Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang juga melakukan
metabolisme, meskipun ukurannya hanya dapat dilihat dengan mikroskop.
Mikroorganisme mencakup bakteri, virus, maupun jamur. Organisme-organisme
tersebut giat melakukan aktivitas di lingkungan yang mereka tinggali untuk
menunjang kehidupannya.
Karena ukurannya yang sangat kecil, mikroba tidak dapat mengendalikan
lingkungan, justru keadaan lingkunganlah yang akan mempengaruhinya. Dengan
demikian, keberlangsungan hidup mikroba sangat bergantung pada kondisi
lingkungannya. Menurut Kusnadi, dkk (2003), hanya ada beberapa lingkungan di
bumi ini yang mengandung banyak jenis mikroorganisme, misalnya seperti
lingkungan dalam tanah yang subur.adanya pernyataan tersebut, dapat dikatakan
bahwa hanya ada beberapa kondisi lingkungan tertentu yang dapat mencukupi
kebutuhan dari mikroba.
Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan suatu kajian terkait pertumbuhan
mikroba, terutama faktor-faktor yang dapat mengendalikan pertumbuhan mikroba
tersebut. Oleh karena itu disusun makalah tentang “Pengaruh Lingkungan
Terhadap Mikroba”. Penitngnya tambahan ilmu dalam makalah ini, tentu akan
membantu keseimbangan alam, karena mikroba juga memberikan dampak pada
manusia maupun pada alam itu sendiri.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penyusunan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan faktor-faktor fisika terhadap pertumbuhan mikroba?
2. Bagaimana faktor yang mempengaruhi ketahanan sel/spora terhadap
panas?
3. Bagaimana hubungan faktor-faktor kimia terhadap pertumbuhan mikroba?
4. Bagaimana proses respirasi pada bakteri?

1
5. Bagaimana hubungan suhu terhadap pertumbuhan bakteri (P)?

Tujuan
Tujuan disusunnya makalah teoritis in yaitu mahasiswa dapat :
1. Mengetahui dan menganalisis hubungan faktor-faktor fisika terhadap
pertumbuhan mikroba.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi ketahanan sel/ spora terhadap
panas.
3. Menganalisis hubungan faktor-faktor kimia terhadap pertumbuhan
mikroba.
4. Mengetahui dan memahami proses respirasi pada bakteri.
5. Mengetahui dan memahami hubungan suhu terhadap pertumbuhan bakteri
(P).

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor Fisika
1. Potensi Reduksi – Oksidasi
Potensial Reduksi- Oksidasi (Eh) pada medium kultur merupakan faktor
kritis dalam penentu pertumbuhan suatu inokulum yang ada pada saat
dipindahkan ke media yang baru. Pada sebagian besar media yang kontak
dengan udara, Eh sekitar + 0,2 sampai + 0,4 Volt pada pH 7. Anaerob obligat
tidak dapat tumbuh pada keadaan demikian, Eh yang dibutuhkan paling sedikit
– 0,2 Volt. Keadaan kultur anaerobik dapat dibuat dengan mengeluarkan
oksigen, menggunakan sistem kultur anaerobik atau dengan penambahan
senyawa yang mengandung sulfidril, seperti kalsium tioglikolat
(merkaptoasetat). Selama pertumbuhannya bakteri aerobik dan anaerobik
mengalami penurunan Eh lingkungan, hal ini dapat diamati dan penting dalam
infeksi bernanah yang disebabkan oleh campuran bakteri aerobik dan
anaerobik yang mampu menyebabkan infeksi yang dimulai oleh bakteri
aerobik.
2. Temperatur
Setiap bakteri memiliki temperatur optimal dimana mereka dapat tumbuh
sangat cepat dan memiliki rentang temperatur dimana mereka dapat tumbuh.
Pembelahan sel sangat sensitif terhadap efek kerusakan yang disebabkan
temperatur, bentuk yang besar dan aneh dapat diamati pada pertumbuhan
kultur pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur yang mendukung
tingkat pertumbuhan yang sangat cepat. Berdasarkan rentang temperatur
dimana dapat terjadi pertumbuhan, bakteri dikelompokkan menjadi tiga:
1. Psikrofilik, -50 C sampai 300 C, optimum pada 10- 200 C;
2. Mesofilik, 10- 450 C, optimum pada 20- 400 C;
3. Termofilik, 25- 800 C optimum pada 50- 600 C.
Temperatur optimal biasanya mencerminkan lingkungan normal
mikroorganisme. Jadi, bakteri patogen pada manusia biasanya tumbuh baik
pada temperatur 370 C.

