Anda di halaman 1dari 40

Pengaruh Paparan Asap Rokok terhadap

Gambaran Laju Endap Darah (LED)

Proposal Penelitian Biomedik


Diajukan ke Fakultas Kedokteran UKI Sebagai Pemenuhan Salah Satu
Syarat Ujian Skill Lab Blok 12 Metodologi Penelitian

Disusun Oleh :
Axel Jusuf
(1461050177)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2016

1
KATA PENGANTAR

Salam sejahtera untuk kita semua.


Pertama, marilah kita panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya lah saya dapat menyelesaikan penulisan
proposal penelitian biomedik yang berjudul “Pengaruh Paparan Asap Rokok terhadap
Gambaran Laju Endap Darah (LED)” ini dengan baik. Proposal ini saya buat dalam
rangka mengikuti ujian skill lab blok Metodologi Penelitian pada program
pembelajaran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia tahun 2015/2016.
Maka dari itu, saya telah berusaha semaksimal mungkin sehingga proposal penelitian
ini dapat terselesaikan tanpa hambatan yang begitu berarti dan tepat pada waktu yang
telah ditentukan.
Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing skill lab
selama satu bulan ini, Dr. Med. dr. Abraham Simatupang, M.Kes dan Dr. Adolfina R.
Amahorseja, MS. atas bimbingan dan saran beliau kepada saya sehingga saya dapat
menyelesaikan penulisan proposal ini. Tidak lupa saya juga mengucapkan terima kasih
kepada dosen–dosen pengajar FK UKI beserta teman–teman saya, karena atas
dorongan, informasi dan pendapat mereka, proposal penelitian ini dapat kami tuntaskan
dengan baik.
Apabila terdapat kesalahan dalam penulisan proposal ini, baik disengaja
maupun tidak, saya memohon maaf yang sebesar – besarnya. Cukup sekian yang dapat
saya sampaikan. Semoga proposal penelitian ini dapat diterima dengan baik. Terima
kasih atas perhatiannya.

Jakarta, 10 Februari 2016

(Axel Jusuf)

2i
DAFTAR ISI

JUDUL PROPOSAL
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
I. Bab I Pendahuluan ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2
1.3 Hipotesis ........................................................................................... 2
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 3
II. Bab II Tinjauan Pustaka ......................................................................... 4
2.1 Rokok ............................................................................................... 4
2.1.1 Definisi Rokok dan Merokok ................................................. 4
2.1.2 Prevalensi Rokok.................................................................... 5
2.1.3 Bahan Baku Rokok................................................................. 6
2.1.4 Bahan Utama Berbahaya yang Terkandung Dalam Asap
Rokok ..................................................................................... 6
2.1.5 Dampak Merugikan Rokok Bagi Kesehatan .......................... 7
2.1.6 Beberapa Jenis Penyakit Akibat Merokok ............................. 8
2.1.7 Kategori Perokok .................................................................... 11
2.2 Laju Endap Darah (LED) ................................................................ 12
2.2.1 Definisi Laju Endap Darah (LED) ........................................ 12
2.2.2 Fase-fase LED ....................................................................... 14
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi LED ................................ 16
2.2.4 Faktor yang Meningkatkan LED ........................................... 16
2.2.5 Faktor yang Menurunkan LED .............................................. 18
2.2.6 Pemeriksaan LED Metode Westergren dan Metode Wintrobe 18
2.2.7 Kesalahan Pemeriksaan LED ................................................. 20
2.3 Hubungan Inflamasi dengan LED .................................................... 21
2.4 Kerangka Teori ................................................................................ 23
2.5 Kerangka Konsep ............................................................................. 24
III. Bab III Metodologi Penelitian ............................................................... 25
3.1 Desain Penelitian ........................................................................... 25
3.2 Variabel Penelitian ....................................................................... 25
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 25
3.4 Populasi dan Sampel .................................................................... 25
3.4.1 Populasi target ..................................................................... 25
3.4.2 Sampel ................................................................................ 26
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ........................................................ 26
3.5.1 Kriteria Inklusi .................................................................... 26

3ii
3.5.2 Kriteria Eksklusi ................................................................. 26
3.6 Instrumen Penelitian ..................................................................... 26
3.7 Cara Pengumpulan Data ............................................................... 27
3.8 Rencana Analisis dan Pengolahan Data ........................................ 27
3.8.1 Rencana Analisis ................................................................ 27
3.8.2 Pengolahan Data ................................................................. 27
3.9 Rencana Kegiatan ......................................................................... 28
3.9.1 Prosedur Pelaksanaan .......................................................... 28
3.9.2 Pemeriksaan LED Metode Westergren ............................... 28
3.9.3 Alur Penelitian .................................................................... 29
3.10 Rencana Anggaran Dana ............................................................. 30
3.11 Jadwal Kegiatan .......................................................................... 31
3.12 Etika Penelitian ........................................................................... 31
Daftar Pustaka .................................................................................... 33
Lampiran .............................................................................................. 35

4iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Merokok merupakan kebiasaan yang memiliki daya merusak cukup besar
terhadap kesehatan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lingkungan
asap rokok adalah penyebab berbagai penyakit, pada perokok aktif maupun pasif.
Hubungan antara merokok dengan berbagai macam penyakit seperti kanker paru,
penyakit kardiovaskuler, risiko terjadinya neoplasma laring, esofagus dan
sebagainya, telah banyak diteliti. Diantara 4000 bahan kimia berbahaya pada
rokok, tar, nikotin, dan karbonmonoksida merupakan tiga macam bahan kimia
yang paling berbahaya dalam asap rokok. Gangguan kesehatan karena rokok dapat
disebabkan oleh nikotin yang berasal dari asap arus utama dan asap arus samping
dari rokok yang dihisap oleh perokok. Dengan demikian penderita tidak hanya
perokok sendiri (perokok aktif), tetapi juga orang yang berada di lingkungan asap
rokok atau disebut dengan perokok pasif.
Penelitian terdahulu membuktikan bahwa mekanisme potensial yang
disebabkan merokok akan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler meliputi
gangguan hemostatik, abnormalitas lipid, dan disfungsi endotel. Mekanisme
inflamasi memegang peran penting pada perkembangan atherosklerosis. Efek
lokal maupun sistemik dari paparan asap rokok dapat dijelaskan melalui
mekanisme stres oksidatif dan inflamasi.
Pada penelitian ini, peneliti ingin mengukur Laju Endap Darah (LED) pada
perokok. Dasarnya adalah LED sering dijumpai meningkat selama proses
inflamasi/peradangan akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan menjadi
nekrosis, penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologik.
Dimana proses-proses tersebut juga sering mendahului muculnya penyakit-
penyakit kardiovaskuler dan paru, yang banyak terjadi pada perokok. Sehingga

1
peneliti pun tertarik mencari tahu pengaruh paparan asap rokok terhadap gambaran
LED pada manusia.
Dari penelitian ini, diharapkan dapat ditemukan pengaruh antara paparan
asap rokok terhadap gambaran LED yang bermakna, sehingga dapat menjadi
bahan pertimbangan institusi-institusi kesehatan; bahwa pemeriksaan LED dapat
menunjang dalam deteksi dini penyakit yang disebabkan oleh asap rokok. Juga
diharapkan dari penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti dalam bidang
patologi klinik, guna penelitian-penelitian selanjutnya dibidang tersebut. Pada
akhirnya diharapkan penelitian ini akan bermanfaat untuk masyarakat, dimana
hasilnya nanti akan mampu menambah pengetahuan masyarakat tentang bahaya
yang bisa ditimbulkan oleh rokok.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
 Apakah terdapat pengaruh paparan asap rokok terhadap gambaran LED
pada manusia?
 Apakah pemeriksaan LED dapat digunakan untuk deteksi dini penyakit
yang disebabkan oleh paparan asap rokok?

1.3 Hipotesis
 Terdapat pengaruh karena paparan asap rokok terhadap gambaran LED
pada manusia.
 Pemeriksaan LED dapat digunakan untuk menunjang deteksi dini penyakit
yang disebabkan oleh paparan asap rokok.

2
1.4 Tujuan Penelitian
 Tujuan Umum :
Mengetahui pengaruh paparan asap rokok terhadap gambaran LED
pada manusia.
 Tujuan khusus :
1. Mengetahui apakah paparan asap rokok dapat meningkatkan gambaran
LED pada manusia.
2. Mengetahui apakah pemeriksaan LED dapat digunakan untuk deteksi dini
penyakit yang disebabkan oleh paparan asap rokok.
3. Mengetahui bagaimana perbedaan gambaran LED pada perokok dan
bukan perokok.
4. Mencari tahu apakah tingkat paparan asap rokok mempengaruhi
gambaran LED yang didapatkan.

1.5 Manfaat Penelitian


a. Bagi Masyarakat :
Memberikan informasi dan edukasi untuk masyarakat akan bahaya merokok
yang dapat menganggu kesehatan.
b. Bagi Institusi :
Sebagai landasan dalam pengambilan kebijakan bagi instansi terkait dalam
melakukan upaya pemeriksaan awal proses penyakit yang disebabkan oleh
merokok.
c. Bagi Peneliti :
Penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti,
karena dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang biomarker LED
yang pada akhirnya akan sangat membantu peneliti untuk melakukan penelitian
lanjut yang berhubungan dengan bidang ilmu yang diminati, yakni patologi
klinik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rokok
2.1.1 Definisi Rokok dan Merokok
a. Definisi Rokok
Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan
bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Kemudian ada juga yang
menyebutkan bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus,
termasuk cerutu atau bahan lainya yang dihasilkan dari tanamam Nicotiana
Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang
mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. (Hans
Tendra, 2003)
b. Definisi Merokok
Merokok merupakan aktifitas membakar tembakau kemudian menghisap
asapnya menggunakan rokok maupun pipa (Sitepoe, 2000). Definisi yang
hampir sama dikemukakan oleh Sari, Ari, Ramdhani, dkk (2003) yang
mengatakan bahwa merokok merupakan aktifitas menghirup atau
menghisap asap rokok menggunakan pipa atau rokok. Sedangkan Levy
(2004) mengatakan bahwa perilaku merokok adalah kegiatan membakar
gulungan tembakau lalu menghisapnya sehingga menimbulkan asap yang
dapat terhirup oleh orang-orang disekitarnya.
Sumarno (dalam Mulyadi, 2007) menjelaskan 2 cara merokok yang umum
dilakukan, yaitu:
(1) menghisap lalu menelan asap rokok ke dalam paru-paru dan
dihembuskan; (2) cara ini dilakukan dengan lebih moderat yaitu hanya
menghisap sampai mulut lalu dihembuskan melalui mulut atau hidung.

4
Berdasarkan definisi merokok yang telah dikemukakan di atas, disimpulkan
bahwa merokok merupakan suatu aktifitas membakar gulungan tembakau
yang berbentuk rokok ataupun pipa lalu menghisap asapnya kemudian
menelan atau menghembuskannya keluar melalui mulut atau hidung
sehingga dapat juga terhisap oleh orang-orang disekitarnya.

2.1.2 Prevalensi Rokok


Merokok merupakan salah satu kekhawatiran terbesar yang dihadapi
dunia kesehatan karena menyebabkan hampir 6 juta orang meninggal dalam
setahun. Lebih dari 5 juta orang meninggal karena menghisap langsung rokok,
sedangkan 600 ribu orang lebih meninggal karena terpapar asap rokok (WHO,
2013). Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi perokok yang
terbesar di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO), pada tahun
2012 Indonesia menempati posisi peringkat ke-4 dengan jumlah terbesar
perokok di dunia. Dari segi konsumsi rokok, Indonesia menempati urutan ke-5
setelah China, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang. Dengan persentase
prevalensi perokok pria yaitu 67% jauh lebih besar daripada perokok wanita
yaitu 2,7%. Diperkirakan sebanyak seperempat perokok aktif akan meninggal
pada usia 25-69 tahun dan mereka kehilangan angka harapan hidup sekitar 20
tahun (Gajalakshmi dkk., 2003).
Berdasarkan data Riskesdas (2010), 34,7% penduduk Indonesia yang
berusia 10 tahun ke atas adalah perokok. Prevalensi merokok untuk semua
kelompok umur mengalami peningkatan, terutama peningkatan tajam pada
kelompok umur mulai merokok 10-14 tahun sebesar kurang lebih 80% selama
kurun waktu 2001-2010 (Susenas, 2001; Riskesdas, 2010). Pada tahun 2013,
jumlah penduduk Indonesia perokok yang berusia 10 tahun ke atas mengalami
penurunan menjadi 29,3% (Riskesdas, 2013).
Secara nasional, 52,3% perokok menghisap rata-rata 1-10 batang rokok
per hari dan sekitar 20% perokok menghisap sebanyak 11-20 batang rokok per

5
hari. Studi yang telah dilakukan di 14 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa
sejumlah 59,04% pria mengkonsumsi rokok. Pada kelompok wanita persentase
perokok menunjukkan angka 4,83% dari total penduduk kelompok tersebut.
Perokok pada pria rata-rata mengkonsumsi 10 batang rokok per hari, sedangkan
pada perokok wanita rata-rata mengkonsumsi rokok 3 batang sehari.

2.1.3 Bahan Baku Rokok


Rokok terbuat dari tembakau yang diperoleh dari tanaman Nicotiana
Tabacum L. Tembakau dipergunakan sebagai bahan untuk sigaret, cerutu,
tembakau untuk pipa serta pemakaian oral. Di Indonesia, tembakau ditambah
cengkeh dan bahan-bahan lain dicampur untuk dibuat rokok kretek. Selain
kretek, tembakau juga dapat digunakan sebagai rokok linting, rokok putih,
cerutu, rokok pipa, dan tembakau tanpa asap (chewing tobacco atau tembako
kunyah).

