Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan
masyarakat yang berikatan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan
faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja.Bahaya pekerjaan(akibat
kerja), seperti halnya masalah kesehatan lingkungan lain bersifat akut atau kronis
(sementara atau berkelanjutan)dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu
waktu lama. Efek terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak
langsung.Kesehatan masyarakat kerjaperlu diperhatikan,oleh karena selain dapat
menimbulkan gangguan tingkat produktifitas,kesehatan masyarakat kerja tersebut
dapat timbul akibat pekerjaannya.
Sasaran kesehatan kerja kususnya adalah para pekerja dan peralatan kerja
di lingkungan.Melalui usaha kesehatan pencegahan dilingkungan maupun akibat
aktivitas dan produk terhadap masyarakat konsumen baik dilingkungan maupun
masyarakat luas
Tujuan kesehatan kerja adalah :
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja disemua
lapangan pekerjaan ketingkat yang setinggi-tingginya,baik fisik,mental,
maupun kesehatan sosial
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh tindakan/kondisi lingkungan kerjanya
3. Memberikan perlindungan bagi pekerjanya dari kemungkinan bahaya yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan
4. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

1
Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam hubungannya dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjanya,baik secara fisik maupun psikis yang meliputi
antara lain,metode bekerja kondisi kerja dan lingkungan kerja yang mungkin
dapat menyebabkan kecelakaan penyakit ataupun perubahan dari kesehatan
seseorang.

Pada hakekatnya ilmu kesehatan kerja mempelajari dinamika,akibat dari


problematika yang ditimpulkan akibat hubungan interaktif tiga komponen utama
yang mempengaruhi seseorang bila bekerja yaitu :

1. Kapasitas kerja : status kesehatan kerja,gizi kerja dan lain-lain.


2. Beban kerja : fisik maupun mental.
3. Beban tambahan yang berasal dari lingkungan kerja antara lain:
bising,panas, debu, parasit dan lain-lain.

Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai kesehatan kerja
yang optimal.Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat menimbulkan
masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang
pada akhirnya akan menurunkan produktifitas kerja.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja yang termasuk penyakit akibat kerja ?


2. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan akibat kerja ?
3. Apa tujuan kesehatan kerja ?
4. Bagaimana cara pencegahan kecelakaan kerja ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menyelesaikan
tugas dari mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja serta mengetahui lebih
lanjut tentang konsep Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian
Kesehatan kerja adalah upaya dari perusahaan untuk mepersiapkan,
memelihara dalam rangka penggunaan tenaga kerja dengan kesehatan sehingga
bekerja secara maksimal.
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau
kedokteran beserta praktek agar tenaga kerja memperoleh kesehatan setinggi-
tingginya.
Keselamatan kerja adalah berkaitan dengan cara kerja, mesin, peralatan,
lingkungan, sifat dan pekerjaan.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) difilosofikan sebagai suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin kebutuhan dan kesempurnaan baik jasmani
maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan pada manusia umumnya, hasil
karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan
pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan
proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah
Indonesia merdeka menimbulkan konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang
mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mnegakibatkan meningkatnya tuntunan yang lebih tinggi
dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis
kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang
dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No. 14 tahun 1969 tentang pokok-
pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU
No. 12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No. 13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja
atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dsn

3
kesehatan kerja, moral dsn kesusilaan dsn perlakuan yang sesuai dengan harkat
dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahn tersebut, maka dikeluarkanlah
peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai
pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement. STBI No. 406
tahub 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan
perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik
di darat, d idalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada
di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indnesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja
dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada
pelaksanaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
personil pengawasan. Sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh
karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3
yang ada di masyarakat. Meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra
sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar berjalan dengan
baik.