3
3. Konsentrasi Ion Hidrogen
pH medium biakan juga mempengaruhi kecepatan pertumbuhan, untuk
pertumbuhan bakteri juga terdapat rentang pH dan pH optimal. Pada bakteri
patogen pH optimalnya 7, 2- 7, 6. Meskipun medium pada awalnya
dikondisikan dengan pH yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tetapi secara
bertahap besarnya pertumbuhan akan dibatasi oleh produk metabolit yang
dihasilkan mikroorganisme tersebut.
Bakteri memiliki mekanisme yang sangat efektif untuk memelihara
kontrolregulasi pH sitoplasmanya (pHi). Pada sejumlah bakteri, pH berbeda
dengan 0,1 unit per perubahan pH pada pH eksternal. Hal ini disebabkan
kontrol aktivitas sistem transprion yang mempermudah masuknya proton.
Bermacam- macam sistem yang mencerminkan luas rentang nilai pHi
diperlihatkan oleh bakteri. Asidofil memiliki rentang pHi 6,5 - 7,0, neutrofil
memiliki rentang pHi 7,5 – 8,0 dan alkalofil memiliki nilai rentang pHi 8,4 -
9,0. Mikroorganisme fermentatif, produksi produk fermentatif yang bersifat
asam dan akumulasinya mengakibatkan gangguan keseimbangan pH dan
pembatasan pertumbuhan. Sejumlah mikroorganisme meningkatkan
mekanisme kompensasi untuk mencegah efek toksik dari akumulasi produk
yang bersifat asam dan berkonsentrasi tinggi tersebut. Contoh mekanisme
tersebut, dengan menginduksi jalur metabolik baru untuk tujuan produksi
produk netral butanol dari butirat oleh Clostridium acetobutylicum dan
butanediol dari asetat oleh Klebsiella aerogenes.
4. Kondisi Osmotik
Konsentrasi larutan yang aktif secara osmotik di dalam sel bakteri,
umumnya lebih tinggi dari konsentrasi di luar sel. Sebagian besar bakteri,
kecuali pada Mycoplasma dan bakteri yang mengalami kerusakan dinding
selnya, tidak toleran terhadap perubahan osmotik dan akan mengembangkan
sistem transpor kompleks dan alat pengatur sensor- osmotik untuk memelihara
keadaan osmotik konstat dalam sel.
Membrane–derived oligo saccharide (MDO) suatu unsur sel yang
terdapat pada E. Coli. Pada E. Coli dan bakteri Gram negatif lain terdapat 2
bagian cairan yang berbeda, sitoplasma yang terdapat pada membran dalam,

4
dan daerah periplasma yang terdapat diantara membran luar dan membran
dalam. Pada saat bakteri ini tumbuh pada medium dengan osmolaritas rendah
maka, membran sitoplasma yang sedikit kaku akan mengembang paling tidak
dapat mencegah perubahan osmolaritas daerah periplasma sama dengan
sitoplasma. Pada sel yang tumbuh dalam medium dengan osmolaritas rendah,
MDO merupakan sumber utama anion terrfiksasi pada daerah periplasma dan
berperan memelihara tekanan osmotik tinggi dan potensial membran pada
bagian periplasma. Struktur oligosakarida sangat layak untuk peran pengaturan
tersebut. Oligosakarida ini memiliki BM antara 2200- 2600 dan bersifat
impermeabel terhadap membran luar, suatu komponen penting untuk fungsi
spesifiknya. Oligosakarida ini terdiri dari 8- 10 unit glukosa. Pertumbuhan sel
pada medium dengan osmolaritas rendah mensintesis MDO pada kecepatan
maksimum, kecepatan sintesis nampaknya diatur secara genetik untuk
merespon perubahan osmolaritas medium.

B. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Sel/ Spora terhadap


Panas
Spesies jasad renik yang berbeda sangat bervariasi suhu optimalnya untuk
pertumbuhan. Bentuk psikhofilik tumbuh paling baik pada suhu rendah (15°C-
20°C); bentuk mesofilik tumbuh baik pada 30°C-37°C dan bentuk termofilik
tumbuh paling baik pada 50°C-60°C. Sebagian besar organisme bersifat
mesofilik; 30°C adalah optimal untuk banyak bentuk yang hidup bebas dan suhu
tubuh inang optimal untuk bentuk simbiosis dengan organisme homoiterm
(Jawetz et al, 1986).
Bagian atas dari jarak suhu dapat ditahan oleh suatu spesies sesuai dengan
stabilitas panas protein spesies tersebut yang diukur pada ekstrak sel. Jasad
renik, tumbuhan, hewan memberikan respon syok-panas: pembentukan sesaat dari
suatu set ‘protein syok-panas’ bila terkena suhu yang tiba-tiba meningkat di atas
suhu optimal pertumbuhan. Protein tersebut tampak sangat tahan terhadap panas
dan menstabilkan protein sel yang sensitif panas (Jawetz et al, 1986).
Hubungan antara suhu dan laju pertumbuhan untuk setiap jasad renik
terlihat sebagai bagian Arrhenius yang khas. Arrhenius memperlihatkan bahwa
logaritma kecepatan suatu reaksi kimia adalah fungsi linear yang berbanding

5
terbalik dengan suhu, karena pertumbuhan sel merupakan akibat dari suatu reaksi
kimia, maka juga akan memperlihatkan hubungan tersebut.
Daya tahan terhadap temperatur itu tidak sama bagi setiap spesies. Ada
spesies yang mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit di dalam cairan
medium pada temperatur 60°C, sementara bakteri yang membentuk spora seperti
genus Bacillus dan genus Clostridium itu tetap hidup setelah dipanasi dengan uap
100°C atau lebih selama kira-kira setengah jam (Dwidjoseputro, 1989).
Mekanisme ketahanan panas dari berbagai hasil penelitian menyatakan
bahwa senyawa peptidoglikan yang merupakan penyusun korteks dengan struktur
ikatan silang dan bersifat elektronegatif, sangat berperan dalam meningkatkan
ketahanan spora terhadap panas dengan cara mengontrol kandungan air di dalam
protoplas, yaitu mempertahankan kadar air yang rendah. Beberapa faktor yang
ikut mempengaruhi sifat polimer peptidoglikan juga ikut berperan menurunkan
ketahanan spora terhadap panas, misalnya adanya asam dan beberapa kation
multivalen. Selain itu, sturktur khas pada spora yang menyebabkan tahan panas
yaitu eksosporium (Setlow, 2005).

Gambar 1 Struktur Spora (Setlow, 2005).

C. Faktor Kimia yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri


Menurut Hamdayati (2011) secara kimia, Senyawa kimia dapat digunakan untuk
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Dwidjoseputro (1978)
kerusakan bakteri karena bahan kimia dapat dibagi atas 3 golongan yaitu
a. Oksidasi

6
Zat-zat seperti H2O2, Na2BO4, KMNO4 mudah melepaskan O2 untuk
menimbulkan oksidasi
b. Koagulasi atau penggumpalan protein
Banyak zat seperti air raksa, perak, tembaga, dan zat-zat organik seperti
fenol, formaldehida, etanol menyebabkan penggumpalan protein yang
merupakan konstituen dari protoplasma. Protein yang telah menggumpal
adalah protein yang mengalami denaturasi.
c. Depresi dan ketegangan permukaan
Sabun mengurangi tegangan permukaan sehingga dapat menghancurkan
bakteri
Senyawa kimia yang dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, dapat
dibedakan memjadi antiseptic, desinfektan, dan bahan kemoterapetik/antibiotic.
I. Antiseptik : substansi kimia yang digunakan pada jaringan hidup yang
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisma.
II. Desinfektan: substansi kimia yang dapat menghambat pertumbuhan sel
vegetatif pada materi yang tidak hidup. Desinfektan dapat digolongkan
dalam beberapa kelompok, yakni (Harper & Row, 1984) dalam Yanti
2010:
1. Senyawa halogen
Klor dan yodium merupakan dua unsur halogen yang dalam banyak
hal telah digunakan karena sifatnya yang anti mikroorganisme.
a. Yodium
Yodium telah digunakan secara luas untuk desinfeksi kulit dan
bersifat germisida terhadap hampir semua kuman pathogen,
termasuk fungi dan virus. Begitu pula spora, walaupun diperlukan
waktu lebih lama. Yodium mungkin pula digunakan untuk
mendesinfeksi berbagai barang peralatan dan untuk sanitasi
instrumen tertentu.
b. Klor
Elemen berbentuk gas ini berkhasiat bakterisid kuat yang
dalam konsentrasi kecil dapat dengan cepat membunuh kebanyakan
bakteri, spora, fungi, dan virus. Penggunaan utamanya adalah

