Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang


penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu
penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman
TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk


atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,


penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan
langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan
penyembuhan penderita TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan
kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus
merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.
Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan
tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan didukung dengan
penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk

1
meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita TB. Pemeriksaan terhadap
kontak penderita TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak
yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif
(Depkes,2007).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama


menyerang penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang
berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan
membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat
menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu
seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara

2.2. Epidemiologi Tuberkulosis Paru

Dalam laporan WHO 2013, diperkirakan terdapat 8,6 juta kasus TBC pada
tahun 2012. Dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah pasien dengan HIV
positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah Afrika, pada tahun
2012 diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita TBC-MDR dan
170.000 diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2012, diperkirakan proporsi
kasus TBC anak diantara seluruh kasus TBC secara global mecapai 6% atau
530.000 pasien TBC anak pertahun, atau sekitar 8% dari total kematian yang
disebabkan TBC.

Indonesia berpeluang mencapai penurunan angka kesakitan dan kematian


akibat TBC menjadi setengahnya di tahun 2015 jika dibandingkan dengan data
tahun 1990. Angka prevalensi TBC yang pada tahun 1990 sebesar 443/100.000
penduduk, pada tahun 2015 ditargetkan menjadi 280/100.000 penduduk.
Berdasarkan hasil survei prevalensi TBC tahun 2013, prevalensi TBC paru
SMEAR positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun keatas sebesar 257.

3
Angka notifikasi kasus menggambarkan cakupan penemuan kasus TB.
Secara umum, angka notifikasi kasus BTA positif baru dan semua kasus dari tahun
ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan. Angka notifikasi kasus pada tahun
2015 untuk semua kasus sebesar 117/100.000.

2.3. Etiologi Tuberkulosis

Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh


bakteri. Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA) 4. Sumber
penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin.
Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke
dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari
paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari
seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular
penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),
maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberkulosis

4
ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut

2.4 Klasifikasi Tuberkulosis

1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:

A.Tuberkulosis paru

Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB


dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
Limfadenitis TB dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi
pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru,
dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan
sekaligus juga menderita TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB
paru.

B.Tuberkulosis ekstra paru

Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura,


kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan
tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus
diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium tuberculosis. Pasien TB
ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan
sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang
terberat.

2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:

A. Pasien baru TB : adalah pasien yang belum pernah mendapatkan


pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang
dari 1 bulan (˂ dari 28 dosis).

5
B. Pasien yang pernah diobati TB : adalah pasien yang sebelumnya
pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir,
yaitu:

• Pasien kambuh : adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh


atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil
pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh
atau karena reinfeksi).

• Pasien yang diobati kembali setelah gagal : adalah pasien TB yang


pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.

• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-


up) : adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up
(klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah
putus berobat /default).

• Lain-lain : adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir


pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

C. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa :

A. Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini
pertama saja

B. Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini
pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan

6
C. Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan

D. Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus


juga resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal
salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan
Amikasin)

E. Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau


tanpa resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode
genotip (tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).

4. Klasifikasi Berdasarkan Status HIV

A. Pasien TB dengan HIV positif (pasien KO-Infeksi TB / HIV) : adalah


pasien TBC dengan :

 Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapat ART, atau

 Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB

B. Pasien TBC dengan HIV negative : adalah pasien TBC dengan :

 Hasil tes HIV negative sebelumnya, atau

 Hasil tes HIV negative pada saat diagnosis TB.

Catatan : apabila pada pemeriksaan selanjutnya ternyata hasil tes HIV


menjadi positif, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya sebagai
pasien TB dengan HIV positif.

C. Pasien TBC dengan status HIV tidak diketahui : adalah pasien TBC
tanpa ada bukti pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TBC ditetapkan.

Catatan : apabila pada pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh hasil tes


HIV pasien, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan
hasil tes HIV terakhir

7
2.5. Patofisiologi Tuberkulosis

2.6. Diagnosis Tuberkulosis

1. Anamnesis

 Batuk > 2 minggu

8
 sesak nafas

 Keringat Malam

 Penurunan nafsu makan dan berat badan

 Demam dan malaise

2. Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan


kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal
atau dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda
pemeriksaan fisik paru tersebut dapat berupa: fokal fremitus meingkat,
perkusi redup, bunyi napas bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di
apex paru.

