Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESI


STASE KEPERAWATAN JIWA

ISOLASI SOSIAL

DISUSUN

NAMA : Rini Novita


NIM : 17300037

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CITRA DELIMA
2017/2018
LAPORAN PENDAHULUAN
MENARIK DIRI: ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993).
Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan
lingkungan di sekitarnya secara wajar dan hidup dalam khayalan sendiri yang
tidak realistik. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering melakukan
kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien
melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga ia jadi positif dan
berkepribadian kaku, pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi
diri), termasuk juga kehidupan emosionalnya,semakin sering pasien menarik
diri, semakin banyak kesulitan yang dialani dalam mengembangkan hubungan
sosial dan emosional dengan orang lain (Budi Anna Keliat, dkk, 1997)
Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya
diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa,
menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa
tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi
dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri
sendiri, kegiatan sehari-hari hampir terabaikan.
B. Etiologi
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan (data objektif):
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
2. Menghindar dari orang lain (menyendiri), klien tampak memisahkan diri
dari orang lain, misalnya pada saat makan
3. Komunikasi kurang atau tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain/perawat
4. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk
5. Berdiam diri di kamar/tempat terpisah, klien kurang mobilitasnya
6. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan
atau pergi jika di ajak bercakap-cakap
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan

Data Subjektif sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa


data subjektif adalah menjawab dengan singkat dengan kata-kata ”tidak”,
”ya”, ”tidak tahu”
C. Proses Terjadinya Masalah
Faktor penyebab menarik diri :
1. Faktor predisposisi
Beberapa faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial
adalah :
1. Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu, ada tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi ganggaun dalam
hubungan sosial. Tugas perkembangan pada masing-masingtahap
tumbuh kembang ini memiliki karakteristik tersendiri. Bila tugas-tugas
dalam perkembangan ini tidak terpenuhi, maka akan mnghambat fase
perkembangan sosial selanjutnya yang dapat mengakibatkan masalah,
antara lain adalah curiga.
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini
termasuk masalah komunikasi yang tidak jelas (double bind) yaitu
suatu keadaan dimana seorang anggota keluargamenerima pesan yang
saling bertentangan dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang
tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan
lingkungan diluar keluarga.
3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakank suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah
dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif seperti usia lanjut, penyakit kronis dan penyandang cacat di
asingkan dari lingkungan sosialnya.
4. Faktor biologis
Faktor biologis yang merupakan salah satu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas
dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial adalah
otak. Sebagai contoh : pada klien skizofrenia yang mengalami masalah
dalam hubungan sosial terdapat struktur yang abnormal pada otak,
seperti atropi otak, perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbik
dan daerah kortikal.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat
ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor
presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stres yang ditimbulkan
oleh faktor sosial budaya yang antara lain adalah keluarga
2. Faktor Internal
Contohnya adalah sterssor psikologik, yaitu sters yang terjadi akibat
ansietas yang berkepanjangan dan terjadi akibat tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan
ketergantungan individu.
3. Rentang Respon
A. Rentang Respon Sosial
Menurut Stuart dan Sundeen (1995) respon sosial individu berada
dalam rentang adaptif sampai dengan maladaptif
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik Diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling ketergantungan

Respon adaptif adalah respon individu dalam penyelesaian masalah


yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya yang umum
berlaku, dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas-batas
normal dalam menyelesaikan masalahnya, respon ini meliputi :
menyendiri, otonomi, kebersamaan, saling ketergantungan, menarik diri,
ketergantungan.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam penyelesaian
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya
lingkungannya. Respon maladaptif yang paling sering ditemukan adalah
manipulasi, impulsif dan narkisisme.