7
sebagai desinfeksi lantai, air minum, dan kolam renang
(Dwidjoseputro, 1978).
2. Senyawa Fenol
a. Fenol
Larutan fenol (2-4)% berguna sebagai desinfektan. Karbol
merupakan nama lain untuk fenol. Fenol juga digunakan sebagai
standar untuk pembanding dengan desinfektan lain
(Dwidjoseputro, 1978).
b. Kresol
Merupakan derivate metal dengan minimal 50% metakresol,
khasiatnya 3 kali lebih kuat daripada fenol, sedangkan
toksisitasnya sama. Digunakan sebagai desinfektan rumah tangga
dan peralatan, misalnya lysol dan kreotin.
3. Zat-zat dengan aktifitas permukaan
a. Zat non ionogen
Dalam larutan tidak terurai menjadi ion. Khasiat anti bakterinya
ringan.
b. Zat ionogen
Zat-zat ini dapat dibagi dalam senyawa anionaktif dan kationaktif.
1) Zat anionaktif (sabun, bahan pembersih sintetis, Na
laurilsulfat). Zat-zat ini memiliki khasiat bakteriostatis terhadap
kuman gram positif, sedangkan terhadap kuman gram negative
tidak aktif.
2) Zat kationaktif, kerjanya lebih kuat terhadap kuman gram
positif daripada terhadap kuman gram negative, tidak aktif
terhadap mycobacteriae, virus dan spora.
c. Sabun
Sabun adalah garam natrium atau kalium dari asam lemak dan
memiliki khasiat bakteriostatis terhadap banyak kuman antara lain
Psedomonas, Proteus, dan Salmonella. Sabun sama sekali tidak
aktif terhadap E.coli dan Staphylococcus
d. Basa ammonium kuarterne : Quats

8
Senyawa ini berkhasiat bakterisid dan fungisid kuat kecuali
terhadap basil TBC/lepra, terhadap spora dan virus kurang aktif.
Daya kerjanya lebih lambat daripada yodium dan etanol. Quats
sering sekali digunakan sebagai desinfektan kulit. Penggunaan
lainnya adalah sebagai desinfektan instrument ditambah dengan
natriumnitrit guna mencegah timbulnya karat dan antiseptikum pra
bedah.
4. Alkohol, Aldehida, dan Asam
a. Etanol
Etanol murni kurang daya bunuhnya terhadap bakteri.
Etanol dan juga isopropanol pada kadar 60-80% dalam air
berkhasiat bakterisid dan fungisid kuat, yang bekerja cepat.
Spectrum kerjanya meliputi kuman gram negatif dan gram positif,
termasuk basil TBC, tetapi tidak efektif terhadap spora. Terhadap
virus dibutuhkan konsentrasi yang relative lebih tinggi dan dalam
lingkungan basa.
b. Formaldehid
Larutan gas ini dalam air berkhasiat bakterisid, fungisid dan
virusid, termasuk terhadap basail TBC, tetapi kerjanya relatif
lambat (beberapa jam).
c. Asam asetat
Asam cuka berkhasiat bakterisid dan sangat aktif terhadap
Pseudomonas dan Hemofilus.
5. Senyawa logam berat
a. Merkuriklorida, berkhasiat bakteriosatis dan fungistatis.
b. Merbromin peraknitrat, bekerja bakteriostatis lemah terhadap
staphylococci dan streptococci.
c. Peraknitrat, ion perak bersifat bakterisid kuat.
d. Silversulfadiazin, senyawa kompleks dari perak dengan
sulfaidiazin ini memiliki kerja bakterisid kuat terhadap banyak
bakteri.
e. Sengsulfat, berkhasiat bakteriostatis lemah

