatu berada dalam kekuasaannya. Banyak hal
di sekitar kita yang kita lihat, yang menunjukkan keagunganNya kepada kita. Segala
sesuatu terjadi sesuai dengan kehendakNya. Allah maha menjaga dan memperhatikan
segala sesuatu, bahkan seekor semut hitam yang bersembunyi di balik batu hitam
dalam kepekatan malam sekalipun.
3. Berusaha menambah pengetahuan, setidaknya hal-hal dasar yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari, seperti cara berwudlu dengan benar. Mengetahui arti dari

17
nama-nama dan sifat-sifat Allah, orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang
berilmu.
4. Menghadiri majelis-majelis dzikir yang mengingat Allah. Malaikat mengelilingi
majels-majelis seperti itu.
5. Selalu menambah perbuatan baik. Sebuah perbuatan baik akan mengantarkan kepada
perbuatan baik lainnya. Allah akan memudahkan jalan bagi seseorang yang
bershadaqah dan juga memudahkan jalan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.
Amal-amal kebaikan harus dilakukan secara kontinyu.
6. Merasa takut kepada akhir hayat yang buruk. Mengingat kematian akan mengingatkan
kita dari terlena terhadap kesenangan dunia.
7. Mengingat fase-fase kehidupan akhirat, fase ketika kita diletakkan dalam kubur, fase
ketika kita diadili, fase ketika kita dihadapkan pada dua kemungkinan, akan berakhir
di surga, atau neraka.
8. Berdo'a, menyadari bahwa kita membutuhkan Allah. Merasa kecil di hadapan Allah.
9. Cinta kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala harus kita tunjukkan dalam aksi. Kita
harus berharap semoga Allah berkenan menerima shalat-shalat kita, dan senantiasa
merasa takut akan melakukan kesalahan. Malam hari sebelum tidur, seyogyanya kita
bermuhasabah, memperhitungkan perbuatan kita sepanjang hari itu.
10. Menyadari akibat dari berbuat dosa dan pelanggaran. Iman seseorang akan bertambah
dengan melakukan kebaikan, dan menurun dengan melakukan perbuatan buruk.
11. Semua yang terjadi adalah karena Allah menghendaki hal itu terjadi. Ketika musibah
menimpa kita, itupun dari Allah.

Ciri-ciri orang bertaqwa

Taqwa menjadi kriteria penilaian Allah terhadap kemuliaan manusia. Manusia dinilai
mulia oleh Allah bukan berdasarkan rupa, pintar bodoh, kaya miskin, asal usul, suku bangsa
dan sebagainya, melainkan hanya dari ketaqwaannya

“....Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang
paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal” ~ Al Hujuraat (49) : 13

18
Al Qur’an juga menjelaskan bahwa orang yang bertaqwa adalah orang-orang yang disukai
Allah, sebagaimana firman-Nya:

“(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuatnya) dan bertaqwa,
maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.” ~ Ali Imran (3) : 76 ~

Berikut adalah ciri-ciri orang bertaqwa:

1. Bersegera memohon ampunan Allah bila berbuat dosa dan mudah meminta maaf
kepada sesama manusia (Tidak gengsi)
2. Mau berinfaq/sedekah dalam keadaan lapang maupun sempit (Tidak pelit)
3. Bisa menahan amarah (Tidak ngambekan/emosian)
4. Mudah memaafkan kesalahan orang lain (Tidak pendendam)
5. Senantiasa melakukan kebaikan atau berbuat baik (Tidak jahat)
6. Selalu menepati janji
7. Bersabar dalam menerima cobaan
8. Tidak sombong dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi
9. Selalu ingat kepada Allah (dzikrullah) dengan menggunakan akal . Berzikir
(mengingat Allah) itu itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan
shalat wajib dan sunnah, tahmid, takbir, tahlil, istighfar, mendengarkan siaran-siaran
tausiah, menghadiri majelis taklim, pengajian, membaca Al-Qur’an dan sebagainya.
10. Selalu berhati-hati dalam setiap tindakan karena takut terhadap azab Allah

F. Korelasi Keimanan dan Ketaqwaan

Hubungan antara keimanan dan ketaqwaan ini tidak dapat dipisahkan satu dengan
lainnya, karena keimanan dan ketaqwaan pada hakikatnya saling berkaitan dan
memerlukan, artinya keimanan diperlukan oleh manusia supaya Allah SWT dapat
menerima ketaqwaannya. Setiap amalan atau perbuatan yang baik tidak akan diterima
Allah SWT tanpa didasari keimanan. Iman seseorang seolah hampa dan kosong tanpa
amal shaleh yang menyertainya, secara konkretnya membuktikan bahwa ada iman dalam
hatinya.

19
Tingkat taqwa (muttaqin) dapat diperoleh seorang muslim apabila melalui
beberapa tingkatan antara lain: 1) muslim, 2) mukmin, 3) muhsin, 4) muchlisin, 5)
muhtadin, 6) muttaqin.
Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua,
yaitu tauhid teoritis (tauhid rububiyyah) dan tauhid praktis (tauhid uluhiyyah). Tauhid
teoritis adalah tauhid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaan
Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan
kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi
logis tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud
Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.
Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal ibadah
manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat Laa ilaaha illallah
(Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengartian tauhid praktis (tauhid ibadah).
Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dengan kata lain, tidak ada yang
disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah Allah semata dan menjadikan-
Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah.
Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengartian beriman kepada Allah,
Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan, tanpa
mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan perbuatan, tidak dapat
dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sampurna. Dalam pandangan Islam, yang
dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid yang tercermin dalam ibadah dan
dalam perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-hari. Dengan kata lain, harus ada kesatuan
dan keharmonisan tauhid teoritis dan tauhid praktis dalam diri dan dalam kehidupan sehari-
hari secara murni dan konsekuen.
Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep dan
pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian bertauhid
adalah mengesakan Tuhan dalam pengartian yakin dan percaya kepada Allah melalui fikiran,
membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan.
Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah
mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua perintah
Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.

20
G. Implementasi Iman dan Taqwa

1. Problematika, Tantangan, dan Resiko dalam Kehidupan Modern


Di antara problematika dalam kehidupan modern adalah masalah sosial-budaya yang
sudah established, sehingga sulit sekali memperbaikinya.
Berbicara tentang masalah sosial budaya berarti berbicara tentang masalah alam pikiran
dan realitas hidup masyarakat. Alam pikiran bangsa Indonesia adalah majemuk (pluralistik),
sehingga pergaulan hidupnya selalu dipenuhi oleh konflik baik sesama orang Islam maupun
orang Islam dengan non-Islam.
Pada millenium ketiga, bangsa Indonesia dimungkinkan sebagai masyarakat yang
antara satu dengan lainnya saling bermusuhan. Hal itu digambarkan oleh Ali Imran: 103,
sebagai kehidupan yang terlibat dalam wujud saling bermusuhan (idz kuntum a’daa’an), yaitu
suatu wujud kehidupan yang berada pada ancaman kehancuran.
Adopsi modernisme (westernisme), kendatipun tidak secara total, yang dilakukan
bangsa Indonesia selama ini, telah menempatkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang semi
naturalis. Di sisi lain, diadopsinya idealisme juga telah menjadikan bangsa Indonesia menjadi
pengkhayal. Adanya tarik menarik antara kekuatan idealisme dan naturalisme menjadikan
bangsa Indonesia bersikap tidak menentu. Oleh karena itu, kehidupannya selalu terombang-
ambing oleh isme-isme tersebut.
Secara ekonomi bangsa Indonesia semakin tambah terpuruk. Hal ini karena diadopsinya
sistem kapitalisme dan melahirkan korupsi besar-besaran. Sedangkan di bidang politik, selalu
muncul konflik di antara partai dan semakin jauhnya anggota parlemen dengan nilai-nilai
qur’ani, karena pragmatis dan oportunis.
Di bidang sosial banyak muncul masalah. Berbagai tindakan kriminal sering terjadi dan
pelanggaran terhadap norma-norma bisa dilakukan oleh anggota masyarakat. Lebih
memprihatinkan lagi adalah tindakan penyalahgunaan NARKOBA oleh anak-anak sekolah,
mahasiswa, serta masyarakat. Di samping itu masih terdapat bermacam-macam masalah yang
dihadapi bangsa Indonesia dalam kehidupan modern.
Persoalan itu muncul, karena wawasan ilmunya salah, sedang ilmu merupakan roh yang
menggerakkan dan mewarnai budaya. Hal itu menjadi tantangan yang amat berat dan dapat
menimbulkan tekanan kejiwaan, karena kalau masuk dalam kehidupan seperti itu, maka akan
melahirkan risiko yang besar.