B. Rentang Respon Emosional

Adaftif Maladaptif

Kepekaan Reaksi berduka Supresi Penundaan Depresi


Emosional Tak terkomplikasi Emosi Reaksi berduka Mania
a. Kepekaan emosional, dipengaruhi oleh dan berperan aktif dalam dunia
internal dan eksternal seseorang. Tersirat bahwa orang tersebut terbuka
dan sadar akan perasaannya sendiri.
b. Reaksi berduka tak terkomplikasi, terjadi sebagai respon terhadap
kehilangan dan tersirat bahwa seseorang sedang menghadapi sesuatu
kehilangan yang nyata serta terbenam dalam peroses berdukanya.
c. Supresi emosi, mungkin tampak sebagai penyangkalan (denial terhadap
perasaan sendiri, pelepasan dari keterikatan dengan emosi atau
penalaran terhadap semua aspek dari dunia afektif seeorang.
d. Penundaan reaksi berkabung, adalah ketidakadaan yang persisten
respon emosional terhadap kehilangan. Ini dapat terjadi pada awal
proses berkabung, dan menjadi nyata pada pengunduran proses mulai
terjadi atau keduanya. Penundaan dan penolakan proses berduka kadang
terjadi bertahun-tahun.
e. Depresi, suatu kesedihan atau perasaan duka yang berkepanjangan
dapat digunakan untuk menunjukkan berbagai fenomena, tanda, gejala
sindrom, keadaan emosional, reaksi penyakit atau klinik (Stuart dan
sundeen, 1998).
D. Pohon Masalah
Resiko perubahan sensori persepsi

Isolasi
sosial;menarik diri

Gangguan harga diri; harga diri rendah

E. Diagnosa Keperawatan
Isolasi sosial
Rencana Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan keperawatan TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
selama 3 x 24 jam Klien dapat berinteraksi Klien
dengan orang lain baik secara individu SP I
maupun secara berkelompok dengan a. Bina hubungan saling percaya
kriteria hasil : b. Identifikasi penyebab isolasi sosial
1. Klien dapat membina hubungan saling SP II
percaya. a. Diskusikan bersama Klien keuntungan
2. Dapat menyebutkan penyebab isolasi berinteraksi dengan orang lain dan
sosial. kerugian tidak berinteraksi dengan orang
3. Dapat menyebutkan keuntungan lain
berhubungan dengan orang lain. b. Ajarkan kepada Klien cara berkenalan
4. Dapat menyebutkan kerugian tidak dengan satu orang
berhubungan dengan orang lain. c. Anjurkan kepada Klien untuk memasukan
5. Dapat berkenalan dan bercakap-cakap kegiatan berkenalan dengan orang lain
dengan orang lain secara bertahap. dalam jadwal kegiatan harian dirumah
Terlibat dalam aktivitas sehari-hari SP III
a. Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan
harian Klien
b. Beri kesempatan pada Klien
mempraktekan cara berkenalan dengan
dua orang
c. Ajarkan Klien berbincang-bincang dengan
dua orang tetang topik tertentu
d. Anjurkan kepada Klien untuk memasukan
kegiatan berbincang-bincang dengan orang
lain dalam jadwal kegiatan harian dirumah
SP IV
a. Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan
harian Klien
b. Jelaskan tentang obat yang diberikan
(Jenis, dosis, waktu, manfaat dan efek
samping obat)
c. Anjurkan Klien memasukan kegiatan
bersosialisasi dalam jadwal kegiatan
harian dirumah
d. Anjurkan Klien untuk bersosialisasi
dengan orang lain
Keluarga
a. Diskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat Klien
b. Jelaskan pengertian, tanda dan gejala
isolasi sosial yang dialami Klien dan
proses terjadinya
c. Jelaskan dan latih keluarga cara-cara
merawat Klien
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
a. Beri obat-obatan sesuai program
b. Pantau keefektifan dan efek sampig obat
yang diminum
c. Ukur vital sign secara periodik
TINDAKAN MANIPULASI
LINGKUNGAN
a. Libatkan dalam makan bersama
b. Perlihatkan sikap menerima dengan cara
melakukan kontak singkat tapi sering
c. Berikan reinforcement positif setiap Klien
berhasil melakukan suatu tindakan
d. Orientasikan Klien pada waktu, tempat,
dan orang sesuai kebutuhannya
DAFTAR PUSTAKA

Tim MPKP RS. Dr. Ernaldi Bahar Prov. Sumatera Selatan, 2011. Model Asuhan
Keperawatan Jiwa: Palembang

Yoseph, Iyus, 2009. Keperawatan Jiwa, Bandung: Rapika Aditama

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Townsend M. C, (1998). Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri,


Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan , Jakarta : EGC.

Anna Budi Keliat, SKp. (2000). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia..

Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi
(API). Jakarta : fajar Interpratama.

Stuart and Sundeen, ”Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa”, alih bahasa
Hapid AYS, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

———–, (1998). Buku Standar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Penerapan


Asuhan Keperawatan pada Kasus di Rumah Sakit Ketergantungan Obat.
Direktorat Kesehatan Jiwa Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Dep-Kes
RI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai