Anda di halaman 1dari 16

DEPARTEMEN ANESTESI LAPORAN KASUS

TERAPI INTENSIF DAN FEBRUARI 2018


MANAJEMEN NYERI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

PENGELOLAAN JALAN NAPAS


(AIRWAY MANAGEMENT)

OLEH:
Annisa Rahmah
C111 13 013

SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Alamsyah A. A. Husain, Sp.An

RESIDEN PEMBIMBING
dr. Tekad Ariffianto

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ANESTESI TERAPI INTENSIF
DAN MANAJEMEN NYERI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Berikut nama-nama dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Annisa Rahmah


NIM : C11113013
Judul Lapsus : Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management)

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepanitraan klinik pada


Departemen Anastesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Februari 2018

Residen Pembimbing Coass

dr. Tekad Ariffianto Annisa Rahmah

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Alamsyah A. A. Husain, Sp.An


STATUS PASIEN
I. Identitas
Nama : Tn.A.G
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 24-04-1971
Umur : 46 tahun
Alamat : Sinjai
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Swasta
Penjamin : BPJS
No. Rekam Medis : 831679
Tanggal pemeriksaan : 27 Januari 2018

II. Anamnesis
Keluhan Utama : Kesadaran menurun

Riwayat Penyakit Sekarang : Kesadaran menurun dialami sejak 1 hari


sebelum masuk rumah sakit akibat kecelakaan lalu lintas. Peristiwa tersebut
terjadi sekitar pukul 17.00 WITA kemudian pasien diantar ke Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Sinjai. Oleh karena fasilitas yang kurang memadai,
maka pasien dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat DR. Wahidin
Sudirohusodo (RSWS) Makassar dan tiba sekitar pukul 19.00. Riwayat
muntah ada pasca kecelakaan.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat alergi (-), riwayat hipertensi (-),


riwayat Penyakit jantung (-), riwayat DM (-).

Riwayat Pengobatan :
Riwayat mengkonsusmsi obat-obat antihipertensi (-), riwayat
mengkonsumsi obat-obatan anti diabetes mellitus (-), riwayat
mengkonsumsi obat-obat antidiuretic (-), riwayat mengkonsumsi obat-
obatan penyakit jantung (-).

Riwayat Konsumsi Makanan dan Minuman terakhir : Makanan: nasi,


sayur, ikan sekitar pukul 14.00
Minuman : air putih sekitar pukul 15.00
Riwayat Kebiasaan : konsumsi alkohol (-), merokok (-)

III. Pemeriksaan fisik


 Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit berat
Kesadaran : GCS 4 (E1M2V1)
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Laju nafas : 30x/menit
Nadi : 157x/menit
Suhu : 36,8 °C
Antropometri
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 160 cm

 PRIMARY SURVEY
Airway : gurgling
Breathing : 30 x/menit,spontan abdominothorakal
Circulation : tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 157x/menit. reguler, kuat angkat
Disability: GCS 4 (E1M2V1), diameter pupil kanan 4 mm dengan
refleks cahaya negatif sedangkan mata pupil kiri tidak bisa dinilai
Exposure : 36,8 °C
 Secondary survey
Regio abdomen :
Inspeksi : tampak cembung
Auskultasi : peristaltik ada
Palpasi : massa tumor (-), nyeri tekan (-) , krepitasi (-), ascites (-)
Perkusi : timpani

 B1 : napas spontan, takipnea, thoracal, RR : 30x/menit, ronkhi +/+ dan


wheezing tidak ada
 B2 : TD :150/100 mmHg, HR : 157 x/menit, reguler, kuat angkat.
 B3 : GCS 4 (E1M2V1), diameter pupil kanan 4 mm dengan refleks cahaya
negatif dan pupil kiri tidak bisa dinilai
 B4 : urin perkateter
 B5 : abdomen supine, peristaltik (+)
 B6 : edema (+), palpebra kiri hematom (+), suspek fraktur os nasal

 Status Lokalis
 Kepala dan leher : anemis (-/-), ikterik (-/-), pembesaran KGB (-)
 Thorax
o Paru :
 Inspeksi : Pergerakan dada simetris, D=S
 Palpasi : Fremitus raba simetiris, D=S
 Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, rhonki +/+, wheezing
(-)
o Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V MCL (S)
 Perkusi :
 Batas jantung kanan : ICS III PSL (D)
 Batas jantung kiri : ICS V MCL (S)
 Auskultasi : S1/S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
o Inspeksi : datar
o Palpasi : massa tumor (-)
o Perkusi : timpani
o Auskultasi : peristaltik (+)
 Ekstremitas : akral hangat, edema (-) kecuali di palpebra kiri hematom (+),
atrofi otot (-), mutilasi (-)

