Anda di halaman 1dari 9

Efikasi Itrakonazol Oral pada Pengobatan Dermatitis

Seboroik
L KHONDKERa, AM CHOUDHURYb, MA WAHABc, MSI KHANd

Ringkasan:
Latar belakang: dermatitis seboroik merupakan dermatosis papuloskuamosa yang paling
sering dan terjadi pada 2% sampai 5% populasi. Prevalensi dermatitis seboroik pada pasien
dengan HIV AIDS positif berkisar antara 34% sampai 83%. Aktivitas anti inflamasi dari
itrakonazol oral dan efikasinya pada Malessezia menunjukkan bahwa kapsul intrakonazol
menjadi obat pilihan oral pertama di masa yang akan datang pada dermatisis seboroik.
Sayangnya tidak ada data berdasarkan penelitian akan efikasi itrakonazol oral untuk
pengobatan dermatitis seboroik di Bangladesh.
Tujuan: untuk mengevaluasi efikasi itrakonazol oral pada pengobatan dermatitis seboroik.
Metode: penelitian ini merupakan penelitian intervensi dan total tiga puluh tujuh pasien
dermatitis seboroik direkrut dari departemen Dermatology and Venereology, Bangabandhu
Sheikh Mujib Medical University (BSMMU). Penelitian dilakukan dalam waktu dua tahun
dari Januari 2008 hingga Desember 2009 dan teknik sampling menggunakan non-probability
sampling.
Hasil: skoring seboroik berkisar 6.33±1.15 sebelum terapi dan 4.33 ±3.21 setelah terapi,
skoring gatal berkisar 6.66 ±1.49 sebelum pengobatan dan 3.61 ±2.70 setelah pengobatan
dan skoring krusta berkisar 7.12 ±2.70 sebelum pengobatan dan 4.00 ±3.16 setelah
pengobatan. Penelitian juga mengamati derajat eritema sebelum pengobatan, eritema berat
pada 43.1% kasus, eritema sedang pada 51.4% kasus, dan eritema ringan pada 5.4% kasus.
Setelah pengobatan, 29.7% memiliki eritema berat, tidak ada yang memiliki eritema sedang,
43.2% memiliki eritema ringan, dan 27 % tidak memiliki eritema sama sekali. Sebelum
pengobatan, erupsi papular berat terjadi pada 27% kasus, erupsi papular sedang terjadi
pada 54.1 % kasus, dan hanya 18.9 % yang memiliki erupsi papular ringan. Tetapi setelah
pengobatan erupsi papular berat terjadi pada 10,8% kasus, erupsi papular sedang terjadi
pada 18.9 % kasus, dan hanya 51.4 % yang memiliki erupsi papular ringan dan 18.9% yang
tidak memiliki erupsi papular sama sekali. Derajat skuamosa diamati sebelum pengobatan,
skuamosa berat terjadi pada 37.8% kasus, skuamosa sedang terjadi pada 62.2 % kasus.
Setelah pengobatan, 18.9 % yang memiliki skuamosa berat, 10.8 % yang memiliki skuamosa
sedang, dan 45.9 % yang memiliki skuamosa ringan, serta 24.3 % yang tidak memiliki
skuamosa sama sekali. Perbaikan ditunjukkan pada 26 kasus (70.27 %) dan 11 kasus (29.73
%) yang tidak memiliki perbaikan dalam pengobatan.
Kesimpulan: penelitian ini menunjukkan bahwa itrakonazol oral memiliki efikasi yang
signifikan sebagai terapi pilihan dalam dermatitis seboroik.

Pendahuluan
Dermatitis seboroik adalah dermatosis papuloskuamosa yang paling umum, terjadi pada
sekitar 15-20% dari populasi.1 Penyakit ini merupakan penyakit inflamasi kronis superfisial,
penyakit dengan kecenderungan mengenai kulit kepala, alis, kelopak mata, lipatan nasolabial,
telinga, ketiak, lipatan di bawah payudara, umbilikus, lipatan paha dan lipatan bokong.
Penyakit ini dikarakteristikan atas dasar eritematosa bersisik. Sisik pada dermatitis seboroik
memiliki tampilan berwarna kuning dan berminyak. Rasa gatal yang berat mungkin terjadi.
Dalam kasus berminyak yang ekstrim, krusta kotor dengan bau yang menyengat dapat
meliputi seluruh sisik.2 penyebab dermatitis seboroik tidak diketahui; faktor-faktor
imunologi, gizi, lingkungan dan gaya hidup yang mungkin meningkatkan kecenderungan
untuk terjadinya dermatitis seboroik.3 Prevalensi dermatitis seboroik pada pasien HIV AIDS
positif antara 34% sampai 83%. Dermatitis seboroik pada pasien HIV AIDS positif lebih
berat dari biasanya mengalami penurunan kekebaalan.4 Dermatitis seboroik juga terkait
dengan pankreatitis alkoholik kronis, hepatitis virus C dan berbagai jenis kanker. Hal serupa
juga terjadi pada pasien dengan kelainan genetik, penyakit Hailey-Hailey dan sindrom cardio-
facio-cutaneous. Arsenik, emas, metildopa, cimetidine, dan obat narcoleptics, parkinsonisme
pasca ensefalitis, epilepsi, cedera supraorbital, paralisis wajah, poliomyelitis, syringomyelia,
dan quadriplegia; daerah dengan suhu musim gugur dan musim dingin, kelembaban yang
rendah dan psoriasis; defisiensi biotin, dan metabolisme abnormal asam lemak esensial
mungkin menjadi mekanisme penyakit ini.1 Penyakit ini berhubungan dengan Malassezia
spp.yang juga sering ditemukan pada pasien dengan dermatitis seboroik, meliputi pitiriasis
versicolor dan pityrosporum folikulitis.4 Pasien dengan dermatitis seboroik mungkin
menunjukkan peningkatan regulasi interferon (IFN)-g, ekspresi interleukin (IL)-6, ekspresi
IL-1a, dan IL-4. Ekspresi sitotoksisitas mengaktifkan ligan dan rekruitmen sel natural killer
(NK) juga telah dketahui.2 Itrakonazol merupakan agen antijamur lipofilik dan keratofilik
sistemik. Dermatitis seboroik menunjukkan penurunan marker inflamasi ketika diobati
dengan itrakonazol. Itrakonazol menekan gerakan acak dan kemotaksis neutrofil melalui
penghambatan produksi interleukin-8 pada keratosit epidermal.5 Aktivitas anti-inflamasi
itrakonazol oral dan efikasinya pada Malessezia menunjukkan bahwa kapsul itrakonazol
menjadi pilihan pengobatan oral pertama di masa depan pada dermatitis seboroik. Itrakonazol
memiliki lipofilisitas yang tinggi yang berarti bahwa konsentrasi itrakonazol untuk terapi
dapat menetap dalam kulit dan unsur tambahan dalam beberapa minggu bahkan setelah
penghentian terapi (efek reservoir). Efek antijamur dan anti-inflamasi dapat menjelaskan
terapi itrakonazol dosis rendah dalam jangka panjang.6 Sayangnya tidak ada penelitian akan
efikasi itrakonazole oral untuk pengobatan dermatitis seboroik di Bangladesh. Terbatasnya
informasi yang tersedia mengenai hal ini melatarbelakangi kami untuk berusaha melakukan
penelitian tersebut.

