Disusun Oleh :
Axel Jusuf
(1461050177)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2016
1
KATA PENGANTAR
(Axel Jusuf)
2i
DAFTAR ISI
JUDUL PROPOSAL
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
I. Bab I Pendahuluan ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2
1.3 Hipotesis ........................................................................................... 2
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 3
II. Bab II Tinjauan Pustaka ......................................................................... 4
2.1 Rokok ............................................................................................... 4
2.1.1 Definisi Rokok dan Merokok ................................................. 4
2.1.2 Prevalensi Rokok.................................................................... 5
2.1.3 Bahan Baku Rokok................................................................. 6
2.1.4 Bahan Utama Berbahaya yang Terkandung Dalam Asap
Rokok ..................................................................................... 6
2.1.5 Dampak Merugikan Rokok Bagi Kesehatan .......................... 7
2.1.6 Beberapa Jenis Penyakit Akibat Merokok ............................. 8
2.1.7 Kategori Perokok .................................................................... 11
2.2 Laju Endap Darah (LED) ................................................................ 12
2.2.1 Definisi Laju Endap Darah (LED) ........................................ 12
2.2.2 Fase-fase LED ....................................................................... 14
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi LED ................................ 16
2.2.4 Faktor yang Meningkatkan LED ........................................... 16
2.2.5 Faktor yang Menurunkan LED .............................................. 18
2.2.6 Pemeriksaan LED Metode Westergren dan Metode Wintrobe 18
2.2.7 Kesalahan Pemeriksaan LED ................................................. 20
2.3 Hubungan Inflamasi dengan LED .................................................... 21
2.4 Kerangka Teori ................................................................................ 23
2.5 Kerangka Konsep ............................................................................. 24
III. Bab III Metodologi Penelitian ............................................................... 25
3.1 Desain Penelitian ........................................................................... 25
3.2 Variabel Penelitian ....................................................................... 25
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 25
3.4 Populasi dan Sampel .................................................................... 25
3.4.1 Populasi target ..................................................................... 25
3.4.2 Sampel ................................................................................ 26
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ........................................................ 26
3.5.1 Kriteria Inklusi .................................................................... 26
3ii
3.5.2 Kriteria Eksklusi ................................................................. 26
3.6 Instrumen Penelitian ..................................................................... 26
3.7 Cara Pengumpulan Data ............................................................... 27
3.8 Rencana Analisis dan Pengolahan Data ........................................ 27
3.8.1 Rencana Analisis ................................................................ 27
3.8.2 Pengolahan Data ................................................................. 27
3.9 Rencana Kegiatan ......................................................................... 28
3.9.1 Prosedur Pelaksanaan .......................................................... 28
3.9.2 Pemeriksaan LED Metode Westergren ............................... 28
3.9.3 Alur Penelitian .................................................................... 29
3.10 Rencana Anggaran Dana ............................................................. 30
3.11 Jadwal Kegiatan .......................................................................... 31
3.12 Etika Penelitian ........................................................................... 31
Daftar Pustaka .................................................................................... 33
Lampiran .............................................................................................. 35
4iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
peneliti pun tertarik mencari tahu pengaruh paparan asap rokok terhadap gambaran
LED pada manusia.
Dari penelitian ini, diharapkan dapat ditemukan pengaruh antara paparan
asap rokok terhadap gambaran LED yang bermakna, sehingga dapat menjadi
bahan pertimbangan institusi-institusi kesehatan; bahwa pemeriksaan LED dapat
menunjang dalam deteksi dini penyakit yang disebabkan oleh asap rokok. Juga
diharapkan dari penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti dalam bidang
patologi klinik, guna penelitian-penelitian selanjutnya dibidang tersebut. Pada
akhirnya diharapkan penelitian ini akan bermanfaat untuk masyarakat, dimana
hasilnya nanti akan mampu menambah pengetahuan masyarakat tentang bahaya
yang bisa ditimbulkan oleh rokok.
1.3 Hipotesis
Terdapat pengaruh karena paparan asap rokok terhadap gambaran LED
pada manusia.
Pemeriksaan LED dapat digunakan untuk menunjang deteksi dini penyakit
yang disebabkan oleh paparan asap rokok.
2
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Mengetahui pengaruh paparan asap rokok terhadap gambaran LED
pada manusia.
Tujuan khusus :
1. Mengetahui apakah paparan asap rokok dapat meningkatkan gambaran
LED pada manusia.
2. Mengetahui apakah pemeriksaan LED dapat digunakan untuk deteksi dini
penyakit yang disebabkan oleh paparan asap rokok.
3. Mengetahui bagaimana perbedaan gambaran LED pada perokok dan
bukan perokok.
4. Mencari tahu apakah tingkat paparan asap rokok mempengaruhi
gambaran LED yang didapatkan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rokok
2.1.1 Definisi Rokok dan Merokok
a. Definisi Rokok
Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan
bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Kemudian ada juga yang
menyebutkan bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus,
termasuk cerutu atau bahan lainya yang dihasilkan dari tanamam Nicotiana
Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang
mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. (Hans
Tendra, 2003)
b. Definisi Merokok
Merokok merupakan aktifitas membakar tembakau kemudian menghisap
asapnya menggunakan rokok maupun pipa (Sitepoe, 2000). Definisi yang
hampir sama dikemukakan oleh Sari, Ari, Ramdhani, dkk (2003) yang
mengatakan bahwa merokok merupakan aktifitas menghirup atau
menghisap asap rokok menggunakan pipa atau rokok. Sedangkan Levy
(2004) mengatakan bahwa perilaku merokok adalah kegiatan membakar
gulungan tembakau lalu menghisapnya sehingga menimbulkan asap yang
dapat terhirup oleh orang-orang disekitarnya.
Sumarno (dalam Mulyadi, 2007) menjelaskan 2 cara merokok yang umum
dilakukan, yaitu:
(1) menghisap lalu menelan asap rokok ke dalam paru-paru dan
dihembuskan; (2) cara ini dilakukan dengan lebih moderat yaitu hanya
menghisap sampai mulut lalu dihembuskan melalui mulut atau hidung.
4
Berdasarkan definisi merokok yang telah dikemukakan di atas, disimpulkan
bahwa merokok merupakan suatu aktifitas membakar gulungan tembakau
yang berbentuk rokok ataupun pipa lalu menghisap asapnya kemudian
menelan atau menghembuskannya keluar melalui mulut atau hidung
sehingga dapat juga terhisap oleh orang-orang disekitarnya.
5
hari. Studi yang telah dilakukan di 14 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa
sejumlah 59,04% pria mengkonsumsi rokok. Pada kelompok wanita persentase
perokok menunjukkan angka 4,83% dari total penduduk kelompok tersebut.
Perokok pada pria rata-rata mengkonsumsi 10 batang rokok per hari, sedangkan
pada perokok wanita rata-rata mengkonsumsi rokok 3 batang sehari.
b. Nikotin
Nikotin adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan senyawa amin
tersier, bersifat basa lemah dengan pH 8,0. Pada pH fisiologis, sebanyak
31% nikotin berbentuk bukan ion dan dapat melalui membrane sel. Asap
rokok pada umumnya bersifat asam (pH 5,5). Pada pH ini nikotin berada
dalam bentuk ion dan tidak dapat melewati membran secara cepat sehingga
di mukosa pipih hanya terjadi sedikit absorpsi nikotin dari asap rokok. Pada
6
perokok yang menggunakan pipa, cerutu dan berbagai macam sigaret
Eropa, asap rokok bersifat basa dengan pH 8,5 dan nikotin pada umumnya
tidak dalam bentuk ion dan dapat diabsorpsi dengan baik melalui mulut.
c. Karbonmonoksida
Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun yang mempunyai afinitas kuat
terhadap hemoglobin pada sel darah merah, ikatan CO dengan haemoglobin
akan membuat haemoglobin tidak bisa melepaskan ikatan CO dan sebagai
akibatnya fungsi haemoglobin sebagai pengangkut oksigen berkurang,
sehingga membentuk karboksi hemoglobin mencapai tingkat tertentu akan
dapat menyebabkan kematian.
d. Timah hitam
Timah hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug.
Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu hari akan
menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang
masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa dibayangkan, bila seorang
perokok berat menghisap rata-rata 2 bungkus rokok per hari, berapa banyak
zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh. (Sugeng D Triswanto, 2007)
7
c. Denyut nadi dan tekanan darah meningkat.
d. Peristaltik usus meningkat, nafsu makan menurun.
a. Kanker paru-paru
Kanker ialah penyakit yang disebabkan pertumbuhan yang tidak terkendali dari
sel abnormal yang ada dibagian tubuh. Hubungan merokok dan kanker paru-
paru telah diteliti dalam 4-5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat
antara kebiasaan merokok, terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-
paru. Bahkan ada yang secara tegas menyatakan bahkan rokok sebagai
penyebab utama terjadinya kanker paru-paru.
b. Jantung Koroner
Merokok terbukti merupakan faktor resiko terbesar untuk mati mendadak.
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok
dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko ini meningkat dengan
8
bertambahnya usia dan jumlah rokok yang dihisap. Penelitian menunjukkan
bahwa faktor resiko merokok bekerja sinergis dengan faktor-faktor lain, seperti
hipertensi, kadar lemak, gula darah yang tinggi, terhadap tercetusnya PJK.
Perlu diketahui bahwa resiko kematian akibat penyakit jantung koroner
berkurang dengan 50 persen pada tahun pertama sesudah rokok dihentikan.
c. Bronkitis
Bronkitis terjadi karena paru-paru dan alur udara tidak mampu melepaskan
mucus yang terdapat didalamnya dengan cara normal. Mucus adalah cairan
lengket yang terdapat dalam tabung halus, yang disebut tabung bronchial yang
terletak dalam paru-paru. Mucus beserta semua kotoran tersebut biasanya terus
bergerak melalui tabung baronkial dengan bantuan rambut halus yang disebut
silia. Silia ini terus menerus bergerak bergelombang seperti tentakel bintang
laut, anemone, yang membawa mucus keluar dari paru-paru menuju
ketenggorokan. Asap rokok memperlambat gerakan silia dan setelah jangka
waktu tertentu akan merusaknya sama sekali. Keadaan ini berarti bahwa
seorang perokok harus lebih banyak batuk untuk mengeluarkan mukusnya.
9
Karena sistemnya tidak lagi bekerja sebaik semula, seorang perokok lebih
mudah menderita radang paru-paru yang disebut bronkitis.
d. Penyakit Stroke
Stroke adalah penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak serta menimbulkan gejala
dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Kejadian serangan
penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu, dan keadaan penduduk.
(M.NBustan,1997)
Dr. Hans Tendra mengungkapkan bahwa penyumbatan pembuluh darah otak
yang bersifat mendadak atau stroke banyak dikaitkan dengan merokok.
Resiko stroke dan resiko kematian lebih tinggi pada perokok dibandingkan
bukan perokok.
e. Hipertensi
Nikotin dalam tembakaulah yang merupakan penyebab meningkatnya tekanan
darah segera setelah isapan pertama. Seperti halnya zat-zat kimia yang lain,
dalam asap rokok nikotin akan diserap oleh pembuluh-pembuluh darah yang
amat kecil yang ada di dalam paru-paru, kemudian diedarkan ke seluruh tubuh
oleh aliran darah. Hanya dalam hitungan detik nikotin sudah mencapai otak.
Otak akan bereaksi terhadap nikotin yang masuk dalam otak dengan memberi
sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang
kuat ini akan bereaksi menyempitkan pembuluh darah, karena pembuluh darah
otak menyempit maka akan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena
tekanan yang lebih tinggi. Jika pemompaan jantung cukup kuat, dan
penyempitan pembuluh darah di otak akibat reaksi epinefrin juga cukup kuat,
maka akan terjadi pembuluh darah otak menjadi pecah, ini yang akan
menyebabkan stroke.
