Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Tiroid adalah suatu kelenjar endokrin murni berbentuk kupu-kupu yang terdiri
dari dua lobus yang masing-masing dihubungkan oleh ismus yang tipis dibawah
kartilago krikoidea di laher. Kelenjer tiroid berfungsi menghasilkan hormon tiroid (
T3 dan T4) yang membantu mengatur temperatur ubuh, metabolisme energi dan
protein, juga membantu fungsi normal sistem kardiovaskular dan sistem saraf pusat.
Fungsi tiroid ini diatur dan dikontrol oleh glikoprotein hipofisis TSH yang diatur
pula oleh hormon dari hipotalamus yaitu TRH.

Hipertiroid merupakan tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjer tiroid yang


hiperaktif. Tirotoksikosis merupakan manifestasi klinik kelebihan hormon tiroid yang
beredar dalam sirkulasi. Apapun sebabnya manifestasi kiniknya sama, karena efek ini
disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3 inti yang makin penuh.

Rangsangan oleh TSH atau TSH-like subtances (TSI, TSAb), autonomi


instrinsik kelenjar menyebabkan tiroid meningkat, terlihat dari radioactive neck
uptake naik. Sebaliknya pada destruksi kelenjar misalnya karena radang, inflamasi,
radiasi, akan terjadi kerusakan sel hingga hormon yang tersimpan dalam folikel keluar
masuk dalam darah. Dapat pula karena pasien mengkonsumsi hormon tiroid
berlebihan. Dalam hal ini justru radioactive neck-uptake turun. Membedakan ini
perlu, sebab umumnya peristiwa kedua ini, toksikosis tanpa hipertiroidisme, biasanya
sef-limiting disease.

Kira-kira 70% tirotoksikosis karena penyakit Graves, sisanya karena struma


multinodular toksik dan adenoma toksik. Sedangkan penyebab lain yaitu, tiroiditis,
ambilan hormon tiroid secara berlebihan, kanker pituitary dan obat-obatan seperti
amiodarone.

Dalam setiap diagnosis penyakit tiroid dibutuhkan deskripsi mengenai kelainan


faalnya (status tiroid), gambaran anatominya (difus, uni/multinoduldan sebagainya)
dan etiologinya (autoimun, tumor, radang). Saat ini belum ada tersedia data
tentang prevalensi hipertiroid di Indonesia. Hipertiroid lebih banyak

1
terjadi pada wanita dibandingkan pria, terdapat predisposisi familial
terhadap penyakit ini.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

HIPERTIROID

2.1 DEFINISI

Hipertiroid merupakan overfungsional kelenjer tiroid. Dengan kata lain


hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid dalam darah dan
biasanya berkaitan dengan keadaan klinis tirotoksikosis. Sementara menurut Martin
A Walter hipertiroid adalah kondisi umum yang berkaitan dengan meningkatnya
morbiditas dan mortalitas, khususnya yang disebabkan oleh komplikasi
kardiovaskuler. Sebagian besar disebabkan oleh penyakit graves, dengan nodul
toksik soliter dan goiter multinoduler toksik menjadi bagian pentingnya walaupun
dengan frekuensi yang sedikit. Namun penyakit Graves dan goiter noduler
merupakan penyebabnya yang paling umum. Pada penderitanya biasanya terlihat
adanya pembesaran kelenjer gondok di daerah leher. Komplikasi hipertiroid pada
mereka yang berusia lanjut dapat mengancam jiwa sehingga apalagi gejalanya berat
harus segera dirawat di rumah sakit. Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis
hipertiroid yang paling berat mengancam jiwa, umumnya keadaan ini timbul pada
pasien dengan dasar penyakit Graves atau struma multinodular toksik, dan
behubungan dengan faktor pencetus, infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium,
hipoglikemi, partus, stress emosi, penghentian obat anti tiroid dan sebagainya.
Istilah hipertiroidisme sering disamakan dengan tirotoksikosis, meskipun secara
prinsip berbeda. Dengan hipertiroidisme dimaksudkan hiperfungsi kelenjar tiroid dan
sekresi berlebihan dari hormon tiroid dalam sirkulasi. Pada tirotoksikosis dapat
disebabkan oleh etiologi yang amat berbeda, bukan hanya berasal dari kelenjar tiroid.
Adapun hipertiroidisme subklinik, secara definisi diartikan kasus dengan kadar
hormon normal tetapi TSH rendah. Tirotoksikosis adalah sindroma hipermetabolism
dan hiperakivitas di sebagian besar tubuh manusia, disebabkan karena kadar fT4
dan/atau fT3 meningkat. Dapat disebabkan karena tidak terkendalinya produksi
hormon pada morbus Graves, struma mulinoduler toksik, kelenjar bocor hingga
hormon keluar, terjadi pada tiroiditis atau radiasi kelanjar, produksi hormon tak
terkendali dari nodul otonom, carcinoma atau jaringan tiroid ektopik. Meski jarang
tiroroksikosis dapat terjadi karena resistensi hipofisis atas peristiwa umpan balik,

3
tumor hipofisis yang mengeluarkan TSH, bahan stimulator tiroid yang dikeluarkan
oleh mola hidatidosa, korikasrsinoma dan seminoma atau peristiwa yang sama sekali
berasal dari luar tubuh sperti terlalu banyak menggunakan hormon tiroid atau bahan
yodium. Apapun sebabnya, hasil akhir ialah perubahan yang terjadipun juga serupa.
Dengan demikian peristiwa metabolik yang akan dibahas dalam naskah ini berlaku
juga untuk peristiwa lain, tidak hanya terjadi pada penyakit Graves. Dari
tirotoksikosis, hampir 90% disebabkan Morbus Graves dan Morbus Plummer. Dengan
perbandingan 60 % dengan 40 %.

2.2 ANATOMI TIROID

Kelenjar tiroid berada di kedalaman dari otot sternothyroid dan sternohyoid,


terletak di anterior leher sepanjang C5-T1 vertebrae. Kelenjar ini terdiri dari lobus
kanan dan kiri di anterolateral dari laring dan trakea. Kedua lobus ini disatukan oleh
bagian yang menyatu yang disebut isthmus, di cincin trakea kedua dan ketiga.

4
Kelenjar tiroid dikelilingi oleh suatu fibrous capsule tipis, yang membuat septa
kedalam kelenjar. Jaringan ikat padat menempel pada cricoid cartilage dan superior
tracheal ring. Dari external ke capsule adalah loose sheath yang dibentuk oleh visceral
portion dari lapisan pretracheal di kedalaman cervical fascia.

Arteri; kelenjar tiroid memiliki aktivitas vaskular yang tinggi dan disuplai oleh
arteri superior dan inferior. Pembuluh darah ini berada di antara fibrous capsule dan
loose fascial sheath. Biasanya cabang pertama dari arteri eksternal karotid adalah
superior tiroid arteri, turun ke bagian superior kelenjar, menembus lapisan pretracheal
di kedalaman cervical fascia, dan membagi kedalam cabang anterior dan superior
yang menyuplai bagian anterosuperior dari kelenjar. Arteri inferior tiroid, cabang
terbesar dari thyrocervical trunks dari arteri subclavian, ke bagian posterior secara
superomedial ke carotid sheath untuk mencapai bagian posterior dari kelenjar tiroid.
Merekan terbagi kedalam beberapa cabang yang menembus lapisan pretracheal di
kedalaman cervical fascia dan menyuplai bagian posterioinferior, termasuk ke bagian
inferior kelenjar. Kanan dan superior kiri dan arteri inferior tiroid beranatomosis
kedalam kelenjar dan menyuplai kelenjar.
Vena; Tiga pasang vena tiroid biasanya membentuk tiroid plexus vena di
permukaan anterior kelenjar tiroid dan anterior trachea. Vena superior tiroid bersama
arteri superior tiroid, mereka memperdarahi bagian superior tiroid. Vena middle tiroid
tidak disertai arteri dan memperdarahi bagian medial tiroid. Sedangkan vena inferior
tiroid memperdarahi bagian inferior tiroid. Vena superior dan mid tiroid akan
bermuara ke internal jugular vein sedangkan vena inferior tiroid bermuara ke vena
brachiocephalic.
Limfe; pembuluh linfe dari kelenjar tiroid melewati jaringan ikat interlobular,
biasanya didekat arteri. Mereka berkomunikasi dengan suatu jaringan capsular
pembuluh limfe. Dari sini, pada mulanya pembuluh ini melewati prelaryngeal,
pretracheal, dan paratracheal nodus limfe. Prelaryngeal mengalir ke superior cervical
nodus limfe, dan pretracheal dan paratracheal limfe nodus mengalir ke inferior deep
cervical nodes. Disamping itu, pembuluh lymph berada di sepanjang vena superior
tiroid melewati langsung ke inferior deep cervical lymph nodes. Beberapa pembuluh
lymph mengalir ke brachiocephalic lymph nodes atau thoracic duct.

5
Nerve; Saraf dari kelenjar tiroid diturunkan dari superior, middle, dan inferior
cervical (symphatetic) ganglia. Mereka mencapai kelenjar melalui cardia dan superior
dan inferior thyroid periarterial plexuses yang bersama-sama tiroid arteri. Seratnya
adalah vasomotor, bukan secremotor. Mereka menyebabkan konstriksi pembuluh
darah. Sekresi endokrin dari kelenjar tiroid diregulasi secara hormonal oleh kelenjar
pituitary.

2.3 FISIOLOGI HIPERTIROID

2.3.1 PENGATURAN SEKRESI HORMON TIROID

Untuk menjaga agar tingkat aktivitas metabolisme dalam tubuh tetap normal,
maka setiap saat harus disekresikan hormone tiroid dengan jumlah yang tepat, dan
agar hal ini dapat terjadi, ada mekanisme umpan balik spesifik yang bekerja melalui
hipotalamus dan kelenjar hipofisisi anterior untuk mengatur kecepatan sekresi tiroid.
Mekanisme ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. EFEK HORMON PERANGSANG TIROID (TSH) PADA SEKRESI TIROID
Hormon perangsang tiroid (TSH), yang juga dikenal sebagai tirotropin,
merupakan salah satu hormone kelenjar hipofisis anterior, yaitu suatu
glikoprotein, hormon ini meningkatkan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh
kelenjar tiroid. Efeknya yang spesifik terhadap kelenjar tiroid adalah sebagai
berikut :

6
a. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel,
dengan hasil akhirnya adalah terlepasnya hormone-hormon tiroid ke dalam
sirkulasi darah dan berkurangnya substansi folikel itu sendiri.
b. Meningkatkan aktivitas pompa natrium, yang meningkatkan kecepatan
“penjeratan iodida (iodide trapping)” di dalam sel-sel kelenjar, kadangkala
meningkatkan rasio konsentrasi iodide intraselular terhadap konsentrasi
iodide ekstraseluler sebanyak delapan kali normal.
c. Meningkatkan iodinasi tirosin dan meningkatkan proses penggandengan
(coupling) untuk membentuk hormone tiroid.
d. Meningkatkan ukuran dan meningkatkan aktivitas sekretorik sel-sel tiroid
e. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan perubahan sel kuboid
menjadi sel koluminar dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke
dalam folikel.
Ringkasnya, TSH meningkatkan semua aktivitas sekresi sel kelenjar tiroid
yang diketahui.
Efek awal yang paling penting setelah pemberian TSH adalah timbulnya
proteolisis tiroglobulin, yang dalam waktu 30 menit akan menyebabkan
pelepasan tiroksin dan triiodotironin ke dalam darah. Efek lain memerlukan
waktu berjam-jam bahkan berhari-hari untuk berkembang penuh.
2. PERAN SIKLIK ADENOSINE MONOFOSFAT DALAM EFEK
PERANGSANGAN DARI TSH
Kebanyakan efek-efek di atas disebabkan oleh pengaktifan “second
messenger” dari sistem siklik adenosine monofosfat (cAMP) dalam sel.
Peristiwa pertama dari pengaktifan ini adalah timbulnya pengikatan TSH
dengan reseptor spesifik TSH yang terdapat di bagian basal permukaan
membrane sel. Ikatan ini lalu mengaktifkan adenilsiklase yang ada di dalam
membrane, yang meningkatkan pembentukan cAMP di dalam sel. Akhirnya,
cAMP bekerja sebagai second messenger untuk mengaktifkan protein kinase,
yang menyebabkan banyak fosforilasi di seluruh sel. Akibatnya segera timbul
peningkatan sekresi hormone tiroid dan perpanjangan waktu pertumbuhan
jaringan kelenjar tiroidnya sendiri. Metode untuk pengaturan aktivitas sel-sel
tiroid ini mirip dengan fungsi cAMP pada sebagian besar jaringan target lain
dalam tubuh.

7
3.SEKRESI TSH DIATUR OLEH HORMON PELEPAS-TIROTROPIN DARI
HIPOTALAMUS
Sekresi TSH oleh hipofisis anterior diatur oleh satu hormone hipotalamus,
hormone pelepas-tirotropin (TRH), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di
dalam eminensia mediana hipotalamus dan kemudian diangkut dari eminensia
medianan ke hipofisis anterior dalam darah porta-hipotalamus-hipofisis. TRH secara
langsung mempengaruhi sel-sel kelenjar hipofisis anterior untuk meningkatkan
pengeluaran TSH. Bila sistem porta yang dimulai dari hipotalamus ke kelenjar
hipofisis anterior seluruhnya dihambat, maka kecepatan sekresi TSH oleh kelenjar
hipofisis anterior sangat menurun namun tidak sampai nol.
Mekanisme molecular TRH yang menyebabkan sel-sel yang mensekresi-TSH
dari hipofisis anterior menghasilkan TSH, pertama-tama terjadi melalui pengikatan
dengan TRH di dalam membrane sel hipofisis. Ikatan ini selanjutnya mengaktifkan
sistem second messenger fosfolipase untuk menghasilkan sejumlah besar fosfolipase
C, yang diikuti dengan banyak hasil second messenger yang lain, termasuk ion
kalsium dan diasil-gliserol, yang akhirnya menyebabkan pelepasan TRH.

