Anda di halaman 1dari 79

Surabaya, 7 April 2017

Kepada

Yth. Majelis Hakim

Pemeriksa Perkara Kepailitan No. 003/Pdt.Sus-Pailit/2017/PN.Niaga.Sby.

Pengadilan Niaga Surabaya pada

Pengadilan Negeri Surabaya

Perihal :Kesimpulan Dari Pemohon dalam Perkara Kepailitan

Nomor Perkara: 003/Pdt-Sus-Pailit/2017/PN-Niaga-Sby.

Lampiran :-

Dengan hormat,

Kami yang bertanda tangan di bawah ini,

1. Sujuti Sudirman,S.H.,M.H

2. Ahmad Albar,S.H.,M.H

Merupakan Kuasa Hukum Para Pemohon Kepailitan yang berkedudukan


di Kantor Sujuti Ahmad & Partner Law Office yang beralamat di Jln. Merpati
17 A Surabaya, Jawa Timur, berdasarkan kekuatan Surat Kuasa Khusus
yang sah dan bermaterai cukup, bertindak untuk dan atas nama serta demi
kepentingan hukum para klien kami:.................................................................

Nama : Michael Hartono, S.T., M.T

Jabatan : Direktur Utama PT. Lennon

Alamat : Jln. Teluk Sampit, No. 02 A, Surabaya

Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama PT. Lennon berdasarkan
Surat Kuasa Khusus Nomor: 28/PT-LNN/SKH/III/2017 telah terdaftar di
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan nomor perkara:
003/Pdt.Sus-Pailit/2017/PN.Niaga.Sby, dengan demikian sah mewakili PT.
Lennon, yang berkedudukan di Jln. Jempang Blok M, No.81 Surabaya, untuk
selanjutnya disebut sebagai PEMOHON I Kepailitan........................................

Nama : Charles Menaru,S.E.,M.M

Jabatan : Direktur Utama PT. Martak

Alamat : Jln. Panglima Sudirman, No. 40, Surabaya

Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama PT. Martak berdasarkan
Surat Kuasa Khusus Nomor: 12/PT-MRT/SKH/II/2017 telah terdaftar di
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan nomor perkara:
003/Pdt.Sus-Pailit/2017/PN.Niaga.Sby, dengan demikian sah mewakili PT.
Martak, yang berkedudukan di Jln. Alun-alun Periuk No. 27 Surabaya, untuk
selanjutnya disebut sebagai PEMOHON II Kepailitan;......................................

Nama : Sutrisno Amijoyo, S.E.M.M

Jabatan : Direktur Utama PT. Kelpo

Alamat : Jln. Prapen Indah 1, Blok B, No. 12, Surabaya

Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama PT. Kelpo berdasarkan
Surat Kuasa Khusus Nomor: 01/PT-KLP/SKH/V/2017 telah terdaftar di
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan nomor perkara:
003/Pdt.Sus-Pailit/2017/PN.Niaga.Sby, dengan demikian sah mewakilii PT.
Kelpo, yang berkedudukan di Jln. Tambuk Asri No. 3 Surabaya, untuk
selanjutnya disebut sebagai PEMOHON III Kepailitan;.....................................

Nama : Djohan Emir Sutidjoso, S.E

Jabatan : Direktur PT. Bank Tangkau

Alamat : Jln. Kloben Tengah, No. 22, Surabaya

Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Bank Tangkau berdasarkan
Surat Kuasa Khusus Nomor: 17/PT-BT/SKH/VI/2017, dengan demikian sah
mewakili BANK TANGKAU, yang berkedudukan di Jln. Bongkaran No. 28-30
Surabaya, untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON IV Kepailitan;.........

Nama : Ibrahim Rahman, S.Ak


Jabatan : Direktur Bank Mahmuda

Alamat : Jln. Tanggulangi No. 19, Surabaya

Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Bank Mahmuda
berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 117/PT-BM/SKH/IV/2017 telah
terdaftar di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dengan
nomor perkara: 003/Pdt.Sus-Pailit/2017/PN.Niaga.Sby, dengan demikian
sah mewakili Bank Mahmuda, yang berkedudukan di Jln. Embong Kemiri
Blok H, No.05 Surabaya, untuk selanjutnya disebut sebagai PEMOHON V
Kepailitan;..........................................................................................................

Dengan ini perkenankanlah kami mengajukan Kesimpulan dalam


Perkara Kepailitan No. 003/Pdt-Sus-Pailit/2017/PN-Niaga-Sby, dan untuk
mempermudah penyajian serta sesuai dengan fungsi Kesimpulan dalam
penyelesaian perkara, maka sistematikanya kami susun sebagai berikut:.......

1. PERMOHONAN KEPAILITAN
2. PEMBUKTIAN:

a. TENTANG ALAT BUKTI DARI PEMOHON

b. TENTANG ALAT BUKTI DARI TERMOHON

3. KESIMPULAN POKOK

1. TENTANG PERMOHONAN KEPAILITAN

I. Adapun dasar dan alasan kami mengajukan permohonan pailit ini adalah
sebagai berikut:

TERHADAP PEMOHON I

A.Tentang Kedudukan Pemohon I sebagai Kreditur dan Termohon sebagai


Debitur

1. Bahwa Pemohon I adalah suatu Perseroan Terbatas yang


didirikan berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas nomor:
01/AP/24/02/2004dan 02/AP/24/02/2008........................................
2. Bahwa Termohon merupakan suatu Perseroan Terbatas (Persero)
yang sahamnya 54% (lima puluh empat persen) dimiliki oleh
negara, datang melakukan Permohonan untuk mengikuti tender
dengan mengajukan Surat Penawaran Lelang atau Tender nomor
03/Pen-Jasa/2014 kepada Pemohon I.............................................
3. Bahwa pada tanggal 22 Oktober 2014 Termohon datang
mendaftarkan diri untuk mengikuti tender yang diadakan oleh
Pemohon I........................................................................................
4. Bahwa pada tanggal 3 November 2014, Pemohon I menyetujui
permohonan dari Termohon dan sepakat mengeluarkan Surat
Perjanjian/Kontrak Kegiatan Pengiriman Batu Bara milik Pemohon
nomor: 04/457/PP -BS/VIII/2014 untuk dikirim oleh Termohon dari
Indonesia ke Jepang .......................................................................
5. Bahwa pada tanggal 4 November 2014, Pemohon I mengeluarkan
surat perjanjian untuk melaksanakan tender atau perjanjian untuk
melaksanakan pengriman batu bara dari Indonesia ke Jepang
Nomor: 05/457/PP-BS/VIII/2004.......................................................
6. Bahwa nilai kontrak dari perjanjian Kegiatan Pengiriman Batu Bara
antara Pemohon I dan Termohon senilai Rp. 98.600.000.000,-
(Sembilan Puluh Delapan Milyar Enam Ratus Juta Rupiah)............
7. Bahwa lamanya masa kontrak tersebut adalah selama 60 (enam
puluh) bulan kalender dihitung sejak tanggal dikeluarkannya Surat
Perjanjian Mulai Kerja Nomor: 008/PJK/BS-K/SMK/2014 Tanggal
10 November 2014...........................................................................
8. Bahwa pembayaran prestasi dari hasil pekerjaan ini dilakukan
setelah enam kali pengiriman batu bara...........................................
9. Bahwa pembayaran prestasi dari hasil pekerjaan tersebut akan
dilakukan melalui Rekening Nomor: 1-015-02053-1 pada Bank
Burenk atas nama PT. Lennon ke Rekening Termohon atas nama
PT. Bintang Samudera.....................................................................

B. Tentang Utang Termohon kepada Pemohon I yang telah Jatuh Tempo


dan Wajib ditagih

10.Bahwa pada tanggal 8 Agustus 2016 Termohon berangkat berlayar


ke Jepang untuk mengirim Batu Bara milik Pemohon I untuk ketiga
kalinya...............................................................................................
11.Bahwa setelah 2 (dua) hari berlayar, tanggal 10 Agustus 2016 kapal
milik Termohon karam di tengah perjalanan mengantarkan Batu
Bara milik Pemohon I................................................................

12.Bahwa kapal yang tenggelam yaitu: .................................................

- Kapal Mayang berukuran 5000m3 (lima ribu meter kubik)

- Kapal Hana berukuran 7000m3 (tujuh ribu meter kubik)

13.Bahwa total kerugian yang dialami oleh Pemohon I akibat


tenggelamnnya batu bara dan kerugian yang ditimbulkan karena
tidak sampainya barang ke tempat tujuan tersebut adalah senilai
Rp. 19.650.000.000 (sembilan belas milyar enam ratus lima puluh
juta rupiah) ........................................................................................

14.Bahwa akibat tenggelamnya batu bara milik Pemohon I, maka


Pemohon I meminta ganti rugi senilai Rp. 19.650.000.000 (sembilan
belas milyar enam ratus lima puluh juta rupiah).................

15.Bahwa Termohon bersiap mengganti kerugian Pemohon sampai


batas waktu yang diberikan oleh Pemohon........................................

16.Bahwa batas waktu yang ditentukan adalah sampai dengan


tanggal 10 November 2016................................................................

17.Bahwa setelah disetujui, maka Termohon berjanji siap untuk


melunasi ganti rugi tersebut sampai dengan tanggal yang
ditentukan...........................................................................................

18.Bahwa setelah waktu yang ditentukan telah jatuh tempo pihak


Termohon tidak juga melunasi ganti rugi tersebut..............................

19.Bahwa pihak Pemohon I telah mencoba untuk menghubungi pihak


Termohon dengan melayangkan surat somasi akan tetapi tidak ada
tanggapan sama sekali dari pihak Termohon.....................................

20.Bahwa total utang Termohon kepada Pemohon I senilai


Rp.19.650.000.000 (sembilan belas milyar enam ratus lima puluh
juta rupiah)..........................................................................................
TERHADAP PEMOHON II

A.Tentang Kedudukan Pemohon II sebagai Kreditur dan Termohon


sebagai Debitur

1. Bahwa Pemohon adalah suatu Perseroan Terbatas yang didirikan


berdasarkan Akta Perseroan Terbatas Nomor: 01/AP/11/04/2003
dan Nomor: 02/AP/11/05/2008.........................................................
2. Bahwa pada awalnya Termohon yang merupakan suatu
Perseroan Terbatas (Persero) yang sahamnya 54% (lima puluh
empat persen) dimiliki oleh negara, datang menemui Pemohon II
yang diwakili oleh Kartini Tampubolon, S.E., M.M. (Dirut PT.
Bintang Samudera) untuk melakukan Perjanjian Sewa Menyewa
Kapal dengan Pemohon II................................................................
3. Bahwa Termohon datang menemui Pemohon II untuk melakukan
Sewa Menyewa Kapal sebagai syarat untuk mengikuti tender yang
akan diadakan oleh Kementerian Perdagangan yang kemudian
disetujui oleh Pemohon II.................................................
4. Bahwa pada tanggal 1 Juni 2011 Pemohon II sepakat untuk
melakukan sewa-menyewa kapal yang diajukan oleh Termohon
yang dituangkan dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kapal Nomor:
002/BS-M/SMK/2011........................................................................
5. Bahwa Perjanjian Sewa-menyewa tersebut di tuangkan dalam
akta notariil yang dibuat dihadapan Notaris Arlina Haryuningsih,
S.H., M.Kn yang beralamat di Jln. Barata Jaya VII Nomor 12,
Surabaya dan ditandatangani oleh Kartini Tampubolon, S.E.,
M.M.. selaku Direktur Utama dari PT. Bintang Samudera
(Termohon) bersama pihak-pihak terkait..........................................

B. Tentang Utang Termohon kepada Pemohon II yang telah Jatuh Tempo


dan Wajib ditagih

6. Bahwa kapal yang disewakan terhadap Termohon adalah kapal


Qoni yang berukuran 4000m3 (empat ribu meter kubik) dengan
uang sewa Rp. 700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah) per
tahun................................................................................................
7. Bahwa uang sewa kapal tersebut dibayarkan dengan cara
mengansur setiap 6 (enam) bulan sekali..........................................
8. Bahwa Perjanjian Sewa Menyewa Kapal tersebut berakhir pada
tanggal 1 Desember 2016................................................................
9. Bahwa setelah beberapa bulan berjalan, Termohon mulai
menunda-nunda pembayaran sewa kapal dan akhirnya Termohon
tidak membayar uang sewa kapal 6 (enam) bulan terakhir..............
10. Bahwa total utang Termohon kepada Pemohon II senilai
Rp.350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah)...........................
11. Bahwa Pemohon II telah telah mencoba melayangkan Surat
Somasi terhadap Termohon, namun tidak ada itikad baik dari
Termohon atau tanggapan dari Termohon.......................................

TERHADAP PEMOHON III

A.Tentang Kedudukan Pemohon III sebagai Kreditur dan Termohon


sebagai Debitur

1. Bahwa Pemohon adalah suatu Perseroan Terbatas yang didirikan


berdasarkan Akta Perseroan Terbatas nomor: 01/AP/22/05/2003
dan nomor: 02/AP/22/10/2008..........................................................
2. Bahwa pada awalnya Termohon yang merupakan suatu
Perseroan Terbatas (Persero) yang sahamnya 54% (lima puluh
empat persen) dimiliki oleh negara datang menemui Pemohon III
dengan diwakili oleh Kartini Tampubolon, S.E., M.M. (Dirut PT.
Bintang Samudera) untuk melakukan Sewa Menyewa Kapal
dengan Pemohon III.........................................................................
3. Bahwa Termohon datang untuk melakukan Kegiatan Sewa
Menyewa Kapal sebagai syarat untuk mengikuti tender yang akan
diadakan oleh Kementerian Perdagangan......................................
4. Bahwa Termohon dan Pemohon III sepakat untuk melakukan
perjanjian sewa menyewa kapal berdasarkan Surat Perjanjian
Sewa Menyewa Kapal nomor: 004/BS-K/SMK/2011........................
5. Bahwa pada tanggal 1 Juni 2011 Pemohon III sepakat untuk
menerima permohonan sewa kapal yang diajukan oleh Termohon
yang dituangkan dalam Perjanjian sewa menyewa kapal nomor:
004/BS-K/SMK/2011........................................................................
6. Bahwa perjanjian sewa menyewa tersebut di tuangkan dalam akta
notariil yang dibuat dihadapan Notaris Arlina Haryuningsih, S.H.,
M.Kn yang beralamat di Jln. Barata Jaya VII Nomor 12, Surabaya
dan ditandatangani oleh Kartini Tampubolon, S.E., M.M. selaku
Direktir Utama dari PT. Bintang Samudera (Termohon) bersama
pihak-pihak terkait............................................................................

B. Tentang Utang Termohon kepada Pemohon III yang telah Jatuh Tempo
dan Wajib ditagih

7. Bahwa kapal yang disewakan terhadap Termohon Kapal dari PT.


Kelpo yaitu: ......................................................................................
- Kapal Loli berukuran 4000m3 (empat ribu meter kubik) dengan
uang sewa Rp. 700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah) per tahun
- Kapal Rascil berukuran 2000m3 (dua ribu meter kubik) dengan
uang sewa Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) per tahun
- Kapal Topan berukuran 5000m3 (lima ribu meter kubik) dengan
uang sewa Rp. 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) per
tahun.
8. Bahwa uang sewa kapal tersebut dibayarkan dengan cara
mengansur setiap 6 (enam) bulan sekali..........................................
9. Bahwa Perjanjian Sewa Menyewa Kapal tersebut berakhir pada
tanggal 1 Desember 2016................................................................
10. Bahwa pada tanggal 1 Desember 2012, Termohon
mengembalikan Kapal Rascil dan Kapal Topan dan membayar
biaya sewanya lunas sampai dengan 1 Desember 2012.................
11. Bahwa setelah beberapa bulan berjalan, Termohon mulai
menunda-nunda pembayaran sewa kapal yang tersisa yaitu kapal
Loli....................................................................................................
12. Bahwa total utang Termohon kepada Pemohon II senilai
Rp.350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah)...........................
13. Bahwa Termohon tidak membayar utang sewa Kapal Loli 6
(enam) bulan terakhir.......................................................................
14. Bahwa Pemohon III telah mencoba melayangkan Surat Somasi
terhadap Termohon, namun tidak ada itikad baik dari Termohon
atau tanggapan dari Termohon untuk melunasi utang tersebut.......

TERHADAP PEMOHON IV

A.Tentang Kedudukan Pemohon IV sebagai Kreditur dan Termohon


sebagai Debitur
1. Bahwa Pemohon IV adalah suatu Bank berdasarkan Akta
Pendirian Bank nomor: 05/AP/17/07/1995 dan nomor
02/AP/20/05/2010............................................................................
2. Bahwa pada awalnya Termohon yang merupakan suatu
Perseroan Terbatas (Persero) yang sahamnya 54% (lima puluh
empat persen) dimiliki oleh negara datang menemui Pemohon IV
dengan diwakili oleh Kartini Tampubolon, S.E., M.M, (Dirut PT.
Bintang Samudera) untuk melakukan Permohonan Kredit kepada
Pemohon IV....................................................................................
3. Bahwa Termohon datang melakukan Permohonan Kredit untuk
mengembangkan kegiatan usahanya dengan mengikuti tender
yang diadakan oleh Kementerian Perdagangan.............................
4. Bahwa pada tanggal 10 Juni 2011 Termohon mengajukan Surat
Permohonan Kredit nomor: No.011/PPK-BS/06/2011....................
5. Bahwa pada tanggal 13 Juni 2011 Pemohon IV menyetujui
Permohonan Kredit TERMOHON dengan mengeluarkan Surat
Persetujuan Kredit No: 30/13/06/2011............................................
6. Bahwa setelah mengeluarkan Surat Persetujuan Kredit, Pemohon
IV kemudian mengeluarkan Surat Perjanjian Kredit No.
01/SPK/BT/27/06/2011....................................................................