IV. Pemeriksaan penunjang


Laboratorium :
WBC : 2,8 x 103
RBC : 5,71 x 10 6/mm3
HGB : 16,3 g/dl
HCT : 48 %
PLT : 208 x 103/m3
CT : 8’30 menit
BT : 2’30 menit
PT : 14,2
INR :1,36
APTT : 32,7
GDS : 135
SGOT/SGPT: 91 / 22
Ur/Cr : 34 / 1,28
Na / K / Cl : 147 / 4,0 / 106
HbsAg : non reaktif
Foto thorax PA : cor dan pulmo dalam batas normal
CT Scan kepala tanpa kontras :
1) Mastoid dalam batas normal
2) Tampak subgaleal hematom di frontotemporoparietal bilateral
terutama kiri
Uraian kesan pemeriksaan:
-Multiple fraktur pada os frontal kiri (fraktur kominutif). Lamina
papiracea kiri, orbita floor kiri, dinding anteromediolateral sinus
maxillaris kiri, os cilvus, septum nasi, lasser wing of sphenois
kiri.
-perdarahan intracerebri kiri yang meluas ke intraventrikel kiri
disertai herniasi subfalcine
-perdarahan subdural tipis di tentorium cerebelli dan falx cerebri
-multihematosinus
-subgaleal hematom di frontotemporoparietal bilateral terutama kiri

V. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, maka pasien tersebut menderita
Traumatic Brain Injury Severe GCS 4 (E1M2V1)

VI. Planning
 Intubasi endotracheal (bila keluarga setuju)
BAB I
PENDAHULUAN

Mengenali dan mengantisipasi dekompensasi pernapasan adalah tahap


pertama dalam pengelolaan jalan napas darurat. Pengenalan dasar meliputi
pemastian patensi jalan napas, perlindungan terhadap aspirasi, dan pemberian
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat. Pengelolaan jalan napas merupakan salah
satu keterampilan yang sangat penting dalam kegawatdaruratan karena jika jalan
napas tidak adekuat maka pasien dapat kehilangan nyawa dengan cepat. Sebelum
membebaskan jalan napas, tentu dokter ataupun paramedis harus mengenal
beberapa tanda-tanda sumbatan jalan napas. 1,2

ABC (Airway, Breathing, Circulation) merupakan respon awal pada pasien


dengan kondisi yang sakit berat. Penilaian jalan napas awal meliputi penilaian untuk
obstruksi jalan napas. Secara umum, sumbatan jalan napas dapat dibagi atas
sumbatan parsial (sebagian) ataupun sumbatan total.1 Sumbatan parsial sering
ditandai dengan adanya suara snorring (ngorok) bahwa lidah jatuh ke belakan, atau
gurgling yang menandakan adanya cairan di jalan napas. Jalan napas yang adekuat
dapat dinilai dengan memberikan pertanyaan sederhana seperti “Pak,Pak, Anda
kenapa?”, “Siapa nama Anda?”. Pada obstruksi total, suara napas tidak terdengar
lagi. Look, Listen and Feel merupakan langkah penialian jalan napas, setelah itu
menentukan jenis sumbatan jalan napas, dengan mengetahu jenis sumbatan jalan
napas, maka pengelolaan jalan napas yang akan diberikan pun akan sesuai.
Manuver head tilt-chin lift merupakan manuver yang dapat mengekstensikan kepala
menjadi “sniffing position” dan membuat lidah tidak jatuh ke belakang, merupakan
metode yang sangat bisa dilakukan untuk membuka jalan napas. Hiperekstensi dari
kepala tidak dianjurkan dan mungkin saja dapat menyebabkan obstruksi jalan
napas. Misalnya sumbatan jalan napas sebagian (parsial) seperti gurgling (terdapat
cairan di jalan napan) maka dapat dilakukan suctioning atau pada keadaan snorring
dapat dipasangkan gudle (oropharyngeal airway) (gambar A).

(A)