4. EFEK UMPAN BALIK DARI HORMON TIROID DALAM MENURUNKAN


SEKRESI TSH OLEH HIPOFISIS ANTERIOR
Meningkatnya hormone tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi
TSH oleh hipofisis anterior. Bila kecepatan sekresi hormon tiroid meningkat sampai
kira-kira 1,75 kali dari normal, maka kecepatan sekresi TSH turun sampai nol.
Hampir semua efek penurunan umpan balik ini terjadi, walaupun seluruh hipofisis
anterior telah dipisahkan dari hipotalamus. Oleh karena itu, seperti yang terlihat
dalam gambar, mungkin sekali bahwa peningkatan hormone tiroid menghambat
sekresi TSH oleh hipofisis anterior terutama melalui suatu efek langsung terhadap
hipofisis anterior itu sendiri, walaupun dapat juga secara sekunder karena banyak
efek-efek yang lebih lemah, yang bekerja melalui hipotalamus.
Mekanisme umpan balik juga dipakai untuk menjaga agar konsentrasi hormone
tiroid bebas dalam sirkulasi darah tetap berada pada konsentrasi yang hamper normal.
Bila ada efek umpan balik yang melewati hipotalamus yang membantu umpan balik
langsung pada kelenjar hipofisis sendiri, maka mungkin pengaruh keadaan ini
menjadi sangat lambat dan sedikitnya mungkin disebabkan oleh adanya perubahan
pada kecepatan metabolism di pusat pengatur suhu tubuh dalam hipotalamus, yang

8
telah diketahui mempunyai efek yang bermakna pada pengaturan sistem hormone
tiroid.

2,3,2 Efek Metabolik Hormon Tiroid


Hormon tiroid memang satu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses
tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau hipotiroidisme
berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara lain :
1. Termoregulasi (jelas pada miksedema atau koma miksedema dengan
temperatur suboptimal) dan kalorigenik.
2. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi
dalam dosis besar bersifat katabolik.
3. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorpsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot
menipis dan degradasi insulin meningkat.
4. Metabolisme lipid. Meski T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses
degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat,
sehingga pada hiperfungsi tiroid kolesterol rendah. Sebaliknya pada
hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

9
5. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan
hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia,
kulit kekuningan.
6. Lain-lain: gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus
traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi
diare; gangguan faal hati; anemia defisiensi Fedan hipertiroidisme.

2.3.3 Efek Fisiologik Hormon Tiroid


Efekya membutuhkan waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Efek genomnya
menghasilkan panas dan konsumsi oksigen meningkat, pertumbuhan, maturasi otak
dan susunan saraf yang melibatkan Na+K+ATPase sebagian lagi karena reseptor beta
adrenergik yang bertambah. Tetapi ada juga efek yang non genomik misalnya
meningkatnya transpor asam amino dan glukosa, menurunnya enzin tipe-2
5`’-doiodinase di hipofisis.
1. Pertumbuhan Fetus
Sistem TSH dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia di dalam
minggu ke 11. Sebagian T3 dan T4 maternal diinaktivasi pada plasenta. Dan
sangat sedikit hormon bebas mencapai sirkulasi janin. Dengan demikian, janin
sebagian besar tergantung pada sekresi tiroidnya sendiri, tidak adanya hormon
yang ‘cukup’ menyebabkan lahirya bayi kretin (mental retardasi dan cebol)

2. Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas


Kedua peristiwa di atas dirangsang oleh T3, lewat Na+K+ATPase di semua
jaringan kecuali otak, testis dan limpa. Metabolisme basal meningkat. Hormon
tiroid menurunkan kadar superoksid desmutase hingga radikan bebas anion
superoksid meningkat.
3. Efek kardiovaskuler
T3 menstimulasi (a) transkripsi rantai alpha miosin dan menghambat rantai
beta miosin, akibatnya: kontraksi otot miokard menguat (b) transkripsi
Ca2+ATPase di retikulum sarkoplasma  tonis diastolik meningkat (c)
mengubah konsentrasi protein G, reseptor adrenergik sehingga akhirnya
hormon tiroid ini punya efek ‘ionotropik positif’. Secara klinis terlihat sebagai
naiknya ‘cardiac output’ dan takikardi.
4. Efek simpatik

10
Karena bertambahnya reseptor beta-adrenergik miokard, otot skelet, lemak
dan limfosit, efek post reseptor dan menurunnya alfa-reseptor adrenergik
miokard, maka sesitivitas terhadap katekolamin amat tinggi pada
hipertiroidisme dan sebaliknya pada hipotiroidisme.
5. Efek hematopoetik
Kebutuhan akan oksigen pada hipertiroidisme menyebabkan eritropoiesis
meningkat juga produksi eritripoietin. Volume darah tetap namun ’red cell
turn over’ meningkat.
6. Efek gastrointestinal
Motilitas usus meningkat kadang ada diare, dan pada hipotiroidisme obstipasi
dan transit lambung melambat. Klinis dapat menyebabkan bertambah
kurusnya seseorang.
7. Efek pada skelet
Turn-over tulang meningkat resorbsi tulang lebih terpengaruh dari
pembentukannya. Hipertiroidisme menyebabkan osteopenia, dalam keadaan
berat mampu meningkatkan hiperkalsemia, hiperkalsiuri dan petanda
hidroksiprolin/piridium cross-link.
8. Efek neuromuskuler
Turn-over meningkat juga menyebabkan miopati di samping hilangnya otot,
kreatinuria spontan dapat terjadi. Kontraksi serta relaksasi otot meningkat 
hiperrefleksia.
9. Efek endokrin
Sekali lagi hormon tiroid meningkatkan ‘metabolic turn-over’ banyak hormon
serta bahan farmakologik. Contoh : waktu paruh kortisol adalah 100 menit
pada orang normal tetapi menurun jadi 50 menit dalam hipertiroidisme dan
150 menit pada hipotiroidisme. Untuk ini perlu diingat bahwa hipertiroidisme
dapat menutupi masking atau memudahkan unmasking kelainan adrenal.

2.4 PATOFISIOLOGI

Penyebab hipertiroidisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada


kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali

11
dari ukuran normal, disertai dengan banyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel
folikel ke salam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkat beberapa kali
dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan
5-15 kali lebih besar dari pada normal.

Pada hipertiroidisme, konsentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang
“menyerupai” TSH, Biasanya bahan-bahan ini adalah antibody immunoglobulin yang
disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berkaitan dengan reseptor
yang mengikat TSH. Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi CAMP dalam sel,
dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme
konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang
pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya
berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI
selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.

Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga


diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, sel-sel sekretori kelenjar
tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin
termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju
metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang
menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek
pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagai akibat dari
hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi
10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal.
Nadi yang takikardia atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormone tiroid
pada system kardiovaskular. Eksopthalamus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi
autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler,
akibatnya bola mata terdesak keluar.

2.5 ETIOLOGI HIPERTIROID


Beberapa penyebab terjadinya hipertiroid adalah:

1. Penyakit Grave
Pada penyakit grave sistem imun membuat antibodi yang disebut thyroid
stimulating immunoglobulin (TSI), dimana memiliki struktur yang hampir

12
sama dengan TSH dan menyebabkan peningkatan hormon tiroid yang lebih
banyak dalam tubuh.

2. Nodul Tiroid
Nodul tiroid yang dikenal juga sebagai adenoma adalah benjolan yang terdapat
pada tiroid. Nodul tiroid umumnya bukan suatu keganasan. 3 -7% populasi
memiliki resiko terjadinya nodul tiroid. Nodul dapat menjadi hipereaktif dan
menghasilkan banyak hormon tiroid. Suatu nodul yang hiperaktif disebut
adenoma toksik dan apabila melibatkan banyak nodul yang mengalami
hiperaktif disebut sebagai goiter multinodular toksik. Meskipun jarang
ditemukan pada orang dewasa goiter multinodular toksik dapat memproduksi
lebih banyak hormon tiroid.

3. Tiroiditis
Beberapa jenis tiroiditis dapat menyebabkan hipertiroidisme. Tiroiditis tidak
menyebabkan tiroid untuk menghasilkan hormon berlebihan. Sebaliknya, hal
itu menyebabkan hormon tiroid yang disimpan, bocor keluar dari kelenjar yang
meradang dan meningkatkan kadar hormon dalam darah.
a. Tiroiditis subakut
Kondisi ini berkembang akibat adanya inflamasi pada kelenjar tiroid yang
dapat diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri.
b. Tiroiditis postpartum
Tiroiditis post partum diyakini kondisi autoimun dan menyebabkan
hipertiroidisme yang biasanya berlangsung selama 1 sampai 2 bulan.
Kondisi ini akan terulang kembali dengan kehamilan berikutnya.
c. Tiroiditis “silent”
Jenis tiroiditis disebut "silent" karena tidak menimbulkan rasa sakit, seperti
tiroiditis post partum, meskipun tiroid dapat membesar. Seperti tiroiditis
post partum, tiroiditis “silent” mungkin suatukondisi autoimun.

4. Penggunaan Yodium
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon tiroid, sehingga
jumlah yodium yang dikonsumsi berpengaruh pada jumlah hormon tiroid yang
dihasilkan. Pada beberapa orang, mengkonsumsi sejumlah besar yodium dapat

13
menyebabkan tiroid untuk membuat hormon tiroid berlebihan. Kadang-kadang
jumlah yodiumyang berlebihan terkandung dalam obat - seperti amiodarone,
yang digunakan untuk mengobati masalah jantung. Beberapa obat batuk juga
mengandung banyak yodium.
5. Medikasi berlebihan dengan hormon tiroid
Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengkonsumsi hormon tiroid
lebih banyak, yang terkadang akan menyebabkan kelebihan hormon tiroid
dalam tubuh. Selain itu, beberapa obat juga dapat meningkatkan sekresi
hormon tiroid. Oleh sebab itu, penggunaan obat-obat haruslah dengan
konsultasi pada tenaga kesehatan.
Lebih dari 90% kasus hipertiroid adalah akibat penyakit Graves dan nodul tiroid
toksik. Penyakit Graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang
tidak diketahui penyebabnya. Namun karena perbandingan penyakit Graves pada
monozygotic twins lebih besar dibandingkan pada dizygotic twins, sudah dipastikan
bahwa faktor lingkunganlah yang berperan dalam hal ini. Bukti tak langsung
menunjukkan bahwa stress, merokok, infeksi serta pengaruh iodin ternyata
berpengaruh terhadap sistem imun.
Sederhananya penyakit Graves merupakan multiple dari autoimun, yaitu
tirotoksikosis, eye disease, dan pretibial myxoedema yang berpengaruh terhadap
bagian optik ( opthalmopathy ), kulit ( deratopathy ), seta jari (acropathy). Keadaan
ini biasanya terjadi karena adanya imunoglobulin yang menstimulasi tiroid dalam
serum.
Adapun faktor lain yang mendorong respon imun pada penyakit Graves antara
lain :
1. Kehamilan, khususnya pada masa nifas
2. Kelebihan iodida di daerah defisiensi iodida
3. Terapi litium
4. Infeksi bakterial atau viral
5. Pengentian glukokotrikoid

Etiologi hipertiroidisme

Penyakit Graves (hipertiroidisme otoimun)

14
Penyakit Plummer (uninoduler dan multinoduler)
TSH atau hCG berlebihan:
a. Tumor hipofisis
b. Tumor trofoblastik (chrio-Ca. Mola hidatidosa)
c. Tumor carcinoma testis embrional
d. Tumor maligna yang lain
Jaringan ektopik penghasil hormon tiroid
a. Carcinoma tiroid metastatik
b. Struma ovarii
Hipertiroidisme faktisia (pengobatan hormon tiroid berlebihan)
Hipertiroidisme sepintas
a. Tiroiditis subakut De Quervain
b. Tiroiditis otoimun (Hashimoto, postpartum)
c. Kerusakan tiroid karena radiasi nuklir
Hipertiroidisme karena yodium berlebihan (ITT)
Hipertiroidisme pada akromegali, polyostotic fibrous dysplasia

2.6 PATOGENESIS

Pada kebanyakan penderita hipertiroid, kelenjar tiroid membesar dua sampai


tiga kali dari ukuran normalnya di daerah leher, disertai dengan banyak hyperplasia
dan lipatan-lipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel ini-sel ini
lebih meningkat beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap
sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat; dan penelitian ambilan
iodium radioaktif menunjukkan bahwa kelenjar-kelenjar hiperplastik ini mensekresi
hormone tiroid dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.
Perubahan pada kelenjar tiroid ini mirip dengan perubahan akibat kelebihan
TSH. Akan tetapi, pada sebagian besar penderita, besarnya besarnya konsentrasi TSH
dalam plasma adalah lebih kecil dari normal, dan seringkali nol. Sebaliknya, pada
sebagian besar penderita dijumpai adanya beberapa bahan yang mempunyai kerja
mirip dengan kerja TSH yang ada dalam darah. Biasanya bahan-bahan ini adalah
antibody immunoglobulin (immunoglobulin perangsang tiroid/TSI) yang berikatan
dengan reseptor membrane yang sama dengan reseptor membrane yang mengikat

15
TSH. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid,
yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung 1 jam.
Tingginya sekresi hormone tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga
menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Perjalanan penyakit hipertiroid biasanya perlahan-lahan dalam beberapa
bulan sampai beberapa tahun. Pada penyakit Graves, hipertiroid merupakan akibat
dari antibodi reseptor thyroid stimulating antibody ( TSI ) yang mengsang aktivitas
tiroid, sedangkan pada goiter multinodular toksik berhubungan dengan autonomi
tiroid itu sendiri. Pada penyakit graves, limfosit T menjadi peka terhadap antigen
yang terdapat dalam kelenjar tiroid dan merangsang limposit B untuk mensintesis
antibody terhadap antigen-antigen ini. Adanya antibodi dalam darah ini kemudian
berkorelasi dengan penyakit aktif dan kekambuhan penyakit yang diterapi obat-obat
antitiroid.

2.7 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis dari hipertiroid diantaranya :
a. Penderita sering secara emosional mudah terangsang (hipereksitabel), iritabel
dan terus merasa khawatir dan klien tidak dapat duduk diam.
b. Denyut nadi yang abnormal yang ditemukan pada saat istirahat dan
beraktivitas yang diakibatkan peningkatan dari serum T3 dan T4 yang
merangsang epinefrin dan mengakibatkan kinerja jantung meningkat hingga
mengakibatkan HR meningkat. Peningkatan denyut nadi berkisar secara
konstan antara 90 dan 160 kali per menit, tekanan darah sistolik akan
meningkat.
c. Tidak tahan panas dan berkeringat banyak diakibatkan karena peningkatan
metabolisme tubuh yang meningkat maka akan menghasilkan panas yang
tinggi dari dalam tubuh sehingga apabila terkena matahari lebih, klien tidak
akan tahan akan panas.
d. Kulit penderita akan sering kemerahan (flusing) dengan warna ikan salmon
yang khas dan cenderung terasa hangat, lunak dan basah.
e. Adanya Tremor
f. Eksoftalmus yang diakibatkan dari penyakit graves, di mana penyakit ini
otot-otot yang menggerakkan mata tidak mampu berfungsi sebagaimana mesti,
sehingga sulit atau tidak mungkin menggerakkan mata secara normal atau sulit

16
mengkoordinir gerakan mata akibatnya terjadi pandangan ganda, kelopak mata
tidak dapat menutup secara sempurna sehingga menghasilkan ekspresi wajah
seperti wajah terkejut.
g. Peningkatan selera makan namun mengalami penurunan berat badan yang
progresif dan mudah lelah.
h. Perubahan defekasi dengan konstipasi dan diare.
i. Pada usia lanjut maka akan mempengaruhi kesehatan jantung.
2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis
tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien
hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi
pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan TSH
dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor,
hipertermia (sampai 106 oF), dan, apabila tidak diobati, kematian Penyakit jantung
Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi.
Hipertiroid yang menyebabkan komplikasi terhadap jantung, termasuk fibrilasi
atrium dan kelainan ventrikel akan sulit terkontrol. Pada orang Asia dapat terjadi
episode paralisis yang diinduksi oleh kegiatan fisik atau masukan karbohidrat dan
adanya hipokalemia dapat terjadi sebagai komplikasi. Hiperkalsemia dan
nefrokalsinosis dapat terjadi. Pria dengan hipertiroid dapat mengalami penurunan
libido, impotensi, berkurangnya jumlah sperma, dan ginekomastia.
2.9 DIAGNOSIS
Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan
laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan
pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu
menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena
perubahan fisiologis pada kehamilan seperti pembesaran tiroid serta manifestasi
hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien
hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormon Sensitive (TSHs) tak
terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat. Bila tak dapat
menentukan TSHs, dapat dengan indeks WAYNE/NEW CASTLE

Indeks Wayne
17
N
Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah
o Nilai
Berat
1
Sesak saat kerja +1
2
Berdebar +2
3
Kelelahan +2
4
Suka udara panas -5
5
Suka udara dingin +5
6
Keringat berlebihan +3
7
Gugup +2
8
Nafsu makan naik +3
9
Nafsu makan turun -3
1
0 Berat badan naik -3

1
1 Berat badan turun +3

18
N
o Tanda Ada Tidak Ada

1
Tyroid teraba +3 -3
2
Bising tyroid +2 -2
3
Exoptalmus +2 -
4 Kelopak mata tertinggal gerak bola
+1 -
mata
5
Hiperkinetik +4 -2
6
Tremor jari +1 -
7
Tangan panas +2 -2
8
Tangan basah +1 -1
9
Fibrilasi atrial +4 -
Nadi teratur - -3
1
< 80x per menit - -
0
80 – 90x per menit +3 -
> 90x per menit

Hipertiroid jika indeks > 20


NEW CASTLE INDEX
Item Grade Score
Age of onset (year) 15-24 0
25-34 +4
35-44 +8
45-54 +12
>55 +16
Psychological Present -5
precipitant Absent 0
Frequent cheking Present -3
Absent 0
Severe anticipatory Present -3
anxiety absent 0
Increased appetite Present +5
absent 0
Goiter Present +3
Absent 0
Thyroid bruit Present +18
Absent 0
Exophthalmos Present +9

19
Absent 0
Lid retraction Present +2
Absent 0
Hyperkinesis Present +4
Absent 0
Fine finger tremor Present +7
Absent 0
Pulse rate > 90/min +16
80-90 > min +8
< 80/min 0
Hipertiroid +40 - +80

2.9.1 DIAGNOSIS BANDING

 TOXIC NODULAR GOITER

 GOITER DIFFUSE TOXIC

 GOITER TOKSIK DIFUSA (GRAVES DISEASE)

 PITUITARY ADENOMA

 DIABETES MILITUS

2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila
timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)
 Sidik Tiroid/thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari
penyakit Graves dengan komponen nodosa
 EKG, USG, MRI
 Foto torak

2.11 PENATALAKSANAAN

1) Tirostatika (OAT- obat anti tiroid)


Obat terpenting adalah kelompok derivatt ioimidazol (CBZ,
karbimazol 5 mg, MTZ, metimazol 5, 10, 30 mg) dan derivat tiourasil
(PTU, propiltiourasil 50, 100 mg). Obat ini menghambat organifikasi
iodine sehingga menurunkan kadar hormon tiroid dan menghambat reaksi
autoimun. PTU juga berefek menghambat konversi T3 menjadi T4 di

20
perifer. Dosis dimulai dengan 30mg CBZ, 30mg MTZ, dan 400mg PTU
perhari dalam dosis terbagi. Biasanya eutiroid tercapai dalam 4-6 minggu,
kemudian dosis dititrasi sesuai respon klinis, lama pengobatan selama 1 - 1,5
tahun, kemudian dihentikan untuk melihat apakah terjadi remisi.
2) Beta-blocker
Kebanyakan gejala umum hipertiroid seperti palpitasi, tremor dan
anxietas, dimediasi oleh peningkatan reseptor beta adrenergik. Beta blocker
bekerja menghilangkan gejala ini. Obat ini tidak membantu menurunkan
peningkatan hormon tiroid tetapi membantu mengatasi gejala saat
pengobatan dengan tirostatika. Contoh obat yang sering dipakai adalah
propanolol, indikasi :
a. Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi
pada pasien muda dengan struma ringan, sedang dan tirotoksikosis.
b. Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fases ebelum pengobatan
atau sesudah pengobatan yodium radioaktif.
c. Krisis tiroid
Penyekat adrenergik β pada awal terapi diberikan, sementara menunggu
pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid.
Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien
kontrol setelah 4-8 minggu. Penggunaan beta blocker ini tidak boleh
diberikan kepada pasien yang mengalami asma dan gagal jantung.
3) Pembedahan.
Terapi bedah (tiroidektomi subtotal), diperginakan bagi pasien-pasien
dengan kelenjar yang sangat besar atau goiter multinoduler. Terapi ini juga
dapat menjadi pilihan bagi mereka yang mengalami penyakit Graves jika
tidak ada toleransi pada obat-obat antitiroid. Untuk dilakukannya terapi
bedah ini juga harus diperhatikan dari segi usianya, ukuran kelenjer, sisa
kelenjer yang tersisa dan asupan iodin. Sebelum dilakukannya tiroidektomi
ini pasien diberi obat antitiroid sampai eutiroid (kira-kira 6 minggu),
kemudian dua hari sebelum operasi diberi larutan jenuh kalium iodida
sebanyak 5 tetes 2 kali sehari. Langkah ini untuk mengurangi vaskularisasi
kelenjar dan mempermudah operasi.
4) Terapi iodin radioaktif. Terapi ini aman dan cocok untuk segala jenis
hipertiroid khususnya pada mereka yang berusia lanjut. Selain itu juga

21
dapat diberikan kepada pasien dengan komplikasi penyakit Graves dan
opthalmopathy. Beberapa studi menyatakan bahwa pengobatan dengan
radioiodine ini dapat memperburuk kondisi opthalmophaty pada sebagian
kecil pasien yang perokok.

2.12. PROGNOSIS
Prognosis untuk pasien dengan hipertiroid umumnya baik dengan
penatalaksanaan yang tepat. Pasien harus segera dimonitor setelah mendapatkan
pengobatan hipertiroid jenis apapun dalam tiga bulan pertama. Setelah satu tahun
pertama pasien dimonitor setiap tahun walaupun asimtomatis.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard. Anatomi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran.Jakarta. 2006


2. Djokomoeljanto,R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid,
Hipitiroidisme dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta. 2006
3. Ereschenko, V. Atlas Histologi di Fiore. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta . 2003.
4. Sherwood, L .Fisiologi Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.2001
5. National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service.
Hyperthyroidsme. 2007; 573-582
6. Rani, A. Panduan Pelayanan Medik. Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta. 2009
7. Donangelo, Ines. Update on Subclinical Hyperthyroidsm. 2011; 934-938
8. American Thyroid Association. Hyperthyroidsm. 2012; 1-4
9. Brand, Frans. A Critical Review and Meta-Analysis of The Association
Between Overt Hyperthyroidsm and Mortality. 2011; 491-497
10. David S. Cooper, M.D. Antithyroid Drugs, N Engl J Med 2005;352:905-17
11. Mansjoer, arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid 1.
Media Aesculapius : Jakarta

23

Anda mungkin juga menyukai