B. Tentang Utang Termohon kepada Pemohon IV yang telah Jatuh Tempo


dan Wajib ditagih

7. Bahwa dalam Surat Perjanjian Kredit tersebut, pihak Termohon


mendapat kredit senilai Rp. 15.000.000.000. (lima belas miliar).....
8. Bahwa Perjanjian Kredit dibayar dengan cara mengangsur setiap
1 (satu) bulan sekali selama 60 (enam puluh) bulan.......................
9. Bahwa Perjanjian Kredit tersebut berakhir pada tanggal 27 Juni
2016..............................................................................................
10. Bahwa dalam Perjanjian Kredit tersebut pihak Pemohon IV dan
Termohon sepakat bahwa bunga flat yang ditetapkan Pemohon IV
sebesar 7,5 % per tahun dan disertai dengan Corporate
Guarantee dari PT. Salsabila..........................................................
11. Bahwa pada tanggal 27 Juni 2011, uang kredit Termohon cair dan
ditransfer ke rekening perusahaan Termohon oleh pihak
Pemohon VI....................................................................................
12. Bahwa pada saat jatuh temponya waktu untuk pembayaran
kredit, pihak Termohon tidak juga membayar uang kredit meski
pihak Pemohon IV sudah beritikad baik melayangkan Surat
Peringatan kepada Termohon.........................................................
13. Bahwa Pemohon IV telah mengirimkan surat peringatan kepada
Termohon sebanyak 3 (tiga) kali yaitu pada tanggal 4 Juli 2016,
tanggal 11 Juli 2016, dan terakhir pada tanggal 18 Juli
2016...............................................................................................
14. Bahwa setelah beberapa kali memberikan peringatan kepada
Termohon akan tetapi, tidak ada tanggapan ataupun itikad baik
dari Termohon untuk menanggapi surat tersebut............................
15. Bahwa pada tanggal 4 Februari 2017 akhirnya Pemohon IV
mengadakan lelang terhadap jaminan dari Termohon karena tidak
ada tanggapan dari Termohon yaitu sebidang tanah di Jln. Bukit
Dharmo Citraland No. 1-4 Surabaya dengan Nomor SHM: 35-60-
24-02-3-02573 yang kemudian dimenangkan oleh CV. Maju
Sangia dengan nilai lelang senilai Rp.3.744.000.000. (tiga milyar
tujuh ratus empat puluh empat juta rupiah).........................
16. Bahwa walaupun jaminan dari Termohon telah laku terjual dalam
lelang, akan tetapi nilai lelang yang didapat tidak mencukupi
untuk melunasi utang kepada Pemohon IV.....................................
17. Bahwa ternyata corporate guarantee dari PT. Salsabila terhadap
Termohon tidak dapat menanggung utang dari Termohon
dikarenakan ternyata PT. Salsabila telah pailit................................
18. Bahwa total utang Termohon yang tersisa kepada Pemohon IV
senilai Rp.2.663.333.338 (dua milyar enam ratus enam puluh tiga
ribu tiga ratus tiga puluh tiga delapan rupiah).................................

TERHADAP PEMOHON V

A.Tentang Kedudukan Pemohon V sebagai Kreditur dan Termohon


sebagai Debitur

1. Bahwa Pemohon V adalah suatu Bank yang didirikan berdasarkan


Akta Pendirian nomor: 01/AP/12/05/1995 dan nomor
02/AP/12/05/2010.............................................................................
2. Bahwa pada awalnya Termohon yang merupakan suatu Perseroan
Terbatas (Persero) yang sahamnya 54% (lima puluh empat
persen) dimiliki oleh negara datang menemui Pemohon V dengan
diwakili oleh Kartini Tampubolon,S.E.,M.M. (Dirut PT. Bintang
Samudera) untuk melakukan Permohonan Kredit kepada
Pemohon V.....................................................................................
3. Bahwa Termohon datang melakukan Permohonan Kredit untuk
mengembangkan kegiatan usahanya dengan mengikuti tender
yang diadakan oleh PT. Lennon......................................................
4. Bahwa Termohon sebelumnya telah memenangkan Tender yang
diadakan PT. Lennon......................................................................
5. Bahwa berdasarkan Surat Permohonan Kredit nomor: 012/PPK-
BS/11/2014 pada tanggal 11 November 2014.................................
6. Bahwa Pemohon V menyetujui Permohonan Kredit Termohon
dengan mengeluarkan Surat Persetujuan Kredit No: 30/14/11/2014
16 November 2017.................................................
7. Bahwa kesepakatan tersebut dituangkan dalam Surat Perjanjian
Kredit Nomor: 01/PKMK/BM/11/10/2014 pada tanggal 18
November 2014...............................................................................

B. Tentang Utang Termohon kepada Pemohon V yang telah Jatuh Tempo


dan Wajib ditagih

8. Bahwa dalam Surat Perjanjian Kredit tersebut, pihak Termohon


mendapatkan kredit senilai Rp. 7.500.000.000. (tujuh milyar lima
ratus juta rupiah) ...............................................................................
9. Bahwa Perjanjian Kredit tersebut berakhir pada tanggal 1 Februari
2017.................................................................................................
10. Bahwa Termohon dan Pemohon V menyepakati jatuh tempo
pembayaran kredit jatuh tempo pada tanggal 1 Februari 2017
dengan klausula bunga flat 11 % disertai dengan jaminan sebidang
tanah di Jln, Dharmo Hill No.21 Surabaya dan SK Pemenangan
Tender dari PT. Lennon.....................................................................
11. Bahwa pada tanggal 4 Januari 2015, uang kredit Termohon cair
dan ditransfer ke rekening perusahaan Termohon oleh pihak
Pemohon V........................................................................................
12. Bahwa Termohon mulai menunggak pembayaran utang dari
tanggal 1 Juli 2016 sampai jatuh tempo yang telah disepakati
sebelumnya.......................................................................................
13. Bahwa pada sampai tiba waktu jatuh temponya waktu untuk
pembayaran kredit, pihak Termohon tidak juga membayar uang
kredit meski pihak Pemohon V sudah beritikad baik melayangkan
Surat Peringatan kepada Termohon..................................................
14. Bahwa Pemohon V telah mengeluarkan surat peringatan sebanyak
3 (tiga) kali yaitu pada tanggal 3 Februari 2017, tanggal 6 Februari
2017, dan tanggal 9 Februari 2017....................................................
15. Bahwa setelah dikeluarkannya surat peringatan terhadap
Termohon, namun tidak ada itikad baik dari Termohon untuk
menanggapi atau pun melunasi utangnya.........................................
16. Bahwa pada tanggal 13 Februari 2017 melakukan lelang terhadap
jaminan dari PT. Bintang Samudera yaitu sebidang tanah di Jln.
Dharmo Hill Nomor 21 Surabaya dengan SHM: 35-60-25-03-3-
024732.............................................................................................
17. Bahwa tanah tersebut laku terjual dalam lelang yang diadakan oleh
KPKNL yang dimenangkan oleh CV. Wonua Jaya yang beralamat
di Jln. Kebon Duren No.14 Blok C, Surabaya, dengan Nilai Lelang
senilai Rp.1.920.000.000 (satu milyar sembilan ratus dua puluh
juta rupiah).........................................................................................
18. Bahwa setelah diadakannya lelang, ternyata hasil lelang tidak
mencukupi untuk membayar sisa kredit pada Pemohon V................
19. Bahwa utang Termohon kepada Pemohon V senilai
Rp.1.534.875.000 (satu milyar lima ratus tiga puluh empat juta
delapan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah)........................................

II. TERMOHON juga memiliki Hutang kepada Kreditur lain.

Bahwa selain kepada PEMOHON, utang DEBITUR kepada kreditur lain


juga telah jauh tempo

(Pasal 2 (1) Undang-undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 2004


Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang)

1. Bahwa Termohon sebagai Debitur selain mempunyai utang kepada


beberapa Pemohon juga ternyata memiliki hutang kepada
Karyawannya sebanyak 400 pekerja....................................................

2. Bahwa utang Termohon terhadap Karyawannya berasal dari gaji


Karyawan yang belum dibayarkan selama 2 (dua) bulan terakhir........
3. Bahwa jumlah gaji yang belum dibayar Termohon senilai Rp.
4.000.000.000 (empat milyar rupiah) ...................................................

III. Permohonan Pernyataan Pailit a quo telah memenuhi syarat dan


ketentuan Undang-undang RI No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

1. Bahwa sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang RI


No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (UNDANG-UNDANG No. 37/2004) syarat untuk
menjatuhkan Putusan Pailit terhadap Debitur sebagai berikut: ...........

“Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak


membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan
dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih
Krediturnya “.

Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau


Undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka
pengadilan.

Mempunyai dua atau lebih Kreditur adalah Debitur harus memiliki


daua Kreditur atau lebih, dengan demikian Undang-undang hanya
memungkinkan seorang Debitur dinyatakan pailit apabila Debitur
memiliki paling sedikit dua Kreditur. Syarat mengenai adanya minimal
dua atau lebih Kreditur dikenal sebagai concursus creditorium.
Keharusan adanya dua Kreditur yang dinyatakan dalam Undang-
undang Kepailitan dan PKPU selaras dengan Pasal 1132
KUHPerdata.

Pasal 1132 KUHPerdata yang menentukan pembagian secara teratur


semua harta pailit kepada para Krediturnya, yang berdasarkan
prinsip pari passu pro rata parte yang mengandung arti bahwa harta
kekayaan Debitur merupakan jaminan bersama untuk para Kreditur
hasil-hasilnya harus dibagikan secara proporsional diantara mereka,
kecuali jika antara para Kreditur itu ada yang menurut Undang-
undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran
tagihannya.

Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat menyatakan


dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata
uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul
dikemudian hari atau kontingen, yang timbul karena perjanjian atau
Undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitur dan bila tidak
dipenuhi memberi hak kepada Kreditur untuk mendapat
pemenuhannya dari harta kekayaan Debitur.

Jangka waktu yang dapat ditagih adalah kewajiban untuk


mmembayar utang yang telah jatuh waktu baik karena telah
diperjanjikan, percepatan waktu penagihannya sebagaimana
diperjanjikan, pengenaan sanksi atau denda oleh instansi
berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis
arbiter.

Bahwa PT. Bintang Samudera memiliki utang kepada Bank


Tangkau, dimana kejadiannya bermula pada saat PT. Bintang
Samudera mengajukan peromohonan kredit ke Bank Tangkau pada
tanggal 10 Juni 2011 Nomor: No.011/PPK-BS/06/2011, lalu surat
permohonan kredit tersebut disetuji oleh pihak Bank Tangkau pada
tanggal 13 Juni 2011 Nomor: 30/13/06/2011 yang kemudian
disepakati klausula tambahan yaitu besaran bunga flat sebesar 7,5%
disertai dengan corporate guarantee dari PT. Salsabila dan jatuh
temponya disepakati berakhir pada tanggal 27 Juni 2016. Setelah
semua syarat terpenuhi maka pada tanggal 27 Juni 2011 maka Bank
Tangkau mengeluarkan Surat Perjanjian Kredit nomor:
01/SPK/BT/27/06/2011 dan uang kredit dari Bank Tangkau ke PT.
Bintang Samudera di transfer ke rekening PT. Bintang Samudera.
Setelah beberapa bulan berjalan, PT. Bintang Samudera mulai
menunggak pada tanggal 27 Agustus 2015. Setelah beberapa kali
menunggak pembayaran kredit, Bank Tangkau kemudian
mengirimkan surat peringatan kepada PT. Bintang Samudera
sebanyak 3 (tiga) kali yaitu pada tanggal 4 Juli 2016, tanggal 11 Juli
2016, dan terakhir pada tanggal 18 Juli 2016. Setelah beberapa kali
memberikan peringatan kepada PT. Bintang Samudera dan tidak ada
tanggapan ataupun itikad baik dari PT. Bintang Samudera untuk
melunasinya, akhirnya pada tanggal 4 Februari 2017 Bank Tangkau
mengadakan lelang terhadap jaminan dari PT. Bintang Samudera
yaitu sebidang tanah di Jln. Bukit Dharmo Citraland No. 1-4
Surabaya dengan Nomor SHM: 35.60.24.02.3.02573 yang kemudian
dimenangkan oleh CV. Maju Sangia dengan nilai lelang senilai
Rp.3.744.000.000. (tiga miliar tujuh ratus empat puluh empat juta
rupiah) walaupun jaminan dari PT. Bintang Samudera telah laku
terjual dalam lelang, akan tetapi nilai lelang yang didapat tidak
mencukupi untuk melunasi utang kepada Bank Tangkau dan juga
ternyata coroporate guarantee dari PT. Salsabila tidak dapat
menanggung utang dari PT. Bintang Samudera dikarenakan ternyata
PT. Salsabila telah pailit.

Bahwa total utang PT. Bintang Samudera yang tersisa kepada Bank
Tangkau adalah senilai Rp.2.663.333.338 (dua miliar enam ratus
enam puluh tiga ribu tiga ratus tiga puluh tiga delapan rupiah) yang
belum dilunasi sampai jatuh tempo yang ditentukan.

Selain Bank Tangkau, PT. Bintang Samudera juga memiliki utang


kepada PT. Martak dan PT. Kelpo dimana untuk memenangkan
tender yang diadakan oleh Kementrian Perdagangan, PT. Bintang
Samudera melakukan sewa menyewa kapal dengan PT. Martak
nomor: 002/BS-M/SMK/2011 dan PT. Kelpo nomor: 004/BS-
K/SMK/2011 yang dilakukan pada tanggal 1 Juni 2011 dengan kapal
berjumlah sebagai berikut:

a. Kapal dari PT. Martak


- Kapal Qoni berukuran 4000m3 (empat ribu meter kubik) dengan
uang sewa Rp. 700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah) per tahun
b. Kapal dari PT. Kelpo
- Kapal Loli berukuran 4000m3 (empat ribu meter kubik) dengan
uang sewa Rp. 700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah) per tahun
- Kapal Rascil berukuran 2000m3 (dua ribu meter kubik) dengan
uang sewa Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) per tahun
- Kapal Topan berukuran 5000m 3 (lima ribu meter kubik) dengan
uang sewa Rp. 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) per
tahun.

Keempat kapal tersebut dibayar dengan cara mengangsur


setiap 6 (enam) bulan sekali dan sewa menyewa tersebut berakhir
pada tanggal 1 Desember 2016 berdasarkan perjanjian notariil yang
dibuat dihadapan Notaris Arlina Haryuningsih, S.H., M.Kn, dan
ditandangani oleh Kartini Tampubolon, S.E., M.Kn (Dirut PT. Bintang
Samudera) bersama dengan pihak-pihak terkait.

Bahwa total utang PT. Bintang Samudera kepada PT. Martak


adalah senilai Rp.350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan
kepada PT. Kelpo senilai Rp.350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta
rupiah) yang belum dilunasi sampai jatuh tempo yang ditentukan.

PT. Bintang Samudera juga memiliki utang kepada Bank


Mahmuda yang telah jatuh tempo untuk dilunasi, sebagai PT. Bintang
Samudera pernah mengajukan Surat Permohonan Kredit Nomor:
012/PPK-BS/11/2014 pada tanggal 11 November 2014. Setelah
menerima Surat Pemohonan Kredit, Bank Mahmuda kemudian
menyetujui surat tersebut dan mengeluarkan Surat Persetujuan
Kredit Nomor: 30/14/11/2014 tanggal 16 November dan setelah
dikeluarkannya Surat Persetujuan Kredit, maka PT. Bintang
Samudera dan Bank Mahmuda menyepakati jatuh tempo
pembayaran kredit jatuh pada tanggal 1 Februari 2017 dengan
klausula bunga flat 11% (sebelas persen) disertai dengan jaminan
sebidang tanah di Jln. Dharmo Hill No.21 Surabaya dan SK
Pemenangan Tender, kesepakatn tersebut dituangkan dalam Surat
Perjanjian Kredit Nomor: 01/PKMK/BM/18/11/2014 pada tanggal 18
November 2014. Namun setelah berjalan beberapa bulan, PT.
Bintang Samudera mulai menunggak pembayaran utang dari tanggal
1 Juli 2016 sampai jatuh tempo yang telah disepakati sebelumnya.
Melihat kejadian ini, akhirnya Bank Mahmuda memberikan Surat
Peringatan kepada PT. Bintang Samudera sebanyak 3 (tiga) kali
yaitu pada tanggal 3 Februari 2017, tanggal 6 Februari 2017, dan
tanggal 9 Februari 2017, namun setelah melanyangkan surat
peringatan sebanyak 3 (tiga) kali terhadap PT. Bintang Samudera
akan tetapi tidak diindahkan atau tidak ada itikad baik dari pihak PT.
Bintang Samudera. Akhirnya pada tanggal 13 Februari 2017
melakukan lelang terhadap jaminan dari PT. Bintang Samudera yaitu
sebidang tanah di Jln. Dharmo Hill Nomor 21 Surabaya dengan
SHM: 335.60.25.03.3.02472 dan tanah tersebut laku terjual dalam
lelang yang diadakan oleh KPKNL yang dimenangkan oleh CV.
Wonua Jaya yang beralamat di Jln. Kebon Duren No.14 Blok C,
Surabaya, dengan Nilai Lelang Rp.1.920.000.000 (satu milyar
sembilan ratus dua puluh juta rupiah) . Namun setelah diadakannya
lelang ternyata hasil lelang tidak mencukupi untuk membayar sisa
kredit pada Bank Mahmuda.

Bahwa utang PT. Bintang Samudera kepada Bank Mahmuda yang


belum dilunasi adalah senilai Rp.1.534.875.000 (satu milyar lima
ratus tiga puluh empat juta delapan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah)
sampai jatuh tempo yang telah ditentuka.

Bahwa PT. Bintang Samudera juga ternyata memiliki utang


kepada PT. Lennon yang harus dilunasi dikarenakan pada tanggal 10
Agustus 2016 batu bara milik PT. Lennon yang diangkut oleh PT.
Bintang Samudera menggunakan Kapal Hana dan Kapal Mayang
karam ditengah-ditengah mengantarkan barang PT. Lennon ke
Jepang sehingga PT. Lennon memberikan jangka waktu untuk
melunasi ganti kerugian hingga tanggal 10 November 2016. Akan
tetapi, setelah jangka waktu yang diberikan oleh PT. Lennon telah
jatuh tempo, PT. Bintang Samudera tidak juga melunasi ganti
kerugian teerhadap PT. Lennon, bahkan PT. Bintang Samudera
mengabaikan surat somasi yang dilayangkan oleh PT. Lennon.

Bahwa total utang PT. Bintang Samudera kepada PT. Lennon


adalah senilai Rp.19.650.000.000 (sembilan belas milyar enam ratus
lima puluh juta rupiah) yang belum dilunasi sampai dengan batas
waktu yang telah disepakati.
Bahwa berdasarkan keterangan diatas maka jelaslah bahwa
PT. Bintang Samudera telas sah memiliki lebih dari 2 (dua) Kreditur
dan utang yang telah jatuh tempo serta dapat ditagih dan dinyatakan
pailit. Sebagaimana yang dimaksud dengan utang di dalam Undang-
undang Nomor 37 Tahun 2004, utang adalah kewajiban yang
dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam
mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara
langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontingen,
yang timbul karena perjanjian atau Undang-undang dan yang wajib
dipenuhi oleh Debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada
Kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan
Debitur.

Dalam arti hukum, yang dimaksud dengan kepailitan adalah


segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan di mana si
berutang mempunyai sedikitnya dua utang dan sudah jatuh tempo,
dan dia tidak dapat membayar lunas salah satu dari utang itu. Inti
dari persoalan itu adalah sitaan terhadap harta Debitur untuk
selanjutnya diurus dan dibereskan, dalam artian harta kekayaan itu
dijual dan hasil penjualannya dibayarkan kepada Kreditur.

Menurut Undang-undang, jika Debitur mempunyai dua utang atau


lebih yang sudah jatuh tempo dan tidak dapat membayar utang-
utangnya, maka atas permohonan sendiri atau pihak lain yang
berkepentingan, penagadilan dapat menjatuhkan kepailitan atas
Debitur. Dalam hal ini PT. Bintang Samudera sudah sangat jelas
memenuhi unsur dari Pasal 2 (1) Undang-undang Nomor 37 tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang. Ketentuan tentang Kepailitan merupakan realisasi dari Pasal
1131 dan 1132 KUHPerdata yang pada pokoknya mengatakan
bahwa semua harta benda seseorang menjadi jaminan secara
bersama-sama atas perikatannya, dan jika Debitur tidak dapat
membayar utang-utangnya, harta benda itu dijual dan hasil penjual
dibagi-bagikan kepada para Krediturnya menurut pertimbangannya,
kecuali jika ada alasan untuk dilunaskan secara didahulukan.
Menurut Dr. M. Hadi Shubhan,S.H.,M.H.,C.N, pailit merupakan
suatu keadaan dimana Debitur tidak mampu untuk melakukan
pembayaran terhadap utang-utang dari para Krediturnya. Keadaan
tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan
kondisi keuangan (financial distress) dan usaha Debitur yang telah
mengalami kemunduran. Sedangkan kepailitan merupakan putusan
pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan
Debitur pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian
hari.

Menurut Prof.Dr.Soekardono, alasan perlunya kepailitan diatur


secara hukum, antara lain:

1. Agar Kreditur mendapatkan jaminan yang cukup bahwa Debitur


akan mampu memenuhi kewajibannya pada waktunya dengan
memuaskan.
2. Mewujudkan asas keadilan dengan mencegah perbuatan
sewenang-wenang yang mungkin dilakukan krdeitor lain.
3. Mencegah perbuatan Debitur yang mengutungkan salah satu
Kreditur.
4. Untuk memperoleh kepastian hukum dari putusan hakim.
5. Menghindari timbulnya gugatan sendiri-sendiri dari pihak Kreditur.
6. Menghindari kerugian pada Kreditur lain yang tidak segera
mengetahui ketidakmampuan membayar dari Debitur.
7. Menghindari perebutan-perebutan yang mungkin yang dailakukan
para Kreditur-Kreditur

Berdasarkan dari teori ahli diatas Pemohon hanya ingin menuntut


hak nya sesuai dengan asas keadilan dan berdasarkan fakta serta
barang bukti yang diperoleh terhadap PT. Bintang Samudera
terhadap utang yang disetujui kedua belah pihak.

Yang dapat memohonkan kepailitan terhadap Debitur salah satunya


adalah seseorang atau beberapa Kreditur. Ini berarti bahwa inisiatif
untuk mempailitkan Debitur berasal dari Kreditur. Dalam keadaan ini,
Kreditur berkepentingan supaya ada ketertiban dalam pembayaran
utang-utang Debitur, atau supaya harta kekayaan Debitur tidak
dibagi-bagikan secara tidak adil. Lalu dalam hal ini yang dapat
dinyatakan pailit adalah perseorangan (pribadi) atau badan hukum.
Perseorangan atau pribadi, yaitu seorang manusia pribadi yang
mempunyai utang-utang, baik yang menjalankan maupun yang tidak
menjalankan perusahaan. Demikian halnya dengan badan hukum,
baik badan hukum yang menjalankan perusahaan maupun yang
menjalankan kegiatan lain.

2. Bahwa ketentuan Pasal 8 ayat (4) Undang-undang No. 34 Tahun 2004


mengatur bahwa...............................................................................

“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat


fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa
persyaratan untuk dinyatakan Pailit sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 (1) telah dipenuhi ”.

Yang dimaksud dengan "fakta atau keadaan yang terbukti


secara sederhana" adalah adanya fakta dua atau lebih Kreditur dan
fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan
perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon
pailit dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhkannya putusan
pernyataan pailit.

Bahwa PT. Bintang Samudera memiliki utang kepada Bank


Tangkau, dimana kejadiannya bermula pada saat PT. Bintang
Samudera mengajukan peromohonan kredit ke Bank Tangkau pada
tanggal 10 Juni 2011 Nomor: 011/PPK-BS/06/2011, lalu surat
permohonan kredit tersebut disetuji oleh pihak Bank Tangkau pada
tanggal 13 Juni 2011 Nomor: 30/13/06/2011 yang kemudian
disepakati klausula tambahan yaitu besaran bunga flat sebesar 7,5%
disertai dengan corporate guarantee dari PT. Salsabila dan jatuh
temponya disepakati berakhir pada tanggal 27 Juni 2016. Setelah
semua syarat terpenuhi maka pada tanggal 27 Juni 2011 maka Bank
Tangkau mengeluarkan Surat Perjanjian Kredit nomor:
01/SPK/BT/27/06/2011 dan uang kredit dari Bank Tangkau ke PT.
Bintang Samudera ditransfer ke rekening PT. Bintang Samudera.
Setelah beberapa bulan berjalan, PT. Bintang Samudera mulai
menunggak pembayaran kredit pada tanggal 27 Agustus 2015.
Setelah beberapa kali menunggak pembayaran kredit, Bank Tangkau
kemudian mengirimkan surat peringatan kepada PT. Bintang
Samudera sebanyak 3 (tiga) kali yaitu pada tanggal 4 Juli 2016,
tanggal 11 Juli 2016, dan terakhir pada tanggal 18 Juli 2016. Setelah
beberapa kali memberikan peringatan kepada PT. Bintang Samudera
dan tidak ada tanggapan ataupun itikad baik dari PT. Bintang
Samudera, akhirnya pada tanggal 4 Februari 2017 mengadakan
lelang terhadap jaminan dari PT. Bintang Samudera yaitu sebidang
tanah di Jln. Bukit Dharmo Citraland No. 1-4 Surabaya dengan
Nomor SHM: 35.60.24.02.3.02573 yang kemudian dimenangkan oleh
CV. Maju Sangia dengan nilai lelang senilai Rp.3.407.000.000. (tiga
milyar empat ratus tujuh juta rupiah) walaupun jaminan dari PT.
Bintang Samudera telah laku terjual dalam lelang, akan tetapi nilai
lelang yang didapat tidak mencukupi untuk melunasi utang kepada
Bank Tangkau dan juga ternyata coroporate guarante dari PT.
Salsabila tidak dapat menanggung utang dari PT. Bintang Samudera
dikarenakan ternyata PT. Salsabila telah pailit.

Selain pada Bank Tangkau, PT. Bintang Samudera juga memiliki


utang kepada PT. Martak dan PT. Kelpo dimana untuk
memenangkan tender yang diadakan oleh Kementrian Perdagangan,
PT. Bintang Samudera melakukan sewa menyewa kapal dengan PT.
Martak nomor: 002/BS-M/SMK/2011 dan PT. Kelpo nomor: 004/BS-
K/SMK/2011 yang dilakukan pada tanggal 1 Juni 2011, dengan
jumlah kapal sebagai berikut:

a. Kapal dari PT. Martak


- Kapal Qoni berukuran 4000m3 (empat ribu meter kubik) dengan
uang sewa Rp. 700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah) per tahun
b. Kapal dari PT. Kelpo
- Kapal Loli berukuran 4000m3 (empat ribu meter kubik) dengan
uang sewa Rp. 700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah) per tahun
- Kapal Rascil berukuran 2000m3 (dua ribu meter kubik) dengan
uang sewa Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) per tahun
- Kapal Topan berukuran 5000m 3 (lima ribu meter kubik) dengan
uang sewa Rp. 800.000.000 (delapan ratus juta rupiah) per
tahun.

Keempat kapal tersebut dibayar dengan cara mengangsur


setiap 6 (enam) bulan sekali dan sewa menyewa tersebut berakhir
pada tanggal 1 Desember 2016 berdasarkan perjanjian notariil yang
dibuat dihadapan Notaris Arlina Haryuningsih, S.H., M.Kn, dan
ditandangani oleh Kartini Tampubolon, S.E., M.M (Dirut PT. Bintang
Samudera) bersama dengan pihak-pihak terkait.

PT. Bintang Samudera juga memiliki utang kepada Bank


Mahmuda yang telah jatuh tempo untuk dilunasi, sebagai PT. Bintang
Samudera pernah mengajukan Surat Permohonan Kredit Nomor:
012/PPK-BS/11/2014 pada tanggal 11 November 2014. Setelah
menerima Surat Pemohonan Kredit, Bank Mahmuda kemudian
menyetujui surat tersebut dan mengeluarkan Surat Persetujuan
Kredit Nomor: 30/14/11/2014 pada tanggal 16 November dan setelah
dikeluarkannya Surat Persetujuan Kredit, maka PT. Bintang
Samudera dan Bank Mahmuda menyepakati jatuh tempo
pembayaran kredit tersebut jatuh pada tanggal 1 Februari 2017
dengan klausula bunga flat 11% (sebelas persen) disertai dengan
jaminan sebidang tanah di Jln. Dharmo Hill No.21 Surabaya dan SK
Pemenangan Tender, kesepakatan tersebut dituangkan dalam Surat
Perjanjian Kredit Nomor: 01/PKMK/BM/18/11/2014 pada tanggal 18
November 2014. Dana kredit dari Bank Mahmuda cair pada tanggal
4 Januari 2015. Namun setelah berjalan beberapa bulan, PT. Bintang
Samudera mulai menunggak pembayaran utang dari tanggal 1 Juli
2016 sampai jatuh tempo yang telah disepakati sebelumnya. Melihat
kejadian ini, akhirnya Bank Mahmuda memberikan Surat Peringatan
kepada PT. Bintang Samudera sebanyak 3 (tiga) kali yaitu pada
tanggal 3 Februari 2017, tanggal 6 Februari 2017, dan tanggal 9
Februari 2017, namun setelah melanyangkan surat peringatan
sebanyak 3 (tiga) kali terhadap PT. Bintang Samudera akan tetapi
tidak diindahkan atau tidak ada itikad baik dari pihak PT. Bintang
Samudera. Akhirnya pada tanggal 13 Februari 2017 melakukan
lelang terhadap jaminan dari PT. Bintang Samudera yaitu sebidang
tanah di Jln. Dharmo Hill Nomor 21 Surabaya dengan SHM:
35.60.25.03.3.024732 dan tanah tersebut laku terjual dalam lelang
diadakan oleh KPKNL yang dimenangkan oleh CV. Wonua Jaya
yang beralamat di Jln. Kebon Duren No.14 Blok C, Surabaya,
dengan Nilai Lelang Rp.1.954.875.000 (satu miliar sembilan ratus
lima puluh empat juta delapan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah) .
Namun setelah diadakannya lelang ternyata hasil lelang tidak
mencukupi untuk membayar sisa kredit pada Bank Mahmuda.

Bahwa PT. Bintang Samudera juga ternyata memiliki utang


kepada PT. Lennon yang harus dilunasi dikarenakan pada tanggal 10
Agustus 2016 batu bara milik PT. Lennon yang diangkut oleh PT.
Bintang Samudera menggunakan Kapal Hana dan Kapal Mayang
karam ditengah-ditengah mengantarkan barang PT. Lennon ke
Jepang sehingga PT. Lennon memberikan jangka waktu untuk
melunasi ganti kerugian hingga tanggal 10 November 2016. Akan
tetapi, setelah jangka waktu yang diberikan oleh PT. Lennon telah
jatuh tempo, PT. Bintang Samudera tidak juga melunasi ganti
kerugian teerhadap PT. Lennon, bahkan PT. Bintang Samudera
mengabaikan surat somasi yang dilayangkan oleh PT. Lennon.

Bahwa berdasarkan penjelasan diatas, telah terbukti secara


sah dan sesuai fakta bahwa Termohon (PT. Bintang Samudera) telah
mengabaikan atau tidak membayar utangnya terhadap para
Pemohon yang telah jatuh tempo, dan dapat dibuktikan
menggunakan beberapa alat bukti yang berhasil ditemukan dari
beberapa perjanjian yang dilakukan oleh Termohon dan Pemohon,
dimana perjanjian berlaku sebagai Undang-undang bagi para
pembuatnya (Pacta sunt servanda) .

IV. Tentang Permohonan Penunjukan Hakim Pengawas dan Kurator

Bahwa berdasarkan uraian dalam permohonan ini dan sesuai dengan


Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Kepailitan, yaitu:
“Dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat kurator dan seorang
Hakim Pengawas yang ditunjuk dari Hakim Pengadilan Negeri”.

Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang


diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan memberaskan harta
Debitur Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai Undang-
undang.
Hakim Pengawas adalah Hakim yang ditunjuk oleh Pengadilan dalam
Putusan Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Berdasarkan hal diatas, Pemohon memohon kepada Majelis Hakim
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya untuk
mengangkat Hakim Pengawas dari Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Surabaya dan menyetujui Kurator yang diajukan oleh Kuasa
Hukum Pemohon dalam proses Kepailitan ini;.........................................

Bahwa berdasarkan pada alasan-alasan sebagaimana dikemukakan di


atas, maka Pemohon memohon kepada Ketua Pengadilan Niaga
Surabaya pada Pengadilan Negeri Surabaya untuk berkenan
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini dan selanjutnya
memberikan putusan sebagai berikut: .................................................

Primair

a. Menerima dan Mengabulkan permohonan Pemohon untuk


seluruhnya;

b. Menyatakan bahwa Termohon mempunyai hutang yang telah


jatuh tempo dan dapat ditagih;

c. Menyatakan bahwa Termohon (PT. Bintang Samudera) dalam


keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya;

d. Mengangkat salah seorang Hakim Pengawas yang ditentukan


oleh Pengadilan Niaga Surabaya untuk kepailitan tersebut;

e. Mengangkat Ibu Etriyanti, S.H., yang berkantor di Jalan Raya


Boulevar Barat, Blok LC. No. 25, Kebangsaaan Timur, Surabaya
14240 sebagai Kurator dalam proses Kepailitan ini;
f. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang
timbul.

Subsidair

Atau apabila Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili, dan


memutus perkara ini mempunyai pendapat lain, mohon putusan
berdasarkan kebenaran dan keadilan (Prepter veritatem et justitiam)
serta seadil-adilnya sesuai dengan prinsip-prinsip peradilan yang
baik (Ex aequo et bono) .

II. TENTANG PEMBUKTIAN

BUKTI PEMOHON DAN BUKTI TERMOHON:

a. BUKTI PEMOHON:

-Alat Bukti Surat

No. Kode Perihal Penjelasan Keterangan


1. Bukti Legalisasi Berupa Akta Fotokopi
P-1 PT.Lennon Pendirian No. disesuaikan
01/AP/24/02/2004, dengan aslinya
AD-ART 01 dan
02/AP/24/02/2008,
AD-ART 02, Surat
Keterangan Domisili
Perusahaan
No.III/SKDP/11/III/2
001 IMB, NPWP
No. 01.000.073.5.-
051.000, Tanda
Daftar Perusahaan
Nomor
19.33.302777 ,
Pengesahan Oleh
Menteri Hukum dan
Ham No. AHU-
00081.40.11.2008,
Surat Pengukuhan
Perusahaan Kena
Pajak No. PEM-
0065/WJP.KP.0633/
2001, Struktur
Organisasi, Hasil
RUPS perubahan
AD-ART, SK
Pengangkatan Dirut
2. Bukti Legalisasi Berupa Akta Fotokopi
P-2 PT.Martak Pendirian No. disesuaikan
01/AP/11/04/2003 dengan aslinya
dan No.
02/AP/11/05/2008
AD 01 dan 02, Surat
Keterangan Domisili
Perusahaan
No.112/SKDP/05/III/
2003 IMB, NPWP
No. 31.804.812.1-
542.000, Tanda
Daftar Perusahaan
Nomor
20.33.992781 ,
Pengesahan Oleh
Menteri Hukum dan
Ham No. AHU-
00070.40.10.2008,
Surat Pengukuhan
Perusahaan Kena
Pajak No. PEM-
0121/WJP.KP.0673/
2003, Struktur
Organisasi, Hasil
RUPS perubahan
AD-ART, SK
Pengangkatan Dirut
3. Bukti Legalisasi Berupa Akta Fotokopi
P-3 PT.Kelpo Pendirian No. disesuaikan
01/AP/22/05/2003 dengan aslinya
dan
02/AP/22/10/2008,
AD 01 dan 02, Surat
Keterangan Domisili
Perusahaan
No.123/SKDP/17/14
/2003 IMB, NPWP
No. 70.257.141.5.-
432.000 , Tanda
Daftar Perusahaan
Nomor
98.38.544124,
Pengesahan Oleh
Menteri Hukum dan
Ham No. AHU-
00050.40.15.2008,
Surat Pengukuhan
Perusahaan Kena
Pajak No. PEM-
0171/WJP.KP.0723/
2003, Struktur
Organisasi, Hasil
RUPS perubahan
AD-ART, SK
Pengangkatan Dirut
4. Bukti Legalisasi Bank Berupa Akta Fotokopi
P-4 Tangkau Pendirian No. disesuaikan
05/AP/17/07/1995 dengan aslinya
dan
02/AP/20/05/2010,
AD 01 dan 02, Surat
Keterangan Domisili
Perusahaan
No.113/SKDP/181/X
VIII/1995 IMB,
NPWP No.
15.330.843.2-
101.000, Tanda
Daftar Perusahaan
Nomor
30.13.112887,
Pengesahan Oleh
Menteri Hukum dan
Ham No. AHU-
00010.67.10.2010,
Surat Pengukuhan
Perusahaan Kena
Pajak No. PEM-
01161/WJP.KP.0234
/1995, Struktur
Organisasi, Hasil
RUPS perubahan
AD-ART, SK
Pengangkatan Dirut
5. Bukti Legalisai Bank Berupa Akta Fotokopi
P-5 Mahmuda Pendirian No. disesuaikan
01/AP/12/05/1995 dengan aslinya
dan
02/AP/12/05/2010
AD 01 dan 02, Surat
Keterangan Domisili
Perusahaan
No.125/SKDP/15/IV/
2004 IMB, NPWP
No. 31.313.785.3-
903.000, Tanda
Daftar Perusahaan
Nomor
37.12.232223,
Pengesahan Oleh
Menteri Hukum dan
Ham No. AHU-
00011.88.13.2008,
Surat Pengukuhan
Perusahaan Kena
Pajak No. PEM-
03227/WJP.KP1157/
1995, Struktur
Organisasi, Hasil
RUPS perubahan
AD-ART, SK
Pengangkatan Dirut
6. Bukti Surat Penawaran Surat ini diajukan Fotokopi
P-6 Pekerjaan Jasa oleh PT.Bintang disesuaikan
Pengiriman Batu Samudera kepada dengan aslinya
Bara PT.Lennon dalam
rangka mengikuti
tender
pengangkutan batu
bara dari Indonesia
ke Jepang yang
diadakan oleh
PT.Lennon, beserta
Laporan Keuangan
dari PT. Bintang
Samudera,
7. Bukti Surat Permintaan Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-7 Ganti Rugi PT. Lennon disesuaikan
meminta ganti rugi dengan aslinya
terhadap
tenggelamnya batu
bara milik PT.
Lennon yang
dibawa oleh PT.
Bintang Samudera
8. Bukti Kontrak menjelaskan Fotokopi
P-8 Pengiriman Batu mengenai perjanjian disesuaikan
Bara dari pengiriman batu dengan aslinya
Indonesia ke bara antara
Jepang No. PT.Lennon dan
05/457/PP PT.Bintang
-BS/VIII/2014 Samudera dari
Indonesia ke
Jepang
9. Bukti Surat Perintah Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-9 Mulai Kerja No. PT.Bintang disesuaikan
008/PJK/BS- Samudera sudah dengan aslinya
K/SMK/2014 mulai mengirim batu
bara milik
PT.Lennon ke
Jepang
10. Bukti Rincian kerugian Menjelaskan Fotokopi
P-10 yang dialami oleh mengenai rincian disesuaikan
PT. Lennon. kerugian yang dengan aslinya
dialami oleh
PT.Lennon akibat
tenggelamnya kapal
milik PT.Bintang
Samudera yang
memuat batu bara
milik PT.Lennon
11. Bukti Surat Persetujuan Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-11 Ganti Rugi No. PT. Bintang disesuaikan
11/SP- Samudera bersedia dengan aslinya
GR/BS/X/2016 membayar ganti rugi
yang dialami
PT.Lennon akibat
karamnya kapal
milik PT.Bintang
Samudera yang
mengangkut batu
bara milik
PT.Lennon
12. Bukti Surat Somasi ke 1, Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-12 No. 003/SOM- PT. Lennon disesuaikan
I/KP/II/2016, Surat memberikan dengan aslinya
Somasi ke, 2, No. peringatan kepada
004/SOM- PT.Bintang
II/KP/II/2016, Surat Samudera karena
Somasi ke 3, No. tidak kunjung
005/SOM- membayar kerugian
III/KP/II/2016 yang dialami
PT.Lennon
13. Bukti Surat Perjanjian Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-13 Sewa Menyewa PT. Martak sepakat disesuaikan
Kapal PT.Bintang melakukan dengan aslinya
Samudera dengan Perjanjian Sewa
PT.Martak Nomor: Menyewa Kapal
002/BS- dengan PT. Bintang
M/SMK/2011 Samudera
14. Bukti Rincian Utang dari Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-14 PT. Bintang PT.Bintang disesuaikan
Samudera Samudera memiliki dengan aslinya
terhadap utang dari sewa
PT.Martak kapal yang belum
dibayar kepada
PT.Martak
15. Bukti Surat Somasi dari Menjelaskan Fotokopi
P-15 PT.Martak kepada mengenai disesuaikan
PT.Bintang peringatan dari dengan aslinya
Samudera, ke 1 PT.Martak kepada
No.005/SOM- PT. Bintang
I/LN/II/2017,ke 2 Samudera agar
No.006/SOM- segera melunasi
II/LN/III/2017, ke 3 utangnya yang
No.007/SOM- telalh jatuh tempo
III/LN/IV/2017
16. Bukti Surat Perjanjian Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-16 Sewa Menyewa PT. Kelpo sepakat disesuaikan
Kapal antara PT. melakukan dengan aslinya
Bintang Samudera Perjanjian Sewa
dengan PT. Kelpo Menyewa Kapal
Nomor: 004/BS- dengan PT. Bintang
K/SMK/2011 Samudera
17. Bukti Rincian Utang dari Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-17 PT. Bintang PT.Bintang disesuaikan
Samudera Samudera memiliki dengan aslinya
terhadap PT.Kelpo utang dari sewa
kapal yang belum
dibayar kepada
PT.Kelpo
18. Bukti Surat Somasi dari Menjelaskan Fotokopi
P-18 PT.Kelpo kepada mengenai disesuaikan
PT.Bintang peringatan dari dengan aslinya
Samudera ke 1, PT.Kelpo kepada
No.008/SOM- PT. Bintang
I/KP/II/2017, ke 2, Samudera agar
No. 009/SOM- segera melunasi
II/KP/II/2017, ke 3, utangnya yang
No. 010/SOM- telalh jatuh tempo
III/KP/III/2017
19. Bukti Surat Permohonan Menjelaskan Fotokopi
P-19 Kredit dari mengenai disesuaikan
PT.Bintang PT.Bintang dengan aslinya
Samudera kepada Samudera
Bank Tangkau mengajukan
No.011/PPK- permohonan kredit
BS/06/2011 kepada Bank
Tangkau untuk
menambah modal
usaha
20. Bukti Surat Persetujuan Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-20 Kredit dari Bank pihak Bank Tangkau disesuaikan
Tangkau No: sepakat atas surat dengan aslinya
30/13/06/2011 permohonan kredit
yang diajukan oleh
PT.Bintang
Samudera
21. Bukti Surat Perjanjian Berupa Surat Fotokopi
P-21 Kredit antara Persetujuan Kredit disesuaikan
PT.Bintang No.30/13/06/2011, dengan aslinya
Samudera dan SHM No.35-60-24-
Bank Tangkau No. 02-3-02573, APHT
01/SPK/BT/27/06/ No.
2011 014/APHT/2011,
SHT, Corporate
Guarantee No.
004/CG/SB/2011
dari PT.Salsabila,
Surat Persetujuan
dari Dewan
Komisaris PT.
Bintang Samudera
22. Bukti Bukti Pencairan Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-22 dana dari Bank kredit yang diminta disesuaikan
Tangkau oleh PT.Bintang dengan aslinya
Samudera telah cair
23. Bukti Rincian Utang dari Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-23 PT. Bintang PT.Bintang disesuaikan
Samudera Samudera dengan aslinya
mempunyai utang
yang telah jatuh
tempo yang belum
dilunasi kepada
Bank Tangkau
24. Bukti Surat Peringatan Menjelaskan Fotokopi
P-24 dari Bank Tangkau mengenai disesuaikan
kepada PT.Bintang peringatan dari dengan aslinya
Samudera No. Bank Tangkau
015/SP– Kepada PT. Bintang
1/BT/2017, No. Samudera agar
016/SP– segera melunasi
II/BT/2017, dan utangnya
No. 017/SP–
III/BT/2017