Pengelolaan jalan napas lainnya dapat dilakukan intubasi.2 Intubasi melalui


endotracheal tube merupakan salah satu pengelolaan jalan napas yang cepat dalam
kasus kegawatdaruratan. Meskipun pengambilan keputusan dalam melakukan
intubasi mengalami kesulitan maka pengalaman klinik sangatlah dibuthkan dalam
mengenali tanda-tanda dari impending gagal napas (takipneu, kesadaran menurun).3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Intubasi adalah suatu tindakan pengelolaan jalan napas dengan
memasukkan pipa ke dalam rongga tubuh melalui mulut atau hidung. Intubasi
meliputi intubasi orotrakeal (endotrakeal) dan intubasi nasotrakeal.1,2,4 Intubasi
orotrakeal adalah suatu tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea
melalui rima glottis dengan mengembangkan cuff sehingga ujung distalnya
berada kira-kira dipertengahan trakea, antara pita suara dan bifurcatio
trachealis. Sedangkan intubasi nasotrakeal yaitu suatu tindakan memasukkan
pipa nasal melalui nasal dan nasopharing dalam oropharing sebelum
laryngoscopy.4,6,7
2.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya intubasi yaitu5,9:
-mempermudah pemberian anesthesia
-mempertahankan jalan napas agar tetap bebas serta mempertahankan
kelancaran pernapasan
-mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi lambung (pada keadaan tidak
sadar, lambung penuh dan tidak ada didapat refleks batuk.
-mempermudah pengisapan sekret endotrakeal.
-pemakaian ventilasi mekanis yang lama
-mengatasi obstruksi laring akut
2.3. Indikasi
Indikasi intubasi endotrakeal yaitu pada keadaan- keadaan yang
membuthkan pengontrolan jalan napas, menyediakan saluran udara yang bebas
hambatan untuk ventilasi dalam jangka panjang, meminimalkan risiko aspirasi,
menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan gawat atau pasien
dengan thoracoabdominal pada saat pembedahan, menjamin fleksibilitas
posisi, memberikan jarak anestesi dari kepala, memungkinkan berbagai posis
(misalnya tengkurap, duduk, lateral, kepala ke bawah, menjaga darah dan
sekresi keluar dari trakea selama operasi.2,4,10
Intubasi trakea darurat dibutuhkan oleh pasien trauma yang mengalami:
a) obstruksi jalan napas
b) hipoventilasi
c) hipoksemia berat
d) penurunaan kesadaran (GCS≤8)
e) henti jantung
f) syok hemoragik berat
2.4. Prosedur
Intubasi endotrakeal dilakukan dengan membuka mulut pasien dengan
tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Daun
laringoskop dimasukkan dari sudut kanan dan lapangan pandang akan terbuka.
Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang di angkat ke atas
dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring srta epiglotis. Ekstensi kepala
dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak
aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V. Tracheal
tube diambil dengan tangan kanan dan ujungnya dimasukkan melewati pita
suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stylet dapat dicabut.
Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan
tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop
dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester. Dada dipastikan
mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi
dada dengan stetoskop, diharapkan suara napas kanan dan kiri sama. Bila dada
ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakeal.3,4
Gambar 1. Kurva bilah laringoskopi (A) meluruskan bilah laringoskopi (B)

Gambar 2. Gambaran plica vocalis


Gambar 3. Insersi ETT

Gambar 4. ETT (terpasang)


2.5. Hambatan Intubasi
Pemasangan intubasi tidak selamanya berjalan dengan lancar,
terdapat kondisi-kondisi tertentu di mana proses intubasi sulit untuk
dilakukan. Hal tersebut dapat dinilai dengan Mallampati Score.

Mallampati Score digunakan untuk menilai derajat kesulitan intubasi


Derajat 1: tampak pilar faring, palatum molle, palatum durum, dan uvula.
Derajat 2: Tampak hanya palatum molle, palatum durum, dan uvula.
Derajat 3: Tampak hanya palatum molle dan palatum durum.
Derajat 4: Tampak hanya palatum durum.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa


pengelolaan jalan napas sangatlah penting dalam bantuan dasar hidup pada
kegawatdaruratan medis. Intubasi merupakan salah satu upaya yang dapat
dilakukan dalam menjaga kepatenan jalan napas, mencegah aspirasi, dan menjaga
agar ventilasi memadai. Intubasi dapat dilakukan pada keadaan di mana terdapat
obstruksi jalan napas, hipoventilasi, hipoksemia berat, penurunaan kesadaran (GCS
≤ 8), henti jantung, serta syok hemoragik berat. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penilaian derajat kesulitan jalan napas sebelum melakukan intubasi dengan
menggunakan Mallampati Score.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mark P., et al. 2016. Emergency Airway Management. Medscape
2. Longnecker D, Brwon D, Newman M, Zapol W. 2008. Anesthesiology.
USA: The McGraw-Hill Companies
3. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. 2006. Airway Management.
USA: McGraw-Hill Companies
4. Charles, et al. 2002. Guidelines for Emergency Tracheal Intubation
Immediately Following Traumatic Injury. Eastern Association for The
Surgery of Trauma
5. Batra, Yandra Kumar. 2005. Airway Management With Endotracheal
Intubation (Including awake intubation and blind intubation). Indian
Journal of Anesthesiologist.
6. American Heart Association. 2016. ACLS Provider Manual
Supplementary Material.
7. Horton CL, et al. 2014. Trauma Airway Management. J Emerg Med.
8. Walls R, et al. 2012. Manual of Emergency Airway Management.
Philadelphia.
9. Mahadaven SV, et al. 2012. An Introduction to Clinical Emergency
Medicine. Cambridge University Press.
10. Roberts H, et al. 2003. A Clinical Procedures in Emergency Medicine.
Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai