Anda di halaman 1dari 87

Program Pasca Sarjana, Magister Teknik Elektro

Universitas Gunadarma

KULIAH
FISIKA DEVAIS
SEMIKONDUKTOR

Achmad Benny Mutiara


Teknik Informatik
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Gunadarma

Salemba Raya, Jakarta, Maret 2001


Silabus
1. Elemen-Elemen Fisika Semikonduktor
2. Gejala Transport dalam Semikonduktor
3. Generasi dan Rekombinasi
4. p-n Junction → Dioda
5. Devais Bipolar: Transistor dan Thyristor
6. Devais Unipolar: JFET, MESFET, MOS-DIODA,
MOSFET
7. Devais Mikrowave: Dioda IMPATT, Dioda BARITT,
Transfered-Electron Devais
8. Devais Fotonis: LED, Dioda Laser, Detektor Foto
dan Solar Cell
9. Topik Lanjut: Pertumbuhan Kristal, Oksidasi dan
deposisi film, difusi litografi dan IC
Referensi:
• A.S. Grove, Physics and Technology of Semiconductor Devices, (Wiley, Singapore
1967)

• S.M. Sze, Semiconductor Devices, Physics and Technology, (Wiley, Singapore 1985)
• S.R. Rio dan M. Iida, Fisika dan Teknologi Semikonduktor, (Pradnya Paramita, Jakarta
1980)
Kuliah I
1 Elemen-Elemen Fisika Semikonduktor

======================================
1.1 Pengantar
1.2 Dasar-dasar Mekanika Kuantum
1.3 Atom-atom dan Tabel Periodik
1.4 Ikatan-Ikatan dan Pita Energi (bonds and bands)
1.5 Konsentrasi Pembawa (Carrier concentrations)
======================================
1.1 Pengantar

1.1.1 Sejarah Semikonduktor

• 1821, Thomas Seebeck menemukan sifat-sifat semi-


konduktor PbS
• 1833, Michael Faraday menemukan kebergantung-
an konduktivitas thp temperatur untuk sebuah kelas
material baru → Semikonduktor
• 1873, W. Smith menemukan sensitivitas Se thp ca-
haya
• 1875, Werner von Siemens menemukan fotometer
selenium
• 1878, Alexander Graham Bell menggunakan de-
vais ini untuk wireless telecomunication system
• 1947, Bardeen, Brattain, Schockley (Nobel Prize
in Physcis) menemukan Bipolar Junction Transistor
→ abad modern dimulai
• 1954, Chapin, Fueller, Pearson mengembangkan
solar sel
• 1958, John Kilby menemukan integrated circuit (IC)
• 1958, Leo Esaki (Nobel Prize in Physics) mene-
mukan dioda terowongan (tunnel diode)
• 1960, Kahn dan Attala mendemontrasikan MOS-
FET pertama
• 1962, 3 grup yang masing dikepalai oleh Hall, Nathan,
and Quist mendemontrasikan laser semikonduktor
• 1963, Gunn menemukan osilasi gelombang mikro
pada GaAs dan InP (Ridley-Watkins-Hilsum-Gunn
Effect)
• 1963, Wanlass and Sah memperkenalkan teknologi
CMOS.
• 1963 - .....
– Skala MOSFET

Sumber: Peter Singer, Trends in Ion Implanta-


tion, Semicondutor International, 50, p.59, Augus-
tus (1996)
– Gate poly-Si 0,06 mikron ditemukan → sebuah gate
dengan kontrol dimensi kritikal yang sangat baik.
(lih. Semiconductor International, p.18, 1997)
– Beyond PENTHIUM: INTEL MERCED CHIP → 21
Maret 1998: Intel memunculkan mikroporsessor-
0,18 mikron 64 Bit baru yang disebutnya MERCED.
Mikrposessor ini diharapkan mampu memilik ke-
cepatan melebihi 600 MHz. Sbelumnya pada tahun
1997, Intel mengumumkan teknologi 0,25 mikron.
Rencana Intel → memperkenalkan teknologi 0,13
mikron pada tahun 2000.
– Modern Teknologi akan berfungsi → 100 nm

Sumber: The NTSR, SIA (1997)


– Proyeksi Teknologi mutakhir: ukuran wafer/(ukuran
feature minimum)2 relatif thp tahun 1997
Sumber: the NTSR, SIA (1997)
1.1.2 Aplikasi-Aplikasi baru yang mungkin

• Wireless video communications


• Smart manufacturing
• Smart transportation
• Smart House (manajemen energi)
• Smart Cars
• Smart power controls
• Global unveristies (two way video)
• Medicine
• Defense
1.1.3 Masalah: Power Problem

• Kerapatan → interaksi antar atom

Sumber: the NTSR, SIA (1997)


• Peningkatan panas

Sumber: the NTSR, SIA (1997)


• ThinkPad Power Budget dan krisis LSI
– Color AMLCD : 1 W
– CPU dan logik : 5 W
– Hard drive : 1 W
– Video circuitry : 1 W
– DC-DC conversion loss : 1 W
– TOTAL : 10 W
Sumber: T Ikeda, ThinkPad Low Power Evolution,
1995, IEEE-Symp. on Low Power Electronics, pp.6-
7
– Detail:
> Kapasitas baterai umumnya pada tahun 1998:
38 W-hours.
> 2 - 3 jam waktu pakai baterai: kinerja baterai
tidak munkin dikembangkan secara dramatis
> Hal mungkin untuk pengembangan ini melalui
penggunaan Low Power Electronics
– Krisis LSI
> Dissipasi daya CPU meningkat 1,33 kali setiap
tahun dari tahun 1982 - 1995
> Modul keramik diatas 100 W diperlukan
sumber: A. Matsuzawa, IEDM-95
1.1.4 Solusi:

• Material Baru:
– Silikon amorp
– Poly-silikon
– Senyawa (compound) semikonduktor (III-IV)
– Semikonduktor dgn band gap yang lebar (SiC dan
GaN)
• Ide devais baru
• Interkoneksi baru (tembaga dan K rendah, optikal)
• Tools CAD baru untuk menghasilkan desain devais
dan rangkaian yang lebih baik → untuk ukuran sub-
mikron yang lebih dalam (deep submicron size)
• Rangkain baru
• Arsitektur baru
• Power Supply baru: solar on board, biological heat,
mircowave beams from space
• Nano-Technology
1.2 Dasar-Dasar Mekanika Kuantum

1.2.1 Dualitas Partikel-Gelombang

• 1901, Planck (physics nobel prize) menunjukkan bhw


distribusi energi dari radiasi benda hitam hanya da-
pat dijelaskan dgn assumsi bhw radiasi ini (yaitu dalam
bentuk gelombang elektromagnetik) diemisi dan di-
absorbsi dalam bentuk paket (kuanta) energi diskrit:
FOTON
E = ~ω
• Contoh:
Puncak sensitivitas mata manusia berkiatan dgn ca-
haya hijau dgn panjang gelombang λ = 0, 555 µm,
frekuensi
2πc 2π × 3, 00 × 108 15
ω= = −6
= 3, 40 × 10 /s
λ 0, 555 × 10
dan energi foton
E = ~ω = 3, 58 × 1019J
Momentum foton: 1.19 ×10−27Ns
E = 3, 58 × 1019J = 2, 23 eV
Catatan: 1 eV = 1,602 ×10−19 C×1 eV= 1,602×10−19
J ( energi yang diterima elektron yang dipercepat
pada beda potensial 1 V)
1.2.2 Fungsi Gelombang

• 1924, de Broglie (physics nobel prize) mengusulkan


bhw dualitas mekanika kuantum ini berlaku juga un-
tuk partikel, seperti elektron.
> De Broglie memperkenalkan gelombang yang terkait
dengan elektron → de Broglie wave
• Schroedinger (physics nobel prize) dan Max Born
(physics nobel prize) memperkenal Fungsi Gelom-
bang Φ(x, y, z, t) sedemikian bhw kemungkinan, dP ,
untuk mendapatkan partikel di dalam elemen volum
dxdydz akan sama dengan
|Φ(x, y, z, t)|2 dxdxydz
> Fungsi gelombang Φ(x, y, z, t) dapt diinterpretasikan
sebagai amplitudo rapat kemungkinan untuk men-
dapatkan partikel pada titik tertentu diruang dan waktu
tertentu

1.2.3 Fungsi Gelombang Partikel Bebas

• Untuk partikel dgn momentum p diruang bebas, fungsi


gelombangnya:
Φ(x, y, z, t) ≈ ei(kxx+ky y+kz z)e−iωt
dimana kx, ky , kz merupakan komponen vektor gelom-
bang k (|k|=2π/λ) dan ω merupakan frekuensi

λ = h/p = 2π~/p
disebut panjang gelombang de Broglie
• Contoh:
– Misalkan sebuah elektron berpropagasi diruang be-
bas dgn v kecepatan 106 m/s dalam arah x. Mass
elektron bebas 9,11 ×10−31kg. Hitung momentum
elektron, vektor gelombang, panjang gelombang
de broglie, dan energi
• Jawab:
– px = mv = 9, 11 × 10−31 × 106 = 9, 11 × 10−25 kg
m/s; py = pz = 0
– kx = px/~ = 9, 11 × 10−25/1, 054 × 10−34 = 1, 054 ×
109 m−1; ky = kz = 0
– Panjang gelombang de Broglie
λ = 2π/kx = 7, 27 × 10−10 m = 7, 27 Å
– Energi elektron → energi kinetik
mv 2 p2 ~2k2
E = = =
2 2m 2m
−19
= 1, 55 × 10 J = 2, 84 eV
1.2.4 Prinsip Ketidakpastian Heisenberg

• 1927, Werner Heisenberg menyatakan ’’prinsip keti-


dakpastiannya’’:
Perkalian ketidakpastian, M px dan M x dari momen-
tum dan posisi partikel harus lebih besar dari ~/2
M px M x > ~/2
• Contoh:
– Menurut fisika statistik, energi rata-2 elektron dalam
gas dari elektron bebas dalam keseimbangan ter-
mal : 3kB T /2, dimana T : temperatur dan kB =
1, 38 × 1023 Js adalah konstanta Boltzman.
– Kecepatan gerak termal elektorik random vT dapat
diperoleh dengan menyamakan energi kinetik dari
gerak ini
mevT2 kB T
=3
2 2
– Elektron bebas memilik massa 9,11 ×10−31kg, se-
hingga
3kB T 1/2
vT = ( ) = 1, 2 × 105 m/s
me
p = mevT = 1, 1 × 1025 kg m/s
k = p/~ = 109 m−1
λ = 2π/k = 6, 3 × 10−9 = 63 Å
– Sehingga, λ dapat dibandingkan dgn dimensi dari
devais semikonduktor yang sangat kecil (≈ 50 Å),
dan efek kuantum akan memainkan peran yang
sangat penting pada devais yang demikian.
• Contoh lain:
– Andaikan sebuah elektron merambat dgn kecepatan
106 m/s dalam arah x pada sebuah gap lebar 100
Å. Hitung momentum dan energi elektron:

• Jawab:
– px = mv = 9, 11 × 10−25 kg m/s
– kx = px/~ = mv = 8, 64 × 109 m−1
– py = 0 dan ky = 0
Namun demikian, karena M x = 100 Å dan prin-
sip ketidakpastian menyatakan

M pz M z ≥ ~/2
~
M pz ≥
2Mz
= 5, 27 × 10−27 kg m/s

M p2z
M Ez =
2m
= 1, 52 × 10−23 J
= 9, 52 × 10−5 eV
1.2.5 Persamaan Schroedinger

• Fungsi gelombang Φ(x, y, z, t), untuk elektron bebas


Φ(x, y, z, t) = Aei(kxx+ky y+kz z)e−iωt
merupakan tipe fungsi yang menggambarkan sebuah
gelombang
• Fungsi ini memenuhi persamaan gelombang berikut:
~2∇2 ∂Φ
− Φ = i~
2m ∂t
• Schroedinger menunjukan hal yang lebih umum,
yaitu jika partikel bergerak di dalam suatu potensial
tertentu U(r), dimana r merupkan vektor ruang, per-
samaan di atas
· 2menjadi ¸
2
~∇ ∂Φ
− + U(r) Φ = i~
2m ∂t
persamaan ini disebut Persamaan gelombang Schroedinge
1.2.6 Persamaan Schroedinger Time-independent

• Kita dapat mencari solusi pers. Schroedinger dalam


bentuk berikut
Φ(x, y, z, t) = Ψ(r) exp(−iωt)
• Subtitusi solusi ini kepersamaan Schroedinger di atas,
kemudian membagi kedua sisi dgn Ψ(r) exp(−iωt),maka
kita peroleh
· Persamaan Schroedinger
¸ Time-independen
~2∇2
− + U(r) Ψ(r) = EΨ(r)
2m
dimana E = ~ω
• Fungsi gelombang time-independent Ψ(r) dan tu-
runannya terhadap posisi harus kontinyu
1.2.7 Sumur Potensial 1 dimensi

• Ψ = A sin(kx), dimana k = (2meE)1/2/~


• Ψ = 0 untuk x = 0 dan x = a memenuhi syarat
sin(ka) = 0, sehingga
ka = πn
dengan demikian
π 2~2n2
E = En =
2mea2
dimana n = 1,2,3, .... → bilangan kuantum
• Konsanta normalisasi A dapat diperoleh dari kondisi
berikut
Z∞ Za ¯
2 ¯ πn ¯¯2
|Ψ(x)| dx = ¯A sin( x)¯ dx = 1
a
−∞ 0
Kondisi ini berarti bhw partikel terlokalisasi di dalam
sumu potensial, sedemikian sehingga kemungkinan
untuk mendapatkan partikel di dalam sumur poten-
sial sama dengan 1. Sehingga diperoleh
2 1/2 πn
Ψn(x) = ( ) sin( x)
a a
• Catatan:
– jumlah titik dimana fungsi gelombang adalah nol =
n − 1. Titik ini biasa disebut NODES.
– Energi partikel dalam sumur potensial hanya da-
pat memiliki nilai diskrit (Terkuantisasi ) → biasa
disebut tingkat-2 energi (Energi levels )
Tingkat-2 energi dan fungsi-2 gelombang untuk sumur
potensial tak terhingga. Tingkat-2 energi ini dihi-
tung untuk m = 9, 11 × 10−31 kg dan a = 100 Å
– Contoh:
Pandang elektron dalam keadaan energi dasar se-
buah sumur potensial. Cari kebergantungan ke-
mungkinan untuk mendapatkan sebuah elektron
antara 0 dan x sebagai fungsi dari x
– Jawab:
Fungsi gelombang keadaan dasar (n = 1)
2 1/2 π
Ψ(x) = ( ) sin( x)
a a
sehingga rapat kemungkinan
dP (x) 2 2 2 π
= |Ψ(x)| = ( ) sin ( x)
dx a a
dan kemungkinan, P , untuk mendapatkan sebuah
elektron dalam sumur potensial tak terhingga dalam
keadaan dasar antara 0 sampai x :
ZX
2 2 π X sin(2πX/a)
P (x) = sin ( x)dx = −
a a a 2π
0
Untuk X = a, P (X) = 1 seperti yang diharapkan
(elektron disuatu lokasi di dalam sumur potensial)
Sumur Kuantum, quantum wire, dan quantum
box

1.2.8 Atom Hidrogen

• Inti atom 1800 kali massa elektron


• Ukuran inti (≈ 10−13cm) lebih kecil dari ukuran atom
(orde 1Å)
• Elektron bermuatan negatif ditarik oleh inti yang bermu-
atan positif, dan interaksinya digambarkan melalu
hukum Coulomb
• Coulomb Potensial:
– Coulomb potensial membentuk sebuah sumur poten-
sial dalam ruang tiga dimensi dan tingkat energi
dari elektron dalam atom hidrogen terkuantisasi

• Keadaan Energi dalam atom Hidrogen:



EB
En = − 2
n
dimana n = 1, 2, 3, .... → bil. kuantum utama

q2
EB =
8πε0aB
disebut energi Bohr (EB = 13, 6 eV) dan

4πε0~2
aB =
meq 2
disebut jari-jari Bohr (aB = 0, 52917 Å)
• Potensial Coulomb & Keadaan Energi:

– Contoh:
Foton dgn energi ~ω ik = Ei − Ek diabsorbsi oleh
gas hidrogen karena mereka menyebabkan tran-
sisi elektron antara tingkat Ek dan Ei. Hitung pan-
jang gelombang radiasi yang terabsorbsi akibat transisi-
2 antara keadaan kedua dan ketiga
– Jawab:
~ω 32 = E3 − E2 = EB (1/22 − 1/32) = 1, 89 eV
ω 32 = 2, 87 × 1015 s−1
λ = 2πc/ω 32 = 0, 657 µm
1.2.9 Fungsi Gelombang & Bil. Kuantum

• Fungsi gel., Ψ, elektron dlm atom hidrogen → kom-


pleks, karena fungsi ini bergantung pada tiga koor-
dinat, yaitu mereka bergantung pada tiga variabel.
• Disamping bil. kuantum utama, n, fungsi ini bergan-
tung pada tiga bil. kuantum lainnya yang mengkarak-
teristikan keadaan elektronik elektron
(a) Bil. kuantum orbital l
(b) Bil. kuantum magnetik m; dan
(c) Bil kuantum spin S
• Bilangan kuantum orbital dan magnetik menentukan
kebergantungan orbital dari Ψ. lebih detail bil. ini
terkait dgn rotasi elektron mengelilingi inti
• dan spin elektron berkaitan dgn rotasi internal elek-
tron
• Analysis Pers. Schroedinger u/ atom H
menunjukan bhw ketiga bilangan kuantum tamba-
han ini dapat memiliki nilai sbb:
(i) l = 0, 1, 2, ...., n − 1
(ii) m = −l, −l + 1, ...., l − 1, l
(iii) S = ±1/2
1.3 Atom-atom dan Tabel periodik

1.3.1 Atom-2 Banyak Elektron


Kita masih dapat mengklasifikasikan keadaan elek-
tronik dgn set bilangan kuantum n, l, m, dan S yang
sama.
• Namun pada atom banyak elektron, keadaan elek-
tron dgn bil. kuantum orbital yang berbeda, memiliki
energi yang berbeda, tidak spt pada atom H.
• Namun, spt pada atom H, keadaan dgn bil kuantum
utama terkecil, memiliki energi terendah.
• Tingkat energi dgn nilai n yang sama dan nilai l yang
berbeda cenderung mendekat satu sama lain
• Seluruh keadaan elektronik yang memilik bil kuan-
tum utama yang sama dianggap/ dipandang seba-
gai SHELL

Shell elektron paling lebih dalam memilik n = 1,


shell berikutnya memiliki n = 2. Sebuah shell terbagi
menjadi ’’sub-shell’’ yang berkorespondensi dgn ni-
lai bil. kuantum orbital l yang berbeda.
1.3.2 Notasi Atomik