2.1.4 Bahan Utama Berbahaya yang Terkandung Dalam Asap Rokok


a. Tar
Tar adalah zat berwarna coklat berisi berbagai jenis hidrokarbon aromatik
polisiklik, amin aromatik dan N-nitrosamine. Tar yang dihasilkan asap
rokok akan menimbulkan iritasi pada saluran napas, menyebabkan
bronchitis, kanker nasofaring dan kanker paru.

b. Nikotin
Nikotin adalah bahan alkaloid toksik yang merupakan senyawa amin
tersier, bersifat basa lemah dengan pH 8,0. Pada pH fisiologis, sebanyak
31% nikotin berbentuk bukan ion dan dapat melalui membrane sel. Asap
rokok pada umumnya bersifat asam (pH 5,5). Pada pH ini nikotin berada
dalam bentuk ion dan tidak dapat melewati membran secara cepat sehingga
di mukosa pipih hanya terjadi sedikit absorpsi nikotin dari asap rokok. Pada

6
perokok yang menggunakan pipa, cerutu dan berbagai macam sigaret
Eropa, asap rokok bersifat basa dengan pH 8,5 dan nikotin pada umumnya
tidak dalam bentuk ion dan dapat diabsorpsi dengan baik melalui mulut.

c. Karbonmonoksida
Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun yang mempunyai afinitas kuat
terhadap hemoglobin pada sel darah merah, ikatan CO dengan haemoglobin
akan membuat haemoglobin tidak bisa melepaskan ikatan CO dan sebagai
akibatnya fungsi haemoglobin sebagai pengangkut oksigen berkurang,
sehingga membentuk karboksi hemoglobin mencapai tingkat tertentu akan
dapat menyebabkan kematian.

d. Timah hitam
Timah hitam (Pb) yang dihasilkan oleh sebatang rokok sebanyak 0,5 ug.
Sebungkus rokok (isi 20 batang) yang habis dihisap dalam satu hari akan
menghasilkan 10 ug. Sementara ambang batas bahaya timah hitam yang
masuk ke dalam tubuh adalah 20 ug per hari. Bisa dibayangkan, bila seorang
perokok berat menghisap rata-rata 2 bungkus rokok per hari, berapa banyak
zat berbahaya ini masuk ke dalam tubuh. (Sugeng D Triswanto, 2007)

2.1.5 Dampak Merugikan Rokok Bagi Kesehatan

Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak pada kesehatan manusia, baik


dampak langsung maupun efek menahun. Dampak ini bisa terkena pada
perokok aktif maupun pasif.

Dampak langsung merokok:


a. Air mata keluar banyak.
b. Rambut, baju, badan berbau.

7
c. Denyut nadi dan tekanan darah meningkat.
d. Peristaltik usus meningkat, nafsu makan menurun.

Dampak jangka pendek (segera):


a. Sirkulasi darah kurang baik.
b. Suhu ujung-ujung jari (tangan/kaki) menurun
c. Rasa mengecap dan membau hilang.
d. Gigi dan jari menjadi coklat atau hitam.

Dampak jangka panjang:


a. Kerja otak menurun.
b. Adrenalin meningkat.
c. Tekanan darah dan denyut nadi meningkat.
d. Rongga pembuluh darah menciut.
e. Muncul efek ketagihan dan ketergantungan.

2.1.6 Beberapa Jenis Penyakit Akibat Merokok

a. Kanker paru-paru
Kanker ialah penyakit yang disebabkan pertumbuhan yang tidak terkendali dari
sel abnormal yang ada dibagian tubuh. Hubungan merokok dan kanker paru-
paru telah diteliti dalam 4-5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat
antara kebiasaan merokok, terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-
paru. Bahkan ada yang secara tegas menyatakan bahkan rokok sebagai
penyebab utama terjadinya kanker paru-paru.

b. Jantung Koroner
Merokok terbukti merupakan faktor resiko terbesar untuk mati mendadak.
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok
dibandingkan dengan bukan perokok. Resiko ini meningkat dengan

8
bertambahnya usia dan jumlah rokok yang dihisap. Penelitian menunjukkan
bahwa faktor resiko merokok bekerja sinergis dengan faktor-faktor lain, seperti
hipertensi, kadar lemak, gula darah yang tinggi, terhadap tercetusnya PJK.
Perlu diketahui bahwa resiko kematian akibat penyakit jantung koroner
berkurang dengan 50 persen pada tahun pertama sesudah rokok dihentikan.

Akibat penggumpalan (trombosis) dan pengapuran (aterosklerosis) dinding


pembuluh darah, merokok jelas akan merusak pembuluh darah perifer.
Pembentukan aterosklerosis pada pembuluh darah koroner jantung jauh lebih
banyak bagi perokok dibandingkan dengan yang non perokok. Kondisi ini
akibat mendorong vosokonstriksi pembuluh darah koroner. Sebagai pendorong
factor resiko PJK yang lain tentu merokok akan meningkatkan kadar kolesterol
didalam darah yang akan memberikan resiko tinggi terhadap PJK. Demikian
juga merokok mempercepat pembekuan darah sehingga agregasi trombosit
lebih cepat terjadi, yang merupakan salah satu factor pembentukan
aterosklerosis sebagai penyebab PJK.

c. Bronkitis
Bronkitis terjadi karena paru-paru dan alur udara tidak mampu melepaskan
mucus yang terdapat didalamnya dengan cara normal. Mucus adalah cairan
lengket yang terdapat dalam tabung halus, yang disebut tabung bronchial yang
terletak dalam paru-paru. Mucus beserta semua kotoran tersebut biasanya terus
bergerak melalui tabung baronkial dengan bantuan rambut halus yang disebut
silia. Silia ini terus menerus bergerak bergelombang seperti tentakel bintang
laut, anemone, yang membawa mucus keluar dari paru-paru menuju
ketenggorokan. Asap rokok memperlambat gerakan silia dan setelah jangka
waktu tertentu akan merusaknya sama sekali. Keadaan ini berarti bahwa
seorang perokok harus lebih banyak batuk untuk mengeluarkan mukusnya.

