Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM PROYEK ANATOMI DAN FISIOLOGI HEWAN

(BI2203)

PENDEDAHAN ZAT DAN SISTEM PENCERNAAN MENCIT (Mus musculus)

Tanggal praktikum: 21 September 2016

Tanggal pengumpulan: 10 Oktober 2016

Disusun oleh:

Gerina Maylinda

10615058

Kelompok 08

Asisten:

Nadia Puji Utami (10614011)

PROGRAM STUDI BIOLOGI

SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BANDUNG

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa kini, masalah berat badan menjadi masalah yang seing


dikeluhkan oleh banyak orang. Entah itu karena kegemukan atau berat badan
yang rendah. Faktor yang menyebabkan kegemukan dapat berasal dari gaya
hidup yang tidak sehat, seperti kurang olah raga, sering memakan makanan
cepat saji (junk food), atau karena faktor genetik (Ammerman, 1997).
Sedangkan berat badan yang rendah berhubungan dengan asupan gizi yang
kurang, adanya penyakit tertetu yang mengenai tubuh, dan lingkungan yang
tidak sehat (Zulfita, 2013).
Diketahui bahwa daun jati belanda dengan nama latin Guazumae
folium dapat mengatasi kegemukan. Daun jati belanda mengandung flavonoid,
asam fenolat, tanin, steroid/triterpenoid, dan karotenoid yang dapat
meningkatkan konsentrasi asam lemak dengan bantuan enzim lipase sehigga
lemak dapat dibah dengan cepat dan tidak menumpuk di badan (Rahayu,
2007). Untung mengatasi berat badan yang rendah, biasanya digunakan
temulawak (Curcuma xanthorriza) yang berperan sebagai antioksidan agar
radikal bebas yang masuk dalam tubuh dapat diatasi sehingga berat badan
dapat naik. Gugus yang bekerja untuk penangkap radikal bebas yaitu gugus
hidroksi fenolik pada kurkumin yang terkandung pada temulawak (Rosidi,
2014).
Pendedahan zat biasanya dilakukan pada mencit yang akan melakukan
diet penurunan berat badan atau menaikan berat badan. Zat yang didedahkan
biasanya daun jati belanda yang sudah diekstrak menjadi teh dan serbuk
temulawak yang sudah dilarutkan dalam air. Sebagai control, ada juga mencit
yang didedahkan dengan akuades. Data hasil pendedahan ini nantinya
dimasukan pada parameter efisiensi sistem pencernaan, seperti efisiensi
pakan, pencernaan, dan absorpsi, untuk mengetahui dampak dari pendedahan
tersebut (Hardiningsih, 2006).
Percobaan ini nantinya akan melihat bagaimana kurkumin dan daun
jati belanda yang didedahkan pada mencit bekerja. Akan ada kondisi kontrol
dimana mencit yang menjadi hewan percobaan hanya didedahkan oleh
akuades, sebagai perbandingan. Hasil data dari pendedahan akan dihitung
lewat parameter efisisiensi sistem pencernaan untuk dilihat dampak
pendedahan terhadap emncit secara kuantatif.

1.2 Tujuan

Tujuan pada praktikum pendedahan zat dan sistem pencernaan mencit


(Mus musculus) ini sebagai berikut.

1. Menentukan nilai tiap parameter efisiensi pencernaan (efisiensi pakan,


efisiensi pencernaan, efisiensi pertumbuhan relatif, laju konsumsi, laju
pertumbuhan, dan laju pertumbuhan relatif) untuk perlakuan pendedahan
kurkumin.
2. Menentukan nilai tiap parameter efisiensi pencernaan (efisiensi pakan,
efisiensi pencernaan, efisiensi pertumbuhan relatif, laju konsumsi, laju
pertumbuhan, dan laju pertumbuhan relatif) untuk perlakuan pendedahan
slimming tea.
3. Menentukan nilai tiap parameter efisiensi pencernaan (efisiensi pakan,
efisiensi pencernaan, efisiensi pertumbuhan relatif, laju konsumsi, laju
pertumbuhan, dan laju pertumbuhan relatif) untuk perlakuan pendedahan
akuades.
4. Menentukan pengaruh kurkumin terhadap efisiensi pakan, efisiensi
pencernaan, efisiensi pertumbuhan relatif, laju konsumsi, laju
pertumbuhan, dan laju pertumbuhan relatif
5. Menentukan pengaruh slimming tea terhadap efisiensi pakan, efisiensi
pencernaan, efisiensi pertumbuhan relatif, laju konsumsi, laju
pertumbuhan, dan laju pertumbuhan relatif.
6. Menentukan pengaruh akuades terhadap efisiensi pakan, efisiensi
pencernaan, efisiensi pertumbuhan relatif, laju konsumsi, laju
pertumbuhan, dan laju pertumbuhan relatif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pencernaan Mamalia


Sistem pencernaan pada mamalia terdiri dari saluran pencernaan dan
kelenjar pencernaan. Makanan masuk ke dalam mulut, mengalami pencernaan
mekanik oleh gigi. Makanan kemudian menuju faring untuk lanjut masuk ke
esofagus. Di dalam esofagus makanan digerakan agar menuju lambung. Di
lambung makanan dicerna secara kimiawi. Makanan yang sudah menjadi
lobus karena pencernaan di lambung, kemudian masuk ke usus halus, untuk
diserap sari-sari makanannya oleh jonjot usus. Lalu makanan menuju usus
besar dimana air akan diabsorbsi dan feses mulai terbentuk. Kemudian sisa-
sisa makanan yang tidak dapat dicerna akan masuk pada anus. Sistem
pencernaan pada mamalia pada dasarnya mirip seperti sistem pencernaan
mamalia. Namun pada beberapa spesies terdapat perbedaan (modifikasi)
akibat adanya adaptasi dengan lingkungan. Misal pada hewan-hewan
memamah biak, makanan dikunyah dua kali sebelum mengalami pencernaan
kimia dalam lambung. Lambung hewan ruminansia pun mempunyai beberapa
bagian yang mempunyai tugasnya sendiri (Syafuddin, 2009).
2.2 Temulawak (Curcuma xanthorriza)
Temulawak (Curcuma xanthorhiza) adalah salah satu tumbuhan obat
keluarga Zingiberaceae yang banyak tumbuh dan digunakan sebagai bahan
baku obat tradisional di Indonesia. Tumbuhan temulawak secara empiris
banya digunakan sebagai obat tunggal maupun campuran. Terdapat lebih dari
dari 50 resep obat tradisional menggunakan temulawak (Sidik, 1992).
Kandungan kurkumin pada Temulawak (Curcuma xanthorhiza)
berfungsi sebagai antioksidan yang baik. Berdasarkan penelitian Jitoe (1992)
kurkumin lebih aktif dibanding dengan vitamin E dan beta karoten. Hal ini
dikarenakan peranan kurkumin sebagai antioksidan yang menangkal radikal
bebas tidak lepas dari struktur senyawa kurkumin. Kurkumin mempunyai
gugus penting dalam proses antioksidan tersebut. Struktur kurkumin terdiri
dari gugus hidroksi fenolik dan gugus β diketon. Gugus hidroksi fenolik
berfungsi sebagai penangkap radikal bebas pada fase pertama mekanisme
antioksidatif. Pada struktur senyawa kurkumin terdapat 2 gugus fenolik,
sehingga 1 molekul kurkumin dapat menangkal 2 radikal bebas. Gugus β
diketon berfungsi sebagai penangkap radikal pada fase berikutnya (Rosidi,
2014).
2.3 Jati Belanda (Guazumae folium)
Jati belanda termasuk ke dalam divisi spermatophyta, kelas
dicotyledonae, suku sterculiaceae, dan marga guazuma. Tanaman jati belanda
tersebar luas di berbagai daerah khususnya di pulau Jawa dan Madura.
Tanaman ini tumbuh baik pada dataran dengan ketinggian 1 sampai 1800
meter di atas permukaan laut.
Seduhan atau infus daun jati belanda sebanyak tujuh helai dan
dicampur dengan tujuh helai daun tempuyung, dan sedikit serbuk majakan
yang diminum satu kali sehari sebanyak 100 mL selama sebulan telah lama
digunakan sebagai obat pelangsing tubuh. Daun jati belanda mengandung
senyawa flavonoid, asam fenolat, tanin, steroid/triterpenoid, dan karotenoid
(Hartanto, 1986). Disebabkan kandungan taninnya, jati belanda memiliki rasa
agak kelat. Disamping itu, karena kandungan lainnya, seperti kafein, sterol,
dan asam fenolat, jati belanda mengandung bau aromatik yang lemah
(Rahayu, 2007).
2.4 Jenis-jenis Injeksi (Oral Gavage, Intraperitonial, Intravena,
Intramuskular, dan Subkutan)
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum
digunakan. Injeksi biasa disuntikkan melalui jaringan ke dalam kulit, melalui
kulit, atau selaput lendir. Menurut Parrot (1971) terdapat beberapa bagian
pada tubuh yang dapat dijadikan jalur injeksi, sebagai berikut.
1. Oral Gavage
Meski bukan merupakan injeksi, namun oral gavage
merupakan metode pendedahan zat yang efektif. Zat didedahkan
langsung pada esofagus mencit menggunakan jarum khusus gavage.