25. Bukti Surat Menjelaskan bahwa Fotokopi


P-25 Pemberitahuan Bank Tangkau akan disesuaikan
Lelang No. melelang Tanah dengan aslinya
021/SPL/04/2017 yang dijaminkan
oleh PT.Bintang
Samudera
26. Bukti Surat Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-26 Pengumuman Bank Tangkau disesuaikan
Lelang mengeluarkan suatu dengan aslinya
pengumuman untuk
melelang jaminan
tanah dari
PT.Bintang
Samudera karena
tidak melunasi
utangnya
27. Bukti Surat Hasil Lelang Menjelaskan Fotokopi
P-27 No. mengenai bahwa disesuaikan
021/BAL/04/2017 tanah yang dilelang dengan aslinya
oleh Bank Tangkau
telah laku terjual
yang dimenangkan
oleh CV. Maju
Sangia
28. Bukti Putusan Pailit dari Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-28 Pengadilan Niaga PT. Salsabila yang disesuaikan
Surabaya No. menjadi Corporate dengan aslinya
11/Pdt.Sus/Pailit Guarantee telah
/2016/PN.Niaga/ pailit dan tidak
Surabaya.pst mampu membantu
melunasi utang
PT.Bintang
Samudera
29. Bukti Surat Permohonan Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-29 Kredit dari PT.Bintang disesuaikan
PT.Bintang Samudera datang dengan aslinya
Samudera kepada menemui Bank
Bank Mahmuda Mahmuda untuk
No. 012/PPK- mengajukan
BS/11/2014 Permohonan Kredit
untuk
mengembangkan
kegiatan usahanya
dengan mengikuti
tender yang
dimenangkan dari
PT. Lennon
30. Bukti Surat Persetujuan Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-30 Kredit No. Bank Mahmuda disesuaikan
30/14/11/2014 sepakat dengan dengan aslinya
permohonan yang
diajukan oleh
PT.Bintang
Samudera
31. Bukti Surat Perjanjian Berupa Surat Fotokopi
P-31 Kredit No. Persetujuan Kredit disesuaikan
01/PKMK/BM/18/1 No.01/PKMK/BM/18 dengan aslinya
1/2014 /11/2014, SHM No.
335.60.25.03.3.024
72, APHT No.
022/APHT/2014,
SHT No.
35.60.25.03.3.3.024
27, Surat
Persetujuan dari
Dewan Komisaris
PT. Bintang
Samudera
32. Bukti SK Penetapan Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-32 Lelang dari PT. Bintang disesuaikan
PT.Lennon Nomor: Samudera dengan aslinya
01/SK/BM/PT.AL/2 menjaminkan SK
014 Pemenangan
Tender dari
PT.Lennon untuk
meyakinkan Bank
Mahmuda agar
memberikan kredit
kepada PT.Bintang
Samudera
33. Bukti SHM Dharmo Hill Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-33 No.21 Surabaya PT. Bintang disesuaikan
No.35-60-25-03-3- Samudera dengan aslinya
024732 memberikan
jaminan Sertifikat
Tanah sebagai
jaminan kepada
Bank Mahmuda
34. Bukti Bukti Transfer Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-34 Pencairan Kredit Bank Tangkau telah disesuaikan
dari Bank mentransfer uang dengan aslinya
Mahmuda kredit ke rekening
bank milik PT.
Bintang Samudera
35. Bukti Surat Peringatan Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-35 dari Bank PT.Bintang disesuaikan
Mahmuda kepada Samudera memiliki dengan aslinya
PT. Bintang utang yang telah
Samudera jatuh tempo yang
harus dilunasi
36. Bukti Surat Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-36 Pemberitahuan Bank Mahmuda disesuaikan
Lelang No. akan melelang dengan aslinya
022/SPL/08/2017 tanah yang menjadi
jaminan dari
PT.Bintang
Samudera
37. Bukti Surat Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-37 Pengumuman tanah yang disesuaikan
Lelang dijaminkan akan dengan aslinya
segera dilelang
karena tidak ada
tanggapan dari
PT.Bintang
Samudera
38. Bukti Surat Hasil Lelang Menjelaskan bahwa Fotokopi
P-38 No. tanah yang menjadi disesuaikan
022/BAL/08/2017 jaminan dari dengan aslinya
PT.Bintang
Samudera telah
laku dalam lelang
yang dimenangkan
oleh CV. Wonua
Jaya
39. Bukti Rincian Utang Menjelaskan Fotokopi
P-39 PT.Bintang mengenai jumlah disesuaikan
Samudera Kepada utang PT.Bintang dengan aslinya
Bank Mahmuda Samudera kepada
Bank Mahmuda
yang telah jatuh
tempo dan belum
dibayar
40. Bukti Risalah Rapat Menjelaskan Fotokopi
P-40 mengenai tindak disesuaikan
lanjut terhadap dengan aslinya
Utang PT. Bintang
Samudera kepada
para Pemohon

-Alat Bukti Saksi

Saksi bernama Fikram Nuredi,S.E.,M.E, Pria, Umur 47 (empat


puluh tujuh) tahun, lahir di Surabaya tanggal 15 Agustus 1970,
Wiraswasta, agama Islam, Suku Sunda, Warga Negara Indonesia,
alamat Jalan Padjajaran No. 59 Surabaya.

- Bahwa benar Saksi didatangkan oleh Pihak Pemohon untuk


menerangkan mengenai utang Termohon kepada Pemohon

- Bahwa benar Saksi pernah di bekerja di PT. Bintang Samudera


(Termohon)
- Bahwa benar Saksi bekerja di PT. Bintang Samudera selama
kurang lebih 8 tahun sejak tahun 2008 sampai 2016.

- Bahwa benar Saksi memiliki tugas dan wewenang pada saat


menjadi direktur keuangan yaitu mengelola fungsi akuntasi dalam
memproses data dan informasi keuangan untuk menghasilkan
laporan keuangan yang dibutuhkan perusahaan secara akurat dan
tepat dan tepat waktu. Mengkoordinasikan dan melakukan
perencanaan dan analisa keuangan untuk dapat emberikan
masukan dari sisi keuangan bagi pemimpin perusahaan dalam
mengambil keputusan bisnis baik untuk kebutuhan investasi,
opersional maupun kondisi keuangan lainnya, merecanakan dan
mengkonsolidasikan perpajakan perusahaan untuk memastikan
efesiensi biaya dan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan.

- Bahwa benar Saksi mengetahui tentang Surat Permohonan


Persetujuan Ganti Rugi dari PT. Lennon (Pemohon I) yang
diberikan kepadanya.

- Bahwa benar Saksi yang telah memberikan Surat Permintaan


Ganti Rugi dari PT. Lennon (Pemohon I) kepada Direktur Utama,
lalu selang beberapa hari direktur utama serta para Jajaran Direksi
mengadakan rapat.

- Bahwa benar Saksi ikut hadir dalam rapat para Jajaran Direksi.

- Bahwa benar Saksi mengetahui pembahasan dalam rapat tersebut


adalah membahas mengenai Surat Permintaan Ganti Rugi dari PT.
Lennon yang diterima oleh Saksi dan dalam rapat tersebut
disetujui para jajaran Direksi untuk melakukan pembayaran utang
yang dilayangkan oleh PT. Lennon.

- Bahwa benar Saksi mengetahui bahwa setelah surat persetujuan


ganti rugi tersebut disetujui dalam rapat, maka para direksi serta
jajaran lainnya sepakat menunjuk Saksi selaku Direktur Keuangan
mewakili PT. Bintang Samudera (Termohon) untuk
menandatangani Surat Persetujuan Ganti Rugi dari PT. Lennon
(Pemohon I)

- Bahwa benar Saksi megatakan bahwa dalam Surat Permintaan


Ganti Rugi Tersebut, Pihak Termohon harus mengganti kerugian
senilai Rp. 19 (sembilan belas) miliar lebih

- Bahwa benar pada saat ini Saksi telah dipecat dari PT. Bintang
Samudera (Termohon).

- Bahwa benar Saksi menerima surat pemecatannya pada tanggal


29 september 2016. Setelah Saksi melihat dan membaca surat
pemecatan tersebut ternyata dalam surat pemecatan tersebut
tertanggal 21 September 2016 dimana pada tanggal tersebut
jajaran direksi megadakan rapat mengenai Surat Permintaan Ganti
Rugi, sehingga Saksi merasa ada keganjalan mengenai tanggal
pemecatannya.

- Bahwa benar sebelum Saksi menerima surat pemecatan, selama


itu Saksi masih sering ke kantor dan masih melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya sebagai Direktur Keuangan. Anehya
selama itu Saksi tidak pernah mendapat surat teguran atau
peringatan dari atasannya.

- Bahwa benar Saksi mengetahui isi Surat Permintaan Ganti Rugi


dari Pemohon I tersebut yang berisi permintaan ganti rugi terhadap
Termohon atas kerugian yang mereka alami akibat karamnya dua
buah kapal yang membawa batu bara milik Pemohon I.
- Bahwa benar Saksi mengetahui dampak yang akan dialami oleh
perusahaan jika ia menandatangani Surat Permintaan Ganti Rugi
dari pihak Pemohon I karena sebelumnya mereka telah
membahasnya dalam rapat yang mereka adakan sebelumnya
selain itu mereka juga telah mempertimbangkan dampak positif
serta dampak negatif yang mungkin akan terjadi pada PT. Bintang
Samudera.
- Bahwa benar Saksi tidak memiliki surat tugas untuk
menandatangani Surat Persetujuan Ganti Rugi
- Bahwa Saksi diperintahkan untuk menandatangani Surat
Persetujuan Ganti Rugi berdasarkan hasil rapat untuk mewakili
PT.Bintang Samudera dan hal itu telah disetujui oleh Direktur
Utama dan para jajarannya.
- Bahwa Saksi kembali menegaskan bahwa seperti yang Saksi
katakan sebelumnya bahwa Saksi menerima surat pemecatan
setelah Saksi menandatangani surat persetujuan tersebut.
- Bahwa Saksi menyatakan kepada kuasa hukum termohon bahwa
saat rapat jajaran direksi tidak membahas mengenai tiga hal yang
sebutkan oleh kuasa hukum termohon karena rapat tersebut
memang diadakan terkhusus untuk membahas mengenai Surat
Permintaan Ganti Rugi dari Pemohon I dan tidak membahas yang
lain dari pada itu.

-Alat Bukti Ahli

1.Ahli bernama Dr. Sonya Rahmawati,SH.,MH, Wanita, Umur 64 (enam


puluh empat) tahun, lahir di Bandung pada tanggal 11 Januari 1953,
pekerjaan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung, Agama
Islam, suku Sunda, Warga Negara Indonesia, alamat Jalan Sunda
Kelapa Blok C No.62, Bandung.

- Bahwa Ahli berpendapat bahwa berbicara mengenai kepailitan ada


berberapa hal penting yang harus di perhatikan pihak yang akan
mengajukan permohonan pailit:

a. Kepailitan ditinjau dari aspek ekonomi :


Jika suatu perusahaan yang melakukan suatu usaha apabila
dalam menjalankan usahanya mendapatkan keuntungan atau
laba maka usahanya dapat berkembang terus. Tetapi bila
terjadi hal yang sebaliknya dimana dalam usahanya tidak
berjalan dengan baik sehingga mengalami kerugian dan
keadaan keuangan sudah demikian rupa sehingga tidak
sanggup lagi membayar utang-utannya maka kepailitan hadir
sebagai bentuk perlindungan hak dan kewajiban bagi para
pihak, kreditur di lindungi hak-haknya untuk mendapatkan
pembayaran sedangkan Debitur mendapatkan perlindungan
atas eksekusi sewenang-wenang dari kreditur.
b. Ditinjau dari aspek sosial
Dalam kehidupan dunia usaha sering dijumpai bahwa
seseorang atau badan usaha yang berutang (Debitur) lalai
memenuhi kewajibannya (membayar utang) kepada
Krediturnya. Kelalaian Debitur itu disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain kesenjangan (ketidakmampuan). Situasi
seperti itu dapat menyebabkan adanya reaksi atau aksi
yang dipaksakan dari para Krediturnya untuk berusaha
mendapatkan pemenuhan tagihannya keadaan ini akan
banyak berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat
terhadap dunia usaha, serta mengurangi minat masyarakat
untuk menanamkan modalnya.
c. Ditinjau dari aspek hukum
Di dalam dunia usaha, seseorang atau badan hukum
mempunyai hutang adalah hal yang wajar, namun
apabila seseorang atau badan hukum yang mempunyai
utang lalai memenuhi kewajiban untuk mengembalikan
utangnya kepada para Kreditur, maka akan dapat
menimbulkan persoalan kepada berbagai pihak. Dalam
keadaan yang demikian itulah hukum harus dapat
ditempatkan pada pihak yang dapat memperbaiki keadaan
yang tidak adil, tidak tertib, tidak ada kepastian hukum dan
sebagainya.

- Bahwa Ahli berpendapat bahwa permohonan pailit sebenarnya


bukanlah hal yang perlu ditakutkan, karena pada dasarnya
kepailitan memiliki manfaat :

a. Manfaat kepailitan bagi Debitur

Kepailitan disatu sisi dapat memberi manfaat tersendiri bagi


Debitur pailit. Pada ketentuan kepailitan diberbagai Negara,
manfaat kepailitan yang paling terasa bagi Debitur adalah
adanya suatu mekanisme pemberesan utang Debitur.
Pemberian pemberesan utang dilakukan dengan
memperhatikan kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh
Debitur pailit. Tidak semua Debitur pailit dapat memperoleh
pemberesan utang. Adanya pemberesan utang merupakan
upaya untuk memberi perilaku yang lebih manusiawi
terhadap Debitur pailit yang jujur dan telah bersifat kooperatif
selama kepailitan.

b. Manfaat kepailitan bagi Kreditur

Kepailitan mempunyai peranan untuk menyelesaikan


bermacam-macam tagihan yang diajukan oleh Kreditur yang
masing- masing mempunyai kepentingan yang berbeda.
Proses kepailitan mempunyai sasaran utama untuk
mengatur pertentangan-pertentangan yang saling berkaitan
diantara kelompok yang berbeda yang masing-masing
mempunyai klaim atas aset-aset dan penghasilan Debitur
pailit. Sehingga upaya penyelesaian kewajiban pembayaran
utang, hukum kepailitan dianggap sebagai ketentuan yang lebih
mengutamakan kepentingan Kreditur. Dari sudut pandang
ekonomi, kepailitan dianggap sebagai mekanisme untuk
mengkolektifkan penagihan piutang sehingga dapat
memberikan manfaat ekonomi secara maksimal bagi para
Kreditur.