Bahan dan Material:


Penelitian intervensi dilakukan dalam jangka waktu dua tahun dari Januari 2008 sampai
Desember 2009 di departemen Dermatology and Venereology, Bangabandhu Sheikh Mujib
Medical University (BSMMU), Dhaka di Bangladesh. Total tiga puluh tujuh pasien
dermatitis seboroik dipilih dengan mempertimbangkan kriteria eksklusi seperti pasien dengan
hipersensitivitas terhadap bahan itrakonazol, kehamilan / menyusui, gangguan fungsi hati,
gangguan fungsi ginjal dan penyakit sistemik yang berat. Kkriteria inklusi seleksi pasien
mencakup pasien laki-laki dan perempuan dengan berbagai usia, pasien bersedia untuk
memberikan persetujuan ikut serta dalam penelitian ini, pasien diharapkan selalu siap sedia
selama durasi penelitian berhubungan dengan kunjungan penelitian dan pasien tidak
menerima pengobatan pada 2 minggu sebelum penelitian dan tidak dalam pengobatan
antifungi sistemik lain. Teknik sampling menggunakan teknik purposif tipe nonprobability
sampling. Setelah pengumpulan data, peneliti menyaring dengan pemeriksaan konsistensi,
suntingan dan akhirnya dianalisis menggunakan software SPSS (Statistical Package for
Social Science) method.

Prosedur Pengobatan: Semua pasien dengan dermatitis seboroik diobati dengan kapsul
itrakonazol oral (200 mg / hari X 7 hari) pada bulan pertama dan penggunaan berturut-turut
200 mg / hari selama 2 hari pertama pada 11 bulan berikutnya. Keterlibatan kulit sebelum dan
setelah terapi adalah dinilai dengan skor klinis berdasarkan nilai keterlibatan yang berbeda
dari eritema, erupsi papular dan sskuamasi (sisik). Pada evaluasi awal, pasien diperiksa pada
tiga daerah yaitu kulit kepala, wajah dan dada dan dinilai secara numerik pada setiap daerah
untuk eritema, erupsi papular dan skuamasi / skala: 0 = normal, 1 = ringan, 2 = sedang dan 3
= berat untuk semua keterlibatan kulit. Lesi kulit diperiksa sehubungan dengan diameter dan
warna. Daerah keterlibatan diukur menggunakan skala 1 sampai 5. Skala keterlibatan daerah
1 = kurang dari 10%, 2 = 11% -30%, 3 = 31% -50%, 4 = 51% - 70% dan 5 = lebih dari 70%.
Penilaian akhir dari perbaikan hasil dinilai setelah 12 bulan. Respon terhadap terapi dinilai
dengan skor sangat baik ketika > 75% perbaikan; baik ketika 50-75% pembersihan, cukup
ketika 25-50% perbaikan dan buruk ketika <25% perbaikan lesi kulit yang terjadi.