• Sebuah shell terbagi menjadi ’’sub-shell’’ yang terkait


dgn nilai bil. kuantum orbital yang berbeda l.
• Subshell biasanya ditandai dgn misalkan spt 2s2 (bi-
langan bulat didepan huruf s menunjukkan nilai n,
superscript menunjukan jumlah total elektron di dalam
subshell, huruf kecil menunujukkan nilai l :
l = 0, 1, 2, 3, .....
subshell s, p, d, f, g, h,.....
• Setiap subshell memiliki 2l + 1 keadaan yang di-
izinkan terkait dgn bilangan kuantum m yang berbeda,
dan untuk setiap m terdapat dua nilai bil. kuantum
spin S .
1.3.3 Prinsip Ekslusi Pauli

• Menurut Prinsip eksklusi Pauli, tidak boleh lebih dari


dua elektron menduduki suatu keadaan energi dgn
tiga bil. kuantum n, m, l yang sama (kedua elek-
tron ini memiliki bil kuantum spin yang berbeda S =
±1/2)
• Dengan demikian, subshell s hanya dapat diduduki
oleh dua buah elektron, subshell p hanya dapat diduduki
tidak lebih dari 6 elektron
• Elektron pertama-tama menduduki tingkat energi teren-
dah, dst

1.3.4 Tabel Periodik

• Unsur-unsur dgn struktur elektronik yang mirip untuk


elektron valensi biasanya memiliki sifat-2 kimia yang
mirip
Si (struktur elektronik inti + 3s23p2)
Ge (struktur elektronik inti + 4s24p2)
• Tabel periodik unsur-unsur tersusun berdasarkan kemiri-
pan ini dgn mengurut unsur-unsur dgn struktur elek-
tronik yang mirip untuk elektron valensi dalam kolom
yang sama
3 4 5
B C N
Al Si P
Ga Ge As
In Sn Sb
1.3.5 Semikonduktor Senyawa
Ga (inti + 4s24p1) bandingkan dgn Si (inti + 3s23p2)
As (inti + 4s24p3) bandingkan dgn Si (inti + 3s23p2)
Dalam senyawa GaAs, setiap atom rata-2, memiliki
jumlah elektron valensi yang sama seperti Si. GaAs
→ material semikonduktor, spt Si dan Ge.
1.3.6 III-V dan II-VI
Banyak senyawa semikonduktor yang dirancang den-
gan cara yang sama spt diatas, yaitu dgn mengkombi-
nasikan unsur-unsur lain golongan III ( memiliki 3 elek-
tron valensi: 2 elektron s dan 1 p) dgn unsur-unsur go-
longan V (memiliki 5 elektron valensi: dua elektron s
dan tiga p)
Contoh: GaAs, InAs, GaP dsb. → biasa disebut
semikonduktor senyawa III-V.
Hal yang sama jika kita mengkombinasikan unsur-
2 gol II dgn unsur-unsur gol VI.
Contoh: CdS, ZnS, CdSc, dsb. → biasa disebut
semikonduktor senyawa II-VI.
1.4 Ikatan dan Pita Energi

1.4.1 Senyawa Ternary dan Quarternary

• Ga dan Al memilik dimensi yang sangat mirip, se-


hingga kedua dapat tercampur dgn baik
• GaAs dan AlAs dapat membentuk cairan padat, spt
AlxGa1−xAs dimana x merupkan fraksi molar dari Al.
Material ini biasa disebut senyawa ternary
Dengan memvariasikan x dari 0 s/d 1, kita dapat
mengubah sifat-sifat AlxGa1−xAs dari sifar GaAs menuju
AlAs
Contoh lain: InxGa1−xAs, GaInxP1−x, AlxIn1−xAs.
• Senyawa Quarternary terdiri dari empat unsur
• Contoh: InxGa1−xAsy P1−y
Dari pendekatan rekayasa material → mendesain
material semikonduktor dgn sifat-sifat yang diharap-
kan.
1.4.2 Ikatan Kimia

• Dari tabel periodik, unsur-unsur dgn subshell s dan


p terisi penuh → unsur gas mulia
• Contoh:
Ar : 1s22s22p63s23p6
Kr : inti + 4s24p6
Xe : inti + 5s25p6
• Apabila atom-atom dikombinasi bersama dalam su-
atu zat padat, mereka akan berbagi bersama elek-
tron valensinya membentuk ikatan kimia.
• Pada Si, Ge, dan semikonduktor senyawa terkait,
ikatan ini dibentuk sedemikian bhw atom-atom tetangga
menshared elektron valensinya sehingga memiliki
subshell s dan p dari shell valensi yang penuh.
• Pada semikonduktor ini, setiap atom membentuk em-
pat ikatan dgn empat atom tetangganya.
• Ikatan Tetrahedral:

• Ionisitas:
Jika seluruh atom dalam suatu kristal identik, jum-
lah elektron yang dishared memerlukan waktu yang
sama untuk setiap atom → Ikatan kovalen homopo-
lar
Pada sebuah senyawa semikonduktor, spt GaAs, elek-
tron ikatan memerlukan fraksi waktu lebih pada an-
ion (yaitu atom yang dimuati negatif). Situasi ini berkai-
tan dgn ikatan heteropolar parsial (ionik parsial)
Ionisitas (0 < fi < 1) adalah 0 untuk ikatan kovalen
homopolar murni, dan 1 untuk ikatan heteropolar murni.
fi = 0, 177 untuk SiC dan 0,31 u/ GaAS
1.5 Dasar-dasar Fisika Zat Padat
Kristalin, Polykristalin, Material amporh

1.5.1 Vektor Basis dan Sel Primitif

• Kisi kristal: array tiga dimensi titik-2 terlokalisasi se-


cara periodik dalam
• Periodisitas dapat direproduksi dgn menggunakan
vektor basis primitif a1, a2, a3
• Vektor basis primitif: tiga vektor terpendek yang in-
dependent yang menghubungkan titik-titik kisi
Rklm = ka1 + la2 + ma3
dimana k, l, m merupakan bil bulat.
• Vektor primitif membentuk suatu PARALLELPIPED
→ sel primitif.
• Sebuah sel primitif tidak mengandung setiap titik-2
kisi didalamnya
• Pengulangan sel primitif dapar mereproduksi kisi kristal
keseluruhan.
1.5.2 Kisi Kubus

• Sel terkecil dari kisi kristal yang tetap memperta-


hankan simetri rotasinya disebut Sel Satuan (unit
cell)

(a) sel satuan u/ kubus sederhana, (b) sel satuan u/


kubus pemuatan sisi (fcc), (c) sel satuan u/ kubus
pemuatan pusat (bcc), (d) kisi-2 dan sel primitif u/
kisi fcc.
• Struktur Kristal Silikon
Struktur kristal dibentuk dgn menempatkan grup iden-
tik atom (biasa disebut basis) ke posisi yang dipan-
dang dari setiap titik dalam kisis kristal

• Struktur Kristal C dan Zinc Blende

Si: dua fcc-subkisi dari atom Si yang interpenetrat-


ing, digeser terhadap satu sama lain 1/4 diagonal
utama → struktur Intan (C)
1.5.3 Jari-2 Atomik
> Atom-atom yang sama menempati volume yang
sama dalam sebuah senyawa.
> Hal ini mengizinkan kita u/ merepresentasikan atom-
2 dalam kristal sebagai bola yang menyentuh tetangga
terdekatnya dan memperkenalkan jari-jari atomik
u/ setiap unsur.
> Jarak antar ataom tetangga diperoleh sebagai jum-
lah jari-jari atomik

1.5.4 Senyawa Ternary dan Quarternary


> Al dan Ga memiliki jari-jari atomik yang hampir
sama → konstanta kisi GaAs dan AlAs hampir sama
yaitu pada T= 300 K konstanta kisi GaAs dan AlAs
masing-2 5,6533 Å dan 5, 6605 Å
Untuk alasan yang sama, semikonduktor senyawa
ini dapat membentuk cairan zat padat → senyawa
ternary
dan selanjut dapt juga membentuk → senyawa quar-
ternary
1.5.5 Konstanta Kisi

• Contoh senyawa ternary InxGa1−xAs.


• Dengan mengubah komposisi senyawa ternary, kon-
stanta kisinya dapat dicocokan dgn konstanta kisi
suatu senyawa biner yang cocok.
• Konstanta kisi untuk senyawa ternary ater , misal
AxC1−xB bervariasi linear dgn komposisinya
ater ≈ abin1x + abin2(1 − x)
dimana abin1 konstanta kisi senyawa biner AB dan
abin2 konstanta kisi senyawa biner CB.
1.5.6 Ringkasan Struktur Kristal
1.6 Pita Energi

1.6.1 Pita Konduksi dan Valensi

• Tingkat energi atom terisolasi terpecah menjadi pita


energi jika atom-atom dikombinasi kedalam kristal
• Sesuai aturan Pauli: hanya dua elektron (dgn spinyang
berbeda) dapat menduduki suatu tingkat energi atomik.
– 2N elektron dapat menduduki suatu pita energi yang
mengandung N tingkat energi.
– Pita energi terrendah dalam kristal dipenuhi dan
pita energi yang lebih tinggi kosong.
– Pita-2 keadaan energi yang diizinkan dipisahkan
daerah keadaan energi terlarang (Band Gap)
– Pita kosong atau terisi sebagian disebut pita Kon-
duksi
– Pita yang terisi penuh oleh elektron valensi disebut
pita valensi
1.6.2 Dielektrik, Semikonduktor, logam