10
f. Penyakit Diabetes
Diabetes terjadi ketika glukosa dalam darah terlalu tinggi karena tubuh tidak
bisa menggunakan dengan benar. Glukosa adalah gula yang digunakan oleh
tubuh dan terutama diambil dari karbohidrat dalam makanan. Bukti-bukti
makin bayak menunjukkan pada peran rokok terhadap timbulnya penyakit
diabetes atau bahwa penderita diabetes akan memperparah resiko kematian jika
terus merokok.
g. Impotensi
Impotensi merupakan kegagalan atau disfungsi alat kelamin lakilaki secara
berulang. Ciri utamanya adalah kegagalan mempertahankan ereksi atau berhasil
ereksi tetapi “kurang keras”. Rokok merupakan salah satu penyumbang penting
terjadinya impotensi. Para ahli mengaitkan terjadinya impotensi dengan peran
rokok yang merusak jaringan darah dan syaraf. Dan karena seks yang sehat
memerlukan “kerjasama” seluruh komponen tubuh, maka adanya ganguan pada
komponen vital menyebabkan gangguan dan bahkan kegagalan seks seperti
halnya yang terjadi pada impotensi.
a. Perokok Pasif
Perokok pasif adalah orang yang tidak merokok tetapi mengirup asap rokok
orang lain. Asap rokok tersebut bisa menjadi polutan bagi manusia dan
lingkungan sekitar. Asap rokok yang terhirup oleh orang-orang bukan perokok
karena berada disekitar perokok bisa disebut second handsmoke.
11
b. Perokok aktif
Perokok aktif adalah orang yang suka merokok (Hasan alwi, 2003) Kemudian
menurut M.N.Burstan (1997) rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari
isapan perokok (mainstream).
Dari perokok aktif ini dapat digolongkan menjadi tiga kelompok:
a. Perokok ringan
Perokok ringan yaitu perokok yang merokok kurang dari sepuluh batang
per hari.
b. Perokok sedang
Perokok sedang adalah orang yang menghisap rokok sepuluh sampai
duapuluh batang perhari.
c. Perokok berat
Perokok berat adalah orang yang merokok lebih dari duapuluh batang
perhari. (M.N.Bustan, 1997).
12
1921, yang secara cepat telah menyebar ke seluruh penjuru dunia sebagai
pemeriksaan skrining umum penyakit-penyakit akut dan kronis. Metode
Westergren adalah metode pengukuran LED paling memuaskan yang hingga
saat ini masih digunakan di klinik (Bridgen, 2004; Herdiman T. Pohan, 2004).
Hasil pemeriksaan LED digunakan sebagai penanda non spesifik
perjalanan penyakit, khususnya memantau proses inflamasi dan aktivitas
penyakit akut (Seldon, 1998; Herdiman T. Pohan, 2004). Peningkatan nilai
LED menunjukkan suatu proses inflamasi dalam tubuh seseorang, baik
inflamasi akut maupun kronis, atau adanya kerusakan jaringan (Estridge et al,
2000; Norderson, 2004). Hasil pemeriksaan LED walaupun tidak dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis etiologik, tetapi secara praktis masih
rutin digunakan di klinik, karena selain prosedurnya sederhana dan mudah,
juga ekonomis, praktis, dan dapat sebagai pemeriksaan point-of-care (dekat
pasien), dan tetap mempunyai arti klinis yang penting (Bridgen, 1999; Estridge
et al, 2000; Lewis, 2001).
13
Jika terjadi peradangan tubuh terutama diperankan oleh pembuluh
darah dan leukosit (sel darah putih) akan bereaksi sebagai respons terhadap
suatu inflamasi yang sedang terjadi. Pada saat peradangan, makrofag akan
mengeluarkan interleukin 1 dan interleukin 6 yang merangsang hati untuk
meningkatkan produksi protein. Peningkatan protein inilah yang kemudian
akan mempercepat LED & menjadi dasar penggunaan LED sebagai salah satu
pertanda adanya peradangan dalam tubuh.
Proses pengendapan darah terjadi dalam 3 tahap yaitu tahap
pembentukan rouleaux, tahap pengendapan dan tahap pemadatan. Di
laboratorium cara untuk memeriksa Laju Endap Darah (LED) yang sering
dipakai adalah cara Wintrobe dan cara Westergreen. Pada cara Wintrobe nilai
rujukan untuk wanita 0 — 20 mm/jam dan untuk pria 0 — 10 mm/jam, sedang
pada cara Westergreen nilai rujukan untuk wanita 0 — 15 mm/jam dan untuk
pria 0 — 10 mm/jam. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Laju Endap
Darah (LED) adalah faktor eritrosit, faktor plasma dan faktor teknik. Jumlah
eritrosit/ul darah yang kurang dari normal, ukuran eritrosit yang lebih besar
dari normal dan eritrosit yang mudah beraglutinasi akan menyebabkan Laju
Endap Darah (LED) cepat. Pembentukan rouleaux tergantung dari komposisi
protein plasma. Peningkatan kadar fibrinogen dan globulin mempermudah
pembentukan roleaux sehingga Laju Endap darah (LED) cepat, sedangkan
kadar albumin yang tinggi menyebabkan Laju Endap Darah (LED) lambat.
14
sehingga memudahkan terbentuknya rouleaux. Rouleaux adalah gumpalan
eritrosit yang terjadi bukan karena antibodi atau ikatan konvalen, tetapi
karena saling tarik-menarik di antara permukaan sel. Bila perbandingan
globulin terhadap albumin meningkat atau kadar fibrinogen sangat tinggi,
pembentukan rouleaux dipermudah hingga LED meningkat.
15
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi LED
a. Faktor eritrosit
Faktor terpenting yang menentukan kecepatan endapan eritrosit adalah
ukuran atau masa dari partikel endapan. Pada beberapa penyakit dengan
gangguan fibrinogen plasma dan globulin, dapat menyebabkan
perubahan permukaan eritrosit dan peningkatan LED, LED berbanding
terbalik dengan vikositas plasma.
b. Faktor plasma
Beberapa protein plasma mempunyai muatan positif dan
mengakibatkan muatan permukaan eritrosit menjadi netral, hal ini
menyebabkan gaya menolak eritrosit menurun dan mempercepat
terjadinya agregasi atau endapan eritrosit. Beberapa protein fase akut
memberikan kontribusi terjadinya agregasi.
c. Faktor teknik dan mekanik
Faktor terpenting pemeriksaan LED adalah tabung harus betul-betul
tegak lurus, perubahan dan menyebabkan kesalahan sebesar 30%.
Selain itu selama pemeriksaan rak tabung tidak boleh bergetar atau
bergerak. Panjang diameter bagian dalam tabung LED juga
mempengaruhi hasil pemeriksaan. (Herdiman T. Pohan,2004).
16
e. Suhu saat pemeriksaan lebih tinggi dari suhu ideal (>20 °C) akan
mempercepat pengendapan, sehingga LED dapat meningkat.
17
menyebabkan mengendapnya sel darah merah (eritrosit) lebih cepat dan
dapat mempengaruhi kenaikan LED.
(Sacher dan Mcpherson, 2004).
18
Metode Westergren
Menggunakan pipet dan tabung westergren, nilai rujukan untuk wanita 0 - 15
mm/jam dan untuk pria 0 - 10 mm/jam.
1. Isaplah dalam semprit steril 0,4 ml larutan natrium sitrat 3,8% yang steril
juga
2. Lakukanlah pungsi vena dengan semprit itu dan isaplah 1,6 ml darah
sehingga mendapatkan 2,0 ml campuran.
3. Masukkanlah campuran itu ke dalam tabung dan campurlah baik-baik.
4. Isaplah darah itu ke dalam pipet Westergren sampai garis bertanda 0 mm,
kemudian biarkan pipet itu dalam sikap tegak lurus dalam rak Westergren
selama 60 menit.
5. Bacalah tingginya lapisan plasma dengan millimeter dan laporkanlah
angka itu sebagai laju endap darah.
Metode Wintrobe
Menggunakan tabung wintrobe dan pipet pasteur, nilai rujukan untuk wanita
0 - 20 mm/jam dan untuk pria 0 - 10 mm/jam
1. Perolehlah darah oxalat atau darah EDTA.
2. Dengan memakai pipet pasteur, masukkanlah darah itu ke dalam tabung
Wintrobe setinggi garis tanda 0 mm. Jagalah jangan sampai terjadi
gelembung hawa atau busa
19
3. Biarkan tabung Wintrobe itu dalam sikap tegak-lurus pada satu tempat
yang tidak banyak angin selama 60 menit.