- Bahwa Ahli berpendapat bahwa Terhadap BUMN baik berbentuk


Persero maupun Perum berdasarkan ketentuan Undang-undang
No. 37 Tahun 2004 dapat dinyatakan pailit, tetapi harus di
perhatikan Pasal 2 ayat (5) Undang-undang No. 37 Tahun 2004
mengatur secara khusus bahwa terhadap BUMN yang bergerak
di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit
hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Sedangkan
Penjelasan Pasal 2 ayat (5) Undang-undang No. 37 Tahun 2004
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan BUMN yang
bergerak di bidang kepentingan publik adalah BUMN yang
seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham.
Kewenangan Menteri Keuangan dalam pengajuan permohonan
pailit untuk instansi yang berada dibawah pengawasannya adalah
seperti kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan
permohonan kepailitan Debitur yang melakukan kegiatan
sebagai bank dan kewenangan Badan Pengawas Pasar Modal
(BAPEPAM) untuk mengajukan permohonan pailit terhadap
instansi-instansi yang berada dibawah pengawasannnya.
Sedangkan berkaitan dengan kepailitan BUMN, berdasarkan
ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-undang BUMN, Perusahaan
Perseroan yang selanjutnya disebut Persero adalah BUMN yang
berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi atas saham
yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen)
sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan
utamanya mengejar keuntungan. Jadi dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa bagi BUMN yang berbentuk Perum pengajuan
Kepailitannya hanya dapat di ajukan oleh Menteri Keuangan,
sedangkan untuk BUMN berbentuk perseroan pengajuan
kepailitanya sama dengan perrusahaan pada umumnya. Hal ini
juga dijelaskan dalam Pasal 11 Undang-undang BUMN tersebut
bahwa Terhadap BUMN Persero berlaku segala ketentuan dan
prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas.

- Bahwa Ahli berpendapat bahwa diaturnya permohonan


pernyataan pailit terhadap BUMN, dalam Undang-undang No.
37 Tahun 2004 memperlihatkan bahwa legislator trend pengajuan
kepailitan dikarenakan pertama, banyak pihak yang mulai
menyadari, bahwa BUMN baik, berbentuk Perum maupun
Persero tidak terlepas dari problem pasang surutnya keadaan
keuangannya akibat dari sistem pengelolaan perusahaan yang
tidak professional atau menejemen yang buruk. Sehingga kesulitan
untuk memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap mitra usahanya,
juga kesulitan tidak membayar gaji/upah para karyawan
perusahaan yang menuntut pembayaran upah/gaji dan lain
sebagainya. Kedua di karenakan banyaknya jenis usaha dari
perseroan BUMN yang mulai ketinggalan zaman, tak mampu lagi
bersaing dengan banyak perusahaan perusahaan yang lebih maju
atau moderen. Sehingga hal ini yang melatar balakangi munculnya
trend pengajuan pailit bagi perusahaan BUMN.

- Bahwa Ahli berpendapat bahwa dalam perkembangannya, selama


ini kita ketahui bersama bahwa tidak ada BUMN yang dapat
dinyatakan pailit. Seandainya ada BUMN yang dinyatakan pailit
di Peradilan tingkat pertama, di tingkat Kasasi Putusan Pailit di
Peradilan tingkat pertama tersebut akan dibatalkan, ataupun
apabila di tingkat kasasi permohonan pernyataan pailit
dikabulkan, di tingkat Peninjauan Kembali Putusan tersebut
akan dibatalkan. M e n u ru t A h l i , hal ini disebabkan terdapat
pemahaman hakim yang berbeda mengenai kedudukan hukum
BUMN Persero terhadap keuangan negara sehubungan dengan
peraturan perunda-undangan yang terkait saling bertentangan
satu sama lainnya. Disatu pihak Undang-undang No. 37 Tahun
2004 menentukan bahwa BUMN dapat dipailitkan, di lain pihak
Undang-undang No.17 Tahun 2003 dan Undang-undang No. 1
Tahun 2004 menyatakan bahwa terhadap aset BUMN tidak
dapat dilakukan sita jaminan maupun sita umum. Hal ini
menyebabkan hakim ragu dan gamang dalam menjatuhkan
putusan terhadap perkara yang berkaitan dengan BUMN,
sekalipun pada kenyataannya BUMN tersebut tidak mampu lagi
untuk membayar utang-utangnya kepada para Krediturnya
Karena dalam keadaan kesulitan keuangan. Ketentuan yang
membatasi diajukannya permohonan pernyataan pailit terhadap
lembaga-lembaga tersebut dirasakan oleh berbagai pihak tidak
sesuai dengan asas keadilan dan keseimbangan dalam hukum
perjanjian. Dalam hukum perjanjian hak dan kewajiban para
pihak pada dasarnya harus seimbang. Hal ini juga merupakan
hambatan bagi BUMN itu sendiri untuk berkembang dalam
persaingan ekonomi global.

- Bahwa Ahli berpendapat bahwa dari kacamata Ahli pribadi, maka


tidak ada masalah dalam mempailitkan suatu BUMN yang
berbentuk badan hukum persero, karena memang Undang-undang
Kepailitan juga tidak memberikan privilege terhadap BUMN pada
umumnya (perhatikan privilege yang berlaku bagi Bank, dan
Perusahaan efek, yang dengan sendirinya berlaku mutatis
mutandis bagi BUMN yang merupakan Bank dan perusahaan
efek), dan oleh karenanya kepailitan BUMN harus dipandang
sebagaimana kepailitan suatu Badan Hukum biasa.

- Bahwa menurut Ahli pribadi, tidak ada masalah dalam


mempailitkan suatu BUMN yang berbentuk badan hukum persero,
karena memang Undang-undang Kepailitan tidak
memberikan privilege terhadap BUMN pada umumnya (perhatikan
privilege yang berlaku bagi Bank, dan Perusahaan Efek, yang
dengan sendirinya berlaku mutatis mutandis bagi BUMN yang
merupakan Bank dan Perusahaan Efek), dan oleh karenanya
Kepailitan BUMN harus dipandang sebagaimana kepailitan suatu
Badan Hukum biasa.

- Bahwa Ahli berpendapat bahwa Karakteristik suatu badan hukum


adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta
kekayaan pemilik dan pengurusnya. Dengan demikian suatu
Badan Hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas memiliki
kekayaan yang terpisah dari kekayaan Direksi (sebagai pengurus),
Komisaris (sebagai pengawas), dan Pemegang Saham (sebagai
pemilik). Begitu juga kekayaan yayasan sebagai Badan Hukum
terpisah dengan kekayaan Pengurus Yayasan dan Anggota
Yayasan, serta Pendiri Yayasan. Selanjutnya kekayaan Koperasi
sebagai Badan Hukum terpisah dari Kekayaan Pengurus dan
Anggota Koperasi. Khusus untuk pendirian badan usaha yang
didirikan oleh negara, yang namanya BUMN, maka layaknya suatu
perseroan setiap persero wajib memberikan modal usaha dan atas
modal usaha tersebut diganti dengan saham atas nama pemilik
saham termasuk negara sebagai pemilik saham atas suatu
perseroan. Bagi suatu BUMN yang didirikan maka modal BUMN
tersebut berasal dari modal negara yang diambil dari APBN. Ketika
telah terjadi pemisahan kekayaan negara tersebut atas modal
negara tersebut pada suatu BUMN, maka secara administrasi
hukum telah terjadi levering dari dua badan hukum yang berbeda,
yaitu negara yang diwakili oleh pemerintah sebagai Badan Hukum
publik kepada BUMN sebagai Badan Hukum Privat. Dengan
mendasarkan pada ketentuan tersebut di atas, hubungan negara
terhadap BUMN (Persero) adalah hubungan kepemilikan sebagai
pemegang saham Perseroan Terbatas yang hak dan kewajibannya
tunduk pada Undang-undang Perseroan Terbatas. Negara tidak
lagi mempunyai kekuasaan yang bebas terhadap sebagian
kekayaan negara yang dipisahkan untuk menjadi modal perseroan
karena telah dikonversi menjadi hak pemegang saham
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perseroan Terbatas.
Jadi kepemilikan modal BUMN perserolah yang masih menjadi
perdebatan, bukan menjastifikasi ketidak pahaman.

- Bahwa Ahli berpendapat bahwa salah satu organ yang cukup


penting dalam menjalankan kegiatan Perseroan adalah direksi.
Disebut cukup penting, karena direksilah yang mengendalikan
perusahaan dan kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu, tidaklah
berlebihan jika masyarakat awam berpandangan posisi direksi
dalam suatu perusahaan acapkali diidentikan dengan pemilik
perusahaan. Akan tetapi dalam peta bisnis modern posisi direksi
tidak selamanya dipegang oleh pemilik perusahaan, melainkan
dipegang oleh para profesional di bidangnya. Direksi diberikan
kepercayaan oleh seluruh pemegang saham melalui mekanisme
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk menjadi organ
Perseroan yang akan bekerja untuk kepentingan Perseroan, serta
kepentingan seluruh pemegang saham. Dalam hal Pailit menurut
Undang-undang Perseroan Terbatas anggota Direksi dapat
dimintai pertanggungjawaban secara pribadi jika Perseroan pailit
sebagai akibat dari kesalahan atau kelalaian anggota direksi dalam
menjalankan kepengurusan dan perwakilan Perseroan yang
mengakibatkan Perseroan jatuh pailit. Setiap anggota direksi wajib
dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas
untuk kepentingan dan usaha Perseroan. Hal ini membawa
konsekuensi hukum bahwa setiap anggota direksi bertanggung
jawab secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau
lalai menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan usaha
Perseroan. Tanggung jawab direksi timbul apabila direksi yang
memiliki wewenang atau direksi yang menerima kewajiban untuk
melaksanakan pengurusan Perseroan, mulai menggunakan
wewenangnya tersebut. Apabila direksi bertindak melampaui
wewenang yang diberikan kepadanya tersebut, direksi tersebut
ikut bertanggung jawab secara pribadi. Jika perusahaan yang
bersangkutan kemudian jatuh pailit, beban tanggung jawab tidak
cukup ditampung oleh harta perusahaan (harta pailit), maka direksi
pun ikut bertanggung jawab secara renteng

- Bahwa Ahli berpendapat bahwa memang regulasi yang mengatur


bahwa kepailtan karena kalalaian harus menjadi tanggung jawab
direksi, namun perlu diperhatikan juga bahwa direksi lepas dari
tanggung jawab jika perseroan mengalami pailit. Syaratnya, direksi
harus dapat membuktikan bahwa kepailitan tersebut bukan karena
kesalahan atau kelalaiannya. Pihaknya telah melakukan
pengurusan perseroan dengan iktikad baik, kehati-hatian, dan
penuh tanggung jawab, tidak ada benturan kepentingan baik
langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang
dilakukannya, pihaknya telah berupaya mencegah terjadinya
kepailitan.

2.Ahli bernama Dr. Muh. Andri Fatahillah,SH.,MH, Pria, Umur 64 (enam


puluh empat) tahun, lahir di Lamongan pada tanggal 23 Maret 1953,
pekerjaan Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Agama Islam,
Suku Jawa, Warga Negara Indonesia, Alamat Jalan Kyai Tapa Blok J
No.12, Jakarta Barat.

- Bahwa menurut Ahli, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003


tentang Badan Usaha Milik Negara (Undang-undang BUMN)
menyatakan bahwa perusahaan persero yang selanjunya disebut
Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan yang modalnya
terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima
puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik
lndonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Selanjutnya, Pasal 11 menyatakan terhadap Persero berlaku
segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan
Terbatas sebagaimana diatur di dalam Undang-undang No. 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. BUMN yang berbentuk
Perum juga adalah bagian badan hukum yang berdasarkan Pasal
35 ayat (2) Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN
yang menyatakan bahwa Perum memperoleh status Badan
Hukum sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang
pendiriannya.

- Bahwa menurut Ahli, prinsip Undang-undang Keuangan Negara


menyebutkan bahwa kekayaan BUMN merupakan kekayaan
negara, sehingga prinsip yang demikian tidak sejalan dengan
prinsip Undang-undang BUMN dan Undang-undang PT. Adanya
ketidaksingkronan kedua prinsip tersebut menurut Ahli disebabkan
oleh ketidaktelitian pembentuk Undang-undang. Akibatnya
membingungkan masyarakat, karena menimbulkan ketidakpastian
hukum dalam pelaksanaan Undang-undang BUMN. Sesuai
dengan teori hukum, dengan berlakunya Undang-undang BUMN
seharusnya pula berlaku asas hukum yaitu lex posteriori derogat
legi priori, peraturan baru mengesampingkan peraturan lama.
Prinsip kekayaan BUMN yang dianut di dalam Undang-undang
BUMN yang diberlakukan, sedangkan prinsip kekayaan BUMN
yang diatur sebelum Undang-undang Keuangan Negara harus
dikesampingkan.

- Salah satu karakteristik badan hukum adalah adanya pemisahan


harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan pribadi pendiri
atau pengurusnya. Ini merupakan konsekuensi yuridis dari
kedudukan perseroan sebagai separate legal entity. Hal demikian
berarti bahwa suatu badan hukum yang berbentuk Perseroan
Terbatas memiliki harta kekayaannya sendiri yang terpisah dari
harta kekayaan organ-organnya. Mengingat kedudukan BUMN
Persero sebagai badan hukum mandiri dengan segala
konsekuensi yuridisnya maka demi hukum, negara harus
ditafsirkan dalam kedudukannya sebagai pemegang saham
layaknya pemegang saham dalam suatu Perseroan Terbatas.
Sebagai pemegang saham maka negara dilarang melakukan
intervensi atau campur tangan apa pun dalam pengelolaan atau
pengurusan BUMN Persero. Sebagian besar atau seluruh
permodalan pada BUMN berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan. Berdasarkan pada ketentuan yang demikian maka
demi hukum kekayaan negara yang telah dipisahkan dan menjadi
bagian dalam permodalan BUMN sah menjadi milik BUMN itu
sendiri. Selanjutnya, Direksi BUMN wajib melakukan pengurusan
atas BUMN layaknya Direksi yang melakukan pengurusan PT
dengan itikad baik, penuh tanggung jawab serta sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan Terbatas.

- Bahwa Ahli berpendapat, kekayaan yang ada pada BUMN Persero


adalah merupakan kekayaan negara yang telah dipisahkan dari
sistem APBN sebagai penyertaan modal dalam pendirian BUMN
Persero, yang berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip PT
sebagai badan hukum privat yang tujuan pendiriannya untuk
mencari keuntungan. Kekayaan yang ada dalam BUMN Persero
adalah merupakan Kekayaan Persero sebagai badan hukum
privat. Dalam hal negara melakukan tindakan hukum privat (privat
rechtelijk handeling) maka berlaku ketentuan hukum privat dan
dalam hal negara melakukan tindakan hukum publik (publiek
rechtelijk handeling) maka berlaku ketentuan hukum publik. Ketika
negara menanamkan modal penyertaan pada BUMN Persero,
maka kekayaan BUMN Persero merupakan kekayaan BUMN
Persero sebagai badan hukum privat, dan dalam hal ini negara
sebagai salah satu pemegang saham dalam BUMN Persero
berkedudukan sebagai badan hukum privat, negara memiliki hak
atas kebendaan (jus in rem) dan hak atas orang (jus in personam)
yang wujud pelaksanaannya tunduk dan ditetapkan berdasarkan
hukum privat. Hal ini juga dikuatkan oleh Fatwa Mahkamah Agung
No.WKMA/Yud/20/V06III/20 dalam kasus kredit macet pada Bank
BUMN Persero (Bank Mandiri), bahwa aset BUMN Persero
merupakan aset atau kekayaan Perseroan sebagai badan hukum,
bukan merupakan aset atau kekayaan negara. Dalam hal negara
sebagai badan hukum publik, memiliki kemampuan memaksa
dalam bentuk pengambilan keputusan (regeringsbesluit) yang
bersifat strategi atau tindakan pemerintahan
(regeringsmaatregelen) yang bersifat menegakkan hukum dan
wibawa negara.

- Bahwa Ahli berpendapat, karena merupakan BUMN Persero, maka


berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang-undang BUMN, untuk
selanjutnya dalam pengelolaannya tentunya berdasarkan pada
prinsip-prinsip perusahaan Perseroan Terbatas yang diatur oleh
Undang-undang Perseroan Terbatas. Sebagai sebuah Perseroan,
tentunya juga mengenal adanya kepailitan sebagaimana
ditentukan oleh Undang-undang Kepailitan dan PKPU. Maka
BUMN Persero sebagai suatu Badan Usaha yang berbentuk
Persero identik dengan PT, untuk dapat dipailitkan dapat diajukan
oleh Debitor itu sendiri, Kreditor atau para Kreditor, Jaksa demi
kepentingan umum, Bank Indonesia apabila terkait dengan
lembaga perbankan, Bapepam bila terkait dengan Pasar Modal
serta oleh Menteri Keuangan apaibila menyangkut Dana Pensiun,
Asuransi, Reasuransi. Apabila BUMN Persero tersebut memenuhi
syarat-syarat untuk dapat dinyatakan pailit. Yang kesemuanya
tersebut telah diatur atau ditentukan di dalam Undang-undang
Kepailitan dan PKPU.\

- ]Bahwa Ahli berpendapat bahwa kekayaan yang terdapat pada


BUMN Persero adalah merupakan kekayaan PT. Persero bukan
merupakan kekayaan negara, maka terhadap PT. Persero dapat
dipailitkan. Karena kepailitan adalah sita umum atas semua
kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.
Dalam hal kepailitan terhadap BUMN Persero, Pasal 50 Undang-
undang Perbendaharaan Negara yang mengatur adanya larangan
sita terhadap asset atau kekayaan negara tidak dapat diberlakukan
karena ranah Pasal tersebut berkaitan erat dengan hukum yang
sifatnya publik seperti Hukum Pidana atau Hukum Tata Negara,
karena negara melakukan tindakan hukum privat (privat rechtelijk
handeling) maka Undang-undang Kepailitan dan PKPU lah yang
berlaku dalam kasus penyitaan harta BUMN persero.

- Bahwa Ahli berpendapat rumusan Pasal 2 Undang-undang


Keuangan Negara yang berbunyi kekayaan negara atau kekayaan
daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat
dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan negara atau perusahaan daerah, menunjukkan bahwa
kekayaan negara yang sudah dipisahkan masih tetap dianggap
sebagai keuangan Negara, namun hal tersebut sangat
menimbulkan berbagai macam pro-kontra karena jika kita
mengacu pada Pasal 4 ayat (1) Undang-undang No. 19 Tahun
2003 tentang BUMN menyatakan :“Yang dimaksud dengan
dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan
modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan
pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, namun pembinaan dan
pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang
sehat.”Hal ini dipertegas dalam Fatwa Mahkamah Agung No.
WKMA/Yud/20/VIII/2006 yang pada intinya mengatakan bahwa
keuangan BUMN (Persero) bukan lagi merupakan keuangan
negara, sehingga pengelolaan dan pertanggungjawabannya tidak
lagi didasarkan pada sistem APBN.
- Bahwa Ahli menjelaskan dari segi teori hukum, kekayaan negara
yang dipisahkan pada BUMN sudah bukan merupakan kekayaan
badan hukum negara karena telah terjadi “transformasi
hukum” status yuridis uang tersebut dari keuangan negara sebagai
keuangan publik menjadi keuangan badan hukum lain yang
berstatus yuridis badan hukum privat. Dan terhadap keuangan
negara yang dipisahkan tersebut tidak lagi berlaku ketentuan
APBN, akan tetapi berlaku ketentuan hukum privat dalam hal ini
Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
dan ketentuan yang termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUHPer). Konstruksi berpikir yang menganggap bahwa,
penyertaan modal negara dalam BUMN tidak lagi dianggap
sebagai uang negara melainkan sebagai uang privat berlaku pula
bagi BUMN (Persero), Kita mengambil contoh dalam rangka
pemberian kredit kepada BANK terhadap nasabahnya. Pemberian
kredit dimaksud, tunduk pada hukum perdata. Jika terdapat kredit
bermasalah atau kredit macet sebagai akibat pemberian kredit
kepada nasabah, tentu tidak dapat dikatakan hal ini merupakan
masalah keuangan negara, melainkan secara otomatis menjadi
permasalahan keuangan BUMN (Persero) sebagai badan hukum
privat.

- Bahwa Ahli berpendapat penyertaan Modal Negara adalah


pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara yang semula
merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan menjadi
kekayaan negara yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai
modal atau saham negara pada BUMN, BUMD atau Badan
Hukum lainnya. Dalam keuangan negara, penyertaan modal
negara menjadi kekayaan negara yang dipisahkan yaitu kekayaan
negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada
Persero dan/atau Perum serta Perseroan Terbatas lainnya.
Pertanggungjawaban negara juga terbatas pada jumlah saham
yang dimiliki, sehingga jika BUMN mengalami kerugian, maka
kerugian tersebut secara teori merupakan kerugian badan hukum,
bukan kerugian pemilik modal. Pasca putusan MK, kerugian BUMN
juga menjadi kerugian negara, padahal jelas, jika kerugian tidak
sebesar nilai saham yang dimiliki maka belum terjadi kerugian.
Konstruksi tersebut membawa pengertian bahwa BUMN
sepenuhnya dimiliki oleh negara dan pengelolaan keuangannya
tidak boleh mengalami kerugian, dan mekanisme ini sama seperti
pengelolaan keuangan pada lembaga negara. Lembaga negara
merupakan organ yang menjalankan negara yang sumber
keuangannya berasal dari APBN sehingga penyerapan keuangan
lembaga negara harus transparan dan tidak boleh diselewengkan
termasuk tidak ada kata rugi dalam pengelolaan keuangan
lembaga negara. Jika aturan ini dapat dicernah dengan baik, maka
putusan MK harus menjelaskan dampak pasal-pasal lain yang juga
mengikat BUMN sebagai badan hukum privat. Dasar pertimbangan
putusan MK adalah, penyelamatan keuangan negara yang telah
diserahkan pada BUMN agar tetap dapat diawasi sehingga tidak
menyebabkan penyelahgunaan modal tersebut menjadi
keuntungan pribadi organ perseroan. Alasan penyelamatan tidak
dibenarkan melihat organ perseroan terdiri dari direksi, komisaris
dan pemegang saham, dimana pemegang saham adalah negara
yang diwakilkan oleh menteri BUMN diatur dalam Pasal 1 ayat 5
UU BUMN.

Bahwa dalam persidangan, Termohon telah mengajukan alat bukti


berupa:

b. ALAT BUKTI TERMOHON

- Alat Bukti Surat

No. Kode Perihal Penjelasan Keterangan


1. Bukti Legalisasi Berupa Akta Pendirian Fotokopi
T-1 PT. No. 02/AP/10/03/2008, disesuaikan
Bintang Akta Notaris No. dengan
Samudera 05/Not/EL/2008, AD/ART aslinya
No. 53/AD/10/03/2008,
Surat Keterangan
Domisili, Struktur
Organisasi, SK
pengangkatan Direktur
Utama, Surat
Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak, Tanda daftar
perusahaan PT. Bintang
Samudera (persero),
NPWP, Surat
permohonan tanda daftar
perusahaan PT, surat
keterangan terdaftar dari
departemen keuangan
pajak, SK menteri
pengesahan PT, Surat
izin mendirikan PT. IMB,
Jenis usaha kecil PT.
Bintang Samudera
(persero)
2. Bukti NJOP Sebagai tolak ukur pajak Fotokopi
T-2 yag dikenakan kepada disesuaikan
jaminan PT. Bintang dengan
Samudera (persero) aslinya
3. Bukti Slip Bukti bahwa PT. Bintang Fotokopi
T-3 Pembayar Samudera (persero) disesuaikan
an Utang membayar utangnya 3 dengan
(cicilan (tiga) bukan sekali ke aslinya
tiga bulan Bank Tangkau dan Bank
sekali) ke Mahmuda
Bank
Tangkau
dan Bank
Mahmuda
4. Bukti Surat menjelaskan mengenai Fotokopi
T-4 Perjanjian perjanjian jual beli kapal disesuaikan
Jual Beli antara PT. Bintang dengan
Kapal Dari Samudera (persero) dan aslinya
PT. Andi PT. Andi Layar
Layar
Kapal
Kara
5. Bukti Perjanjian Menjelaskan bahwa Fotokopi
T-5 Jual Beli PT.Bintang Samudera disesuaikan
Kapal (persero) melakukan dengan
Agung perjanjian jual beli Kapal aslinya
Agung
6. Bukti Daftar Menjelaskan bahwa Fotokopi
T-6 perkiraan tanah yang dijaminkan disesuaikan
harga PT. Bintang Samudera dengan
tanah (persero) seharusnya aslinya
dijual sesuai dengan
taksiran yang ada
didaftar perkiraan harga
tanah
7. Bukti Asuransi Sebagai bukti bahwa Fotokopi
T-7 pengangk muatan yang diangkut disesuaikan
utan oleh kapal PT. Bintang dengan
barang Samudera (persero) aslinya
PT. dilindungi oleh pihak
Bintang asuransi
Samudera
8. Bukti Bukti Menjelaskan bahwa PT. Fotokopi
T-8 pengemba Bintang Samudera disesuaikan
lian kapal (persero) dengan
Rascil dan mengembalikan kapal aslinya
kapal yang disewanya yaitu
Topan kapal Rascil dan kapal
Topan ke PT. Kelpo
9. Bukti Surat Menjelaskan bahwa PT. Fotokopi
T-9 permohon Bintang Samudera disesuaikan
an (persero) mengajukan dengan
pembuata surat permohonan aslinya
n Bank jaminan ke Bank
Garansi/A Tangkau dengan jaminan
suransi PT. Salsabila
10. Bukti Surat Menjelaskan bahwa Fotokopi
T-10 perjanjian surat permohonan disesuaikan
kredit pembuatan Bank dengan
Bank Garansi telah disetujui aslinya
Garansi dan ditandatangani oleh
para pihak
11. Bukti Surat Sebagai bukti bahwa Fotokopi
T-11 persetujua kapal kapal yang dimiliki disesuaikan
n berlayar oleh PT. Bintang dengan
Samudera (persero) aslinya
dapat digunakan untuk
berlayar secara resmi
12. Bukti Bukti Sebagai bukti bahwa Fotokopi
T-12 kepemilika beberapa kapal yang ada disesuaikan
n kapal pada PT. Bintang dengan
PT. Samudera (persero) aslinya
Bintang adalah milik perusahaan
Samudera tersebut secara sah
13 Bukti Lapora Menjelaskan mengenai Fotokopi
T-13 keuangan daftar keuangan PT. disesuaikan
Bintang Samudera dengan
(persero) dari tahun 2015 aslinya
sampai tahun 2016
14 Bukti Foto kapal Sebagai bukti bahwa Fotokopi
T-14 karam kapal yang digunakan disesuaikan
PT. Bintang Samudera dengan
(persero) untuk aslinya
mengangkut batu bara
mengalami karam
15 Bukti Perjanjian Menjelaskan bahwa PT. Fotokopi
T-15 kerja laut Bintang Samudera disesuaikan
(persero) memiliki dengan
hubungan kerja laut aslinya
dengan Pemohon I (PT.
Lennon)
16 Bukti Pemecata Menjelaskan bahwa Fotokopi
T-16 n direktur Direktur keuangan PT. disesuaikan
keuangan Bintag Samudera dengan
(persero) tidak memiliki aslinya
hak lagi dalam
melakukan
penandatanganan di
berbagai surat, dengan
kata lain direktur
keuangan tersebut telah
dipecat
17 Bukti Surat Bukti bahwa PT. Fotokopi
T-17 pernyataa Salsabila bersedia disesuaikan
n dari PT. menjadi jaminan dalam dengan
Salsabila perjanjian PT. Bintang aslinya
Samudera (persero)
dengan Pemohon IV
(Bank Tangkau)
18 Bukti Risalah Bukti bahwa dalam rapat Fotokopi
T-18 rapat PT. Bintang Samudera disesuaikan
(persero) pada tanggal dengan
22 september 2016 aslinya
membahas mengenai
perkembangan
perusahaan, karamnya
kapal, dan kinerja para
karyawan.

- Alat Bukti Saksi

Saksi bernama Kartini Tampubolon,S.E.,M.M, Wanita, Umur 41


(empat puluh satu) tahun, lahir di Surabaya tanggal 3 November 1975,
Direktur Utama PT. Bintang Samudera, agama Islam, suku Jawa,
Warga Negara Indonesia, alamat Jalan Prof. Mayjend Moestopo, No.
36 Surabaya.
- Bahwa Saksi diangkat sebagai Direktur Utama PT. Bintang
Samudera pada tahun 2008

- Bahwa Tugas Saksi sebagai Direktur Utama adalah


mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan-kegiatan di
bidang administrasi keuangan, kepegawaian dan kesekretariatan.
Serta memimpin rapat umum, dalam hal untuk memastikan
pelaksanaan tata-tertib keadilan dan kesempatan bagi semua
untuk berkontribusi secara tepat menyesuaikan alokasi waktu per
item masalah menentukan urutan agenda mengarahkan diskusi ke
arah konsensus menjelaskan dan menyimpulkan tindakan dan
kebijakan.

- Bahwa Saksi bekerja di PT. Bintang Samudera sudah kurang lebih


8 (delapan) tahun.
- Bahwa Saksi menerangkan bahwa PT.Bintang Samudera bergerak
dibidang jasa pengiriman barang dan kargo
- Bahwa benar Saksi mengenal Fikram Nuredi,S.E.,M.E
- Bahwa benar Fikram Nuredi,S.E.,M.E pernah menjadi rekan kerja
Saksi
- Bahwa benar Saksi dan Fikram Nuredi,S.E.,M.E sudah tidak lagi
menjadi rekan kerja semenjak Fikram Nuredi,S.E.,M.E dipecat
- Bahwa benar tanggal 22 September 2016 pernah diadakan rapat
direksi
- Bahwa benar Saksi hadir dalam rapat tersebut
- Bahwa Saksi menyatakakn bahwa dalam rapat tersebut mereka
hanya membahas masalah perkembangan perusahaan, direksi
yang menyalagunakan wewenangnya dan sedikit menyinggung
masalah karamnya kapal
- Bahwa Saksi tidak mengetahui mengenai Surat Permintaan Ganti
Rugi dari Termohon I
- Bahwa Saksi membantah keterangan Saksi Pemohon tentang
hasil rapat jajaran direksi membahas mengenai masalah ganti rugi,
Saksi menjelaskan bahwa sama sekali tidak ada pembahasan
ganti rugi untuk Termohon I.
- Bahwa Saksi kembali mempertegas bahwa sama sekali tidak
pernah membahas mengenai ganti rugi kepada Pemohon I dalam
rapat.
- Bahwa Saksi mengatakan tidak pernah sama sekali
memerintahkan Direktur Keuangan untuk menandatangani
Persetujuan Ganti Rugi terhadap kerugian yang dialami Pemohon
I
- Bahwa benar Saksi dan Perusahaannya pernah mendapat surat
Somasi tentang penagihan utang dari pihak Pemohon I tapi Saksi
dan Perusahaannya mengabaikannya karena merasa tidak
memiliki utang dan tidak mengetahui mengenai adanya Surat
Persetujuan Ganti Rugi, malah disini Saksi sudah mencoba
mengupayakan bahwa kejadian itu merupakan kejadian diluar
kehendak Termohon serta mengupayakan mengurus uang
asuransi yang akan cair dari batu bara yang diasuransikan oleh
Termohon yang ikut tenggelam akibat karamnya kapal mereka dan
memberikannya kepada pihak Pemohon I namun Pemohon I tiba-
tiba saja melayangkan Permohonan Kepailitan.
- Bahwa Saksi hanya mengabaikan Surat Peringatan dari Pemohon
I karena tidak pernah menyetujui Surat Persetujuan Ganti Rugi.
- Bahwa Saksi menyatakan benar bahwa Direktur Keuangan telah
dipecat
- Bahwa Saksi mengatakan bahwa Direktur Keuangan dipecat pada
tanggal 21 september 2016 dan pada saat risalah rapat itu
memang disetujui bahwa telah ada pemecatan Direktur Keuangan
dan suratnya itu langsung dikirim
- Bahwa Saksi tidak mengetahui kenapa Direktur Keuangan bisa
menandatangani Surat Persetujuan Ganti Rugi dari pihak
Pemohon I
- Bahwa Saksi menilai Direktur Keuangan melakukan keputusan
sepihak.
- Bahwa mengenai Surat Peringatan dari Pemohon IV dan Pemohon
V, bukannya Saksi dan Perusahaannya tidak mau menanggapi
atau melunasi utang mereka, tapi disini Pihak Termohon telah
memberikan masing-masing jaminan kepada pada masing-masing
Pemohon IV dan Pemohon V tersebut jadi Saksi berpikir apabila
jaminan mereka diambil alih oleh pihak Pemohon IV dan Pemohon
V dan dijual jelas harga dari hasil penjualan jaminan Termohom
cukup untuk membayar utang-utang Termohon bahkan masih ada
sisanya yang bisa dikembalikan kepada Termohon, tapi disini
malah harga jual dari jaminan Termohon justru dijual sangat
rendah bahkan masih kurang dari harga yang seharusnya dijual.
- Bahwa menurut Saksi mengenai sewa kapal terhadap Pemohon II
dan Pemohon III sebenarnya Termohon akan segera melunasinya
tapi Termohon masih menunggu uang hasil penjualan kapal kami
kepada pihak PT. Arianing tapi pembayaran akan dilakukan 6
(enam) bulan setelah perjanjian jual beli kapal, lagi pula pada saat
itu sisa tunggakan Termohon hanya tersisa satu kali pembayaran
dan nilainya pun tidak seberapa jadi Termohon mencoba meminta
perpanjangan waktu dari pihak Pemohon II dan Pemohn III tapi
Termohon tidak mendapat respon yang baik.
- Bahwa Saksi menerangkan bahwa Direktur Keuangan dipecat
karena telah melakukan penggelapan dana pada saat menjabat
sebagai Direktur Keuangan;
- Bahwa Saksi tidak bermaksud menuduh Direktur Keuangan, itu
semua berdasarkan hasil audit internal kegiatan pemeriksaan dan
pengujian suatu pernyataan, membuktikan bahwa beliau
melakukan penggelapan dana;
- Bahwa Saksi mengatakan bahwa persetujuan pemecatan Direktur
Keuangan tidak diusulkan oleh Saksi tapi itu merupakan hasil rapat
Direksi yang disetujui oleh para jajaran Direksi;
- Bahwa Saksi tidak mengetahui bahwa pada tanggal 19 September
Pihak Pemohon I mengirimkan Surat Permohonan Ganti Rugi;
- Bahwa Saksi betul-betul tidak tau mengenai Surat Permohonan
Ganti Rugi dari Pihak Pemohon I karena pada saat itu Saksi
berada diluar kota;
- Bahwa Saksi mengatakan pada saat itu, Saksi sedang berada di
daerah Kalimantan yang perjalanannya hanya membutuhkan
waktu sejam atau 2 jam, dan memang pada tanggal 20 September
2016 Saksi dan jajaran Direksi lainnya mengadakan rapat tetapi
rapat tersebut sama sekali tidak membahas masalah ganti rugi
pada Pemohon I hanya memang menurut Saksi, mereka sedikit
menyinggung masalah karamnya kapal.
- Alat Bukti Ahli

1. Ahli bernama Dr. Agus Hadi Saputra,S.H.,M.H, Pria, Umur 62 (empat


puluh satu) tahun, lahir di Surabaya tanggal 11 Februari 1955, Dosen
Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Agama Islam, Suku
Jawa, Warga Negara Indonesia, Alamat Jalan Airlangga 01 No. 18 B,
Surabaya.
- Bahwa menurut Ahli, kepailitan keadaan dimana Debitur yang
mempunyai utang terhadap 2 (dua) atau lebih Krediturnya dimana
salah satu utangnya telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Disini
juga sebenarnya kepailitan tidak hanya mengatur tentang
kepailitan Debitur yang tidak membayar kewajibannya kepada
salah satu krediturnya saja, tetapi juga harus berada dalam
keadaan insolvensi;
- Bahwa menurut Ahli, insolvensi merupakan keadaan jumlah aset
dari pihak Debitur lebih sedikit dari total utangnya, dimana dalam
hal ini jelaslah Debitur tidak akan mampu membayar utang dengan
keadaan yang seperti itu;

- Bahwa menurut Ahli, tujuan Undang-undang Kepailitan adalah


pada awalnya untuk melikuidasi harta kekayaan milik Debitur
untuk keuntungan para Krediturnya, dalam perkembangannya
mengalami perubahan. Undang-undang Kepailitan menjadi
instrumen penting untuk mereorganisasi usaha Debitur ketika
mengalami kesulitan keuangan. Hal ini berlaku terhadap kepailitan
perusahaan (corporate insolvency). Dan Undang-undang
Kepailitan di Indonesia mempunyai filosofi bahwa setiap Debitur
yang mempunyai utang lebih besar dari pada hartanya harus
dibagi secara profesional kepada para Kreditur, agar para kreditur
memperoleh pengembalian piutang secara maksimal dan
profesional. Serta menjamin hak-hak para Kreditur.