9
Karena sistemnya tidak lagi bekerja sebaik semula, seorang perokok lebih
mudah menderita radang paru-paru yang disebut bronkitis.

d. Penyakit Stroke
Stroke adalah penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak serta menimbulkan gejala
dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Kejadian serangan
penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu, dan keadaan penduduk.
(M.NBustan,1997)
Dr. Hans Tendra mengungkapkan bahwa penyumbatan pembuluh darah otak
yang bersifat mendadak atau stroke banyak dikaitkan dengan merokok.
Resiko stroke dan resiko kematian lebih tinggi pada perokok dibandingkan
bukan perokok.

e. Hipertensi
Nikotin dalam tembakaulah yang merupakan penyebab meningkatnya tekanan
darah segera setelah isapan pertama. Seperti halnya zat-zat kimia yang lain,
dalam asap rokok nikotin akan diserap oleh pembuluh-pembuluh darah yang
amat kecil yang ada di dalam paru-paru, kemudian diedarkan ke seluruh tubuh
oleh aliran darah. Hanya dalam hitungan detik nikotin sudah mencapai otak.
Otak akan bereaksi terhadap nikotin yang masuk dalam otak dengan memberi
sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang
kuat ini akan bereaksi menyempitkan pembuluh darah, karena pembuluh darah
otak menyempit maka akan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena
tekanan yang lebih tinggi. Jika pemompaan jantung cukup kuat, dan
penyempitan pembuluh darah di otak akibat reaksi epinefrin juga cukup kuat,
maka akan terjadi pembuluh darah otak menjadi pecah, ini yang akan
menyebabkan stroke.

10
f. Penyakit Diabetes
Diabetes terjadi ketika glukosa dalam darah terlalu tinggi karena tubuh tidak
bisa menggunakan dengan benar. Glukosa adalah gula yang digunakan oleh
tubuh dan terutama diambil dari karbohidrat dalam makanan. Bukti-bukti
makin bayak menunjukkan pada peran rokok terhadap timbulnya penyakit
diabetes atau bahwa penderita diabetes akan memperparah resiko kematian jika
terus merokok.

g. Impotensi
Impotensi merupakan kegagalan atau disfungsi alat kelamin lakilaki secara
berulang. Ciri utamanya adalah kegagalan mempertahankan ereksi atau berhasil
ereksi tetapi “kurang keras”. Rokok merupakan salah satu penyumbang penting
terjadinya impotensi. Para ahli mengaitkan terjadinya impotensi dengan peran
rokok yang merusak jaringan darah dan syaraf. Dan karena seks yang sehat
memerlukan “kerjasama” seluruh komponen tubuh, maka adanya ganguan pada
komponen vital menyebabkan gangguan dan bahkan kegagalan seks seperti
halnya yang terjadi pada impotensi.

2.1.7 Kategori Perokok

a. Perokok Pasif
Perokok pasif adalah orang yang tidak merokok tetapi mengirup asap rokok
orang lain. Asap rokok tersebut bisa menjadi polutan bagi manusia dan
lingkungan sekitar. Asap rokok yang terhirup oleh orang-orang bukan perokok
karena berada disekitar perokok bisa disebut second handsmoke.

11
b. Perokok aktif
Perokok aktif adalah orang yang suka merokok (Hasan alwi, 2003) Kemudian
menurut M.N.Burstan (1997) rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari
isapan perokok (mainstream).
Dari perokok aktif ini dapat digolongkan menjadi tiga kelompok:
a. Perokok ringan
Perokok ringan yaitu perokok yang merokok kurang dari sepuluh batang
per hari.
b. Perokok sedang
Perokok sedang adalah orang yang menghisap rokok sepuluh sampai
duapuluh batang perhari.
c. Perokok berat
Perokok berat adalah orang yang merokok lebih dari duapuluh batang
perhari. (M.N.Bustan, 1997).

2.2 Laju Endap Darah (LED)


2.2.1 Definisi Laju Endap Darah (LED)
Laju Endap Darah adalah kecepatan mengendapnya eritrosit dari suatu
sampel darah yang diperiksa dalam suatu alat tertentu yang dinyatakan dalam
mm/jam. LED sering juga diistilahkan dalam bahasa asing BBS (Blood
Bezenking Snelheid), BSR (Blood Sedimentation Rate), ESR (Erytrocyte
Sedimentation Rate) dan dalam bahasa indonesianya adalah KPD (Kecepatan
Pengendapan Darah). (Depkes, 1992). Pemeriksaan LED merupakan
pemeriksaan sederhana yang telah dilakukan sejak zaman Yunani kuno
(Norderson, 2004).

Pemeriksaan LED pertama kali ditemukan oleh seorang dokter


Polandia bernama Edmund Biernacki pada tahun 1897. Metode pemeriksaan
LED pertama kali dikemukakan oleh Fahraeus dan Westergren pada tahun

12
1921, yang secara cepat telah menyebar ke seluruh penjuru dunia sebagai
pemeriksaan skrining umum penyakit-penyakit akut dan kronis. Metode
Westergren adalah metode pengukuran LED paling memuaskan yang hingga
saat ini masih digunakan di klinik (Bridgen, 2004; Herdiman T. Pohan, 2004).
Hasil pemeriksaan LED digunakan sebagai penanda non spesifik
perjalanan penyakit, khususnya memantau proses inflamasi dan aktivitas
penyakit akut (Seldon, 1998; Herdiman T. Pohan, 2004). Peningkatan nilai
LED menunjukkan suatu proses inflamasi dalam tubuh seseorang, baik
inflamasi akut maupun kronis, atau adanya kerusakan jaringan (Estridge et al,
2000; Norderson, 2004). Hasil pemeriksaan LED walaupun tidak dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis etiologik, tetapi secara praktis masih
rutin digunakan di klinik, karena selain prosedurnya sederhana dan mudah,
juga ekonomis, praktis, dan dapat sebagai pemeriksaan point-of-care (dekat
pasien), dan tetap mempunyai arti klinis yang penting (Bridgen, 1999; Estridge
et al, 2000; Lewis, 2001).

Gambar Laju Endap Darah

13
Jika terjadi peradangan tubuh terutama diperankan oleh pembuluh
darah dan leukosit (sel darah putih) akan bereaksi sebagai respons terhadap
suatu inflamasi yang sedang terjadi. Pada saat peradangan, makrofag akan
mengeluarkan interleukin 1 dan interleukin 6 yang merangsang hati untuk
meningkatkan produksi protein. Peningkatan protein inilah yang kemudian
akan mempercepat LED & menjadi dasar penggunaan LED sebagai salah satu
pertanda adanya peradangan dalam tubuh.
Proses pengendapan darah terjadi dalam 3 tahap yaitu tahap
pembentukan rouleaux, tahap pengendapan dan tahap pemadatan. Di
laboratorium cara untuk memeriksa Laju Endap Darah (LED) yang sering
dipakai adalah cara Wintrobe dan cara Westergreen. Pada cara Wintrobe nilai
rujukan untuk wanita 0 — 20 mm/jam dan untuk pria 0 — 10 mm/jam, sedang
pada cara Westergreen nilai rujukan untuk wanita 0 — 15 mm/jam dan untuk
pria 0 — 10 mm/jam. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Laju Endap
Darah (LED) adalah faktor eritrosit, faktor plasma dan faktor teknik. Jumlah
eritrosit/ul darah yang kurang dari normal, ukuran eritrosit yang lebih besar
dari normal dan eritrosit yang mudah beraglutinasi akan menyebabkan Laju
Endap Darah (LED) cepat. Pembentukan rouleaux tergantung dari komposisi
protein plasma. Peningkatan kadar fibrinogen dan globulin mempermudah
pembentukan roleaux sehingga Laju Endap darah (LED) cepat, sedangkan
kadar albumin yang tinggi menyebabkan Laju Endap Darah (LED) lambat.