9
6. Oksidansia
a. Hydrogenperoksida, merupakan antiseptikum yang relative
lemah dengan kerja singkat.
b. Kaliumpermanganat, daya kerjanya agak lambat.
c. Kaliumklorat, zat ini merupakan suatu oksidator yang
berkhasiat bakteriostatis.
d. Natriumperborat, digunakan sebagai desinfektan dan deodorans
mulut.
7. Lain-lain
a. Belerang, elemen ini memiliki khasiat bakterisid dan fungisid
lemah.
b. Ichtammol, memiliki kerja bakteriostatis lemah, juga anti radang
dan anti gatal.
c. Balsam peru, berkhasiat bakteriostatis lemah.
d. Gentianviolet, berkhasiat bakterisid terhadap kuman gram positif,
dan fungisid terhadap beberapa jamur pathogen.
e. Nitrofural, memiliki sifat bakterisid etilenoksida, bersifat
bakterisid, fungisid, virusid dan juga sporosid.
f. Heksetidin, berkhasiat terhadap kuman gram positif dan gram
negatif, protozoa dan ragi Cadinda albicans.
III. Bahan kemoterapetik :substansi kimia yang dapat merusak/menghambat
pertumbuhan mikroorganisme dalam jaringan hidup, dihasilkan oleh
mikroorganisme.

D. Respirasi Bakteri
Respirasi adalah suatu proses yang terjadi pada organisme hidup. Dalam proses
ini terjadi pembongkaran suatu zat makanan sehingga terhasilkan energi yang
diperlukan untuk organisme tersebut. Menurut Dwidjoseputro (1989), respirasi
pada bakteri digolongkan menjadi 2 jenis antara lain:
1. Respirasi aerob
Respirasi aerob adalah respirasi yang memerlukan oksigen yang berasal
dari udara bebas. Dalam respirasi ini, bakteri dapat menggunakan glukosa

10
atau zat organik yang lain sebagai substrat untuk dioksidasikan menjadi
karbondioksida dan air, sedang bakteri sendiri memperoleh energi.
Persamaan kimia respirasi aerob yang sempurna dengan menggunakan
glukosa sebagai substrat dapat dituliskan sebagai berikut:
C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + H2O + 675 kcal.
(glukosa)
Jika pengoksidasian substrat tidak sempurna, maka energi yang dihasilkan
tidak sebanyak yang terjadi secara sempurna. Contohnya respirasi aerob
yang dilakukan oleh genus Acetobacter, substrat yang dioksidasikan berupa
alkohol atau etanol, sedang energy yang diperolehnya tidak begitu banyak.
Di bawah ini adalah persamaan kimianya.
CH3CH2OH + O2 CH3COOH + H2O + 116 kcal
Etanol asam cuka
Akibat oksidasi etanol yang tidak sempurna, hasil akhirnya bukan berupa
CO2 dan H2O, melainkan air dan suatu zat organik asam cuka.
2. Respirasi anaerob
Respirasi anaerob adalah respirasi yang tidak (tanpa) memerlukan oksigen
bebas. Respirasi anaerob dapat dilakukan secara antarmolekul atau secara
intramolekul. Respirasi antarmolekul hmapir mirip dengan respirasi aerob,
bedanya pada respirasi antarmolekul oksigen yang diperlukan untuk
mengoksidasi substrat tidak diperoleh dari udara bebas, melainkan dari
suatu senyawa, sedang yang direduksikan bukan oksigen tapi suatu
senyawa pula. Penerima hidrogen dapat berupa zat-zat seperti nitrit,
karbonat, atau sulfat. Energi yang ditimbulkan di dalam proses ini tidak
banyak. Sebagai contoh disebutkan:
2 H2O + 5S + 6 HNO3 N2 + 5 H2SO4 +energi
Di dalam hal ini, S dioksidasikan menjadi SO4 sedangkan HNO3
direduksikan menjadi N2.
Di dalam respirasi intramolekul, terjadi perubahan suatu molekul tanpa
oksidasi sama sekali, bagian dari suatu molekul kehilangan atom-atom H,
sedangkan bagian yang lain dari molekul tersebut mendapatkan tambahan
atom-atom H. Contohnya proses penghasilan alkohol oleh Saccharomyces
dengan glukosa sebagai substrat.