1.6.3 Spektrum Energi u/ elektron bebas, Si dan


GaAS
1.6.4 Efektif Massa

1.6.5 Fungsi Distribusi dan Rapat keadaan

• Bayangkan suatu situasi jika sejumlah keadaan jauh


lebih besar dari jumlah partikel dan kemungkinan
untuk mendapatkan ssuatu partikel dgn keadaan yang
telah ditentukan adalah jauh lebih kecil dari 1
• Dalam hal ini, prinsip eksklusi Pauli tidak penting !!
• Kemungkinan untuk mendapatkan partikel dalam keadaan
dgn energi Ei
Ni
P (Ei) =
N
dimana Ni = jumlah partikel dalan keadaan ini.
• Energi partikel rata-2 diperoleh
X NiEi
hEi =
i
N
1.6.6 Fungsi Distribusi Boltzman

• Dalam kesetimbangan, kemungkinan untuk menda-


patkan partikel dalam dua keadaan energi yang berbeda,
Ek dan Ei dikaitan melaluiµfaktor Boltzman

P (Ei) Ek − Ei
= exp
P (Ek ) kB T
• Pers. ini menyatakan bhw kemungkinan untuk men-
dapatkan partikel dgn keadaan energi tertentu, menu-
run secara eksponensial menurut Ei
• Untuk spektrum energi kontinyu, kemungkinan un-
tuk mendapatkan partikelµdgn energi
¶ dE dan E +dE
E
f dE = A exp − dE
kB T
dimana f merupakan fungsi distribusi Boltzman
1.6.7 Fungsi Distribusi Fermi-Dirac

• Untuk elekron, prinsip Pauli menyatakan bhw hanya


dua elektron dgn spin berbeda dapat menduduki su-
atu tingkat energi/keadaan. Kencenderungan elek-
tron adalah menduduki titik energi yang terrendah
terlebih dahulu.
• Akibatnya: seluruh keadaan dgn energi rendah dipenuhi
sebuah elektron untuk setiap keadaan energi
• Pada energi yang demikian, fungsi kemungkinan elek-
tron, f , akan sama dengan 1 karena seluruh keadaan
terisi/diduduki.
• Namun demikian pada tingkat energi yang lebih tinggi,
jika kemungkinan pendudukan suatu keadaan en-
ergi jauh lebih kecil dari 1, prinsip Pauli menunjukan
tanpa batasan, dan fungsi distribusi akan tereduksi
menjadi fungsi distribusi Boltzman.
• Analysis lanjut menunjukkan bhw fungsi distribusi
elektron dinyatakan dgn Fungsi Distribusi Fermi-
Dirac
1
fn(E) = h i
E−Ef
1 + exp kB T
1.7 Resume Kuliah I dan Tambahan

1.7.1 Zat Padat Struktur kristal dan Elektron


konduksi

• Kristal terdiri dari unit penyusun (atom, ion, atau molekul)


yang terletak secara teratur/periodik (percobaan ham-
buran sinar-x, hamburan neutron dan hamburan par-
tikel lain dimana hasilnya menunjukan pola interfer-
ensi yang dapat dikaitkan dgn kedudukan partikel
penghambur pada kristal)
• Tinjauan ulang elektron dalam kristal logam, terda-
pat dua tipe elektron:
(a) Elektron teras(core) : elektron yang terikat kuat
pada atom/ion
(b) Elektron valensi : elektron yang terikat lemah
- Berada diluar kulit tertutup (kulit untuk kondisi
gas mulia)
- Relatif mudah terlepas (dalam logam elektron
ini dapat berpindah/mengembara dari atom/ion
yang satu ke atom/ion yang lain), karenanya
elektron ini biasa disebut nearly free electron
(elektron hampir bebas) atau elektron konduksi.
→ disebut elektron konsuksi, karena proses
konduksi atau hantaran listrik dalam logam dapat
berlangsung dgn mudah dgn adanya elektron
ini. Medan listrik yang kecil saja sudah cukup u/
menggerakkan elektron ini.
→ konsep elektron konduksi ini dapat digunakan
u/menerangkan logam sebagai bahan konduktor
yang baik.
- Jadi di dalam logam → elektron konduksi
yang bergerak dalam potensial Coulomb yang
ditimbulkan oleh ion/atom yang tersusun secar
teratur.

1.7.2 Energi Gap (Celah Energi)

• Solusi pers. Schroedinger u/ elektron bebas meru-


pakan ’’gelombang datar’’:
Φ(x, t) = exp(±ik · x − iωt); ( 1-dimensi)
k bilangan gelombang atau dalam gerak (dalam 3
dimensi menyatakan vektor gelombang)
E = ~ω = energi kinetik elektron
Hubungan antara k dan E (dengan mengingat p =
~k)
E = p2/2m = ~2k2/(2m)
• Solusi di atas dan hubungan antara k dan E berlaku
juga untuk elektron konduksi tetapi massannya harus
diganti dgn massa elektron efektif m∗, karena sebe-
narnya interkasi antar elektron dgn potensial peri-
odik dlm kristal harus dimasukkan ke pers. Schroedinger.
• Selain itu akan timbul energi gap pada k = ±n ·
(π/a). Hal ini timbul karena gelombang pantul dari
satu atom dalam kisi yang linier berinterferensi dgn
gelombang pantul dari atom tetangga terdekatnya
dgn beda fasa 2π .
> berarti dalam daerah ini solusinya ialah gelom-
bang berdiri.
> Analisis lanjut menyatakan: ada dua gelombang
berdiri yg berbeda yang dapat dibentuk dari gelom-
bang berjalan exp(+iπx/a) dan exp(−iπx/a), yaitu:
Φ(+) = exp(+iπx/a) + exp(−iπx/a); dan
Φ(−) = exp(+iπx/a) − exp(−iπx/a)
> Dari solusi ini, kerapatan elektron dapat dicari:
ρ(+) = |Φ(+)|2 ≈ cos2(πx/a); dan
ρ(−) = |Φ(−)|2 ≈ sin2(πx/a)
> Ternyata solusi ini menumpukan elektron pada daerah
yang berlainan relatif terhadap kedudukan ion-ionnya
sehingga ’’energi potensialnya berbeda’’, hal inilah
1.
yang menimbulkan loncatan energi sehingga timbul
energi gap pd k = ±(π/a).
> Analisis lebih teliti mengenai solusi pers. Schroedinger
dalam potesial periodik telah dilakukan oleh BLOCH.
Ia mendapatkan solusi u/ potensial periodik 1-dimensi
sbb:
Φ(x) = exp(ik · x)uk (x)
dengan k = (2πg/(Na)); g = 0, 1, 2, ...., N − 1; N
=banyaknya titik kisi;uk (x) = fungsi periodik dgn pe-
riodisitas potensialnya.
> Namun, hubungan E dan k tetap seperti diatas
dan kesimpulan bahwa terjadi penumpukan elektron
pada daerah yang berlainan relatif thp kedudukan
ionnya u/ harga k = ±(π/a) tetap berlaku.
> Fungsi gelombang elektron dlm pita konduksi serupa
dgn gelombang datar pada hampir seluruh volume
kristal, tetapi berosilasi dan bertambah besar dalam
daerah teras ion.
1.7.3 Fungsi Distribusi Fermi-Dirac

• Dari teori kinetik gas → distribusi Maxwell-Boltzmann


– Distribusi kecepatan molekul gas ini → diturunkan
berdasarkan terori klasik dan berlaku u/ kondisi fi-
sis yang normal u/ molekul gas.
• me ¿ mMG (massa molekul gas) dan di dalam logam
ρe 1000 × lebih besar dari ρMG pada temperatur dan
tekanan standar. Pada kondisi ini mekanika statistik
klasik tidak berlaku, yang berlaku mekanika statis-
tik kuantum.
– Distribusi klasik mendekati keadaan sebenarnya
jika jarak rata-rata partikelnya À λde−Broglie.
• Penerapan untuk gas elektron mensyaratkan:
’’konsep elektron sebagai partikel identik yang
tidak dapat dibedakan’’, sehingga aturan eksklusi
Pauli u. elektron berlaku.
→ akibatnya, gas elektron tidak memenuhi distribusi
Maxwell-Boltzmann, melainkan memenuhi distribusi
Fermi-Dirac.
• Pada T = 0 K, distribusi FD mengharuskan kemu-
ngkinan mendapatkan elektron pada suatu keadaan
→ 0 atau 1.
1 → u/ E < EF
0 → u/ E > EF
• U/ temperatur T , fungsi distirbusinya:
1
f=
1 + exp([E − EF ] /kB T )
• Catatan:
> Bergantungan f pada E dan T (lihat gambar ku-
liah 1)
> Ingat: energi Fermi EF juga berubah jika tem-
pratur ↑, tetapi perubahan ini sangat kecil !!
1.7.4 Massa Efektif Elektron

• Seperti telah diketahui E(k) ' k2/m∗. (m∗ massa


efektif elektron)
• Harga m∗/m u/ logam alkali (hasil perhitungan BROOK):
Li Na K Rb Cs
1,40 0,98 0,94 0,87 0,83
• Catatan:
> Hasil diatas mengisyaratkan bhw elektron dalam
kristal berkelakuan seolah-olah mempunyai massa
yang berbeda dgn massa elektron bebas
> Perlu diketahui:
(A) massa efektif ini bisa lebih besar atau lebih kecil,
bahkan bisa anisotropik dan berharga negati !.
Massa kristal tidak berkurang bila massa efektif
elektron negatif.
(B) Yang penting: elektron dlm potensial periodik
dipercepat relatif thp kristal dlm medan listrik atau
medan magnet seakan-akan massa elektorn itu
sama dgn massa efektifnya.
• Konsep massa efektif
(a) Tinjau gerak gel. dlm medan listrik ξ
(b) Anggap paket gel. terbentuk dari berbagai
keadaan dgn harga k tertentu → gel. bergerak
dgn kecepatan grup

v = ; atau
dk
dE
v = ( )
~dk
(c) Menurut hukum Newton, pers. gerak elektron
dlm medan listrik:
dp/dt = eξ; atau
~dk/dt = eξ
(d) Dari pes. di atas diperoleh:
· ¸
dE
dv/dt =
~dkdt
· 2 ¸· ¸
dE dk
=
~dk2 dt
· 2 ¸
dE 2
= (eξ)/~
~dk2
= eξ/m∗
dimana
∗ 2 1
m =~ 2
(d E/dk2)
(e) Persamaan terakhir → massa efektif didefinisikan
dari pers. gerak. Jadi m∗ ditentukan oleh turunan
kedua dari E(k) thp k .
1.7.5 Struktur Pita Energi dan Sifat Listrik Bahan

1. Struktur pita logam dan non-logam


– Pada logam: pita energi teratas biasanyati-
dak terisi penuh dgn elektron sehingga energi
elektron dapat berubah secara malar (kontinyu)
→ elektron dapat digerakkan dgn mudah oleh
medan eksternal.
– Pada non-logam: biasanya penuh, diatasnya
terdapat energi gap. Jika hal ini terjadi , maka
dalam bahan itu elektron tidak menerima energi
secara malar → elektron sulit u/ digerakkan
medan eksternal. Bahan ini adalah isolator atau
non-konduktor.
2. Struktur pita semikonduktor
– Strukturnya serupa dgn isolator, tetapi energi
gapnya sempit sehingga banyak elektron yang
melompat ke pita energi di atasnya.
– Elektron ini → berlaku sebagai elektron konduksi
– Konduksi juga terjadi karena perambatan
kekosongan (hole) pada pita energi. Hole ini
berlaku sebagai partikel bermuatan positif yang
mudah digerakkan oleh medan eksternal.
1.7.6 Struktur Pita Energi dari Semikonduktor
murni (intrinsik)

• Si dan Ge murni pada T = 0 K, pita valensi terisi


penuh dan pita konduksi kosong. Nilai Eg untuk Si
1,17 eV dan Ge 0,74 eV.
• Jadi, pada suhu rendah pita valensi penuh sedan-
gkan pita konduksi kosong → semikonduktor bersi-
fat Isolator.
• Keadaan ini dapat diubah dgn mengeksitasi elektron
dari pita valensi ke pita konduksi. Jika hal ini ter-
jadi elektron menjadi elektron konduksi, pada pita
valensi terbentuk suatu lubang (hole)

– Untuk bahan dgn celah energi langsung pemben-


tukan pasangan elektron-hole memerlukan energi
eksitasi minimum sebesar Eg .
– Untuk bahan dgn celah energi tidak-langsung akan
diperlukan energi eksitasi minimum sebesar Eg +
energi phonon dgn vektor gelombang
→ berarti bahan dgn celah energi langsung meru-
pakan bahan lebih efisien sebagai bahan semi-
konduktor.
• Dari uraian diatas, untuk semikonduktor murni berlaku
persamaan:
X X
n (pita konduksi) = p (pita valensi)
• elektron (n) maupun hole (p) → sebagai pembawa-2
muatan dalam penghantaran arus listrik
1.8 Resume Kuliah I (cont)

1.8.1 Semikonduktor Murni: Tingkat energi


Fermi dan Konsentrasi Pembawa

• Tingkat Energi Fermi → paramater lain yang berguna


untuk menganalisis sifat hantaran SK
• Berdasarkan teori statistik kuantum, u/ sistem e dan
hole yang berspin 1/2 → berlaku hukum statistik Fermi-
Dirac
1
fn(E) =
1 + exp([E − EF ] /kB T )
fp(E) = 1 − fn(E)
– Fungsi ini menyatakan kemungkinan (probabilitas)
u/ mendapatkan elektron (atau hole) pada energi
E dan temperatur T.
– Dengan demikian, konsentrasi elektron atau hole
yang diizinkan aturan
Z Pauli
n = gn(E)fn(E)dE
Z
p = gp(E)fp(E)dE
dengan gn(E) (gp(E)) menunjukan rapat keadaan
elektron (hole) per satuan volume per satuan se-
lang energi (dE − E + dE )
• Berdasarkan Teori kuantum u/ model gas elektron
dalam kotak (box) bervolume V dapat diturunkan
ungkapan u/ gn(E) dan gp(E)
µ √ ∗ ¶3
1 2mn 1/2
gn(E) = E
2π 2 ~
Ãp !3
2mp∗
1 1/2
gp(E) = E
2π 2 ~
dgn m∗n dan m∗p masing-2 menyatakan massa efektif
elektron dan hole.
• KONDISI: elektron di pita konduksi dan hole di pita
valensi
– Persamaan-2 di atas menjadi:
µ √ ∗ ¶3
1 2mn 1/2
gn(E) = (E − Ec )
2π 2 ~
Ãp !3

2mp
1 1/2
gp(E) = (Ev − E)
2π 2 ~
– U/ E > Ec berlaku E−EF À kB T , sehingga fn(E)
dapat didekati dalam bentuk BOLTZMANn
fn(E) ' exp((EF − E)/kB T )
– U/ E < Ev berlaku EF − E À kB T yang meng-
hasilkan aproksimasi
fp(E) ' exp((E − EF )/kB T )
– Dari persamaan-2 diatas, konsentrasi elektron da-
pat dihitung sbb:
Z∞ µ √ ∗ ¶3
1 2mn 1/2 (EF −E)/kB T
n = 2
(E − Ec ) e dE
2π ~
Ec
Ãp !3 Z∞ r
1 ∗
2mnkB T E − Ec
(EF −Ec )/kB T
= 2
e ×
2π ~ kB T
0
E − Ec
e(E−Ec)/kB T d( )
kB T
– Dengan bantuan fungsi gamma:
Z∞
xz−1e−xdx = Γ(z)
0
Γ(m + 1) = mΓ(m)

Γ(1/2) = π

– Integral pers. diatas dapat diganti dgn π,dan
√ Ãp ∗ !3
π 2mnkB T
n= 2 e(EF −Ec)/kB T
2π ~
atau dgn mengingat ~ = h/2π
µ ∗ ¶3/2
2mnπkB T (EF −Ec )/kB T
n = 2 2
e (*)
h
= Nce(EF −Ec)/kB T
dgn rapat keadaan (rapat keadaan efektif) dalam
pita konduksi
µ ¶3/2
2m∗nπkB T
Nc = 2
h2
– Hal yang sama u/ konsentrasi hole diperoleh:
µ ∗ ¶
2mpπkB T 3/2 (Ev −EF )/kB T
p = 2 e (**)
h2
= Nv e(Ev −EF )/kB T
dgn rapat keadaan (rapat keadaan efektif) dalam
pita valensi
µ ∗ ¶
2mpπkB T 3/2
Nv = 2
h2
• PERHATIAN: rumus-rumus n dan p disini diturunkan
secara umum dan ’’tidak hanya berlaku untuk semi-
konduktor murni’’. Satu-satunya asumsi yang dipakai
dalam pernurunan ini adalah pendekatan hukum sta-
tistik Fermi-Dirac dgn statistik Boltzmann.
• KHUSUS: u/ semikonduktor murni
– Berlaku n = p
– Akibatnya,
Nce(EF −Ec)/kB T = Nv e(Ev −EF )/kB T
atau µ ¶
Ec + Ev kB T Nv
EF = + ln
2 2 Nc
– Mengingat bhw m∗n/m∗p ' 1, maka Nv /Nc ' 1 dan
Ec + Ev
EF '
2
Ini berarti bhw tingkat energi Fermi terletak kurang
lebih ditengah-tengah antara tepi bawah pita kon-
duksi dan tepi atas pita valensi.
1.8.2 Semikonduktor Tak-Murni: Tingkat energi
Fermi dan Konsentrasi Pembawa
1. Kasus SK tipe-n
• Konsentrasi pembawa dalam pita konduksi
n = Nce(EF −Ec)/kB T
dgn
µ ∗ ¶3/2
2mnπkB T
Nc = 2
h2
– Andaikan semua elektron konduksi berasal dari elek-
tron Donor, maka n sama dgn konsentrasi elek-
tron donor (atau konsentrasi atom donor, karena
setiap atom tak-murnian hanya menyumbang satu
elektron) yang dieksitasi ke dalam pita konduksi.
– Harga ini sama dgn konsentrasi atom tak-murnian
ND dikurangi konsentrasi yang tersisa dalam pita
ED (yaitu pita energi atom donor). Jadi
n = ND − ND f (ED ) ' ND exp((ED − EF )/kB T )
2.
– Dengan demikian
Nce(EF −Ec)/kB T = ND e(ED −EF )/kB T
sehingga kita peroleh tingkat energi µ Fermi ¶ sbb:
1 kB T ND
EF = (Ec + ED ) + ln
2 2 N³c ND ´
(i) Dalam tipe-n, jika Nc À ND → ln Nc < 0,
dan EF terletak agak jauh dari dibawah ED .
Namun dgn menambah ketakmurnian, EF akan
bergeser ke atas.
(ii) Khususnya, pada Nc = ND (atau T = 0 K), EF
terletak ditengah-tengah antara Ec dan ED
(i) Catatan: Pergeseran tingkat Fermi tampak
pada gambar di atas. Jadi untuk operasi pada
suhu tertentu (suhu ruang misalkan tingkat
energi Fermi dapat dikendalikan dgn mengatur
konsentrasi takmurnian yang dimasukkan ke
dalam SK yang bersangkutan)
• PERHATIKAN juga,
– Meskipun konsentrasi pembawa dlm pita konduksi
masih ditentukan oleh rumus n yang serupa dgn
kasus SK-murni, namun harganya akan berbeda
tergantung pada tingkat energi Fermi yang diten-
tukan dalam desain bahannya. Jelas bhw
nn ↑ jika EF mendekati Ec
2. Kasus SK tipe-p
• U. tipe ini berlaku hal yang sama.
• Jika NA adalah konsentrasi atom akseptor, maka diper-
oleh hasil µ ¶
1 kB T Nv
EF = (Ev + EA) + ln
2 2 NA
• Harga EF inilah yg harus digunakan dalam rumus u/
konsentrasi pembawa di pita valensi:
p = Nv e(Ev −EF )/kB T
CATATAN:

1. Dari uraian diatas jelas bhw tingkat energi Fermi


merupakan faktor yang menentukan bagi perhi-
tungan konsentrasi pembawa SK, baik yang murni
maupun yang ekstrinsik.
2. Namun dipihak lain, anatara konsentrasi elektron
dan hole berlaku hubungan umum yang tidak
bergantung pada EF maupun konsentrasi ketidak-
murnian !!!
3. Dari rumus-rumus umum (*) dan (**) diperoleh
kesimpulan:
µ ¶3
2πkB T ∗ ∗ 3/2 −Eg /kB T
np = 4 2
(mn mp ) e
h
atau
np = n2i
dgn ni sebagai konsentrasi pembawa intrinsik yang
diberikan oleh rumus
p berikut:
ni = NcNv e(Ev −Ec)/kB T
p
= NcNv e−Eg /kB T
– Dari rumus di atas jelas bhw hasil kali np hanya
bergantung pd Eg = Ec − Ev
4. Jadi, baik SK-murni, SK tipe-n, dan SK tipe-p,
diperoleh persamaan
np = nnpn = nppp = n2i
Hubungan ini disebut sebagai HUKUM AKSI
MASSA (Hukum Guldberg-Waage)
1.8.3 Efek Hall dan Penerapannya
A. Efek Hall

• Keterangan:
(a) Medan listrik ξ dan medan magnet B diletakkan
saling tegak lurus
(b) Akibat pengaruh medan listrik, elektron-2 bebas
dalam batang akan mengalami gaya −eξ , dan
bergerak ke arah -x dgn kecepatan tertentu v
(c) Bersamaa ini, hadir B mepengaruhi elektron
dgn gaya dorong −evB dalam arah -y. Se-
bagai akibatnya, elektron-2 akan terdorong ke
bawah dan terkumpul di sisi bawah batang, dan
menimbulkan medan listrik ξ H dalam arah +y
(d) Proses ini akan berlangsung terus menerus sam-
pai tercapai medan listrik sanggup menyeimbangi
gaya magnet
eξ H = evB atau
ξ H = vB
(e) Tegangan Hall yang bersangkutan
VH = ξd
= vBd
(f) Kemudian, dgn meningat bhw pada keadaan
aliran stationer tsb berlaku
j = env = I/(ld)
maka
BI
VH =
enl
BI
= RH
l
dgn
1
RH =
en
Konstant ini disebut koefisien Hall
(g) Asumsi yang digunakan u/ penurunan rumus
di atas: bhw kecepatan hanyut elektron vn = v
sama untuk setiap elektron.
(h) Keadaan Riil: kecepatan pembawa-2 tsb
mempunyai latar belakang distribusi termal yang
kontinyu
Jika distribusi ini diperhitungkan, maka VH dan
RH termodifikasi menjadi
µ ¶
8 BI
VH = RH
3π l
dgn µ ¶
3π 1
RH =
8 en
Persamaan di atas berlaku juga untuk pembawa-
2 bermuatan positif. Hanya polaritas VH -nya
berlawanan dgn kasus elektron,
µ ¶ dan RH menjadi
3π 1
RH =
8 ep
B. Penerapan Efek Hall u/ Penentuan Parameter
Konduksi
Efek Hall dapat digunakan u/ menentukan 3 para-
meter secara langsung

1. Penentuan jenis SK ekstrinsik


2. Penentuan konsentrasi pembawa
3. Penentuan mobilitas Hall
1. Penentuan jenis SK ekstrinsik
– Efek Hall dlm SK tipe-n → VH yang berlawanan
polaritas dgn VH SK tipe-p dalam medan ξ dan B
yang sama.
Hal ini mudah dipahami:
hole bermuatan positif dan bergerak dalam arah
berlawanan akan mengalami gaya magnet yang
sama dan terkumpul di sisi yang sama pula pada
batang SK.
Dengan demikian akan tejafi medan ξ H dgn po-
laritas yang berlawanan dgn kasus SK tipe-n
2. Penentuan konsentrasi pembawa
– Dilakukan dgn rangkaian listrik yang mengalirkan arus
sepanjang arah sumbu x.
– Dengan penentuan besaran-2 l, B, VH ,dan I , n dan
p dapat dihitung dari VH atau RH yang bersangku-
tan:
8e 8e
n = (RH )n; p = (RH )p
3π 3π
3. Penentuan Mobilitas
– Tinjau persamaan konduktivitas
σ = e(µnn + µpp)
– U/ SK tipe-n:
σ = enµn
– U/ SK tipe-p:
σ = epµp
– Nilai σ dapat ditentukan dgn cara lain melalui pen-
gukuran resistivitas (σ = 1/ρ)
– Setelah ρ ditentukan, maka mobiltas Hall dapat di-
tentukan berdasarkan rumus
1
µ = RH
ρ
C. Penentuan Energi Gap
– Efek Hall dapat digunakan u/ penentuan energi gap
Eg secara tidak langsung, yaitu dgn mengukur koe-
fisien Hall sebagai fungsi dari temperatur
– Prinsip kerjanya:
(i) Andai digunakan SK tipe-n. Jika bahan ini diberi
temp. yg tinggi, maka eksitasi termal akan
mengahsilkan elektron bebas yang berjumlah
besar dari pita valensi, dan pembawa-2 intrinsik
berperan dominan pada temp. tinggi tsb.
> Daerah suhu tinggi ini disebut daerah intrinsik.
(ii) Jika temp. diturunkan, konsentrasi elektron
bebas akan menurun, dan pada titik tertentu
hanya elektron donor yang masih tertinggal
dalam pita konduksi. Selama temperatur tidak
cukup tinggi sehingga semua elektron donor
masih tereksitasi ke dalam pita konduksi, maka
konsentrasi pembawa akan bertahan konstan
terhadap perubahan temperatur.
> Daerah ini disebut daerah aus (Exhausion)
(iii) Penurunan lebih lanjut akan menyebabkan
peralihan kembali dari sebagian elektron ke
tingkat energi donor
> Daerah ini disebut daerah tak-murnian (ekstrin-
sik)
(iv) Konsentrasi pembawa menurun dgn cepat bila
temp. diturunkan.

– Khusus penentuan Eg perlu ditinjau hubungan yang


berlaku dalam daerah tak-murnian.
∗ Untuk daerah ini, n = p
∗ Dan berdasarkanp uraian sebelumnya
n = NcNv e−Eg /kB T
dgn mengambil logaritma
µ ¶ dari kedua sisi
Eg 1 1
ln(n) = − + ln(NcNv )
2kB T 2
∗ Jadi jelas bhw Eg dapat diperoleh dari kemiringan
(slope) kurva ln(n) vs 1/T di atas di dalam daerah
tak-murnian
2 Resume Kuliah II dan Tambahan
Gejala transport pembawa terkait dgn gejala peng-
hantaran listrik
• Gejala penghantaran listrik berwujud → arus listrik
• Arus listrik timbul baik dalam logam maupun semi-
konduktor, karena tersedianya pembawa-pembawa
listrik yang bebas:
– Logam: elektron bebas pada pita konduksi
– Semikonduktor: elektron dan hole, yang diciptakan
melalui proses eksitasi.
• Catatan: mekanisme hantaran u/ kedua bahan berbeda
• Berdasarkan mekanisme aliran pembawa bebas dua
jenis aliran:
(a) Arus hanyut (drift current)
(b) Arus difusi
• Dalam Logam, mekanisme pertama yang berperan
dgn elektron sebagai pembawanya.
• Dalam SK, kedua-duanya berperan, dan masing-masing
jenis arus akan melibatkan elektron maupun hole
2.1 Arus Hanyut

• Andaikan elektron mengalir dgn kecepatan rata-rata


atau kecepatan hanyut vn mempunyai konsentrasi
atau kerapatan n dalam arah alirannya → maka dari
gambar jelas bhw rapat arus per satuan luas penam-
pang
jn = −envn (A/m2)
Ini berarti sama dengan jumlah muatan negatif yang
mengalir per detik melalui penampang A.
• U/ arus hole, analog,
jp = epvp (A/m2)
• Jika gerak ini diakibat oleh medan listrik ξ , maka re-
spon pembawa terhadap ξ :
vn = −µnξ; u/ elektron
vp = µpξ; u/ hole
• Besaran-besaran pembanding µndan µp disebut mo-
bilitas elektron dan hole, dinyatakan dalam m2/(Volt
detik).
– Mobilitas pembawa: ukuran ketanggapannya ter-
hadap pengaruh medan listrik luar ξ (nilainya ter-
gantung jenis bahan SK yg bersangkutan)
• Dari persamaan-2 diatas, maka rapat arus:
jn = enµnξ
jp = epµpξ
– Catatan: Jika n, p, µn, µp tidak bergantung pada
medan listrik ξ , maka arus yang bersangkutan dise-
but arus Ohmik dan memenuhi ’’hukum Ohm’’
j = σξ
dengan konstanta pembanding σ → dikenal seba-
gai konduktivitas bahan.
∗ U/ elektron berlaku σ n = eµnn
∗ U/ hole berlaku σ p = eµpp
∗ dan konduktivitas total :
σ = σ n + σ p = e(µnn + µpp)
2.1.1 Konduktivitas dan Mobilitas
Konduktivitas dan mobilitas → parameter fenomenologi
(yg berkaitan dgn pengukuran langsung.
Besaran ini dapat juga dikaitkan dgn → mekanisme
penghantaran yg lebih terinci, dalam hal ini perlu tin-
jauan model klasik Drude-Lorentz (yg lebih mendekati
kedaan konduksi elektron dalam logam)
• Model klasik Drude-Lorentz
– Menurut model ini:
(i) Elektron-2 bebas yg bergerak akibat pengaruh
medan listrik luar ξ akan mengalami tumbukan
acak dgn ion positif dari kisi kristal logam dalam
frekuensi tinggi sepanjang jalan.
(ii) Akibatnya, kecepatan gerak elektron mempun-
yai harga rata-2 konstan.
(iii) Karena proses tumbukan tsb bersifat acak,
dan keadaan elektron sebelum dan sesudah
tumbukan bersifat bebas satu dgn lainnya,
maka proses gerak elektron secara rata-rata
dapat ditinjau dalam kurun waktu antara dua
tumbukan yang berturut-turut.
(iv) Andaikan selang waktu rata-rata antara dua
tumbukan adalah t, maka percepatan yang
dialami elektron dalam selang waktu itu secara
rata-rata dapat dihubungkan dgn kecepatan
rata-rata yang dicapai pada akhir selang waktu
t:
1
vn = at
2
dgn vn = 0 ketika t = 0,yaitu pada akhir
tumbukan sebelumnya. Tetapi percepatan a
ditentukan oleh ξ menurut pers.:
F −eξ
a= =
me me
Jadi,
eξt
vn = −
2me
(v) Dengan demikian, rapat arus yg terjadi:
j = −envn
ne2t
= − ξ
2me
konduktivitas dan mobilitas
ne2t
σ =
2me
et
µ =
2me
(vi) Dengan τ = t/2 sebagai waktu relaksasi
proses tumbukan, kita peroleh rumus DRUDE-
LORENTZ:
ne2τ
σ =
me

µ =
me
(vii) Berdasarkan rumus ini, karena n, e, me
besaran-2 konstan, maka σ hanya bergan-
tung pada τ .
(viii) Jika l jarak rata-2 antara dua ion yang
berdampingan dan vthnkecepatan termal elek-
tron, maka τ dianggap kurang lebih sebanding
dgn l/vthn.
(ix) Menurut model gas elektron
r bebas
3kB T
vthn =
m2
(x) Ini berarti: √ √
τ ≈ 1/ T dan σ ≈ 1/ T
dengan kata lain, konduktivitas logam akan
menurun nilai temperaturnya menurun.
– Ramalan model ini sesuai dgn hasil eksperimen,
terutama u/ temperatur yg tidak terlalu rendah ter-
hadap suhu kamar. Pada suhu yang lebih rendah
ternyata σ ≈ 1/T. (model gagal u/ suhu sangat
rendah)
∗ Perbaikan teori:
(A) perlu penafsiran me sebagai massa efektif
dan
(B) perumusan mekanika kuantum untuk proses
tumbukan !!
• Untuk Semikonduktor
– Bentuk umum rumus konduktivitas tetap diperta-
hankan:
ne2τ
σn = ∗
atau σ n = neµn
me
pe2τ
σp = ∗
atau σ p = peµp
mp
dengan
eσ n eσ p
µn = , µp =
m∗e m∗p
Harga mobilitas tergantung pada jenis kristal SK.
– Perbedaan pokok dgn logam:
(i) konsentrasi pembawa pada logam konstan,
sedangkan pada SK bergantung pada suhu
secara eksponensial, yaitu
n = Nc exp((EF − Ec)/kB T )
= Nc exp(−|EF − Ec|/kB T )
p = Nv exp((Ev − EF )/kB T )
= Nv exp(−|Ev − EF |/kB T )
(ii) Waktu relaksasi dan tentunya mobilitasnya,
hanya bergantung pada temperatur menurut
’’hukum pangkat’’
µ ≈ T −α
dgn α > 0, tetapi tidak jauh dari 1.
> Dengan demikian pertambahan hambatan
disebabkan oleh meningkatnya hamburan dgn
phonon akibat kenaikan temp. akan dikalahkan
dgn peningkatan σ yang disebabkan oleh
pertambahan konsentrasi pembawa.
>Singkatnya: jika σ logam berkurang dgn
kenaikan temp., maka hal sebaliknya yang
terjadi pada SK.
2.2 Arus Difusi

• Karena elektron di pita konduksi dan hole di pita valensi


bergerak bebas, maka dlaam keadaan setimbang
pembawa-pembawa ini akan tersebar secara mer-
ata.
• Jika pada daerah tertentu terjadi konsentrasi yang
lebih tinggi, maka pembawa daerag tersebut ’’dengan
sendirinya ’’ akan mengalir ke daerah dgn berkon-
sentrasi lebih rendah. (Proses ini akan terus berlang-
sung sampai terjadi kembali konsentrasi yang mer-
ata u/ seluruh daerah !!)
• Arus listrik yg terjadi karena aliran pembawa ini dise-
but arus difusi.

Hubungan distribusi pembawa dan arus difusi tampak


pada gambar di atas.
(Gbr. kiri) Distribusi elektron dan arus difusi elektron
(Gbr. kanan) Distribusi hole dan arus difusi hole.
• Secara matematis: hubungan antara rapat arus dan
gradient konsentrasi:
dn
jn = eDn
dx
dp
jp = −eDp
dx
Besaran-besaran Dn dan Dp → koefisien difusi
dari e dan hole (satuan m2/dtk)
P
• Prinsip: Arus Total = seluruh arus diatas
– Namun u/ SK tipe-n dan tipe -p hanya ditekankan
arus berikut:
dn
jn = eµnnξ + eDn
dx
dp
jp = eµppξ − eDp
dx
Harga D tidak hanya berbeda u/ e dan hole, tetapi
juga bergantung pada jenis bahan !!. Hal ini dapat
dilihat dalam Hubungan Einstein:
Dn Dp kB T
= =
µn µp e
sehingga · ¸ · ¸
kB T dn kB T dp
jn = eµn nξ + ; jp = eµp pξ −
e dx e dx
Kuliah III
3 Generasi dan Rekombinasi Pembawa

3.1 Konsep Quasi-Fermi

• Berdasarkan kuliah sebelumnya:


– Diasumsikan: konsentrasi elektron dan hole dalam
keadaan kesetimbangan termal jika distribusi pen-
dudukan keadaan elektronik dinyatakan dgn fungsi
distribusi Fermi-Dirac
• Fungsi distribusi akan berubah secara dramatis, jika
medah listrik tinggi (high electric field) diberikan ke
sampel SK
> pada kondisi ini, yaitu kondisi tidak setimbang (non-
equilibrium):
(i) konsentrasi elektron dan hole tidak lagi diny-
atakan dgn np = n2i
(ii) dan konsep Fermi-level yang ada tidak lagi dapat
digunakan
• Kondisi non-equlibrium juga dapat dibentuk melalui
generasi pasangan e & p ekstra dalam SK dgn ab-
sorbsi cahaya.
Foton dgn energi lebih besar dari energi gap, akan
mengeksitasi elektron di pita valensi ke pita konduksi
→ menggenerasi pasangan e & h.

• Dalam kondisi non-eq., penting merepresentasikan


fungsi distribusi u/ elektron dan hole sbb:
1
fn = ; (3.1)
1 + exp((E − EF n)/kB T )
1
fp = ; (3.2)
1 + exp((EF p − E)/kB T )
> Dari pers. diatas, didefinisikan EF n & EF p dan
disebut Tingkat quasi-Fermi elektron dan hole (kadang
disebur IMREF, kebalikan penyebutan fermi)
> Pada kondisi equilibrium: EF n = EF p = EF
> Pada kondisn non-eq: EF n 6= EF p dan keduanya
dapat merupakan fungsi koordinat
Realita: perbedaan EF n - EF p dapat digunakan u/
mengukur deviasi (penyimpangan) dari keadaan se-
timbang.
• Pada kasus SK nondegenerate, pers. (3.1) dan (3.2):
fn ' exp((EF n − E)/kB T )
fp ' exp((E − EF p)/kB T )
Substitusi persamaan-2 ini ke persaman n dan p (ku-
liah II)
n = Nc exp((EF n − E)/kB T ); (3.5)
p = Nv exp((E − EF p)/kB T ); (3.6)
3.2 Perluasan Konsep quasi-Fermi