4. Bacalah tingginya lapisan plasma dengan millimeter dan laporkanlah
angka itu sebagai laju endap darah.
20
2.3 Hubungan Inflamasi dengan LED
Inflamasi merupakan mekanisme tubuh yang penting untuk
mempertahankan diri dari benda asing yang masuk, misalnya invasi
mikroorganisme, trauma, bahan kimia, faktor fisik, dan alergi. Inflamasi adalah
reaksi di jaringan tubuh yang terutama diperankan oleh pembuluh darah dan
leukosit sebagai respons terhadap: infeksi, kerusakan jaringan (trauma, iskemia,
radiasi, luka bakar, frost bite, paparan zat kimia toksik), dan penyakit autoimun.
Pada inflamasi, makrofag mengeluarkan interleukin-1 dan interleukin 6 yang akan
menstimulasi hati untuk meningkatkan produksi protein fase akut. Peningkatan
protein fase akut inilah yang kemudian akan mempercepat LED & menjadi dasar
penggunaan LED sebagai salah satu penanda inflamasi.
Pelepasan mediator seperti histamin dan bradikinin oleh sel-sel inflamasi,
sel-sel endotel, aktivasi sistem komplemen dan sistem koagulasi merupakan gejala
dini dari inflamasi. Pelepasan berbagai sitokin pro-inflamasi terjadi pada invasi
bakteri yang selanjutnya menginduksi sel hati untuk mensistesis protein fase akut
(Abbas, Lichtman, Pober, 1997; Levinson, Jawetz, 2000; Baratawidjaja, 2002).
Misalnya pada Tuberculosis yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. M. tuberculosis masuk kedalam tubuh kemudian menyebabkan
terjadinya proses inflamasi. Pada proses ini sel melepaskan berbagai sitokin
proinflamasi antara lain IL-6. Selanjutnya IL-6 menginduksi sel hati untuk
mensintesis protein fase akut seperti C-reactive protein dan fibrinogen yang
berfungsi sebagai opsonin non spesifik pada proses fagositosis bakteri
(Raviglione, O’Brien, 2001).
Protein plasma yang mempercepat LED adalah protein fase akut, terutama
fibrinogen. Protein fase akut lain yang juga berpengaruh adalah haptoglobin,
ceruloplasmin, ɑ1-acid-glycoprotein, ɑ1-antitrypsin, dan CRP.2,3 Protein tersebut
mempengaruhi LED dengan menurunkan muatan negatif eritrosit (potensial zeta).
Potensial zeta berperan untuk menjaga eritrosit saling menjauh. Protein fase akut
yang bermuatan positif menyebabkan muatan negatif zeta potential eritrosit
21
menjadi netral. Zeta potential adalah muatan negatif pada permukaan eritrosit yang
menyebabkan terjadinya terjadi gaya tolak menolak pada eritrosit. Penurunan
muatan negatif zeta potential menyebabkan gaya tolak menolak eritrosit menurun
sehingga eritrosit cepat membentuk roulleaux dan proses pengendapan akan lebih
cepat, sehingga nilai LED melebihi normal. (Lewis, 2001; Morris, Davey, 2001;
Burns, 2004; Herdiman T. Pohan, 2004)
22
2.4 Kerangka Teori
Usia
Jenis kelamin
Peradangan/inflamasi
Protein Fase Akut
Meningkat
(Fibrinogen, CRP)
Malignansi
Nekrosis
Stress Fisiologis
Infeksi akut/ kronis
Suhu (>20 °C)
Getaran saat
pemeriksaan
PERUBAHAN
GAMBARAN LED
Faktor Penurun
Leukositosis berat
Polisitemia
Abnormalitas Protein
Faktor teknik :
o Pengenceran
o Darah beku
o Tabung Led
Pendek
o Getaran saat
pemeriksaan
23
2.5 Kerangka Konsep
Inflamasi/Peradangan
Akut
Nekrosis
Stress Fisiologis
Infeksi Akut/Kronis
Asap Rokok
Menyebabkan Penyakit
Kanker Paru,
Bronkitis, Jantung
Koroner,
Atherosklerosis,
Stroke, Hipertensi,
Diabetes,
Impotensi
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
25
3.4.2 Sampel
Metode yang digunakan dalam pemilihan sampel adalah metode
purposive sampling, dimana subyek dipilih berdasarkan kriteria yang
dianggap sudah cukup mewakili untuk diteliti.