Hasil:
Total tiga puluh tujuh pasien dermatitis seboroik dari departemen Dermatology and
Venereology, Bangabandhu Sheikh Mujib Medical University (BSMMU) menjadi subyek
penelitian ini. Tabel I menunjukkan skoring seboroik sebesar 6.33 ± 1.15 sebelum
pengobatan dan 4.33 ± 3.21 setelah pengobatan, skoring gatal sebesar 6.66 ± 1.49 sebelum
pengobatan dan 3.61 ± 2.70 setelah pengobatan dan skoring krusta sebesar 7.12 ± 2,70
sebelum pengobatan dan 4.00 ± 3.16 setelah perawatan. Tabel II menunjukkan distribusi
derajat pasien dermatitis seboroik berdasarkan eritema, erupsi papular dan skuamasi, sebelum
dan setelah pengobatan. Pengamatan sebelum pengobatan, terdapat eritema berat pada 43,2%
kasus, eritema sedang pada 51,4% kasus dan eritema ringan pada 5,4% kasus. Dan setelah
pengobatan, 29,7% memiliki eritema berat, tidak ada pasien yang memiliki jenis eritema
sedang, hanya 43,2% yang memiliki eritema ringan dan 27% kasus tidak memiliki eritema
sama sekali. Sebelum pengobatan, erupsi papular berat terjadi pada 27% kasus, erupsi
papular sedang terjadi pada 54.1 % kasus, dan hanya 18.9 % yang memiliki erupsi papular
ringan. Tetapi setelah pengobatan erupsi papular berat terjadi pada 10,8% kasus, erupsi
papular sedang terjadi pada 18.9 % kasus, dan hanya 51.4 % yang memiliki erupsi papular
ringan dan 18.9% yang tidak memiliki erupsi papular. Derajat skuamosa diamati sebelum
pengobatan, skuamosa berat terjadi pada 37.8% kasus, skuamosa sedang terjadi pada 62.2 %
kasus. Setelah pengobatan, 18.9 % yang memiliki skuamosa berat, 10.8 % yang memiliki
skuamosa sedang, dan 45.9 % yang memiliki skuamosa ringan, serta 24.3 % yang tidak
memiliki skuamosa. Dari Tabel III diamati bahwa ketika keluhan adalah seboroik, tingkat
eritema adalah sedang 1 dan berat 2 sebelum pengobatan dan setelah pengobatan, tingkat
eritema adalah normal 1, ringan 1 dan berat 1, ketika keluhan adalah gatal, tingkat eritema
adalah ringan 2, sedang 9 dan berat 7 sebelum pengobatan dan setelah pengobatan, tingkat
eritema adalah normal 9, ringan 4 dan berat 5, ketika keluhan adalah krusta, tingkat eritema
adalah sedang 9 dan berat 7 sebelum pengobatan dan setelah pengobatan, ringan 11 dan berat
5. Ketika keluhan adalah seboroik, tingkat erupsi papular adalah ringan 1, dan sedang 2
sebelum pengobatan dan setelah pengobatan, tingkat erupsi papular adalah ringan 2, dan
moderat 1. Ketika keluhan adalah gatal, tingkat erupsi papular adalah ringan 5, sedang 8 dan
berat 5 sebelum pengobatan dan setelah pengobatan, tingkat erupsi papular adalah normal 3,
ringan 10, sedang 3 dan berat 2. Ketika keluhan adalah krusta, tingkat erupsi papular adalah
ringan 1, sedang 10 dan berat 5 sebelum pengobatan dan setelah pengobatan, tingkat erupsi
papular adalah normal 4, ringan 7, sedang 3 dan berat 2. Dan ketika keluhan adalah seboroik,
tingkat sskuamasi adalah sedang 3 sebelum pengobatan dan setelah pengobatan adalah ringan
2 dan moderat 1. Ketika keluhan adalah gatal, tingkat skuamasi adalah sedang 11 dan berat 7
sebelum pengobatan dan setelah pengobatan, tingkat skuamasi adalah normal 3, ringan 10,
sedang 3 dan berat 2 dan ketika keluhan adalah krusta, tingkat skuamasi adalah moderat 9
dan berat 7 sebelum pengobatan dan setelah pengobatan, tingkat skuamasi adalah normal 6,
ringan 5 dan berat 5. Gambar I menunjukkan tingkat perbaikan setelah pengobatan pada 37
pasien dermatitis seboroik. Peningkatan ditunjukkan pada 26 (70,27%) kasus dan 11
(29,73%) kasus tidak menunjukkan adanya perbaikan sama sekali. Uji statistik telah
dilakukan dan ditemukan hasil yang signifikan (p <05). Dalam tabel IV perbaikan diamati
pada saat kunjunagn pertama di akhir minggu ke 6. Respon cukup baik pada 10 (38,46%)
kasus dan buruk pada 16 (61,54%) kasus dan perbaikan yang nyata diamati pada kunjungan
kedua pada akhir minggu ke 12 . Respon yang baik pada 23 (88,46%) kasus, cukup pada2
(7,69%) dan buruk pada 1 (3,85%) kasus.
Pembahasan:
Jenis penelitian intervensi dilakukan
untuk mengevaluasi efikasi itrakonazol
dalam pengobatan dermatitis seboroik.
Total 37 pasien dari dermatitis seboroik
menjadi subyek penelitian ini. Skoring
seboroik adalah 6.33 ± 1.15 sebelum
pengobatan dan 4.33 ± 3.21 setelah
pengobatan, skoring gatal adalah 6.66 ±
1.49 sebelum pengobatan dan 3.61 ± 2.70
setelah perawatan dan skoring krusta
adalah 7.12 ± 2.70 sebelum pengobatan
dan 4,00 ± 3.16 setelah pengobatan, sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh Kose et al dan Baysal et al.5,6 Diamati sebelum
pengobatan, eritema berat pada 43.1% kasus, eritema sedang pada 51.4% kasus, dan eritema
ringan pada 5.4% kasus. Setelah pengobatan, 29.7% memiliki eritema berat, tidak ada yang
memiliki eritema sedang, 43.2% memiliki eritema ringan, dan 27 % tidak memiliki eritema
sama sekali. Sebelum pengobatan, erupsi papular berat terjadi pada 27% kasus, erupsi
papular sedang terjadi pada 54.1 % kasus, dan hanya 18.9 % yang memiliki erupsi papular
ringan. Tetapi setelah pengobatan erupsi papular berat terjadi pada 10,8% kasus, erupsi
papular sedang terjadi pada 18.9 % kasus, dan hanya 51.4 % yang memiliki erupsi papular
ringan dan 18.9% yang tidak memiliki erupsi papular sama sekali. Derajat skuamosa diamati
sebelum pengobatan, skuamosa berat terjadi
pada 37.8% kasus, skuamosa sedang terjadi
pada 62.2 % kasus. Setelah pengobatan,
18.9 % yang memiliki skuamosa berat, 10.8
% yang memiliki skuamosa sedang, dan
45.9 % yang memiliki skuamosa ringan,
serta 24.3 % yang tidak memiliki skuamosa
sama sekali, sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh Baysal di mana awalnya
sisik yang menghilang diikuti eritema dan
erupsi papular.6

Penelitian ini menunjukkan bahwa skoring pasien dermatitis seboroik, sebelum


pengobatan adalah 6.83 ± 1.30 dan setelah pengobatan adalah 3.83 ± 1.18 seperti pada
penelitian Kose et al di mana skoring pasien dermatitis seboroik, sebelum pengobatan adalah
10,44 ± 2,45 dan setelah perawatan adalah 3,30 ± 1.90.5 Perbaikan ditunjukkan pada 26
(70,27%) kasus dan 11 (29,73%) kasus tidak menunjukkan adanya perbaikan sama sekali,
sama dengan dengan temuan pada penelitian Kose et al di mana perbaikan klinis diamati pada
23 (83%) pasien dari 29 pasien dan penelitian Baysal di mana perbaikan yang diamati terjadi
pada 28 (87%) pasien dari 32 pasien.5,6

Kesimpulan:
Hal itu dibuktikan bahwa sebelum pengobatan, eritema sedang terjadi dalam sebagian besar
kasus, tetapi setelah pengobatan, tidak ada pasien yang memiliki jenis eritema sedang, dan
mayoritas memiliki jenis eritema ringan dan lebih dari seperempat kasus tidak memilki
eritema sama sekali. Erupsi papular sedang terjadi pada sebagian besar kasus sebelum
perawatan tetapi setelah pengobatan, setengah dari pasien memiliki jenis erupsi papular
ringan dan seperlima tidak ada erupsi papular sama sekali. Lebih lanjut mengamati bahwa
sebelum pengobatan, skuamasi sedang terjadi pada sebagian besar kasus. Tapi setelah
pengobatan, setengah dari pasien memiliki jenis skuamasi ringan dan seperempat tidak
memiliki skuamasi sama sekali. Peningkatan ditunjukkan dalam tiga perempat kasus dan
seperempat kasus menunjukkan tidak adanya perbaikan sama sekali. Tingkat perbaikan
diamati pada kunjungan pertama di akhir minggu ke 6. Respon cukup dalam sepertiga kasus
dan buruk dalam sebagian kasus. Perbaikan yang nyata terjadi kunjungan kedua pada akhir
minggu ke 12. Respon yang baik terjadi pada tiga per empat kasus.