- Bahwa menurut Ahli, setiap subjek hukum dalam hal ini


Perusahaan yang mengalami keterlambatan pembayaran utang
lalu diajukan kepailitan terlebih dahulu yang harus diperhatikan
adalah kondisi keuangan suatu perusahaan. Kita ketahui bersama
setiap perusahaan mungkin atau pasti memiliki utang. Bagi suatu
perusahaan utang bukanlah suatu hal yang buruk selama
perusahaan tersebut masih mampu membayarnya kembali. Dalam
hal ini disebut dengan istilah solvensi atau suatu keadaan dimana
aset dari perusahaan lebih banyak dari utangnya, namun
sebaliknya suatu keadaan dimana suatu perusahaan tidak mampu
lagi membayar utang piutangnya di karenakan utangnya lebih
besar dari asetnya disebut dengan istilah insolvensi. Jadi dapat
dikatakan bahwa pengajuan permohonan pailit haruslah terlebih
dahulu memperhatikan kondisi atau keadaan solvensi maupun
insolvensi dari subjek yang ingin diajukan kepailitan;

- Bahwa menurut Ahli, terminologi yuridis “insolvensi” dalam tahap


pemberesan harta pailit ini memiliki makna khusus dibandingkan
dengan makna “insolvensi” secara umum. Insolven secara umum
merupakan keadaan suatu perusahaan yang kondisi aktivanya
lebih kecil dari pasivanya. Dengan kata lain utang perusahaan
lebih besar daripada harta perusahaan. Jika hal ini, terjadi biasa
disebut sebagai technicalinsolvency. Sedangkan insolvensi
dalam kepailitan terjadi jika tidak terjadi perdamaian antara pihak
Debitur dan Kreditur serta adanya ketidaksanggupan Debitur
untuk memenuhi kewajiban finansial ketika jatuh waktu seperti
layaknya dalam bisnis. Namun perlu diperhatikan apabila pada
suatu saat subjek hukum tidak mempunyai banyak uang cash
dibandingkan banyaknya utang-utangnya atau apabila suatu
ketika aset utamanya hilang dicuri orang atau hilang terbakar,
tidak berarti pada saat tersebut dia dalam keandaan insolvensi.
Akan tetapi, keadaan kewajiban melebihi aset-asetnya haruslah
berlangsung dalam suatu jangka waktu tertentu yang wajar
(reasonable time);

- Bahwa menurut Ahli, filosofi kepailitan Debitur yang dinyatakan


pailit seharusnya adalah Debitur yang tidak mampu lagi secara
keuangan namun dalam perkara seperti yang kuasa hukum
pertanyakan maka terlebih dahulu yang harus dilakukan adalah
mengadakan uji insolvensi atau lebih dikenal dengan istilah
solvabilitas test. Uji solvabilitas adalah salah satu hal yang
penting dalam memeriksa dan memutuskan perkara kepailitan
dan penundaan pembayaran utang, karena untuk mengetahui
sejauh mana kemampuan membayar utang sebuah perusahaan
yaitu dengan cara melakukan uji solvabilitas, selain dari itu juga
untuk mengetahui apakah sebuah perusahaan pantas untuk
dipailitkan atau diberikan kesempatan dalam hal ini adalah
penundaan kewajiban pembayaran utang, selain
mempertimbangkan syarat-syarat kepailitan dan penundaan
kewajiban pembayaran utang, Pengadilan Niaga wajib
mempertimbangkan solvabilitas Debitur, sehingga jika Debitur
pantas dipailitkan atau untuk diberikan kesempatan dalam hal ini
penundaan kewajiban pembayaran utang maka Debitur harus
dapat membuktikan bahwa dirinya masih dalam keadaan solven;

- Bahwa menurut Ahli, Dalam insolvensi tes Ada 3 tahapan :

a. The Abiliti to Pay Solvency Test (cash Flow Solvency Test)


ini merupakan tes yang menentukan apakah suatu Debitur
dapat membayar utangnya ketika utangnya telah jatuh tempo.
Melihat masa depan kondisi keuangan Debitur dan dilakukan
hanya dengan melihat apakah utang seorang Debitur telah
jatuh tempo dan tidak mampu untuk membayar.
b. The balance sheet test
Adalah apabila utang(responbility) telah melebihi asetnya,
kondisi keuangan lebih besar daripada asetnya berdasarkan
penilaian yang wajar.
c. The Capital adequacy tes
Tes ini jarang dilakukan Introduction economic of law.
Pendekatan analisa ekonomi atas hukum dalam kasus
Kepailitan dan Reorganisasi Perusahaan (PKPU) dengan
tujuan Debitur tidak dipailitkan.

- Bahwa menurut Ahli, salah satu tahap penting dalam proses


kepailitan adalah insolvensi. Tahap ini penting artinya karena pada
tahap inilah nasib Debitur ditentukan. Apakah harta Debitur akan
habis dibagi-bagi sampai menutupi utangnya, ataupun Debitur
masih dapat bernafas lega dengan diterimanya suatu rencana
perdamaian atau restrukturisasi utang. Apabila Debitur sudah
dinyatakan insolvensi, maka Debitur sudah benar-benar pailit dan
hartanya segera dibagi-bagi, meskipun hal ini tidak berarti bahwa
bisnis dari perusahaan pailit tersebut tidak bisa dilanjutkan. Untuk
mempailitkan Debitur Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan PKPU mensyaratkan agar Debitur berada
dalam keadaan insolvensi. Hal ini tentu melindungi kepentingan
Kreditur, dengan tidak diterapkannya insolvensi tes
mengakibatkan perusahaan di Indonesia bangkrut secara Hukum.
Padahal dalam kondisi ekonomi Indonesia saat ini bila
persyaratan insolvensi diterapkan maka akan sulit membuat
Debitur di Indonesia dinyatakan pailit. Secara logika, dapat dilihat
pada krisis moneter yang sebenarnya tidak membuat Debitur
Indonesia dalam keadaan insolvensi karena kehilangan bangsa
pasar atau pendapatan dalam bentuk rupiah. Krisis moneter
menyebabkan Debitur tidak lagi mampu membayar utang karena
adanya perbedaan kurs yang mengakibatkan utang dalam mata
uang asing tidak terbayarkan dengan pendapatan dalam mata
uang rupiah. Sehingga seharusnya konsep solvensi tes harusnya
dimasukan dalam Undang-undang Kepailitan terutama dalam
rangka pemberian perlindungan terhadap Debitur, selain untuk
mengetahui apakah ketidakmampuan membayar Debitur
disebabkan karena perusahaan bangkrut ataukah karena tidak
mau membayar utangnya karena alasan tertentu. Selain itu juga
insolvensi test merupakan penjabaran dari asas keberlangsungan
usaha dalam Undang-undang Kepailitan dan PKPU;

- Bahwa menurut Ahli, dalam perjanjian dikenal asas itikad baik,


yang artinya setiap orang yang membuat perjanjian harus
dilakukan dengan itikad baik. Itikad baik adalah suatu pengertian
yang abstrak dan sulit untuk dirumuskan, itikad baik dalam
pelaksanaan perjanjian berkaitan dengan masalah kepatutan dan
kepantasan. Perbuatan tanpa tipu daya, tanpa tipu muslihat, akal-
akalan, tanpa mengganggu pihak lain, tidak dengan melihat
kepentingan sendiri saja, tetapi juga dengan melihat kepentingan
orang lain. Asas itikad baik ini dapat dibedakan atas itikad baik
yang subjektif dan itikad baik yang objektif. Itikad baik dalam
pengertian yang subjektif dapat diartikan sebagai kejujuran
seseorang atas dalam melakukan suatu perbuatan hukum, yaitu
apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada saat diadakan
suatu perbuatan hukum. Sedang itikad baik dalam pengertian
yang objektif dimaksudkan adalah pelaksanaan suatu perjanjian
yang harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa yang
dirasakan patut dalam suatu masyarakat. Sedangkan tujuan asas
keberlangsungan usaha adalah untuk memastikan bahwa
perusahaan Debitur yang masih propektiv harus tetap diberikan
kesempatan untuk melanjutkan usahanya. Jadi berdasarkan hal
tersebut menurut ahli terdapat keterkaitan antara asas itikad baik
dengan asas keberlangsungan usaha, dimana setiap badan
usaha yang menjalankan itikad baik dalam usahanya pasti
mempunyai tujuan agar usahanya terus berlangsung. Dan harus
diperhatikan asas itikad baik ini tidak hanya diberlakukan pada
saat perjanjian saja tapi juga pada saat pra perjanjian dan pasca
perjanjian;

- Bahwa menurut Ahli, tidak ada kualifikasi yang secara tegas


menggambarkan insolvensi dalam Undang-undang. Tetapi perlu
diketahui bahwa dalam praktiknya suatu perusahaan baru dapat
dinyatakan insolvensi manakala memiliki jumlah utang yang lebih
besar dari pada jumlah aset perusahaan itu sendiri. Tentunya ini
bertentangan dengan filosofi Universal Undang-undang Kepailitan
yaitu memberikan jalan keluar bagi Debitur dan Kreditur Bilamana
Debitur sudah dalam keadaan tidak lagi mampu membayar
Utangnya;
- Bahwa menurut Ahli, dalam praktik penjatuhan pailit dalam
Undang-undang Kepailitan banyak menimbulkan problematika dan
debat yuridis. Salah satu penyebabnya adalah karena
pengaturannya banyak yang tidak jelas dan adanya
ketidaksingkronan antara peraturan perUndang-undangan seperti
yang terdapat dalam pasal 142 huruf d & e yang menjelaskan
bahwa pembubaran perseroan terbatas dikarenakan kondisi
keuangan perusahaan tidak cukup untuk melunasi utangnya dan
karena perseroan terbatas memasuki fase insolvensi. Namun
dalam pasal 2 ayat (1) tentang syarat dijatuhkan pailit tidak
mengatur kondisi keuangan perusahaan dengan keadaan
insolvensi sehingga menurut Ahli, ini memberikan peluang untuk
beragam penafsiran yang bermuara pada ketidakpastian hukum;
- Bahwa menurut Ahli, tidak diatur dan dibedakannya antara
kemampuan Debitur untuk membayar utang mengakibatkan
banyak perseroan yang masih solven namun dapat dipailitkan.
Salah satu tahap penting dalam proses kepailitan adalah tahap
insolvensi. Tahap ini penting artinya karena pada tahap inilah nasib
Debitur pailit ditentukan. Hal ini berarti bahwa seharusnya Undang-
undang menetukan bahwa ada batasan utang tertentu untuk dapat
dijadikan sebagai dasar permohonan pailit. Misalnya utang
tersebut minimal separuh dari aset perseroan terbatas atau total
uang harus lebih besar dari pada aset perseroan. Bisa
dibayangkan ada perseroan terbatas yang dipailitkan hanya
karena utang yang kurang dari satu persen dari aset perseroan itu
sendiri. Dengan kata lain, kepailitan bisa digunakan untuk
membangkrutkan perseroan dan bukan sebaliknya sebagai
alternative solusi penyelesaian kebangkrutan perseroan. Inilah
kesalahan terbesar dari filosofi kepailitan yang ditanamkan dalam
Undang-undang Kepailitan di Indonesia.

2. Ahli bernama Dr. Aprillia Kawela, S.H.,M.H, Wanita, Umur 65 (empat


puluh satu) tahun, lahir di Surabaya tanggal 1 April 1952, Dosen
Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Agama Islam, Suku Jawa,
Warga Negara Indonesia, Alamat Jalan Tanjung Gedong Blok B
Nomor 12, Jakarta Barat.
- Bahwa ahli menjelaskan mengenai tujuan kepailitan adalah:
a) Menghindari perebutan harta Debitor apabila dalam waktu yang
sama ada beberapa Kreditor yang menagih piutangnya.
b) Menghindari adanya Kreditor pemegang hak jaminan
kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual
barang milik Debitor tanpa memperhatikan kepentingan Debitor
atau para Kreditor lainnya.
c) Mencegah agar Debitor tidak melakukan perbuatan yang dapat
merugikan kepentingan para Kreditor, atau Debitor hanya
menguntungkan Kreditor tertentu.
d) Memberikan perlindungan kepada para Kreditor Konkuren
untuk memperoleh hak mereka sehubungan dengan
berlakunya asas jaminan.
e) Memberikan kesempatan kepada Debitor dan Kreditor untuk
berunding membuat kesepakatan restrukturisasi utang;

- Bahwa menurut Ahli berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-undang


Kepailitan dan PKPU Nomor 37 Tahun 2004 yang dimaksud
dengan utang adalah: “Kewajiban yang dinyatakan atau dapat
dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia
maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang
timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena
perjanjian atau Undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh
Debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditur untuk
mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitur;

- Bahwa menurut Ahli, untuk mengetahui kedudukan utang para


Kreditur maka harus di adakan verifikasi atau biasa disebut
dengan Pencocokan piutang dalam Undang-Undang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diatur dalam Pasal
113 sampai dengan Pasal 143. Pencocokan (verifikasi) piutang
merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam proses
kepailitan. Dengan adanya verifikasi dapat ditentukan
pertimbangan dan urutan hak dari masing-masing Kreditor;
- Bahwa menurut Ahli mengenai jenis jenis kreditur adalah sebagai
berikut:
a. Kreditor Separatis
Kreditor separatis adalah Kreditor pemegang hak jaminan
kebendaan, yang dapat bertindak sendiri. Golongan Kreditor ini
tidak terkena akibat putusan pernyataan pailit, artinya hak-hak
eksekusi mereka tetap dapat dijalankan seperti tidak ada
kepailitan Debitor. Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia,
hak tanggungan, dan hipotek atau hak agunan atas kebendaan
lainnya merupakan karakteristik kreditor separatis.
b. Kreditor Preferen
Kreditor preferen adalah Kreditor yang memiliki hak istimewa
atau hak prioritas. Undang-undang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang menggunakan istilah hak-hak
istimewa, sebagaima yang diatur dalam KUHPerdata. Hak
istimewa mengandung makna “hak yang oleh undang-undang
diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatannya
lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya
c. Kreditor Konkuren
Kreditor konkuren adalah kreditor yang harus berbagi dengan
para Kreditor lainnya secara proporsional (pari passu), yaitu
menurut perbandingan besarnya masing-masing tagihan, dari
hasil penjualan harta kekayaan Debitor yang tidak dibebani
dengan hak jaminan. Istilah yang digunakan dalam Bahasa
Inggris untuk Kreditor Konkuren adalah unsecured creditor.
Kreditor ini memiliki kedudukan yang sama dan berhak
memperoleh hasil penjualan harta kekayaan Debitor, baik yang
telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari setelah
sebelumnya dikurangi dengan kewajiban membayar piutangnya
kepada Kreditor pemegang hak jaminan dan para Kreditor dengan
hak istimewa;
- Bahwa menurut Ahli, pada dasarnya kepailitan dapat diajukan oleh
semua jenis Kreditur. Tidak ada larangan/batasan mengenai
kualifikasi Kreditur yang dapat mengajukannya kepailitan, tapi
faktanya yang terjadi dan ini merupakan hukum kebiasaan,
kepailitan lebih banyak dimanfaatkan oleh Kreditur bersaingan
(Konkuren) yang notabene tidak memiliki hak prioritas apapun
terhadap aset Debitur, sehingga memerlukan mekanisme
kepailitan untuk mengamankan kepentingan tagihan-tagihan
mereka terhadap harta si-Debitur. Sebenarnya guna untuk
menerapkan asas keadilan, maka memang wajar jika dalam
pengajuan kepailitan, Kreditor Konkuren lah yang harus
mengutamakan dirinya karena Kreditor Konkuren sama sekali tidak
memiliki jaminan untuk mendapatkan haknya, sedangkan Kreditor
Separatis maupun Preverent telah memiliki jaminan sebagai dasar
untuk pemenuhan haknya dari Debitur Pailit;

- Bahwa menurut Ahli, dalam triminologi hukum kepailitan Kreditur


separatis dianggap sebagai Kreditur yang terpisah dari Kreditur
lainnya, makna terpisah disini adalah Kreditur separatis terhidar
dari perebutan boundel pailit, merupakan kreditur yang
teramankan dan terjamin pelunasannya secarah utuh, karena hak
mereka relatif telah terjamin dari alokasi hasil penjualan harta
Debitur (misalnya pemegang hak tanggungan/ fidusia - pelunasan
diambil dari penjualan barang jaminan), maka bagi mereka,
kebutuhan untuk mengajukan kepailitan tidak semendesak Kreditur
Konkuren dalam menjamin pelunasan piutang-piutang mereka,
sehingga apabila ada Kreditur separatis yang mengajukan
kepailitan, ini merupakan suatu kesalahan sehingga apabila
Kreditur separatis mengajukan kepailitan kepada Debiturnya dapat
dikatakan bahwa ini adalah kemubaziran dan mencari resiko yang
seharusya tak perlu ada;

- Bahwa menurut Ahli, apabila pemegang hak jaminan dalam hal ini
Kreditur separatis piutangnya telah jatuh tempo maka yang harus
dia lakukan seperti yang telah Ahli jelaskan mengenai haknya yaitu
mengeksekusi langsung tanpa perlu menunggu proses kepailitan.
Kekuatan sertifikat hak tanggungan/fidusia memiliki irah-irah “
DEMI KEADILAN DAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” jauh
sebelum adanya putusan pailit irah-irah ini memiliki hak
eksekutorial yang sama dengan Putusan Hakim yang memiliki
kekuatan hukum tetap. Maka apabila anda selaku Kreditur
separatis pemegang hak tangungan apabila telah jatuh tempo,
maka segera laksanakan hak anda yaitu parate eksekusi sebelum
hak anda akan menjadi perebutan Kreditur lainya;
- Bahwa menurut Ahli, pasal 60 ayat (3) jo. Pasal 189 ayat (5)
Undang-Undang Kepailitan, apabila hasil penjualan barang
jaminan piutang Kreditur separatis tidak mencukupi untuk
memenuhi pembayaran piutangnya, Kreditur separatis dapat
mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut kepada
Kurator. Konsekuensinya, Kreditur separatis berubah menjadi
Kreditur Konkuren tetapi hanya untuk kekurangan tagihan
pembayarannya. Kekurangan tagihan ini harus diajukan untuk
dicocokan dalam rapat verifikasi, artinya perubahan kedudukan
Kreditur separatis menjadi Kreditur konkuren terjadi pasca adanya
putusan pailit;

- Bahwa menurut Ahli, syarat adanya utang yang telah jatuh tempo
hanya bisa diberlakukan bagi kreditur konkuren saja. Kreditur
Separatis pada prinsipnya tidak berhak mengeluarkan suara dalam
rapat kreditur yang membahas penyelesaian piutang. Namun jika
Kreditur separatis telah melepaskan haknya sebagai Kreditur
separatis (waiver) menjadi Kreditur konkuren, ia memiliki hak yang
sama dengan Kreditur konkuren lainnya. Tapi apabila Kreditur
separatis telah melakukan eksekusi objek jaminan maka haknya
untuk mendapatkan pemenuhan sisa kewajiban hanya bisa
dilakukan pasca putusan pailit, bukan menjadi dasar pengajuan
Kepailitan;
- Bahwa menurut Ahli, pengajuan Kepailitan yang diajukan oleh
Kreditur separatis adalah perbuatan yang terlalu dini atau
prematur;

- Bahwa menurut Ahli, permohonan pernyataan pailit diajukan


kepada Pengadilan Niaga, yang persyaratannya menurut Pasal 2
ayat (1) jo. pasal 8 ayat (4) Undang-undang Kepailitan dan PKPU
adalah:
1. Ada dua atau lebih kreditor. Kreditor adalah orang yang
mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-undang
yang dapat ditagih di muka pengadilan.
2. Ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
3. Kedua hal tersebut (adanya dua atau lebih kreditor dan adanya
utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih) dapat
dibuktikan secara sederhana.
Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan Pengadilan
Niaga apabila ketiga persyaratan tersebut di atas terpenuhi.
Namun, apabila salah satu persyaratan di atas tidak terpenuhi
maka permohonan pernyataan pailit akan ditolak;