– yaitu u/ kondisi dimana medan yang diberikan menye-


babkan peningkatan yang substansial dalam en-
ergi rata-2 gerak random elektron atau hole dgn
memperkenalkan konsep temperatur elektorn atau
hole efektif, Te & Tp
– Temperatur efektif elektron
2
Te = E/kB T
3
dimana E adalah energi elektron
– Persamaan (3.1) dan (3.2) menjadi
1
fn =
1 + exp((E − EF n)/kB Te)
1
fp =
1 + exp((EF p − E)/kB T )
catatan: hasil perhitungan dan simulasi konsep
temp efektif sangat tidak akurat (detail M. Schur
section 1.14)
• Konsep quasi-Fermi sangat bermanfaat, karena kon-
sentrasi pembawa pada devais SK dapat bervariasi
sebagai fungsi dari posisi atau bias dgn orde besar
yang banyak, sedangkan quasi-Fermi berubah di-
dalam energi gap atau dekat ke dasar pita konduksi
atau ke puncak pita valensi. Variasi ini mudah divi-
sualisasikan !!
• Andaikan:
(a) Cahaya menyinari GaAs tipe-n dgn rapat doping
Nd
(b) Cahaya secar uniform terabsorbsi dan mempro-
duksi pasangan e & p dgn kerapatan P
(c) Kerapatan elektron menjadi
n ' P + Nd; (3.9)
(d) Kerapatan hole menjadi
p ' P + n2i /Nd; (3.10)
(e) Tingkat quasi-Fermi elektron dan hole dihitung
melalui pers. (3.5), (3.6), (3.9) dan (3.10)
• Pasangan elektron-hole yang tergenerasi dalam SK
→ merekombinasi
• Proses rekombinasi akan lebih intensif apabila kon-
sentras ipasangan elektron-hole bertambah
Nilai konsentrasi pembawa steady state tercapai, jika
laju generasi G diimbangi laju rekombinasi R
G=R
3.3 Mekanisme Rekombinasi
Terdapat 4 tipe mekanisme:

1. Rekombinasi radiatif langsung (pita-ke pita)


2. Rekombinasi pita-ke impuriti radiatif
3. Rekombinasi non-radiatif melalui tingkat impu-
rity (trap)
4. Rekombinasi Permukaan

3.3.1 Rekombinasi radiatif langsung (pita-ke


pita)

• Laju rekombinasi sebanding dgn perkalian np


• U/ SK non-degenerate
R = Gthnp/n2i ; (3.12)
dimana Gth laju generasi termal
• Ungkapan u/ Gth (Roosbroeck
Z & Schockley (1954))
2 4 3 3 dx
Gth = 32π (kB T /h) ξ(v)nr x ; (3.13)
[exp(x) − 1]
dimana v frekuensi, nr indeks refraksi, x = hv/kB T,
ξ(x) = hcα(x)/(4πkB T nr x), c kecepatan cahaya dalam
vakum dan α koefisien absorbsi.
• Persamaan (3.12) menjadi:
R = Cr np
• Pada steady state,
G = Cr np = Cr (n0 + 4n)(p0 + 4p)

dimana 4n & 4p konsentrasi elektron dan hole ek-


stra dan n0 & p0 konsentrasi elktron dan hole setim-
bang (n0p0 = n2i )
• Jika generasi pasangan e & h disebabkan cahaya,
laju generasi G sebanding dgn intensitas cahaya I
Contoh:
Andaikan sebuah SK tipe-n dalam keadaan setim-
bang: n0 = Nd dan p0 = n2i /Nd
Pada intensitas cahaya yang rendah jika 4n ¿ Nd,tetapi
4p ' 4n À n2i /Nd, diperoleh
4n = Gτ r
dimana τ r = 1/(Cr Nd) disebut radiative band-to-
band recombination lifetime
Jika intensitas cahaya kecil, 4n sebanding dgn G,
dan tentunya juga dgn I .
Pada intensitas tinggi, jika 4n À n0, p0, 4p ' 4n,
√ G≈
Cr 4n4p = Cr 4n2, dan √ 4n sebanding dgn G,
dan tentunya juga dgn I
3.3.2 Rekombinasi pita-ke impuriti radiatif

• Rekombinasi ini secara praktis lebih penting ketim-


bang mekanisme sebelumnya, terumta u/ devais SK
pengemisi cahaya (light-emiting)
• Radiative bandto-impurity recombination lifetime:
τ r = 1/(Br NA)
dimana Br koefisien rekombinasi radiatif dan NA kon-
sentrasi impurity yang terkait dalam proses rekom-
binasi ini

3.3.3 Rekombinasi non-radiatif via trap

• Dalam banyak hal, mekanisme ini dominan.


• Teori dari mekanisme dikembangkan oleh Schock-
ley & Read (1952)
• Empat transisi elektron dan hole terlibat dalam rekom-
binasi ini

• Keterangan:
(a) Ketika e ditangkap oleh trap yang kosong dan
kemudian hole ditangkap oelh trap yang terisi
oleh elektron → rekombinasi pasangan e & h
(b) Proses sebaliknya: elektron diemisi oleh trap
terisi ke pita konduksi, dan emisi hole dari trap
yang kosong ke pita valensi
• Laju penangkapan elektron, Rnc, sebanding dgn jum-
lah elektron dan jumlah trap yang kosong
Rnc = Cnn(1 − ft)Nt
dimana ft fungsi pendudukan tingkat trap.
– Koefisien
Cn = σ nvthn
dimana σ n penampang lintang penangkapan u/ elek-
tron,
vthn = (3kB T /m∗n)1/2
adalah kecepatan termal elektron dan m∗n massa
efektif elektron.
• Laju emisi elektron dari trap, Rne,
Rne = enftNt
• Dalam kondisi setimbang
Rnc = Rne
sehingga,
Cnn0 = enft0/(1 − ft0); (3.23)
dimana
n0 = Nc exp((EF − Ec)/kB T )
adalah konstrasi elektron setimbang, ft0 pendudukan
tingkat trap setimbang.
Ratio ft0/(1−ft0) diperoleh dgn menggunakan fungsi
pendudukan Fermi-Dirac:
ft0/(1 − ft0) = exp [−(Et − EF )/kB T ]
Et energi tingkat trap
Sehingga darri pers.(3.23), diperoleh bhw
en = ntCn
dimana
nt = Nc exp [−(Et − Ec)/kB T ]
• Perbedaan antara laju penangkapan dan pememisian
elektron
Rn = Rnc − Rne = CnNt [(1 − ft)n − ftnt] ; (3.28)
• Penurunan yang sama u/ perbedaan laju panangka-
pan dan pengemisian hole
Rp = Rpc − Rpe = CpNt [ftp − (1 − ft)pt]
dimana
Cp = σ pvthp
• Pada kondisi setimbang: tidak terdapat akumulasi
netto muatan, sehingga e & h harus merekombinasi
dalam pasangan. Jadi,
Rp = Rn = R
dimana R laju rekombinasi
• Fungsi pendudukan ft dapat diperoleh dari kondisi
Rp = Rn,
nCn + ptCp
ft =
Cn(n + nt) + Cp(p + pt)
• Substitusi pers. ini ke pers.(3.28):
pn − n2i
R= ; (3.34)
τ pl (n + ni) + τ nl (p + pi)
ni konsentrasi intrinsik, τ pl dan τ nl lifetiem elektron
dan hole
τ nl = 1/(vthnσ nNt)
τ pl = 1/(vthpσ pNt)
– Khususnya, jika elektron adalah muatan minoritas
(n ¿ p ≈ NA, p À pt, p À nt), pers.(3.34) tere-
duksi menjadi
n − n0
R=
τ nl
dimana n0 = n2i /ND .
– Jika hole minoritas (p ¿ n ≈ ND , n À pt, n À nt)
p − p0
R=
τ pl
dimana p0 = n2i /NA.
– Konsentrasi pembawa ditentukan oleh doping. Penu-
runan lifetime thp doping pada tingkat doping yang
rendah dapt dijelaskan melalui konsentrasi trap di
sampel terdoped.
∗ Jika konsentrasi trap sebanding dgn konsentrasi
dopant, diharapkan
τ ' 1/ND
∗ Hasil eksperimen (M.S Tyagi & R. van Overstraaten)
menunjukan lain: pada tingkat doping yang re-
latif tinggi, τ pl menurun thp konsentrasi doping
lebih cepat daripada 1/ND .
∗ Alasan: mekanisme rekombinasi yang berbeda
(disebut rekombinasi Auger ) menjadi penting un-
tuk tingkat doping yang tinggi
∗ Pada mekanisme ini:
(A) rekombinasi e & h tanpa tingkat trap
(B) dan energi yang dikeluarkan (dlm orde energi
gap) ditransfer ke pembawa yang lain ( hole
pada tipe-n dan elektron pada tipe-p)
(C) Proses demikian adalah kebalikan dari proses
mekanisme impact ionization yang dgnnya
pembawa energetik menyebabkan generasi
pasangan e & h
(D) Karena terdapat dua elektron dan dua hole
dalam rekombinasi Auger, lifetime rekombi-
nasinya adalah berbanding terbalik kuadrat
konsentrasi mayoritas
τ nl = 1/(GpNA2 ); tipe-p
τ pl = 1/(GnND2 ); tipe-n
Untuk Si Gp = 9, 9 × 10−32 cm6/s dan
Gn = 2, 28 × 10−31 cm6/s
3.3.4 Rekombinasi Permukaan (surface)

• Pada kebanyak devais SK, laju rekombinasi sangat


tinggi dekat permukaan, dimana defects dan trap
tambahan meningkatan laju rekombinasi
• Konsekuensinya: fluks difusi pembawa minoritas pad
permukaan ditentukan oleh proses rekombinasi per-
mukaan.
– Contoh: jika pembawa minoritas adalah hole, rekom-
inasi permukaan dapat dideskripsikan sbb:
Dp∂p/∂x|x=0 = −Sp [pn(x = 0) − pn0]
dimana Dp koefisien difusi hole, pn konsentrasi hole,
pn0 = n2i /ND konsentrasi hole setimbang, x = 0
menyatakan permukaan sampel,
Sp = σ pvthpNst
merupaka laju rekombinasi permukaan, dan Nst
adalah kerapatan permukaan dari permukaan trap

Anda mungkin juga menyukai