Anda di halaman 1dari 28

Laporan Kasus

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO


(BPPV)

Disusun oleh:
dr. CHYNTIA TIARA PUTRI

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD LUBUK BASUNG, AGAM
SUMATERA BARAT
2019/2020

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN..................................................................................2
Identifikasi..............................................................................................2
Anamnesis..............................................................................................2
Pemeriksaan Fisik..................................................................................3
Pemeriksaan Tambahan..........................................................................5
Diagnosis................................................................................................7
Prognosis................................................................................................7
Tatalaksana.............................................................................................7
Follow Up...............................................................................................7
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................9
Anatomi dan Fisiologi Organ Vestibuler...............................................9
Definisi..................................................................................................10
Epidemiologi ........................................................................................11
Etiologi..................................................................................................11
Patofisiologi..........................................................................................11
Gejala Klinik.........................................................................................13
Diagnosis...............................................................................................13
Penatalaksanaan....................................................................................18
Komplikasi............................................................................................21
Prognosis...............................................................................................22
BAB IV ANALISIS KASUS...............................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Vertigo merupakan keluhan yang sangat mengganggu aktivitas kehidupan


sehari-hari. Sampai saat ini sangat banyak hal yang dapat menimbulkan keluhan
vertigo. Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat masih terus disempurnakan.(1)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo merupakan gangguan vestibular
dimana 17%-20% pasien mengeluh vertigo. Gangguan vestibular dikarakteristikan
dengan serangan vertigo yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala dan
berhubungan dengan karakteristik nistagmus paroksimal. Penyakit ini merupakan
penyakit degeneratif idiopatik yang sering ditemukan, kebanyakan diderita oleh
wanita dibandingkan pria dengan perbandingan 2:1.(2)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika material berupa
kalsium karbonat dari makula dalam dinding utrikulus masuk kedalam salah satu
kanalis semisirkularis yang akan merespon ke saraf. Berdasarkan teori dapat
mengenai ketiga kanalis semisirkularis, walaupun terkenanya kanal superior
(anterior) sangat jarang. Bentuk yang paling sering adalah bentuk kanal posterior,
diikuti bentuk lateral. Diagnosis BPPV ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala
klinis yang terjadi serta dikonfirmasi oleh berbagai manuver diagnosis.(1, 2)
Secara umum penatalaksanaan BPPV adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup serta mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi pada pasien.
Penatalaksanaan BPPV secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan non-farmakologi yang termasuk berbagai manuver didalamnya
dan penatalaksanaan farmakologi. Penatalaksanaan dengan menuver secara baik
dan benar menurut beberapa penelitian dapat mengurangi angka morbiditas.(2, 3)

1
BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
a. Nama : Tn. TR
b. Umur : 44 tahun
c. Alamat : Bawan
d. Suku : Minang
e. Bangsa : Indonesia
f. Agama : Islam
g. Pendidikan : SMA
h. Pekerjaan : Wiraswasta
i. MRS : 27 Januari 2020 Pukul 20.30 WIB

II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Pusing berputar sejak 3 jam SMRS

Riwayat perjalanan penyakit


Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak 3 jam SMRS.
Pusing dirasakan timbul mendadak. Pusing dirasakan bertambah berat jika
membuka mata dan saat berpindah posisi dari berbaring ke duduk atau saat
miring ke kiri atau ke kanan. Anggota gerak terasa lemah (-), kesemutan di
tangan dan kaki (-). Mual (+), muntah (+) 2 kali. Nyeri perut (-). Demam (-).
Gangguan pendengaran (-). BAB dan BAK biasa.

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat DM (-), riwayat Hipertensi (-), riwayat trauma kepala (-)

Riwayat penyakit keluarga

2
Riwayat penyakit yang sama (-), riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status interna
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Vital sign
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu Axila : 36,4 ⁰C

2. Status generalisata
Kepala : CA (-/-), SI (-/-), nystagmus (-/-)
Leher : pembesaran KGB (-), JVP 5-2 cm H2O
Thorax :
PARU
Inspeksi : Simetris kanan-kiri
Palpasi : Stemfremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi :Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler normal di kedua lapangan paru, ronkhi
(-/-), wheezing (-/-).
JANTUNG
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-).

Abdomen : Soepel, Bising usus (+), Nyeri tekan (-)


Ekstremitas : oedem tidak ada, akral hangat.

3
3. Status Neurologi

N. Cranialis
N.I : Tidak dilakukan pemeriksaan
N.II :
Pupil OD :Bulat, letak di tengah, diameter 3mm, refleks cahaya (+)
Pupil OS :Bulat, letak di tengah, diameter 3mm, refleks cahaya (+)
N.III,IV,VI : Mata lateralisasi (-)
N.V : - Motorik : tidak ada kelainan
- Sensorik : N.V1 tidak ada kelainan
N.V2 tidak ada kelainan
N.V3 tidak ada kelainan
N. VII : plica nasolabialis simetris
N.VIII : Tinitus (-/-), tidak didapatkan gangguan pendengaran
nistagmus (-/-)
N.IX.X : Disfonia (-), disfagia (-), arcus pharing simetris, uvula
terletak ditengah
N. XI : Gerakan dan kekuatan mengangkat bahu baik, gerakan dan
kekuatan menolehkan leher baik
N.XII :Lidah simetris

Kekuatan Motorik : 555 555


555 555
Refleks Fisiologis : + +
+ +
Refleks Patologis : - -
- -

Fungsi Sensorik : Tidak ada kelainan

4
Gerakan Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)
Laseque (-/-), Kernig (-/-), Brudzinski I (-), Brudzinski II (-)
Gait dan keseimbangan : Belum dapat dinilai

IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hematologi

Hb 13,4 mg/dl 13-16 mg/dl

WBC 8000/ul 5000-10000 /ul

Ht 38% 35-45 %

Trombosit 187000 /ul 150000-450000/ul

Kimia Klinik

GDS 125 mg/dl 180 mg/dl

SGOT 32 u/l Sp-37 u/l

SGPT 30 u/l Sp-40 u/l

Ureum 11 mg/dl 10-50 mg/dl

Kreatinin 0.8 mg/dl 0.7-1.1 mg/dl

5
Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan Rontgen

6
V. Diagnosis kerja
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)

VI. Diagnosis banding


- Vertigo Sentral
- Meniere disease

VII. Prognosis
Dubia ed bonam

VIII. Tatalaksana
- IVFD RL 8 jam/kolf
- Inj. DH 1 amp/12 jam

7
- Inj. Ondansentron 1 amp/12 jam
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Flunarizin 2x5 mg

IX. Follow up pasien di ruangan


Waktu S O A P

28 Januari Pusing TD : 120/80 mmHg BPPV - IVFD RL 8


2020 dirasakan HR : 82 x/i jam/kolf
berkurang, RR : 22 x/i - Inj. DH 1 amp/12
mual Temp : 36,4⁰C jam
dirasakan - Inj. Ondansentron
berkurang, 1 amp/12 jam
pasien - Inj. Ranitidin 2x1
sudah dapat amp
membuka - Flunarizin 2x5 mg
mata dan
tidak
pusing

29 Januari Pusing TD : 110/70 mmHg BPPV - IVFD RL 8


2020 dirasakan HR : 80 x/i jam/kolf
berkurang, RR : 22 x/i - Inj. DH 1 amp/12
mual (-), Temp : 36,2⁰C jam
saat - Inj. Ranitidin 2x1
berpindah amp
posisi - Flunarizin 2x5 mg
sudah tidak
pusing

30 Januari Pusing (-), TD : 110/70 mmHg BPPV - IVFD RL 8


2020 mual (-) HR : 82 x/i jam/kolf
- Inj. DH 1 amp/12

8
RR : 22 x/i jam
Temp : 36,4⁰C - Inj. Ranitidin 2x1
amp
- Flunarizin 2x5 mg
- Pasien boleh
pulang

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan fisiologi organ Vestibuler


Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan
pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada
tiap pelebarannya terdapat makula yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor
keseimbangan. Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus kira-kira di bidang
kanalis semisirkularis horisontal. Makula sakulus terletak pada dinding medial
sakulus dan terutama terletak di bidang vertikal. Pada setiap makula terdapat sel
rambut yang mengandung endapan kalsium yang disebut otolith (otokonia).

9
Makula pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari partikel kalsium yang
menjadi penyebab BPPV. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis
dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus,
disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel
reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang
disebut kupula.(1)

Gambar 2.1 Labirin dari telinga dalam sisi kanan.

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan


cairan endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk.
Tekukan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion
kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses
depolarisasi dan akan merangsang pengelepasan neurotransmitter eksitator yang
selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat
keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka
terjadi hiperpolarisasi. Ampulofugal berarti pergerakan yang menjauhi ampula,
sedangkan ampulapetal berarti gerakan mendekati ampula. Pada kanal
semisirkular posterior dan superior, defleksi utrikulofugal dari kupula bersifat

10
merangsang (stimulatory) dan defleksi utrikulopetal bersifat menghambat
(inhibitory). Pada kanal semisirkular lateral, terjadi yang sebaliknya.(1,2)
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi
mekanik akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis
semisirkularis menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi
mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut.
Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang
sedang berlangsung. Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang
lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh yang
bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual, dan muntah.
Pada jantung berupa bradikardi arau takikardi dan pada kulit reaksinya
berkeringat dingin.(1)

3.2 Definisi
Vertigo Posisi Paroksimal Jinak (VPPJ) atau Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) merupakan bentuk dari vertigo posisional. Definisi vertigo
posisional adalah sensasi berputar yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala.
Sedangkan BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi di telinga dalam
dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulang-ulang dengan tipikal
nistagmus paroksimal.(2)
Benign dan paroksimal biasa digunakan sebagai karakteristik dari vertigo
posisional. Benign pada BPPV secara historikal merupakan bentuk dari vertigo
posisional yang seharusnya tidak menyebabkan gangguan susunan saraf pusat
yang serius dan secara umum memiliki prognosis yang baik. Sedangkan
paroksimal yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan
berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit. Benign Paroxysmal
Positional Vertigo memiliki beberapa istilah atau sering juga disebut dengan
benign positional vertigo, vertigo paroksimal posisional, vertigo posisional,
benign paroxymal nystagmus, dan dapat disebut juga paroxymal positional
nystagmus.(2)

11
3.3 Epidemiologi
Pada populasi umum prevalensi BPPV yaitu antara 11 sampai 64 per 100.000
penduduk. Dari kunjungan 5,6 miliar orang ke rumah sakit dan klinik di Amerika
Serikat dengan keluhan pusing didapatkan prevalensi 17% - 42% pasien
didiagnosis BPPV. Di Indonesia, BPPV merupakan vertigo perifer yang paling
sering ditemui, yaitu sekitar 30%. Proporsi antara wanita lebih besar dibandingkan
dengan pria yaitu 2,2 : 1,5. Usia penderita BPPV biasanya pada usia 50-70 tahun,
paling banyak adalah diatas 51 tahun. Jarang ditemukan pada orang berusia
kurang dari 35 tahun bila tidak didahului riwayat trauma kepala.(2)

3.4 Etiologi
BPPV merupakan penyakit degeneratif idiopatik yang sering ditemukan,
kebanyakan diderita pada usia dewasa muda dan usia lanjut. Trauma kepala
merupakan penyebab kedua terbanyak pada BPPV bilateral. (1)
Penyebab lain yang lebih jarang adalah labirinitis virus, neuritis vestibuler,
pasca stapedoctomi, fistula perilimfa dan penyakit meniere. BPPV merupakan
penyakit pada semua usia dewasa. Pada anak belum pernah dilaporkan.(1)

3.5 Patofisiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan ketika otolith yang terdiri
dari kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas dan
bergerak dalam lumen dari salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat dua
kali lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon
terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kristal kalsium karbonat
bergerak dalam kanal semisirkular (kanalitiasis), partikel tersebut menyebabkan
pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena,
sehingga menyebabkan vertigo.(2,4)

12
Gambar 2.2 Labirin dari telinga dalam sisi kiri

Nistagmus mengacu pada gerakan osilasi yang ritmik dan berulang dari bola
mata. Stimulasi pada kanal semisirkular paling sering menyebabkan “jerk
nystagmus”, yang memiliki karakteristik fase lambat (gerakan lambat pada satu
arah) diikuti oleh fase cepat (kembali dengan cepat ke posisi semula). Arah dari
nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula pada kanal yang terkena oleh
sambungan langsung dengan otot ektraokular. Setiap kanal yang terkena
kanalitiasis memiliki karakteristik nistagmus tersendiri. Kanalitiasis mengacu
pada partikel kalsium yang bergerak bebas dalam kanal semisirkular. Sedangkan
kupulolitiasis mengacu pada kondisi yang lebih jarang dimana partikel kalsium
melekat pada kupula itu sendiri. Konsep “calcium jam” pernah diusulkan untuk
menunjukkan partikel kalsium yang kadang dapat bergerak, tetapi kadang terjebak
dalam kanal.(2,4)
Alasan terlepasnya kristal kalsium karbonat dari makula belum dipahami
dengan pasti. Debris kalsium dapat pecah karena trauma atau infeksi virus, tapi
pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit yang belum
diketahui. Mungkin ada kaitannya dengan perubahan protein dan matriks gelatin
dari membran otolith yang berkaitan dengan usia. Pasien dengan BPPV diketahui
lebih banyak terkena osteopenia dan osteoporosis daripada kelompok kontrol, dan
mereka dengan BPPV berulang cenderung memiliki skor densitas tulang yang
terendah. Pengamatan ini menunjukkan bahwa lepasnya otokonia dapat sejalan
dengan demineralisasi tulang pada umumnya. Tetapi perlu ditentukan apakah
terapi osteopenia atau osteoporosis berdampak pada kecenderungan terjadinya
BPPV berulang.(2)
Otokonia ditemukan pada 85-95 persen pasien pada kanalis semisirkularis
posterior dibandingkan dengan kanalis semisirkularis horizontal. Sekitar 85
persen unilateral, dan 8 persen pada kedua kanal posterior. Kanal horizontal
terkena sekitar 5 persen dari kasus dan keterlibatan kanal anterior jarang. Pada

13
tahun 1992, partikel yang mengambang bebas diidentifikasi di kanalis
semisirkularis posterior ketika prosedur operasi. 12-15 Temuan ini mendukung
teori kanalitiasis terkait penyebab dari BPPV.(2)

3.6 Gejala Klinik BPPV


Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan
posisi kepala, beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang
menimbulkan keluhan vertigonya. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat,
berlangsung singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya
lebih lama.(3)

3.7 Diagnosis BPPV


Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan Anamnesis, gejala klinis yang
ditemukan serta berbagai manuver diagnosis.(2)

3.7.1 Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-30 detik
akibat perubahan posisi kepala dan tidak disertai dengan gejala tambahan selain
mual pada beberapa pasien. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur
pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan
membungkuk.(2)
Beberapa pasien yang rentan terhadap mabuk (motion sickness) mungkin
merasa mual dan pusing selama berjam-jam setelah serangan vertigo, tetapi
kebanyakan pasien merasa baik-baik saja di antara episode vertigo. Jika pasien
melaporkan episode vertigo spontan, atau vertigo yang berlangsung lebih dari 1
atau 2 menit, atau jika episode vertigo tidak pernah terjadi di tempat tidur atau
dengan perubahan posisi kepala, maka kita harus mempertanyakan diagnosis dari
BPPV.(2)

3.7.2 Pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah tes Dix-Hallpike dan tes
kalori.
a. Tes Dix-Hallpike

14
Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan
leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan
untuk melihat adanya nistagmus. Cara melakukannya sebagai berikut :
1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan,
dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa
detik.
2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika
posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o-40o, penderita diminta
tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
3. Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau kanalis semisirkularis
posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith
untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis
posterior.
4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik. Komponen cepat nistagmus harusnya
“up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.
6. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang
berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah
berlawanan.
7. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri
45o dan seterusnya. (1, 2)

15
Gambar 2.3 Tes Dix-Hallpike

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.
Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya
lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila
sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu
menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.(2)

b. Tes Kalori
Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2
macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah 30oC, sedangkan suhu air
panas adalah 44oC. Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-
masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama
nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa
telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas,
lalu telinga kanan. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau
air dingin atau air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk
menghilangkan pusingnya).(2)

c. Tes Supine Roll

16
Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-
Hallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada
tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal
horisontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang memiliki riwayat yang
sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan posisi
kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus
diperiksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.(2)
Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat
provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama
beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi
supinasi atau berbaring terlentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan
rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata
pasien untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau
jika tidak ada nistagmus), kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi
supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala kemudian diputar/ dimiringkan 90
derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien diamati lagi untuk memeriksa
ada tidaknya nistagmus.(2, 4)

Gambar 2.4 Tes Supine Roll

17
Kriteria diagnosis pada BPPV :
1) Diagnosis BPPV Tipe Kanal Posterior
Dokter dapat mendiagnosis BPPV tipe kanal posterior ketika nistagmus
posisional paroksismal dapat diprovokasi dengan manuver Dix-Hallpike. Manuver
ini dilakukan dengan memeriksa pasien dari posisi berdiri ke posisi berbaring
(hanging position) dengan kepala di posisikan 45 derajat terhadap satu sisi dan
leher diekstensikan 20 derajat. Manuver Dix-Hallpike menghasilkan torsional
upbeating nystagmus yang terkait dalam durasi dengan vertigo subjektif yang
dialami pasien, dan hanya terjadi setelah memposisikan Dix-Hallpike pada sisi
yang terkena. Diagnosis presumtif dapat dibuat dengan riwayat saja, tapi
nistagmus posisional paroksismal menegaskan diagnosisnya.(2)
Nistagmus yang dihasilkan oleh manuver Dix-Hallpike pada BPPV kanal
posterior secara tipikal menunjukkan 2 karakteristik diagnosis yang penting.
Pertama, ada periode latensi antara selesainya manuver dan onset vertigo rotasi
subjektif dan nistagmus objektif. Periode latensi untuk onset nistagmus dengan
manuver ini tidak spesifik pada literatur, tapi berkisar antara 5 sampai 20 detik,
walaupun dapat juga berlangsung selama 1 menit pada kasus yang jarang. Yang
kedua, vertigo subjektif yang diprovokasi dan nistagmus meningkat, dan
kemudian mereda dalam periode 60 detik sejak onset nistagmus.(2)

2) Diagnosis BPPV Tipe Kanal Lateral


BPPV tipe kanal lateral (horisontal) terkadang dapat ditimbulkan oleh Dix-
Hallpike manuver. Namun cara yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis
BPPV horisontal adalah dengan supine roll test atau supine head turn maneuver
(Pagnini-McClure maneuver). Dua temuan nistagmus yang potensial dapat terjadi
pada manuver ini, menunjukkan dua tipe dari BPPV kanal lateral.
a. Tipe Geotrofik
Pada tipe ini, rotasi ke sisi patologis menyebabkan nistagmus horisontal
yang bergerak (beating) ke arah telinga paling bawah. Ketika pasien
dimiringkan ke sisi lain, sisi yang sehat, timbul nistagmus horisontal yang
tidak begitu kuat, tetapi kembali bergerak ke arah telinga paling bawah.
b. Tipe Apogeotrofik

18
Pada kasus yang lebih jarang, supine roll test menghasilkan nistagmus yang
bergerak ke arah telinga yang paling atas. Ketika kepala dimiringkan ke sisi
yang berlawanan, nistagmus akan kembali bergerak ke sisi telinga paling
atas.
Pada kedua tipe BPPV kanal lateral, telinga yang terkena diperkirakan adalah
telinga dimana sisi rotasi menghasilkan nistagmus yang paling kuat. Di antara
kedua tipe dari BPPV kanal lateral, tipe geotrofik adalah tipe yang paling banyak.
(2)

3. Diagnosis BPPV Tipe Kanal Anterior dan Tipe Polikanalikular

Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe kanal anterior tidak spesifik,


berkaitan dengan paroxysmal downbeating nystagmus, kadang-kadang dengan
komponen torsi minor mengikuti posisi Dix-Hallpike. Bentuk ini mungkin ditemui
saat mengobati bentuk lain dari BPPV. Benign Paroxysmal Positional Vertigo
kanal anterior kronis atau persisten jarang. Dari semua tipe BPPV, BPPV kanal
anterior tampaknya tipe yang paling sering sembuh secara spontan. Diagnosisnya
harus dipertimbangkan dengan hati-hati karena downbeating positional nystagmus
yang berhubungan dengan lesi batang otak atau cerebellar dapat menghasilkan
pola yang sama.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo tipe polikanalikular jarang, tetapi
menunjukkan bahwa dua atau lebih kanal secara bersamaan terkena pada waktu
yang sama. Keadaan yang paling umum adalah BPPV kanal posterior
dikombinasikan dengan BPPV kanal horisontal. Nistagmus ini bagaimanapun
juga tetap akan terus mengikuti pola BPPV kanal tunggal, meskipun pengobatan
mungkin harus dilakukan secara bertahap dalam beberapa kasus.(2)

3.8 Penatalaksanaan BPPV


3.8.1 Non-Farmakologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah suatu penyakit yang dapat
sembuh secara spontan dalam beberapa bulan. Namun telah banyak penelitian
yang membuktikan dengan pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/
Particle Repositioning Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan

19
vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh
pada pasien. Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari
70%-100%. Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual,
muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya debris
otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit misalnya
saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan manuver,
hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10 menit untuk
menghindari risiko jatuh.(1, 2, 4)
Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan partikel
ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus.
a. Manuver Epley
Manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada BPPV tipe kanal
vertikal (posterior). Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit
sebesar 45o, lalu pasien berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan
1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan 90o ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi
berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik. Setelah itu
pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan kembali ke posisi duduk
secara perlahan.(2, 4)

Gambar 2.5 Manuver Epley

20
b. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk pengobatan cupulolithiasis kanal posterior.
Jika kanal posterior terkena, pasien diminta duduk tegak, lalu kepala
dimiringkan 45o ke sisi yang sehat, lalu secara cepat bergerak ke posisi
berbaring dan dipertahankan selama 1-3 menit. Ada nistagmus dan vertigo
dapat diobservasi. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi yang
berlawanan tanpa kembali ke posisi duduk lagi.(2, 4)

Gambar 2.6 Manuver Semont


c. Manuver Lempert
Manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal lateral
(horizontal). Pasien berguling 360o, yang dimulai dari posisi supinasi lalu
pasien menolehkan kepala 90o ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan
tubuh ke posisi lateral dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh
mengikuti ke posisi ventral dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90 o dan
tubuh kembali ke posisi lateral dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi.
Masing-masing gerakan dipertahankan selama 15 detik untuk migrasi lambat
dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi.(2, 5)

21
Gambar
2.7 Manuver
Lempert

3.8.2
Farmakologi
Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak secara rutin
dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk jangka pendek untuk
gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang berat yang dapat terjadi pada pasien
BPPV, seperti setelah melakukan terapi PRM.
Pengobatan untuk vertigo disebut juga pengobatan suppresant vestibular, obat
yang digunakan adalah golongan benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan
antihistamine (meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepines dapat mengurangi
sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada kondisi
vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah
sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness. Harus
diperhatikan bahwa benzodiazepine dan antihistamine dapat mengganggu
kompensasi sentral pada kerusakan vestibular sehingga penggunaannya
diminimalkan.(2)

3.8.3 Operasi
Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah menjadi kronik dan
sangat sering mendapat serangan BPPV yang hebat, bahkan setelah melakukan
manuver-manuver yang telah disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi
untuk melakukan operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya
mempunyai klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa.
Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang dapat dipilih,
yaitu transeksi saraf ampula posterior (singular neurectomy) dan oklusi (plugging)

22
kanal posterior semisirkular. Kedua prosedur mempunyai komplikasi seperti
ketidakseimbangan dan kehilangan pendengaran. Namun lebih dipilih teknik
dengan oklusi karena teknik neurectomy mempunyai risiko kehilangan
pendengaran yang tinggi.(4)

3.9 Komplikasi
Meskipun BPPV menyebabkan rasa tidak nyaman, jarang sekali
menyebabkan komplikasi pada penderitanya. Dalam kasus yang jarang terjadi,
BPPV persisten yang berat dapat menyebabkan muntah, penderita mungkin
beresiko mengalami dehidrasi.(6)

3.10 Prognosis
Pasien perlu diberikan edukasi dan diyakinkan tentang penyakitnya.
Sepertiga pasien mengalami remisi dalam 3 minggu dan mayoritas pasien pada 6
bulan setelah pengobatan. Pasien harus dibuat menyadari bahwa BPPV sangat
bisa diobati, tetapi harus memperingatkan bahwa kekambuhan adalah umum
bahkan setelah pengobatan berhasil dengan manuver reposisi, sehingga perawatan
lebih lanjut mungkin diperlukan. Literatur yang diterbitkan bervariasi pada tingkat
kekambuhan, dengan studi observasional jangka panjang menunjukkan tingkat
kekambuhan 18% di atas 10 tahun, sedangkan penelitian lain menunjukkan
tingkat kekambuhan tahunan 15%, dengan tingkat kekambuhan 50% pada 40
bulan setelah pengobatan. Munculnya kekambuhan meskipun pengobatan
memadai merupakan indikasi untuk dirujuk ke klinik spesialis.(6)

23
BAB IV

ANALISIS KASUS

Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sejak 3 jam SMRS.


Pusing dirasakan timbul mendadak. Pusing dirasakan bertambah berat jika
membuka mata dan saat berpindah posisi dari berbaring ke duduk atau saat
miring ke kiri atau ke kanan. Anggota gerak terasa lemah (-), kesemutan di
tangan dan kaki (-). Mual (+), muntah (+) 2 kali. Nyeri perut (-). Demam (-).
Gangguan pendengaran (-). BAB dan BAK biasa.
Keluhan pada pasien sesuai dengan gambaran BPPV dimana gejala
yang paling umum adalah biasanya keluhan muncul dengan onset akut
kurang dari 10-30 detik akibat perubahan posisi kepala dan tidak disertai
dengan gejala tambahan selain mual pada beberapa pasien. Posisi yang
memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari
tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Pada pasien
pusing dirasakan timbul mendadak disertai mual serta memberat saat
bangun dari tempat tidur dan berbalik ke posisi lateral.
Pengobatan untuk vertigo disebut juga pengobatan suppresant
vestibular, salah satunya adalah golongan antihistamine seperti

24
dipenhidramin. Antihistamine mempunyai efek supresif pada pusat muntah
sehingga dapat mengurangi mual dan muntah karena motion sickness.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok


Kepala & Leher, edisi 6. FKUI, Jakarta 2011.
2. Purnamasari Prida P, Diagnosis Dan Tata Laksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV). FK Universitas Udayana, Denpasar 2013.
Available at:
[download.portalgaruda.org/article.php?article=82555&val=970]
3. Nagel P & Gurkov R, Dasar-dasar Ilmu THT, edisi 2. EGC, Jakarta 2009.
4. Bashir K, Irfan F & Cameron P, Management of benign paroxysmal
positional vertigo (BPPV) in the emergency department, Journal of
Emergency Medicine, Trauma & Acute Care (JEMTAC), Qatar 2014.
5. Roseli Saraiva et Al “Benign Paroxymal Positional Vertigo: Diagnosis and
Treatment”. Last update: desember 2011.
Available at:
[http://www.tinnitusjournal.com/detalhe_artigo.asp?id=483] diakses: 28
maret 2020.

25
6. BMJ Best Practice “Benign Paroxymal Positional Vertigo”. Last Update: 27
Maret 2015.
Available at:
[http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/73/follow-up/
prognosis.html] diakses: 1 April 2020.

26

Anda mungkin juga menyukai