- Bahwa menurut Ahli, kedudukan para Kreditur separatis dengan


jelas diatur dalam Pasal 55 Undang-undang Kepailitan dan PKPU,
yaitu Kreditur separatis dapat mengeksekusi haknya seolah-olah
tidak terjadi kepailitan. Ketentuan dalam Pasal 55 ini konsisten
dengan ketentuan perundangan lainnya yang mengatur tentang
parate executie dari pemegang hak jaminan atas kebendaan
seperti hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia, kreditur pemegang
ikatan panenan dan kreditur pemegang hak retensi. Apabila telah
terjadi keadaan insolvensi dimana adanya ketidakmampuan
membayar dan pihak Kreditur separatis tidak melakukan eksekusi
langsung maka objek jaminan akan di kuasi oleh kurator dan
pemenuhan eksekusinya akan bergabung dengan semua Kreditur
konkuren, Pasal Hak eksekusi Kreditor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 ayat (1) dan hak pihak ketiga untuk menuntut
hartanya yang berada dalam penguasaan Debitor Pailit atau
Kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90
(sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit
diucapkan. Artinya bukan saja haknya akan disamakan dengan
kreditur lainya tetapi pasca pailitpun ekskusinya masih harus di
tangguhkan;

- Bahwa menurut Ahli, dalam perkembangan hukum kepailitan,


konsep mengenai utang seringkali menuai perdebatan baik dalam
tataran akademis maupun praktis. Hal ini disebabkan banyak
silang pendapat di antara hakim, pengacara dan para ahli hukum
mengenai konstruksi hukum utang yang paling baik seperti apa
yang dapat menjamin keadilan bagi kreditor maupun debitor.
Silang pendapat ini muncul sejak adanya beberapa putusan hakim
yang berbeda padahal dalam jenis perkara yang sama. Dalam
proses acara kepailitan konsep utang memang sangat
menentukan, oleh karena tanpa adanya utang tidaklah mungkin
perkara kepailitan akan bisa diperiksa. Tanpa adanya utang maka
esensi kepailitan menjadi tidak ada karena kepailitan merupakan
sarana untuk melikuidasi aset Debitor untuk membayar utang-
utangnya terhadap para Kreditornya. Maka dari itu, utang
merupakan raison d’etre dari suatu kepailitan persyaratan materiil
untuk mengajukan perkara kepailitan sangat sederhana, yakni
adanya utang yang jatuh tempo yang dapat ditagih yang jatuh
tempo sebelum dibayar lunas serta memiliki sekurang-kurangnya
dua Kreditor. Adanya suatu utang akan dibuktikan oleh Kreditor
bahwa Debitor mempunyai utang yang dapat ditagih. Dengan
aturan yang sumier tersebut bisa dikatakan persyaratan
permohonan pernyataan pailit memudahkan pailitnya Debitor
padahal asas keseimbangan sebagai salah satu asas yang
mendasari Hukum Kepailitan harus lah diperhatikan juga, dimana
di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya
penyalahgunaan pranata dan lembaga Kepailitan oleh Debitor
yang tidak jujur, di lain pihak terdapat ketentuan yang dapat
mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga
Kepailitan oleh Kreditor yang tidak beritikad baik.

KESIMPULAN POKOK

Bahwa setelah melalui seluruh rangkaian proses persidangan dan telah


melalui proses Pembuktian di depan persidangan, maka kini tibalah bagi
Pemohon memperoleh suatu bentuk Kesimpulan dari fakta-fakta yuridis yang
akan Kami uraikan sebagai berikut :

1. Bahwa berdasarkan bukti P-8, P-9, P-13, P-16, P-21, dan P-31
TERBUKTI bahwa Termohon memiliki hubungan hukum dengan pihak
Pemohon. Berdasarkan hal tersebut, unsur dua atau lebih Kreditur
telah terpenuhi;
2. Bahwa berdasarkan bukti P-11, P-14, P-17, P-23, P-39, TERBUKTI
bahwa Termohon memiliki utang terhadap Pemohon. Berdasarkan hal
tersebut, unsur adanya Utang telah terpenuhi;

3. Berdasarkan bukti P-12, P-15, P-18, P-24, P-35 TERBUKTI bahwa


Termohon memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih;

4. Bahwa berdasarkan poin 1-3 di atas, maka Unsur dari Pasal 2 ayat (1)
Undang-undang RI No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Undang-undang No. 37
tahun 2004) terpenuhi, dimana Termohon memiliki utang terhadap
lebih dari dua Kreditur yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih;

5. Bahwa berdasarkan bukti P-12, P-15, P-18, P-24, P-35, TERBUKTI


bahwa Termohon tidak melunasi utangnya walaupun telah diberi Surat
Peringatan dan Somasi dalam hal ini, Termohon telah beritikad buruk
dalam melakukan perjanjian;

6. Bahwa berdasarkan bukti P-11, TERBUKTI bahwa Termohon telah


menandatangani Surat Persetujuan Ganti Rugi melalui Direktur
Keuangannya pada saat itu dan telah diakui sendiri oleh Mantan
Direktur Keuangannya. Berdasarkan hal tersebut, maka Surat
Persetujuan Ganti Rugi tersebut sah karena ditandatangani oleh
Direktur Keuangan Termohon atas hasil rapat para jajaran Direksi.
Setelah menandatangani Surat Persetujuan Ganti Rugi tersebut,
Direktur Keuangan kemudian dipecat tanpa ada alasan yang jelas.
Dari pandangan kami, ada indikasi dari pihak Termohon untuk
menjadikan Mantan Direktur Keuangan sebagai alat untuk
memanipulasi utang Termohon terhadap Pemohon I, karena ada
kejanggalan dimana pihak Termohon tidak memberikan alasan yang
jelas sehingga Saksi Pemohon yaitu Mantan Direktur Keuangan PT.
Bintang Samudera dipecat dan surat pemecatannya diberikan setelah
Direktur Keuangan menandatangani Surat Persetujuan Ganti Rugi
tersebut. Berdasarkan hal tersebut juga, maka jelaslah bahwa pihak
Termohon sengaja memecat Direktur Keuangannya agar seolah-olah
Surat Persetujuan Ganti Rugi tersebut seolah-olah tidak sah;
7. Bahwa berdasarkan bukti P-41, Termohon sebelumnya telah
mengetahui bahwa akan terjadi cuaca buruk namun masih tetap
melaksanakan pelayaran. Berdasarkan hal tersebut, maka Termohon
tidak dapat mengatakan bahwa kejadian yang dialaminya merupakan
Force Majeure karena pihak Termohon sebelumnya telah mengetahui
akan terjadi cuaca buruk. Dimana Force Majeure merupakan suatu
keadaan yang terjadi diluar kehendak. Akan tetapi disini pihak
Termohon jelas sudah mengetahui sebelumnya akibat yang akan
terjadi jika tetap melaksanakan pelayaran. Dengan demikian, kejadian
tersebut tidak dapat dikategorikan dalam Force Majeure;

8. Bahwa Termohon TERBUKTI tidak memiliki Surat Izin Berlayar saat


karam dalam melakukan pelayaran saat mengantar batu bara milik
Pemohon I;

9. Bahwa berdasarkan alat bukti P-27 dan P-39, TERBUKTI secara sah
bahwa harga Jaminan tanah dari Termohon telah laku dalam lelang
dengan harga rendah sebagaimana yang tertera didalam alat bukti.
Berdasarkan hal tersebut, Pemohon IV dan Pemohon V telah
mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan Kredit dari Termohon
dengan melakukan lelang terhadap Jaminan Tanah dari Termohon
akan tetapi, jaminan tersebut hanya bisa laku terjual dengan harga
yang di bawah harga normal yang berlaku di Surabaya;

10. Bahwa berdasarkan Eksepsi dan keterangan Saksi Termohon dalam


hal ini Direktur Keuangan, TERBUKTI bahwa benar Termohon
mengakui adanya Utang terhadap Pemohon II dan Pemohon III yang
telah jatuh tempo dan dapat ditagih;

11. Bahwa di dalam Eksepsi Termohon menjelaskan mengenai


kekurangan Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan
dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bahwa berdasarkan
hal tersebut, bukanlah merupakan rana dari Pengadilan Niaga untuk
membahas mengenai kekurangan dari Undang-undang Nomor 37
tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang;
12. Bahwa didalam Eksepsi Termohon poin ke 2 menjelaskan yang pada
intinya bahwa Karyawan tidak dapat dijadikan sebagai kreditor.
Sebenarnya dalam hal ini Pihak Kuasa Hukum Termohon telah
mengalami gagal paham, karena sebenarnya berdasarkan Pasal 1
angka (14) Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, perjanjian kerja adalah perjanjian antara
pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Hak yang timbul
dari perjanjian kerja, dalam hal ini hak pekerja, salah satunya yaitu
adanya upah. Kemampuan membayar upah pekerja merupakan salah
satu kewajiban Perseroan di dalam perjanjian kerja. Apabila
Perseroan tidak mampu melaksanakan kewajibannya, yang dalam hal
ini membayar upah, maka hal tersebut dapat mengakibatkan adanya
utang terhadap karyawan. Keadaan yang demikian akan menimbulkan
kerugian bagi para karyawan. Untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut, terdapat cara yang dapat ditempuh untuk melakukan
penyelesaian utang, salah satunya yaitu dapat dilakukan melalui
lembaga kepailitan. Karyawan dalam hal ini adalah pihak yang
menjadi Kreditor dalam proses kepailitan dan penundaan kewajiban
pembayaran utang (PKPU). Di dalam Undang-undang Kepailitan tidak
ada ketentuan yang mengatur secara khusus mengenai karyawan
sebagai kreditor maupun jenis kreditornya. Pada Pasal 1149
KUHPerdata dijelaskan bahwa upah buruh merupakan salah satu hak
istimewa yang harus dilunasi serta didahulukan. Menurut ketentuan
Pasal 95 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dijelaskan pula bahwa dalam hal perusahaan
dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari
pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa karyawan merupakan kreditor
preverent karena karyawan adalah pihak yang berpiutang serta sifat
piutangnya diistimewakan oleh undang-undang sehingga tingkatnya
lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berpiutang lainnya,
tetapi dalam praktiknya banyak terdapat putusan pailit terhadap suatu
badan hukum yang mengesampingkan hak-hak karyawan sebagai
kreditor preverent;

13. Bahwa di dalam Eksepsi Termohon, membahas bahwa keadaan aset


dari pihak Termohon lebih besar dari total utang atau dalam keadaan
Solvensi. Sebenarnya di dalam Undang-undang Kepailitan memang
tidak menjelaskan mengenai insolvensi tes. Akan tetapi, hal itu bukan
merupakan penghalang untuk diajukannya kepailitan terhadap
Temohon sebab tidak ada standar utang yang ditentukan sebelumnya
untuk mengajukan Kepailitan. Jika benar Termohon mempunyai aset
yang lebih besar dari utangnya atau dalam keadaan solvabilitas, pasti
Termohon dapat atau mampu membayar utangnya, tapi pada faktanya
Termohon belum membayar satupun Utang terhadap para Pemohon.
Bahkan Termohon telah mengabaikan berbagai peringatan ataupun
somasi dari masing-masing Kreditur. Disini dapat dikatakan bahwa
Termohon telah beritikad buruk dengan mengabaikan kewajibannya
terhadap para Kreditur dengan tidak mau membayar utangnya kepada
para Pemohon. Didalam Undang-undang Kepailitan sendiri tidak
ditentukan berapa jumlah utang minimal dari Debitur agar dapat
diajukannya kepailitan, di dalam Undang-undang Kepailitan hanya
menjelaskan mengenai syarat untuk menjatuhkan Kepailitan terhadap
Debitur sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-
undang RI No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Beradasarkan fakta-fakta yang
diperoleh dalam persidangan juga, pihak Termohon telah memenuhi
unsur untuk diajukannya kepailitan terhadap Termohon. Walaupun
Termohon juga benar-benar dalam keadaan solvabilitas akan tetapi
Termohon tetap saja tidak mau membayar utang-utangnya terhadap
para Kreditur;

14. Bahwa berdasarkan keterangan Saksi Fikram Nuredi,S.E.,M.E


(Mantan Direktur Keuangan) bahwa ada keganjalan dalam
Pemecatannya setelah menandatangani Surat Persetujuan Kredit.
Berdasarkan hal tersebut, ada kemungkinan Pihak Termohon
menjadikan Mantan Direktur Keuangan sebagai alat untuk
menyangkal adanya utang Termohon terhadap Pemohon I;

15. Bahwa berdasarkan keterangan dari Saksi Kartini Tampubolon, S.E.,


M.M yang mengatakan bahwa pihak Termohon telah mengupayakan
pencairan uang Asuransi barang dari tenggelamnya batu bara yang
ikut karam bersama kapal Pemohon I dan akan menyerahkannya
kepada Pemohon I. Bahwa berdasarkan keterangan dari Saksi
tersebut, hal itu merupakan fiktif belaka atau hanya alasan pembenar
dari pihak Termohon karena Pihak Termohon sendiri telah mendapat
Surat Pembatalan Polis Asuransi berdasarkan Alat Bukti P-42.

16.Bahwa berdasarkan keterangan Ahli bernama Dr. Muh. Andri


Fatahillah, S.H., M.H. karena merupakan BUMN Persero, maka
berdasarkan ketentuan Pasal 11 Undang-undang BUMN, untuk
selanjutnya dalam pengelolaannya tentunya berdasarkan pada
prinsip-prinsip perusahaan Perseroan Terbatas yang diatur oleh
Undang-undang Perseroan Terbatas. Sebagai sebuah Perseroan,
tentunya juga mengenal adanya kepailitan sebagaimana ditentukan
oleh Undang-undang Kepailitan dan PKPU. Maka BUMN Persero
sebagai suatu Badan Usaha yang berbentuk Persero identik dengan
PT, untuk dapat dipailitkan dapat diajukan oleh Debitor itu sendiri,
Kreditor atau para Kreditor, Jaksa demi kepentingan umum, Bank
Indonesia apabila terkait dengan lembaga perbankan, Bapepam bila
terkait dengan Pasar Modal serta oleh Menteri Keuangan apabila
menyangkut Dana Pensiun, Asuransi, Reasuransi, apabila BUMN
Persero tersebut memenuhi syarat-syarat untuk dapat dinyatakan
pailit. Yang kesemuanya tersebut telah diatur atau ditentukan di dalam
Undang-undang Kepailitan dan PKPU. Mengingat kedudukan BUMN
Persero sebagai badan hukum mandiri dengan segala konsekuensi
yuridisnya maka demi hukum, negara harus ditafsirkan dalam
kedudukannya sebagai pemegang saham layaknya pemegang saham
dalam suatu Perseroan Terbatas, sebagaimana Fatwa Mahkamah
Agung No.WKMA/Yud/20/V06III/20 dalam kasus kredit macet pada
Bank BUMN Persero (Bank Mandiri), bahwa aset BUMN Persero
merupakan aset atau kekayaan Perseroan sebagai badan hukum,
bukan merupakan aset atau kekayaan negara. Sebagai pemegang
saham, maka negara dilarang melakukan intervensi atau campur
tangan apa pun dalam pengelolaan atau pengurusan BUMN Persero.
Sebagian besar atau seluruh permodalan pada BUMN berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan. Berdasarkan pada ketentuan yang
demikian maka demi hukum kekayaan negara yang telah dipisahkan
dan menjadi bagian dalam permodalan BUMN sah menjadi milik
BUMN itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka jelaslah
bahwa PT. Bintang Samudera (Termohon) yang sahamnya 54% (lima
puluh empat persen) sahamnya dikuasai oleh negara dapat dipailitkan
atau dapat diajukan Kepailitan oleh para Kreditornya, tidak mesti
Menteri Keuangan.

17.Bahwa berdasarkan keterangan Ahli Termohon yang bernama Dr.


Aprillia Kawela, S.H.,M.H yang menyatakan bahwa syarat adanya
utang yang telah jatuh tempo hanya bisa diberlakukan bagi kreditur
konkuren saja. Berdasarkan hal tersebut, kami berpendapat bahwa
tidak aturan khusus yang mengatur bahwa syarat adanya utang yang
telah jatuh tempo hanya bisa diberlakukan bagi kreditor konkuren
saja. Jika hanya kreditor konkuren saja yang di utamakan haknya
dalam utang yang jatuh tempo, maka asas keseimbangan dan asas
keadilan tidak akan tercapai terhadap kreditor separatis dan preverent
jika hasil eksekusi jaminan dari Debitur tidak mencukupi untuk
melunasi utang dari Debitor;

18. Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang telah didapat dalam proses


persidangan, telah memenuhi unsur dari ketentuan Pasal 8 ayat (4)
Undang-undang No. 34 Tahun 2004 mengatur bahwa “Permohonan
pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau
keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk
dinyatakan Pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (1) telah
dipenuhi ”.

19. Bahwa Termohon telah terbukti beritikad buruk dengan mengabaikan


berbagai peringatan dari Pemohon
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka kami dari pihak
Kuasa Hukum Pemohon berkesimpulan:

PERMOHONAN

Berdasarkan alasan-alasan dan dasar-dasar sebagaimana telah Kami


uraikan di atas, Kami mohon agar Majelis Hakim Pemeriksa Perkara in casu,
menjatuhkan putusan dengan amar sebagai berikut :

1. Menerima Permohonan Pemohon Kepailitan dan menolak Eksepsi


Perkara No. 003/Pdt-Sus-Pailit/2017/PN-Niaga-Sby, untuk seluruhnya
atau setidak-tidaknya menyatakan dalil-dalil serta Eksepsi Termohon
didalam Eksepsi, tidak dapat diterima;

2. Menetapkan semua biaya perkara sesuai ketentuan Undang-undang.

DALAM POKOK PERKARA :

1. Menerima dan Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk


seluruhnya;

2. Menyatakan bahwa Termohon mempunyai utang yang telah jatuh


tempo dan dapat ditagih;

3. Menyatakan bahwa Termohon (PT. Bintang Samudera) dalam


keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya;

4. Mengangkat salah seorang Hakim Pengawas yang ditentukan oleh


Pengadilan Niaga Surabaya untuk kepailitan tersebut;

5. Mengangkat Ibu Etriyanti, S.H., yang berkantor di Jalan Raya


Boulevar Barat, Blok LC. No. 25, Kebangsaaan Timur, Surabaya
14240 sebagai Kurator dalam proses Kepailitan ini;

6. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang timbul.

Atau apabila Majelis Hakim yang Mulia yang memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara ini mempunyai pendapat lain, mohon putusan berdasarkan
kebenaran dan keadilan (Prepter veritatem et justitiam) serta seadil-adilnya
sesuai dengan prinsip-prinsip peradilan yang baik (Ex aequo et bono) .
Demikianlah Kesimpulan kami, atas nama Kuasa Hukum Para
Pemohon, sekian dan terima kasih.

Kuasa Hukum I Kuasa Hukum II

Sujuti Sudirman, S.H., M.H Ahmad Albar, S.H., M.H

Anda mungkin juga menyukai