Pada lesi luas dapat pula ditemukan tanda-tanda seperti : deviasi trakea
ke sisi paru yang terinfeksi, tanda konsolidasi, suara napas amporik pada
cavitas atau tanda adanya penebalan pleura

3. Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai


keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
sewaktu-pagi-sewaktu (SPS).

A. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang


berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot
dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua

B. P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera


setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.

9
C. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi hari.

Pemeriksaan mikroskopisnya dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan


mikroskopis biasa di mana pewarnaannya dilakukan dengan Ziehl Nielsen
dan pemeriksaan mikroskopis fluoresens di mana ` pewarnaannya dilakukan
dengan auramin-rhodamin.

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD


(International Union Against Tuberculosis and lung Tuberculosis) yang
merupakan rekomendasi dari WHO.

10
4. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi
ialah foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada
pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada
beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks bila:

o Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)

o Hemoptisis berulang atau berat

o Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +

Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk.


Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif :

o Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan


segmen superior lobus bawah paru.

o Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.

o Bayangan bercak milier.

o Efusi Pleura

11
Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif :

o Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas dan atau
segmen superior lobus bawah.

o Kalsifikasi.

o Penebalan pleura

2.7. Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah


kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan
asam yang sifatnya berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat
dan cepat sekali timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat. Umumnya
antibiotika bekerja lebih aktif terhadap kuman yang cepat membelah
dibandingkan dengan kuman yang lambat membelah. Sifat lambat membelah

12
yang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
perkembangan penemuan obat antimikobakteri baru jauh lebih sulit dan lambat
dibandingkan antibakteri lain :

Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah : INH, Rifampisin,


Streptomisin, Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2 ): Kanamisin ,
Amikasin, Kuinolon.

Tabel 4 Jenis dan Obat OAT

Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori


yaitu :

1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol


setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan
rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:

a. Penderita baru TBC paru BTA positif.

13
b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.

2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3

Diberikan kepada :

a. Penderita kambuh.

b. Penderita gagal terapi.

c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.

3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3

Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif(10).

4. Kategori 4: RHZES

Diberikan pada kasus Tb kronik .

14
2.8 Efek samping obat Tuberkulosis

Sebagian besar pasien Tb paru dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek


samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan
selama pengobatan.Efek samping yang terjadi dapat yaitu :

1. Isoniazid (INH)

Sebagian besar pasien Tb paru dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek


samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena
itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting
dilakukan selama pengobatan.

2. Rifamisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan


pengobatan simptomatis ialah:

A. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

B. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare

C. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah
kadang-kadang diare Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

D. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus
distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman Tb paru pada keadaan
khusus

E. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah
satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan
diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang

F. Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas Rifampisin dapat


menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur.

15
Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka
mengerti dan tidak perlu khawatir.

3. Piranizamide

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai


pedoman Tb paru pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri
aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal
ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam
urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit
yang lain.

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa


berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun
demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai,
jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB
yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal
dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan


dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan
meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur
pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi
ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging
(tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan
bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan
diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap
(kehilangan keseimbangan dan tuli). Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi

16
berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema
pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti
kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera
setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi
0,25gr Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh
diberikan pada perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran
janin.

2.9 Komplikasi Tuberkulosis

Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan


komplikasi.Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan
menjadi dua, yaitu 17 :

1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema,


laryngitis, usus.

2. Komplikasi pada stadium lanjut:

Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut


adalah:

a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat


mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok
hipovolemik

b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus

c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan


jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru

d. Pneumotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah

e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan
sebagainya.

17
2.10. Prognosis Tuberkulosis

Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai


dengan ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi
kurang baik.

Kriteria hasil pengobatan :

1. Sembuh : pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan


pemeriksaan apusan dahak ulang (follow up), hasilnya negative pada foto
toraks AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.

2. Pengobatan lengkap : pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya


secara lengkap tetapi tidak ada hasil pemeriksaan asupan dahak ulang pada
foto toraks AP dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.

3. Meninggal : pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab


apapun.

4. Putus berobat : pasien tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih


sebelum masa pengobatannya selesai.

5. Gagal : pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau


kembali menjadi positif pada bulan kelima atau selama pengobatan.

6. Pindah : pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan lain dan
hasil pengobatannya tidak diketahui.

18

Anda mungkin juga menyukai