Jarum gavage biasanya lebih anjang dan lebih teal daripada jarum
biasa. Jarum gavage bagian ujungnya tidak runcing agar tidak
menusuk organ ketika gavage sedang dilakukan.
2. Injeksi Intravena
Zat pada injeksi ini didedahkan pada pembuluh vena terbesar
pada bagian organ yang banyak ditemui pembuluh darah. Bagian
tubuh mencit yang mempunyai pembuluh darah vena besar adalah
dibagian ekornya. Injeksi ini menjadi injeksi yang paling efektif
karena zat langsung masuk peredaran darah, sehingga dapat langsung
didistribusikan ke seluruh tubuh.
3. Injeksi Intraperitoneal
Pendedahan zat bisa juga melalui rongga perut. Injeksi pada
rongga perut dinamakan injeksi intraperitoneal. Pada mencit, injeksi
ini biasanya dilakukan pada bagian perut dibagian ventral tubuh
mencit. Injeksi ini merupakan injeksi yang cukup dalam karena harus
mengenai bagian peritoneal dari mencit.
4. Injeksi Subkutan
Dari beberapa jenis injeksi, proses injeksi subkutan yang
paling menyakiti mencit. Hal ini dikarenakan injeksi dilakukan
dibagian kulit. Bagian yang biasanya diinjeksi subkutan adalah bagian
punggung mencit atau kulit yang berada pada rongga abdomen mencit.
Injeksi ini sedikit lebih luar dari injeksi peritonial.
5. Injeksi Muskular
Jaringan terdalam yang dapat dilakukan injeksi adalah jaringan
otot. Injeksi pada jaringan otot dilakukan pada bagian tubuh yang
banyak terdapat otot. Bagan tubuh mencit yang terdapat banyak otot
adalah bagian paha mencit. Sehingga bila melakukan injeksi muscular,
sebaiknya dilakukan pada bagian paha mencit dengan sudut injeksi
sebesar 90˚.
2.5 Dosis-dosis Pendedahan Zat
Untuk menghasilkan hasil data pendedahan yang baik, pendedahan zat
harus sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Dosis ini harus dipatuhi agar
hewan percobaan tidak mengalami over dosis atau kekurangan dosis. Bila hal
tersebut terjadi, data yang diambil akan menjadi tidak valid dan tidak dapat
digunakan. Berikut dosis pendedahan dari berbagai jenis injeksi menurut
Parret-Gentil (2007) pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Dosis-dosis Pendedahan Zat pada Beberapa Jalur Injeks
2.6 Parameter Sistem Pencernaan
Terdapat beberapa parameter yang menjadi acuan untuk melihat
bagaimana kerja sistem pencernaan suatu organisme. Parameter ini dihitung
secara kuantitatif dengan data yang berasal dari pengamatan yang dilakukan
pada mencit. Parameter tersebut menurut Hardiningsih (2006) sebagai berikut.
Bibliography
Ammerman, R. T. (1997). Handbook of Prevention and Adolscent. New York: John Wiley &
Sons. Inc .

Hardiningsih, R. d. (2006). Pengaruh Pemberian Pakan Hiperkolesterlomemia terhadap


Bobot BAdan Tikus Putih Winstar yang DIberi Bakteri Asam Laktat. 127-130.

Hartanto, B. (1986). Fitokimia Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia). Bandung: ITB.

Jitoe, A. M. (1992). Antioxidant Activity of Tropical Ginger Extracts and Analysis of The
Contained Curcuminoids. 1337-1340.

Rahayu, Y. S. (2007). Khasiat Esktrak Ramuan Daun Jati Belanda Terhadap Konsestrasi
Kolestereol Hati Tikus yang Hiperlipidemia. Tesis , 7.

Rosidi, A. A. (2014). Potensi Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) sebagai Antioksidan. 1.

Sidik, M. M. (1992). Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Jakarta: Yayasan


Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedica.

Syafuddin. (2009). Anatomi Tubuh Manusia Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika Press.

Zulfita, P. N. (2013). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Gizi Buruk pada Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Kota Padang Tahun 2013. 3.

Anda mungkin juga menyukai