11
C6H12O6 2 CH3CH2OH + 2 CO2 + energi
Glukosa Etanol
Respirasi intramolekul dikenal sebagai fermentasi.

E. Pengaruh Suhu terhadap Pertumbuhan Bakteri


Daya tahan bakteri terhadap temperatur tidak sama bagi tiap-tiap spesies.
Ada spesies yang mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit di dalam
cairan medium pada temperatur 60oC, sebaliknya bakteri yang membentuk spora
genus Bacillus dan genus Clostridium itu tetap hidup setelah dipanasi dengan uap
100oC atau lebih selama kira-kira setengah jam (Dwijoseputro, 1994).
Temperatur maut (Termal Death Point) adalah temperatur yang serendah-
rendahnya yang dapat membunuh bakteri yang berada dalam standar medium
selama 10 menit. Tidak semua individu dari suatu spesies mati bersama-sama
pada suatu temperatur tertentu. Biasanya individu yang satu lebih tahan daripada
individu yang lain terhadap suatu pemanasan sehingga tepat bila kita katakan
adanya angka kematian pada suatu temperatur (Termal Death Rate)
(Dwijoseputro, 1994). Mengenai pengaruh temperatur terhadap kegiatan fisiologi,
maka mikroorganisme dapat bertahan di dalam suatu batas temperatur tertentu.
Berdasarkan atas batas temperatur itu, bakteri dapat dibagi atas (Dwijoseputro,
1994):
1. Bakteri termofil (politermik) yaitu bakteri yang tumbuh baik sekali pada
temperature\ 55 oC -65 oC, meskipun bakteri ini juga dapat berbiak pada
temperatur lebih rendah atau lebih tinggi daripada, yaitu dengan batas-
batas 40oC sampai 80oC
2. Bakteri mesofil (mesotermik) yaitu bakteri yang dapat hidup dengan baik
antara 5oC-60oC, temperatur optimumnya 25oC-40oC
3. Bakteri psikrofil (oligotermik) yaitu bakteri yang dapat hidup antara 0oC-
30oC,temperatur optimumnya 10oC-20oC. (Dwijoseputro, 1994).
Akan tetapi diatas suhu tertentu, protein, asam nukleat, dan komponen-
komponen sel lainnya mengalami kerusakan permanen. Selain berpengaruh pada
laju pertumbuhan, temperatur yang ekstrim dapat membunuh mikroorganisme
(Brooks, 2005).

12
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Faktor-faktor fisika yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba antara lain
potensi reduksi-oksidasi, temperatur, konsentrasi ion hidrogen, dan kondisi
osmotik. Faktor yang mempengaruhi resistensi mikroba terhadap panas yaitu
stabilitas panas protein pada spesies dan struktur spora yaitu eksosporium yang
menjadi ciri dari mikro bakteri atau spora. Bahan kimia yang mampu menghambat
pertumbuhan bakteri adalah antiseptik desinfektan dan antibiotik. Respirasi pada
bakteri dibedakan menjadi respirasi aerob dan respirasi anaerob. Yang
membedakan keduanya adalah diperlukan atau tidaknya oksigen bebas dalam
respirasi. Daya tahan bakteri terhadap temperatur tidak sama bagi tiap-tiap
spesies. Mengenai pengaruh temperatur terhadap kegiatan fisiologi, maka
mikroorganisme dapat bertahan di dalam suatu batas temperatur tertentu. Akan
tetapi diatas suhu tertentu, protein, asam nukleat, dan komponen-komponen sel
lainnya mengalami kerusakan permanen. Selain berpengaruh pada laju
pertumbuhan, temperatur yang ekstrim dapat membunuh mikroorganisme.

Saran
Setelah mempelajari materi “Pengaruh Lingkunga terhadap Lingkungan” ini
kiranya kita dapat memanfaatkan semaksimal mungkin sehingga dapat dimengerti
dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penulisan
makalah lebih baiknya sesuai dengan format yang ada PPKI. Kami sadar dan
mengakui bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka
kami harapkan saran yang membangun demi terciptanya makalah yang lebih baik.

13

Anda mungkin juga menyukai