4
2.2 Penyakit Akibat Kerja
a. Golongan fisik
1. Suara yang keras dapat menyebabkan tuli.
2. Suhu tinggi dapat mneyebabkan heat stoke, heat cramps atau
hyperpyrexia.
3. Suhu rendah mneyebabkan chilblains, trench foot atau frostbite.
4. Penerangan yang kurang atau yang terlalu terang (menyilaukan)
menyebabkan kelainan penglihatan dan memudahkan terjadinya
kecelakaan.
5. Penurunan tekanan udara (dekompressi) yang mendadak dapat
menyebabkan caisson disease.
6. Radiasi dan sinar rontgen atau sinar radio aktif menyebabkan penyakit
darah dan kemandulan, kanker kulit dan sebagainya.
7. Sinar infra merah dapat menyebabkan catharfact lensa mata.
8. Sinar ultra violet dapat menyebabkan conjunctivitis photo electrica.
b. Golongan kimiawi
1. Gas yang menyebabkan keracunan misalnya : CC, HCN, H₂S, SO₂
2. Uap dan logam dapat menyebabkan ”metal fume fever”. Ataupun
keracunan logam misalnya karena Hg dan Pb.
3. Larutan atau cairan misalnya H₂SO₄. HCl dapat menyebabkan
keracunan ataupun dermatosis (penyakit kulit).
4. Debu-debu misalnya debu silica, kapas, asbest ataupun debu logam
berat bila terhirup ke dalam paru-paru menyebabkan pneumoconiosis.
5. Awan atau kabut dan insecticida ataupun fungicida pada penyemprotan
serangga dan hama tanaman dapat menyebabkan keracunan.
c. Golongan penyakit infeksi
Misalnya penyakit anthrax yang disebabkan bakteri anthracis pada
penyamak kulit atau pengumpul wool. Penyakit-penyakit infeksi pada
karyawan yang bekerja dalam bidang mikrobiologi ataupun dalam
perawatan penderita penyakit menular.

5
d. Golongan fisiologi
Penyakit yang disebabkan karena sikap badan yang kuarang baik
antara sesama karyawan, antara karyawan dengan pimpinan. Karena
pekerjaan yang tidak cocok dengan psikis karyawan, pekerjaan yang
membosankan ataupun karena upah (imbalan) yang terlalu sedikit
sehingga tenaga pikirannya tidak dicurahkan kepada pekerjaannya
melainkan kepada usaha-usaha pribadi untuk menambah penghasilan.
e. Golongan mental psikologi
Penyakit yang timul karena hubungan yang kurang baik antara
sesama karyawan, antar karyawan dengan pimpinan, karena pekerjaan
yang tidak cocok dengan psikis karyawan karena pekerjaan yang
membosankan ataupun karena upah (imbalan) yang terlalu sedikit
sehingga tenaga pikirannya tidak dicurahkan kepada pkekerjaannya
melainkan pada usaha-usaha pribadi untuk menambah penghasilan.

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan akibat kerja


a. Faktor biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favoreble bagi
berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman
pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci. Yang bersumber dari pasien,
benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui
kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hepatitis B) dapat
menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil di pekerjaan misalnya
karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.
Pencegahan :
1. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,
epidemilogi dan dssinfeksi.

2. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan


dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk
bekerja dengan bahan infeksius dengan benar.

6
3. Kebersihan diri dari petugas.

b. Faktor Kimia
Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan
bahan kimia dan obat-obatan sperti antibiotika. Demikian pula dengan
solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan
dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau
lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatn mereka.
Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat
kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak dioksan) dan
hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik
(trichloroethane.tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap
melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan
jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
1. Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada
untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk
mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3. Mengggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan,
celemek, jas laboratorium) dengan benar.
4. Hindari penggunaan lensa kontak karena dapat melekat antara mata
dan lensa.
5. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

7
c. Faktor ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan
alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan
dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja
yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya.
Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua
pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit
the Man to the Job. Sebagian besar pekerja di perkantoran atau pelayanan
kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis,
misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang
digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai
dengan ukuran pekerja indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan
dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien
dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan
Psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri
pinggang kerja (low back pain).

d. Faktor fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi :
1. Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stres dan
ketulian.
2. Pencahayaan yang kurang dapat menyebabkan gangguan penglihatan
dan kecelakaan kerja.
3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja.
4. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
5. Terkena radiasi khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya
teknologi pemeriksaan, penggunaannya sangat meningkat tajam dan
jika tidak di kontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.

8
Pencegahan :
1. Pengendalian cahaya di ruang kerja.
2. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi.
4. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5. Pelindung mata untuk sinar leser.
6. Filter untuk mikroskop.

f. Faktor psikososial
Beberapa contoh psikososial yang dapat menyebabkan stress
1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut
hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium di tuntut
untuk memberi pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan
kewibawaan dan keramaah-tamahan.
2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau
sesama teman kerja.
4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal
atau informal.

Anda mungkin juga menyukai