21
Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari berbagai persoalan di atas, perlu
diadakan revolusi pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan taqwa yang dapat berperan
menyelesaikan problema dan tantangan kehidupan modern tersebut.

2. Peran Iman dan Takwa dalam Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan
Modern

Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan
beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia.

a. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda


Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah
hendak memberikan pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat mencegahnya.
Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak ada satu kekuatanpun yang
sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan
sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang memegang kekuasaan,
menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda kramat, mengikis kepercayaan pada
khurafat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah firman
Allah surat al-Fatihah ayat 1-7.

b. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut


Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak di antara
manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karena takut menghadapi resiko.
Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah. Pegangan orang
beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah:
Di mana saja kamu berada, kematian akan datang mendapatkan kamu kendatipun
kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh (an-Nisa’ 4: 78).

c. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan.


Rezeki atau mata pencaharian memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.
Banyak orang yang melepaskan pendiriannya, karena kepentingan penghidupannya. Kadang-
kadang manusia tidak segan-segan melepaskan prinsip, menjual kehormatan, bermuka dua,
menjilat, dan memperbudak diri, karena kepentingan materi. Pegangan orang beriman dalam
hal ini ialah firman Allah:

22
Dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata. (lauh mahfud). (Hud, 11: 6).

d. Iman memberikan ketentraman jiwa


Acapkali manusia dilanda resah dan duka cita, serta digoncang oleh keraguan dan
kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai keseimbangan, hatinya tentram
(mutmainnah), dan jiwanya tenang (sakinah), seperti dijelaskan firman Allah:
…(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram. (ar-Ra’d,
13: 28).
Seorang yang beriman tidak pernah ragu pada keyakinannya terhadap Qadla dan Qadar.
Dia mengetahui dan meyakini seyakin-yakinnya bahwa Qadla dan Qadar Allah telah tertulis
di dalam kitab.
Qadar adalah apa yang dapat dijangkau oleh kemauan dan iradah manusia. Allah telah
menciptakan manusia serta dilengkapi dengan nikmat berupa akal dan perasaan. Melalui akal
dan iradahnya, manusia dapat berbuat berbagai hal dalam batas iradah yang dianugerahkan
Allah kepadanya.
Di luar batas kemampuan iradah manusia, Qadla dan Qadar Allahlah yang berlaku.
Orang-orang yang selalu hidup dalam lingkungan keimanan, hatinya selalu tenang dan
pribadinya selalu terang dan mantap. Allah memberi ketenangan dalam jiwanya dan ia selalu
mendapat pertolongan dan kemenangan. Inilah nikmat yang dianugerahkan Allah kepada
hambaNya yang mukmin dan anugerah Allah berupa nur Ilahi ini diberikan kepada siapa
yang dikehendakiNya.
Orang mukmin mengetahui bahwa mati adalah satu kepastian. Oleh sebab itu dia tidak
takut menghadapi kematian, bahkan dia menunggu kematian. Hal ini diyakini sepenuhnya
selama hayat dikandung badan. Keberanian selalu mendampingi hati seorang mukmin.
Seorang mukmin yang dalam hidupnya mengalami atau menghadapi masalah, baik
materi, kejiwaan, atau kemasyarakatan, mungkin masalah itu terasa berat untuk
ditanggulangi. Tetapi dekatnya dengan Allah dan rasa tawakkal atau penyerahan diri yang
bulat kepada Allah, serta iman dengan Qadla dan Qadar dapat meringankan pengaruh tekanan
yang berat. Dalam keadaan yang seperti ini, kalau seorang beriman ditimpa malapetaka, ia
akan bersabar dan memohon rahmat kepada yang memiliki segala rahmat. Dengan demikian

23
ketenangan akan meliputi hati mukmin. Dia yakin bahwa Allah akan mengabulkan do’anya,
meneguhkan hatinya, serta memberikan kemenangan. (ar-Ra’ad 28, al-Fath 4).
Kalau Allah telah menurunkan ketenangan dalam hati, maka hati menjadi mantap,
segala krisis dapat dilalui, keseimbangan hormon tetap mantap, dan keserasian kimiawi tubuh
berjalan dengan wajar. Dalam keadaan demikian segala penderitaan dan tekanan jiwa akan
berganti dengan perasaan bahagia dan ketenangan.

e. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah)


Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu melakukan kebaikan
dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah :
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya, akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang mereka kerjakan. (an-Nahl, 16: 97).

f. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen


Iman memberi pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat dengan ikhlas, tanpa
pamrih, kecuali keridaan Allah. Orang yang beriman senantiasa konsekuen dengan apa yang
telah diikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa berpedoman
pada firman Allah:
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam”. (al-An’aam, 6: 162)

g. Iman memberikan keberuntungan


Orang yang beriman selalu berjalan pada arah yang benar, karena Allah membimbing
dan mengarahkan pada tujuan hidup yang hakiki. Dengan demikian orang yang beriman
adalah orang yang beruntung dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah
orang-orang yang beruntung. (al-Baqarah, 2: 5).

24
h. Iman mencegah penyakit
Akhlak, tingkah laku, perbuatan fisik seorang mukmin, atau fungsi biologis tubuh
manusia mukmin dipengaruhi oleh iman.
Hal itu karena semua gerak dan kegiatan manusia, baik yang dipengaruhi oleh kemauan
seperti makan, minum, berdiri, melihat dan berfikir, maupun yang tidak dipengaruhi kemauan
seperti gerak jantung, proses pencernaan, dan pembuatan darah tidak lebih dari serangkaian
proses atau reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh. Organ-organ tubuh yang melaksanakan
proses bio-kimia ini bekerja di bawah perintah hormon. Kerja bermacam-macam hormon
diatur oleh hormon yang diproduksi oleh kelenjar hipofise, yang terletak di samping bawah
otak. Pengaruh dan keberhasilan kelenjar hipofise ditentukan oleh gen (pembawa sifat) yang
dibawa manusia semenjak ia masih berbentuk zygot dalam rahim ibu. Dalam hal ini iman
mampu mengatur hormon dan selanjutnya membentuk gerak, tingkah laku, dan akhlak
manusia.
Jika karena pengaruh tanggapan, baik indera maupun akal, terjadi perobahan fisiologis
tubuh (keseimbangan hormon terganggu), seperti takut, marah, putus asa, dan lemah, maka
keadaan ini dapat dinormalisir kembali oleh iman. Oleh karena itu orang-orang yang
dikontrol oleh iman tidak akan mudah terkena penyakit modern, seperti darah tinggi,
diabetes, dan kanker.
Sebaliknya jika seseorang jauh dari prinsip-prinsip iman, tidak mengacuhkan azas
moral dan akhlak, merobek-robek nilai kemanusiaan dalam setiap perbuatannya, tidak pernah
ingat kepada Allah, maka orang yang seperti ini hidupnya akan dikuasai oleh kepanikan dan
ketakutan.
Hal itu akan menyebabkan tingginya produksi adrenalin dan persenyawaan kimia
lainnya. Selanjutnya akan menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap biologi tubuh serta
lapisan otak bagian atas. Hilangnya keseimbangan hormon dan kimiawi akan mengakibatkan
terganggunya kelancaran proses metabolisme zat dalam tubuh manusia. Pada waktu itu
timbullah gejala penyakit, rasa sedih, dan ketegangan psikologis, serta hidupnya selalu
dibayangi oleh kematian.
Demikianlah pengaruh dan manfaat iman pada kehidupan manusia, ia bukan hanya
sekedar kepercayaan yang berada dalam hati, tetapi menjadi kekuatan yang mendorong dan
membentuk sikap dan perilaku hidup. Apabila suatu masyarakat terdiri dari orang-orang yang
beriman, maka akan terbentuk masyarakat yang aman, tentram, damai, dan sejahtera

25
BAB III
KESIMPULAN

Secara harfiah iman dapat diartikan dengan rasa aman, keyakinan atau
kepercayaan. Menurut istilah kata iman dapat diartikan dengan “meyakini dalam hati,
diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan perbuatan.”
Taqwa berasal dari bahasa Arab, asal kata dari waqa, yaqi, wiqayah yang artinya
takut, menjaga, memelihara atau melindungi. Secara istilah taqwa diartikan sikap menjaga,
memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran Islam secara utuh dan
konsisten (istiqomah).
Ciri-ciri orang beriman mempunyai lima kategori, yaitu; 1) memelihara fitrah
iman, 2) kesanggupan mengorbankan harta, 3) memelihara ibadah formal, 4) memelihara
kehormatan diri, 5) memiliki semangat perjuangan.
Keimanan dan ketaqwaan pada hakikatnya saling berkaitan dan memerlukan,
artinya keimanan diperlukan oleh manusia supaya Allah SWT dapat menerima
ketaqwaannya. Setiap amalan atau perbuatan yang baik tidak akan diterima Allah SWT
tanpa didasari keimanan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahim, Muhammad, Imaduddin. 1989. Kuliah Tauhid. Jakarta: Yayasan Sari


Insan.
Al-Ghazali. 2001. Muhammad Selalu Melibatkan Allah. Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta.
Barata, Mappasessu, Muhammadong. 2009. Pendidikan Agama Islam. Makassar:
TimDosen UNM.
Daradjat, Zakiah. 1996. Dasar-dasar Agama Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
Imtihana, Aida dkk. 2009. Buku Ajar Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum. Palembang: Percetakan
Universitas Sriwijaya.
Jusuf, Zaghlul, Dr, SH. 1993. Studi Islam. Jakarta: Ikhwan.
Kadir, Muhammad Mahmud Abdul, Dr. 1981. Biologi Iman. Jakarta: al-Hidayah
Khan, Waheduddin. 1983. Islam Menjawab Tantangan Zaman. Bandung: Penerbit
Pustaka.
Suryana, Toto. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara.

Abu AL- Jauzaa’. Definisi Iman.


http://abul-jauzaa.blogspot.com/2011/02/definisi-iman.html
Mariana Ramadhani. Konsep Ketuhanan dalam Islam.
http://marianaramadhani.wordpress.com/coretan-kuliah/konsep-ketuhanan-dalam-
islam/
Muchamad Syihabulhaq. Definisi Takwa.
http://pencerahqolbu.wordpress.com/2011/05/25/definisi-taqwa/

27

Anda mungkin juga menyukai

  • Tnslts KRK
    Tnslts KRK
    Dokumen38 halaman
    Tnslts KRK
    Anonymous Z7adG1yH
    Belum ada peringkat
  • Bss SBMNDL
    Bss SBMNDL
    Dokumen21 halaman
    Bss SBMNDL
    Anonymous Z7adG1yH
    Belum ada peringkat
  • STRK HMRGK
    STRK HMRGK
    Dokumen35 halaman
    STRK HMRGK
    Anonymous Z7adG1yH
    Belum ada peringkat
  • VPPB
    VPPB
    Dokumen28 halaman
    VPPB
    Anonymous Z7adG1yH
    Belum ada peringkat
  • MWR
    MWR
    Dokumen28 halaman
    MWR
    Anonymous Z7adG1yH
    Belum ada peringkat
  • Fbakfhiaf
    Fbakfhiaf
    Dokumen14 halaman
    Fbakfhiaf
    Anonymous Z7adG1yH
    Belum ada peringkat
  • Data Borang Ukp Puskesmas
    Data Borang Ukp Puskesmas
    Dokumen40 halaman
    Data Borang Ukp Puskesmas
    Anonymous Z7adG1yH
    Belum ada peringkat
  • BBBB
    BBBB
    Dokumen54 halaman
    BBBB
    Anonymous Z7adG1yH
    Belum ada peringkat
  • Kronologis
    Kronologis
    Dokumen1 halaman
    Kronologis
    Anonymous Z7adG1yH
    Belum ada peringkat
  • Data Borang
    Data Borang
    Dokumen61 halaman
    Data Borang
    Anonymous Z7adG1yH
    Belum ada peringkat
  • Hypogonadism
    Hypogonadism
    Dokumen2 halaman
    Hypogonadism
    Anonymous Z7adG1yH
    Belum ada peringkat
  • Pelaksanaan Konstitusi Di Indonesia
    Pelaksanaan Konstitusi Di Indonesia
    Dokumen2 halaman
    Pelaksanaan Konstitusi Di Indonesia
    Anonymous Z7adG1yH
    67% (3)