Rekomendasi:
Penelitian ini mengungkapkan efikasi nyata dari itrakonazol sebagai pilihan terapi pada
dermatitis seboroik. Penelitian ini secara terbuka dan tanpa menggunakan kontrol dengan
jumlah kasus yang terbatas. Lebih lanjut, penelitian dengan kontrol plasebo, tersamar, dan
acak perlu dilakukan untuk menyelidiki efektivitas terapi. Itrakonazol masih mahal,
penelitian akan efektivitas biaya perlu dilakukan. Jika penelitian di masa datang melibatkan
jumlah sampel yang besar dengan sokongan dana yang mencukupi, temuan penelitian dapat
lebih reliabel.
Referensi:
1. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Dermatol. 2003 Aug; 42(8): 632-5 8.
Austen KF, Goldsmith LA Gupta AK, Bluhm R, Cooper EA,
and Katz SI. Fitzpatrick’s Dermatology in Summerbell RC, Batra R.
General Medicine. Seborrheic dermatitis. Dermatol Clin.
6th edition. The McGraw- Hill 2003 Jul; 21(3): 401-
Companies; 2003:1198-1204. 412.
2. James WD, Berger TG and Elston D. 9. Hay RJ, Graham-Brown RA.” Dandruff
Andrews’ Diseases of and seborrhoeic
the skin- Clinical Dermatology. 10th dermatitis: causes and management “.
edition. Saunders Clinical and
Elsevier; 2006:191-192. Experimental Dermatology 1997 January ;
3. Gupta AK and Bluhm R. Seborrheic 22 (1): 3–6
dermatitis. Journal of 10. Janniger CK, Schwartz RA.
European Academy of Dermatology and “Seborrheic dermatitis”. American
Venereology 2004; Family Physician 1995 July; 52 (1): 149–
18: 13-26. 55, 159–60.
4. Dunic I, Vesic S, Jevtovic DJ. Oral 11. Nowicki R. “ Modern management of
candidiasis and seborrheic dandruff “ (in Polish).
dermatitis in HIV infected patients on Polski Merkuriusz Lekarski 2006 Jan; 20
highly active (115): 121–4.
antiretroviral therapy. HIV Med. 2004 Jan; 12. Parry ME, Sharpe GR. “Seborrhoeic
5(1): 50-54. dermatitis is not caused
5. Kose O, Erbil H, Gur AR. Oral by an altered immune response to
itraconazole for the treatment Malassezia yeast”. The
of Seborrheic dermatitis: an open, non- British Journal of Dermatology 1998 Aug;
comparative trial. 139 (2): 254–63.
Journal of the European Academy of 13. Schwartz RA, Janusz CA, Janniger
Dermatology and CK. “Seborrheic
Venereology(JEADV)2008; 19(2): 172- dermatitis: an overview”. American
175. Family Physician 2006
6. Baysal V, Yildirim M, Ozcanli C and July ; 74 (1): 125–30.
Ceyhan M. Itraconazole 14. Schwartz JR, Rocchetta H,
for the treatment of Seborrheic dermatitis: Asawanonda P, Luo F, Thomas
a new treatment JH. Does tachyphylaxis occur in long-
modality. International Society of term management of
Dermatology International scalp seborrheic dermatitis with pyrithione
Journal of Dermatology 2004; 43:63-66. zinc-based
7. Koca R, Altinyazar HC, Esturk E. Is treatments? Int J Dermatol. Jan 2009;
topical metronidazole 48(1):79-
effective in seborrheic dermatitis? Adouble 85. [Medline].
blind study. Int J 15. Wolverton SE. Comprehensive
Dermatologic Drug Therapy.
W. B. Saunders Company; 2001: 62-66.
16. Johnson BA and Nunley JR. Treatment
of Seborrheic
dermatitis. American Academy of Family
Physicians 2000;
61:2703-10.
17. Elish D, Silverberg NB. Infantile
seborrheic
dermatitis. May 2006; 77(5): 297- 300.
[Medline].
18. Bergbrant IM. Seborrhoeic dermatitis
and Pityrosporum ovale:
cultural, immunologic and clinical studies.
Acta Derm
Venereol 1991; Suppl. 167: 10-36

Anda mungkin juga menyukai