Mula-Mula pada populasi akan di jelaskan mengenai tujuan dan
manfaat penelitian, lalu setelah itu mereka di wawancara singkat mengenai
perilaku merokok dan dibagi menjadi 4 kelompok yaitu : kelompok yang
merokok <10 batang per hari, kelompok yang merokok >10 batang per hari,
kelompok yang hampir setiap hari terpapar asap rokok, dan kelompok yang
tidak merokok dan jarang terpapar asap rokok. Maka selanjutnya diambil
120 subyek terpilih, masing-masing 30 subyek per kelompok.
26
-Spuit
-Kapas Alkohol 70%
-Larutan Na sitrat 3,8 %
-Pipet Westergren
-Tabung Westergren
-Rak Westergren
-Stopwatch
27
4. Tabulating, menyusun dan menghitung data hasil pengkodean untuk
disajikan dalam tabel.
5. Entry, yaitu data yang sudah diseleksi dimasukkan ke dalam komputer
untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.
28
3. Masukkanlah campuran itu ke dalam tabung dan campurlah baik-baik.
4. Isaplah darah itu ke dalam pipet Westergren sampai garis bertanda 0 mm,
kemudian biarkan pipet itu dalam sikap tegak lurus dalam rak Westergren
selama 60 menit.
5. Bacalah tingginya lapisan plasma dengan millimeter dan laporkanlah
angka itu sebagai laju endap darah.
Nilai Normal LED Metode Westergren :
Pria : 0-10 mm/jam
Wanita : 0-15 mm/jam
Penelitian ini dilakukan pada 120 subyek laki-laki berumur antara 20-45
tahun yang terbagi dalam 4 kelompok penelitian, masing-masing kelompok
30 subyek.
Subyek terpilih
29
3.10 Rencana Anggaran Dana
Seperti yang sudah dijabarkan pada metodologi penelitian, maka semua
penelitian ini memerlukan sarana dan prasarana agar mendukung terlaksananya
penelitian dengan baik. Di bawah ini merupakan rencana anggaran dana untuk
penelitian.
30
3.11 Jadwal Kegiatan
Kegiatatan Bulan ke
1 2 3 4 5
1. Penyusunan Proposal XX
2. Penyusunan XX
Instrumen
3. Persiapan Lapangan XX
6. Pengolahan Data XX
7. Analisis Data X
8. Penyusunan Laporan XX
31
Sebelum melakukan penelitian maka peneliti akan meminta izin pada instansi
terkait untuk pengujian kode etik penelitian.
32
DAFTAR PUSTAKA
33
Available at : http://lib.umpo.ac.id/gdl/files/disk1/16/jkptumpo-gdl-fakultasil-
793-4-yayuk--d.pdf
11. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah
Semarang [Cited on : 07/02/2016]
Available at :http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-
febriaribr-6915-3-babii.pdf
12. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro [Cited on :
07/02/2016] Available at : http://eprints.undip.ac.id/31383/3/Bab_2.pdf
13. Kusuma AR, Pengaruh Merokok Terhadap Kesehatan Gigi Dan Rongga
Mulut. Majalah Ilmiah Sultan Agung. 2011. vol. 49, no. 124 [Cited on :
07/02/2016]
Available at :
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/majalahilmiahsultanagung/article/view/3
9/33
14. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Semarang
[Cited on : 06/02/2016]
Available at : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/114/jtptunimus-gdl-
ervinakhoi-5700-2-babii.pdf
34
LEMBAR INFORM CONSENT
Yth. Responden
9. Semua catetan yang berhubungan dengan penelitian ini akan disimpan ditempat
yang terjaga kerahasiannya, dan akan dimusnahkan setelah lima tahun.
35
10. Responden berhak mengajukan keberatan kepada peneliti jika terdapat hal-hal
yang tidak berkenaan bagi responden, dan selanjutnya akan dicari
penyelesaianya.
Axel Jusuf
36