2.2.2 Fase-fase LED


a. Fase pertama (fase pembentukan rouleaux)
Pada fase ini terjadi pembentukan rouleaux yaitu eritrosit mulai saling
menyatukan diri. Waktu yang dibutuhkan adalah dari beberapa menit
hingga 30 menit. Adanya makromolekul dengan konsentrasi tinggi di dalam
plasma, dapat mengurangi sifat saling menolak di antara sel eritrosit, dan
mengakibatkan eritrosit lebih mudah melekat satu dengan yang lain,

14
sehingga memudahkan terbentuknya rouleaux. Rouleaux adalah gumpalan
eritrosit yang terjadi bukan karena antibodi atau ikatan konvalen, tetapi
karena saling tarik-menarik di antara permukaan sel. Bila perbandingan
globulin terhadap albumin meningkat atau kadar fibrinogen sangat tinggi,
pembentukan rouleaux dipermudah hingga LED meningkat.

Gambar Fase Terjadi Rouleaux

b. Fase kedua (fase pengendapan cepat)


Fase ini disebut juga fase pengendapan maksimal, karena telah terjadi
agregasi atau pembentukan rouleaux atau dengan kata lain partikel- artikel
eritrosit menjadi lebih besar dengan permukaan yang lebih kecil sehingga
menjadi lebih cepat pula pengendapannya. Kecepatan pengendapan pada
fase ini adalah konstan. Waktunya 30 menit sampai 120 menit.
c. Fase ketiga (fase pengendapan lambat/ pemadatan)
Fase ini terjadi pengendapan eritrosit yang sangat lambat. Dalam keadaan
normal dibutuhkan waktu setengah jam hingga satu jam untuk mencapai
fase ketiga tersebut. Pengendapan eritrosit ini disebut sebagai laju endap
darah dan dinyatakan dalam mm/1jam.

15
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi LED
a. Faktor eritrosit
Faktor terpenting yang menentukan kecepatan endapan eritrosit adalah
ukuran atau masa dari partikel endapan. Pada beberapa penyakit dengan
gangguan fibrinogen plasma dan globulin, dapat menyebabkan
perubahan permukaan eritrosit dan peningkatan LED, LED berbanding
terbalik dengan vikositas plasma.
b. Faktor plasma
Beberapa protein plasma mempunyai muatan positif dan
mengakibatkan muatan permukaan eritrosit menjadi netral, hal ini
menyebabkan gaya menolak eritrosit menurun dan mempercepat
terjadinya agregasi atau endapan eritrosit. Beberapa protein fase akut
memberikan kontribusi terjadinya agregasi.
c. Faktor teknik dan mekanik
Faktor terpenting pemeriksaan LED adalah tabung harus betul-betul
tegak lurus, perubahan dan menyebabkan kesalahan sebesar 30%.
Selain itu selama pemeriksaan rak tabung tidak boleh bergetar atau
bergerak. Panjang diameter bagian dalam tabung LED juga
mempengaruhi hasil pemeriksaan. (Herdiman T. Pohan,2004).

2.2.4 Faktor Yang Meningkatkan LED


a. Jumlah eritrosit kurang dari normal, misalnya anemia.
b. Ukuran eritrosit yang lebih besar dari ukuran normal, sehingga lebih
mudah atau cepat membentuk rouleaux, sehingga LED dapat meningkat.
c. Peningkatan kadar fibrinogen dalam darah akan mempercepat
pembentukan rouleaux, sehingga LED dapat meningkat.
d. Tabung pemeriksaan digoyang/bergetar akan mempercepat pengendapan,
LED dapat meningkat.

16
e. Suhu saat pemeriksaan lebih tinggi dari suhu ideal (>20 °C) akan
mempercepat pengendapan, sehingga LED dapat meningkat.

Laju Endap Darah akan meninggi dalam waktu 1 jam apabila


mengalami, cedera, peradangan, atau kehamilan. LED juga akan
meningkat jika menderita infeksi yang kronis atau kasus-kasus dimana
peradangan menjadi kambuh, misalnya Tuberculosis (TBC) atau rematik.
Adanya tumor, Anemia, penggunaan Kortikosteroid, keracunan logam,
radang ginjal maupun liver juga kadang memberikan nilai yang tinggi
untuk LED. Laju Endap Darah bisa menurun akibat kelainan-kelainan sel-
sel darah merah seperti polisitemia vera yaitu suatu penyakit dimana sel
darah merah sangat banyak sehingga darah menjadi sangat kental.
(Bastiansyah, 2008).
LED dijumpai meningkat selama proses inflamasi/peradangan
akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit
kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya
kehamilan). Laju endap darah yang cepat menunjukkan suatu lesi yang
aktif, peningkatan LED dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses
yang meluas, sedangkan Laju LED yang menurun dibandingkan
sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan. Selain pada keadaan patologik,
LED yang cepat juga dapat dijumpai pada keadaan-keadaan fisiologik
seperti pada waktu haid, kehamilan setelah bulan ketiga dan pada orang
tua.
Pemeriksaan LED bermanfaat untuk mengetahui ada atau tidaknya
kelainan organik pada penderita yang menunjukan gejala samar-samar
yang disebabkan oleh polutan dan sebagai pemantau perjalanan atau
aktivitas penyakit. Polutan dapat mengganggu sirkulasi darah dalam tubuh
seseorang karena polutan mengandung zat beracun yang dapat

17
menyebabkan mengendapnya sel darah merah (eritrosit) lebih cepat dan
dapat mempengaruhi kenaikan LED.
(Sacher dan Mcpherson, 2004).

2.2.5 Faktor Yang Menurunkan LED


Lekositosis berat, polsitemia, abnormalitas protein (hiperviskositas), faktor
teknik (problem pengenceran, darah sampel beku, tabung LED pendek,
getaran pada saat pemeriksaan).
(Herdian T.Pohan,2004)

2.2.6 Pemeriksaan LED Metode Westergren dan Metode Wintrobe


a. Antikoagulan
Dalam penetapan LED, diperlukan darah yang tidak membeku, sehingga
biasanya digunakan antikoagulan. antikoagulan yang digunakan yaitu
dengan menggunakan Na sitrat 3,8%.
b. Prinsip Pemeriksaan LED
Darah yang dicampur dengan antikoagulan dimasukkan ke dalam tabung
westergren dan diamkan dalam suhu kamar dan posisi tegak lurus selama
satu menit, maka eritrosit akan mengendap di dasar tabung dan bagian atas
tertinggal plasma.
c. Pengukuran LED
Metode yang dipakai dalam pengukuran LED ada dua cara yaitu secara
makro dan mikro. Secara makro yaitu metode crista (Hellige volmer) dan
metode landau. Kedua metode ini sangat kurang popular di Indonesia.
Metode westergren didapat nilai yang lebih tinggi, hal itu disebabkan
karena pipet westergren yang hampir dua kali panjang pipet wintrobe pada
metode wintrobe.

18
Metode Westergren
Menggunakan pipet dan tabung westergren, nilai rujukan untuk wanita 0 - 15
mm/jam dan untuk pria 0 - 10 mm/jam.

1. Isaplah dalam semprit steril 0,4 ml larutan natrium sitrat 3,8% yang steril
juga
2. Lakukanlah pungsi vena dengan semprit itu dan isaplah 1,6 ml darah
sehingga mendapatkan 2,0 ml campuran.
3. Masukkanlah campuran itu ke dalam tabung dan campurlah baik-baik.
4. Isaplah darah itu ke dalam pipet Westergren sampai garis bertanda 0 mm,
kemudian biarkan pipet itu dalam sikap tegak lurus dalam rak Westergren
selama 60 menit.
5. Bacalah tingginya lapisan plasma dengan millimeter dan laporkanlah
angka itu sebagai laju endap darah.

Gambar Tabung Westergren Gambar Pipet Westergren Gambar Rak Westergren

Metode Wintrobe
Menggunakan tabung wintrobe dan pipet pasteur, nilai rujukan untuk wanita
0 - 20 mm/jam dan untuk pria 0 - 10 mm/jam
1. Perolehlah darah oxalat atau darah EDTA.
2. Dengan memakai pipet pasteur, masukkanlah darah itu ke dalam tabung
Wintrobe setinggi garis tanda 0 mm. Jagalah jangan sampai terjadi
gelembung hawa atau busa

19
3. Biarkan tabung Wintrobe itu dalam sikap tegak-lurus pada satu tempat
yang tidak banyak angin selama 60 menit.
4. Bacalah tingginya lapisan plasma dengan millimeter dan laporkanlah
angka itu sebagai laju endap darah.

Gambar Tabung Wintrobe Gambar Pipet Pasteur Gambar Rak Wintrobe

Pembacaan metode westergren dilihat dengan panjangnya kolom


plasma di atas tiang eritrosit dengan memperhatikan beberapa hal yaitu warna
plasma di atas eritrosit, kejernihan plasma misalnya menjadi keruh oleh karena
hiperlipemia, lapisan leukosit pada kolom eritrosit akan meningkat oleh
leukositosis dan leukemia, tajamnya batas antara darah dan plasma yang
menjadi tidak tajam oleh anisositosis (Wagener, 2002). Penting sekali untuk
menaruh pipet atau tabung LED dalam sikap tegak lurus, selisih kecil dari garis
vertikal sudah dapat berpengaruh banyak terhadap hasil LED. (R.
Gandasoebrata, 2007)

2.2.7 Kesalahan Pemeriksaan LED


a. Adanya gumpalan dalam darah sehingga menyebabkan hasil LED tidak
betul.
b. Gelembung-gelembung udara pada tabung sehingga menyebabkan adanya
kesalahan.
c. Kemiringan tabung LED.

20
2.3 Hubungan Inflamasi dengan LED
Inflamasi merupakan mekanisme tubuh yang penting untuk
mempertahankan diri dari benda asing yang masuk, misalnya invasi
mikroorganisme, trauma, bahan kimia, faktor fisik, dan alergi. Inflamasi adalah
reaksi di jaringan tubuh yang terutama diperankan oleh pembuluh darah dan
leukosit sebagai respons terhadap: infeksi, kerusakan jaringan (trauma, iskemia,
radiasi, luka bakar, frost bite, paparan zat kimia toksik), dan penyakit autoimun.
Pada inflamasi, makrofag mengeluarkan interleukin-1 dan interleukin 6 yang akan
menstimulasi hati untuk meningkatkan produksi protein fase akut. Peningkatan
protein fase akut inilah yang kemudian akan mempercepat LED & menjadi dasar
penggunaan LED sebagai salah satu penanda inflamasi.
Pelepasan mediator seperti histamin dan bradikinin oleh sel-sel inflamasi,
sel-sel endotel, aktivasi sistem komplemen dan sistem koagulasi merupakan gejala
dini dari inflamasi. Pelepasan berbagai sitokin pro-inflamasi terjadi pada invasi
bakteri yang selanjutnya menginduksi sel hati untuk mensistesis protein fase akut
(Abbas, Lichtman, Pober, 1997; Levinson, Jawetz, 2000; Baratawidjaja, 2002).
Misalnya pada Tuberculosis yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. M. tuberculosis masuk kedalam tubuh kemudian menyebabkan
terjadinya proses inflamasi. Pada proses ini sel melepaskan berbagai sitokin
proinflamasi antara lain IL-6. Selanjutnya IL-6 menginduksi sel hati untuk
mensintesis protein fase akut seperti C-reactive protein dan fibrinogen yang
berfungsi sebagai opsonin non spesifik pada proses fagositosis bakteri
(Raviglione, O’Brien, 2001).
Protein plasma yang mempercepat LED adalah protein fase akut, terutama
fibrinogen. Protein fase akut lain yang juga berpengaruh adalah haptoglobin,
ceruloplasmin, ɑ1-acid-glycoprotein, ɑ1-antitrypsin, dan CRP.2,3 Protein tersebut
mempengaruhi LED dengan menurunkan muatan negatif eritrosit (potensial zeta).
Potensial zeta berperan untuk menjaga eritrosit saling menjauh. Protein fase akut
yang bermuatan positif menyebabkan muatan negatif zeta potential eritrosit

21
menjadi netral. Zeta potential adalah muatan negatif pada permukaan eritrosit yang
menyebabkan terjadinya terjadi gaya tolak menolak pada eritrosit. Penurunan
muatan negatif zeta potential menyebabkan gaya tolak menolak eritrosit menurun
sehingga eritrosit cepat membentuk roulleaux dan proses pengendapan akan lebih
cepat, sehingga nilai LED melebihi normal. (Lewis, 2001; Morris, Davey, 2001;
Burns, 2004; Herdiman T. Pohan, 2004)

Gambar Mekanisme Inflamasi

Gambar Zeta potential

22
2.4 Kerangka Teori

Faktor Peningkat LED :

 Usia
 Jenis kelamin
 Peradangan/inflamasi
Protein Fase Akut
Meningkat
(Fibrinogen, CRP)
 Malignansi
 Nekrosis
 Stress Fisiologis
 Infeksi akut/ kronis
 Suhu (>20 °C)
 Getaran saat
pemeriksaan

PERUBAHAN
GAMBARAN LED
Faktor Penurun
 Leukositosis berat
 Polisitemia
 Abnormalitas Protein
 Faktor teknik :
o Pengenceran
o Darah beku
o Tabung Led
Pendek
o Getaran saat
pemeriksaan

23
2.5 Kerangka Konsep
Inflamasi/Peradangan
Akut

Kondisi LED Meningkat


Malignansi

Nekrosis

Stress Fisiologis

Infeksi Akut/Kronis

Laju Endap Darah (LED)

Perokok Aktif Cek Data LED

PENGARUH? Uji Nilai LED Perokok Pasif Cek Data LED

Tidak Merokok &


Jarang Terpapar Asap Cek Data LED
Rokok

Asap Rokok

Menyebabkan Penyakit

Kanker Paru,
Bronkitis, Jantung
Koroner,
Atherosklerosis,
Stroke, Hipertensi,
Diabetes,
Impotensi

24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental yaitu penelitian


yang dilakukan dengan mengambil data di lapangan dan selanjutnya dilakukan
pemeriksaan di laboratorium. Data (sampel darah) dikoleksi dari penduduk yang
tinggal pada daerah Kelurahan Cawang, Jakarta Timur. Sedangkan pemeriksaan
laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia.

3.2 Variabel Penelitian


Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel independen dan variabel
dependen. Variabel Independen dalam penelitian ini adalah paparan asap rokok.
Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah nilai LED.

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat : Laboratorium Patologi Klinik, FK UKI
Tanggal : 1 Maret – 31 Juli 2016
Waktu : 07.00-12.00 wib

3.4 Populasi dan Sampel


3.4.1 Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah seluruh warga berjenis kelamin laki-laki
antara umur 20-45 tahun di Kelurahan Cawang, Jakarta Timur. Ingin dipilih
4 kelompok subyek dengan masing-masing kelompok 30 orang, berarti total
ada 30x4 = 120 subyek terpilih.

25
3.4.2 Sampel
Metode yang digunakan dalam pemilihan sampel adalah metode
purposive sampling, dimana subyek dipilih berdasarkan kriteria yang
dianggap sudah cukup mewakili untuk diteliti.
Mula-Mula pada populasi akan di jelaskan mengenai tujuan dan
manfaat penelitian, lalu setelah itu mereka di wawancara singkat mengenai
perilaku merokok dan dibagi menjadi 4 kelompok yaitu : kelompok yang
merokok <10 batang per hari, kelompok yang merokok >10 batang per hari,
kelompok yang hampir setiap hari terpapar asap rokok, dan kelompok yang
tidak merokok dan jarang terpapar asap rokok. Maka selanjutnya diambil
120 subyek terpilih, masing-masing 30 subyek per kelompok.

3.5 Kriteria inklusi dan Eksklusi


3.5.1 Kriteria inklusi :
o Jenis kelamin subyek hanya boleh laki-laki
o Usia antara 20-45 tahun.
o Subyek yang merokok <10 batang per hari
o Subyek yang merokok >10 batang per hari
o Subyek yang hampir setiap hari terpapar asap rokok
o Subyek yang tidak merokok dan jarang terpapar asap rokok
o Bersedia berpartisipasi dalam penelitian
3.5.2 Kriteria eksklusi:
o Subyek yang sedang mengidap suatu penyakit ataupun penyakit menahun
o Subyek menolak berpartisipasi dalam penelitian
3.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang akan digunakan untuk memperoleh data
penelitian.
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah :
-Torniquet

26
-Spuit
-Kapas Alkohol 70%
-Larutan Na sitrat 3,8 %
-Pipet Westergren
-Tabung Westergren
-Rak Westergren
-Stopwatch

3.7 Cara Pengumpulan Data


Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengumpulan data
primer. Data primer didapatkan dengan cara melakukan uji LED pada subyek
yang terpapar asap rokok.
3.8 Rencana Analisis dan Pengolahan data
3.8.1 Rencana Analisis
Analisis data pada penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis
bivariate untuk mengetahui besar gambaran LED terhadap tingkat paparan
asap rokok pada laki-laki berumur 20-45 tahun yang berada di Kelurahan
Cawang, Jakarta Timur.
3.8.2 Pengolahan Data

Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan bantuan komputer dengan


menggunakan program SPSS windows versi 17. Prinsip pengolahan data
dari hasil laboratorium yang telah dikumpulkan adalah sebagai berikut :
1. Cleaning, yaitu data yang telah diperoleh dikumpulkan untuk dilakukan
pembersihan data yaitu mengecek data yang benar saja diambil sehingga
tidak terdapat data yang meragukan atau salah.
2. Editing, yaitu memeriksa hasil laboratorium yang telah dilaksanakan.
3. Coding, yaitu pemberian tanda atau kode untuk memudahkan analisa.

27
4. Tabulating, menyusun dan menghitung data hasil pengkodean untuk
disajikan dalam tabel.
5. Entry, yaitu data yang sudah diseleksi dimasukkan ke dalam komputer
untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.

3.9 Rencana Kegiatan


3.9.1 Prosedur Pelaksanaan
1. Setiap responden diberi informed consent dan diminta menandatangani
surat persetujuan untuk ikut dalam penelitian.
2. Subyek sudah diberitahu jadwal untuk pengambilan darah.
3. Setiap kelompok sebelumnya sudah di berikan informed consent dan
diminta berpuasa semalaman sebelum diambil darah pada pagi harinya.
4. Karena ada 30 subyek yang akan diperiksa setiap harinya maka
diperlukan 5 staf ahli untuk pengambilan darah dan 2 petugas lab untuk
menyiapkan alat-alat.
5. Waktu yang dipergunakan sebanyak 5 jam dimana 4 jam digunakan
untuk pemeriksaan dan 1 jam ekstra untuk pengambilan darah,
persiapan ulang alat-alat lab dan antisipasi subyek datang telat.
6. Ada 3 sesi pemeriksaan LED setiap harinya, setiap sesinya dibatasi
hanya untuk sebanyak 10 subyek agar tak merepotkan pemeriksa.
7. Alat-alat pengambilan darah harus baru dan steril
8. LED 1 jam diperiksa dengan Metode Westergren.
9. Data yang diperoleh dicatat dan dimasukkan dalam tabel data secara
rinci.
3.9.2 Pemeriksaan LED Metode Westergren
1. Isaplah dalam spuit steril 0,4 ml larutan natrium sitrat 3,8% yang steril
juga.
2. Lakukanlah pungsi vena dengan semprit itu dan isaplah 1,6 ml darah
sehingga mendapatkan 2,0 ml campuran.

28
3. Masukkanlah campuran itu ke dalam tabung dan campurlah baik-baik.
4. Isaplah darah itu ke dalam pipet Westergren sampai garis bertanda 0 mm,
kemudian biarkan pipet itu dalam sikap tegak lurus dalam rak Westergren
selama 60 menit.
5. Bacalah tingginya lapisan plasma dengan millimeter dan laporkanlah
angka itu sebagai laju endap darah.
Nilai Normal LED Metode Westergren :
 Pria : 0-10 mm/jam
 Wanita : 0-15 mm/jam

3.9.3 Alur Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 120 subyek laki-laki berumur antara 20-45
tahun yang terbagi dalam 4 kelompok penelitian, masing-masing kelompok
30 subyek.

Subyek terpilih

Perokok Bukan Perokok


(Kontrol)

Perokok Aktif Perokok pasif Periksa LED

Merokok <10 Merokok >10


batang per batang per Periksa LED
hari hari

Periksa LED Periksa LED

29
3.10 Rencana Anggaran Dana
Seperti yang sudah dijabarkan pada metodologi penelitian, maka semua
penelitian ini memerlukan sarana dan prasarana agar mendukung terlaksananya
penelitian dengan baik. Di bawah ini merupakan rencana anggaran dana untuk
penelitian.

No. Keterangan Jumlah (Rp)


1 Pencetakan Proposal 300.000
2 Biaya Subyek 3.000.000
3 Instrumen Penelitian 5.000.000
4 Laboratorium Patologi Klinik 2.500.000
5 Staff ahli 3.000.000
6 Biaya Transportasi 450.000
7 Memperoleh Tinjauan Pustaka 250.000
8 Laboratorium Komputer 300.000
Total Biaya 14.800.000

30
3.11 Jadwal Kegiatan

Kegiatatan Bulan ke

1 2 3 4 5

1. Penyusunan Proposal XX

2. Penyusunan XX
Instrumen
3. Persiapan Lapangan XX

4. Uji Coba Instrumen XX

5. Pengumpulan Data XXXX

6. Pengolahan Data XX

7. Analisis Data X

8. Penyusunan Laporan XX

3.12 Etika Penelitian


 Setiap subyek penelitian dijamin kerahasiaannya atas data yang diperoleh
dengan tidak menuliskan nama pasien tapi hanya berupa inisial.

31
 Sebelum melakukan penelitian maka peneliti akan meminta izin pada instansi
terkait untuk pengujian kode etik penelitian.

 Sebelum melakukan penelitian maka peneliti juga akan melakukan inform


consent serta menjelaskan tujuan serta resiko penelitian kepada subyek
penelitian pada sebuah surat yang dibubuhi tanda tangan.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha [Cited


on : 09/02/2016] Available at :
http://repository.maranatha.edu/2685/3/0910148_Chapter1.pdf
2. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha [Cited
on : 09/02/2016] Available at :
http://repository.maranatha.edu/1489/3/0210105_Chapter1.pdf
3. Gandasoebrata R, Penuntun Laboratorium Klinik, Cetakan Ke-15, Dian
Rakyat, Jakarta, 2013. Bag. Laju Endap Darah, hlm 37-38.
4. The McGill Physiology Virtual Lab : Erythrocyte sedimentation rate (ESR).
[Cited on : 08/02/2016]
Available at :http://www.medicine.mcgill.ca/physio/vlab/bloodlab/esr.htm
5. Hasil RISKESDAS 2013 - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.
[Cited on : 08/02/2016]
Available at :
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20
2013.pdf
6. Medscape : The Role of C-Reactive Protein in the Evaluation and
Management of Infants With Suspected Sepsis. [Cited on : 08/02/2016]
Available at :
http://www.medscape.com/content/2003/00/45/09/450937/450937_fig.html
7. Carey RB et al. Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) : The Test. American
Association for Clinical Chemistry. [Cited on : 08/02/2016]
Available at : https://labtestsonline.org/understanding/analytes/esr/tab/test/
8. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara [Cited on
: 07/02/2016] Available at :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40730/3/Chapter%20II.pdf
9. Karya Tulis Ilmiah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika PPNI Bali
[Cited on : 07/02/2016]
Available at : http://stikeswiramedika.ac.id/wp-content/uploads/2014/10/19-
GAMBARAN-LAJU-ENDAP-DARAH-MENGGUNAKAN-METODE-
WESTREGREEN-PADA-PENDERITA-TUBERKULOSIS-DI-RSUP-
SANGLAH-DENPASAR.pdf
10. Karya Ilmiah Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Ponorogo. [Cited on : 07/02/2016]

33
Available at : http://lib.umpo.ac.id/gdl/files/disk1/16/jkptumpo-gdl-fakultasil-
793-4-yayuk--d.pdf
11. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah
Semarang [Cited on : 07/02/2016]
Available at :http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-
febriaribr-6915-3-babii.pdf
12. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro [Cited on :
07/02/2016] Available at : http://eprints.undip.ac.id/31383/3/Bab_2.pdf
13. Kusuma AR, Pengaruh Merokok Terhadap Kesehatan Gigi Dan Rongga
Mulut. Majalah Ilmiah Sultan Agung. 2011. vol. 49, no. 124 [Cited on :
07/02/2016]
Available at :
http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/majalahilmiahsultanagung/article/view/3
9/33
14. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Semarang
[Cited on : 06/02/2016]
Available at : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/114/jtptunimus-gdl-
ervinakhoi-5700-2-babii.pdf

34
LEMBAR INFORM CONSENT

Yth. Responden

Saya yang bertandatangan dibawah ini


Nama : Axel Jusuf
NIM : 1461050177
Adalah mahasiswa program sarjana kedokteran fakultas kedokteran Universitas
Kristen Indonesia. Dalam kesempatan ini, saya bermaksud melakukan penelitian
dengan judul ”Pengaruh Paparan Asap Rokok terhadap Gambaran Laju Endap
Darah (LED)”. Di Laboratorium Patologi Klinik FK UKI
1. Bersama ini , ijinkan saya untuk memberikan penjelasan sebagai berikut :
Tujuan penelitian ini adalah mengathui pengaruh paparan asap rokok terhadap
gambaran laju endap darah (LED)
2. Manfaat penelitian ini secara umum untuk Memberikan informasi tentang
pengaruh paparan asap rokok terhadap kesehatan.
3. Responden yang disertakan sebanyak 120 orang, dalam penelitian ini adalah
laki-laki usia 25 -40 tahun, orang yang perokok, dan bukan perokok.
4. Penelitian dilakukan selama 5 Bulan
5. Selama penlitian berlangsung, responden diharapkan dapat bekerja sama.
6. Selama berlangsungnya kegiatan penelitian, peneliti menggunakan instrumen
penelitian dan akan dilakukan pengambilan darah.
7. Peneliti menjamin bahwa proses penelitian ini tidak akan melakukan tindakan
yang dapat membahyakan responden.
8. Informasi yang diperoleh dari penelitian akan dijamin kerahasiaannya dan
hanya akan digunakan semata-mata hanya untuk kepentingan penelitian ini.

9. Semua catetan yang berhubungan dengan penelitian ini akan disimpan ditempat
yang terjaga kerahasiannya, dan akan dimusnahkan setelah lima tahun.

35
10. Responden berhak mengajukan keberatan kepada peneliti jika terdapat hal-hal
yang tidak berkenaan bagi responden, dan selanjutnya akan dicari
penyelesaianya.

Demikian penjelasan ini saya sampaiakan dengan sebenarnya. Saya menghargai


atas kesediaan dan kerjasama responden untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Terima kasih.

Jakarta, Februari 2016


Salam hormat

Axel Jusuf

36

Anda mungkin juga menyukai