Anda di halaman 1dari 12

NAMA : MUHAMMAD FAJAR AS-SIDIQ

NIM : 04011181320080

KELAS : PDU B 2013

ANALISIS MASALAH

1. Penyebab dan mekanisme palpitasi?

Fungsi transportasi oksigen dalam tubuh manusia dilakukan oleh hemoglobin didalam
eritrosit. Setiap hemoglobin normal terdiri dari 4 gugus globin dengan inti besi pada
masing – masing gugusnya. 1 buah hemoglobin dapat mengikat 4 molekul oksigen. Pada
pasien dengan anemia, kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen akan menurun.
Hal ini menyebabkan jaringan tubuh akan mengalami kekurangan oksigen. Kekurangan
oksigen ini akan semakin meningkat pada saat beraktivitas. Tubuh akan berusaha
mengkompensasi kekurangan oksigen pada jaringan ini dengan meningkatkan frekuensi
detak jantung sehingga laju sirkulasi darah dan oksigenasi jaringan meningkat. Hal ini
akan dirasakan pasien sebagai detak jantung yang cepat dan tidak beraturan (palpitasi)

2. Bagaimana hubungan antar keluhan?

3. Mengapa pada pemeriksaan ekstemitas koilonycia negative?

4. Apa saja DD pada kasus?

Anemia Anemia Trait Anemia


Defisiensi Karena Thalasemia Sideroblastik
Besi penyakit
kronik

Anemia Ringan-berat Ringan Ringan Ringan-berat

MCV Menurun Menurun/ Menurun Menurun/normal


Normal

MCH Menurun Menurun/ Menurun Menurun/normal

Normal

Elektroforesis Normal Normal Peningkatan Hb Normal


Hb A2 dan Hb.F

Besi Serum Menurun Menurun Normal/meningka Normal/meningka


t t

TIBC Meningkat Menurun Normal/meningka Normal/ menurun


t

Saturasi Menurun Menurun Normal/meningka meningkat


transferin t

Besi Sumsum - - + kuat + dan cincin


tulang sideroblast

Protoporfirin Meningkat Meningkat Normal Normal


eritrosit

Serum feritin Menurun Normal Meningkat Meningkat

5. SKDI

Anemia defisiensi Fe : Tingkat Kemampuan 4A


Tingkat Kemampuan 4 : Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri
dan tuntas
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter

LEARNING ISSUE
Pembentukan sel darah (Hemopoesis/Hematopoiesis)

Hematopoiesis merupakan proses produksi (mengganti sel yang mati) dan


perkembangan sel darah dari sel induk / asal / stem sel, dimana terjadi proliferasi, maturasi
dan diferensiasi sel yang terjadi secara serentak. Proliferasi sel menyebabkan peningkatan
atau pelipat gandaan jumlah sel, dari satu sel hematopoietik pluripotent menghasilkan
sejumlah sel darah. Maturasi merupakan proses pematangan sel darah, sedangkan diferensiasi
menyebabkan beberapa sel darah yang terbentuk memiliki sifat khusus yang berbeda - beda.
Tempat hemopoesis pada manusia berpindah-pindah sesuai dengan umur :

Janin : umur 0-2 bulan (kantung kuning telur)


umur 2-7 bulan (hati, limpa)
umur 5-9 bulan (sumsum tulang)
Bayi : Sumsum tulang
Dewasa. : vertebra, tulang iga, sternum, tulang tengkorak, sacrum dan pelvis, ujung
proksimal femur.

Pada orang dewasa dalam keadaan fisiologik semua hemopoesis terjadi pada sumsum
tulang. Untuk kelangsungan hemopoesis diperlukan :

1. Sel induk hemopoetik (hematopoietic stem cell)


Sel induk hemopoetik ialah sel-sel yang akan berkembang menjadi sel-sel darah,
termasuk eritrosit, lekosit, trombosit, dan juga beberapa sel dalam sumsum tulang seperti
fibroblast. Sel induk yang paling primitif sebagai pluripotent (totipotent) stem cell.

Sel induk pluripotent mempunyai sifat :

a. Self renewal : kemampuan memperbarui diri sendiri sehingga tidak akan pernah habis
meskipun terus membelah.
b. Proliferative : kemampuan membelah atau memperbanyak diri.
c. Diferensiatif : kemampuan untuk mematangkan diri menjadi sel-sel dengan fungsi-
fungsi tertentu.

Menurut sifat kemampuan diferensiasinya maka sel induk hemopoetik dapat dibagi
menjadi :
a. Pluripotent (totipotent)stem cell : sel induk yang mempunyai yang mempunyai
kemampuan untuk menurunkan seluruh
jenis sel-sel darah.

b. Committeed stem cell : sel induk yang mempunyai komitmet untuk berdiferensiasi
melalui salah satu garis turunan sel (cell line). Sel induk yang
termasuk golongan ini ialah sel induk myeloid dan sel induk
limfoid.
c. Oligopotent stem cell : sel induk yang dapat berdiferensiasi menjadi hanya beberapa
jenis sel. Misalnya CFU-GM (colony forming unit-granulocytel
monocyte) yang dapat berkembang hanya menjadi sel-sel
granulosit dan sel-sel monosit.
d. Unipotent stem cell : sel induk yang hanya mampu berkembang menjadi satu jenis
sel saja. Contoh CFU-E (colony forming unit-erythrocyte)
hanya dapat menjadi eritrosit, CFU-G (colony forming unit-
granulocyte) hanya mampu berkembang menjadi granulosit.

2. Lingkungan mikro (microenvirontment) sumsum tulang


Lingkungan mikro sumsum tulang adalah substansi yang memungkinkan sel induk
tumbuh secara kondusif. Komponen lingkungan mikro ini meliputi :
a) Mikrosirkulasi dalam sumsum tulang
b) Sel-sel stroma :
i. Sel endotel

ii. Sel lemak

iii. Fibroblast

iv. Makrofag

v. Sel reticulum

c) Matriks ekstraseluler : fibronektin, haemonektin, laminin, kolagen, dan proteoglikan.

Lingkungn mikro sangat penting dalam hemopoesis karena berfungsi untuk :


a. Menyediakan nutrisi dan bahan hemopoesis yang dibawa oleh peredaran darah mikro
dalam sumsum tulang.

b. Komunikasi antar sel (cell to cell communication), terutama ditentukan oleh adanya
adhesion molecule.

c. Menghasilkan zat yang mengatur hemopoesis : hematopoietic growth factor, cytokine,


dan lain-lain.
3. Bahan-bahan pembentuk darah
Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembentukan darah adalah :

a. Asam folat dan vitamin B12 : merupakan bahan pokok pembentuk inti sel.

b. Besi : sangat diperlukan dalam pembentukan hemoglobin.

c. Cobalt, magnesium, Cu, Zn.

d. Asam amino.

e. Vitamin lain : vitamin C. vitamin B kompleks dan lain-lain

4. Mekanisme regulasi

Mekanisme regulasi sangat penting untuk mengatur arah dan kuantitas pertumbuhan
sel dan pelepasan sel darah yang matang dari sumsum tulang ke darah tepi sehingga
sumsum tulang dapat merespon kebutuhan tubuh dengan tepat. Produksi komponen darah
yang berlebihan ataupun kekurangan (defisiensi) sama-sama menimbulkan penyakit. Zat-
zat yang berpengaruh dalam mekanisme regulasi ini adalah :

a. Faktor pertumbuhan hemopoesis (hematopoietic growth factor) :

i. Granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF)


ii. Granulocyte colony stimulating factor (G-CSF)
iii. Macrophage-colony stimulating factor (M-CSF)
iv. Thrombopoietin
v. Burst promoting activity (BPA)
vi. Stem cell factor (kit ligand)

b. Sitokon (Cytokine) seperti misalnya IL-3 (interleukin-3), IL-4, IL-5, IL-7, IL-8, IL-9,
IL-9, IL-10.

Growth factor dan sitokin sebagian besar dibentuk oleh sel-sel darah sendiri,
seperti limfosit, monosit, atau makrofag, serta sebagian oleh sel-sel penunjang, seperti
fibroblast dan endotil. Sitokin ada yang merangsang pertumbuhan sel induk
(stimulatory cytokine), sebagian lagi menekan pertumbuhan sel induk (inhibitory
cytokine). Keseimbangan kedua jenis sitokin ini sangat menentukan proses
hemopoesis normal.

c. Hormon hemopoetik spesifik yaitu Erythrpoietin : merupakan hormon yang dibentuk


diginjal khusus merangsang precursor eritroid.

d. Hormon nonspesifik Beberapa jenis hormone diperlukan dalam jumlah kecil untuk
hemopoesis, seperti :
i. Androgen : berfungsi menstimulasi eritropoesis.

ii. Estrogen : menimbulkan inhibisi eritropoesis.

iii. Glukokortikoid.

iv. Growth hormon

v. Hormone tiroid

Eritropoiesis
Pembentukan eritrosit (eritropoiesis) merupakan suatu mekanisme umpan
balik. Ia dihambat oleh peningkatan kadar eritrosir bersirkulasi dan dirangsang oleh
anemia. Ia juga dirangsang oleh hipoksia dan peningkan aklimatisasi ke tempat tinggi.
Eritropoiesis dikendalikan oleh suatu hormon glikoprotein bersirkulasi yang dinamai
eritropoietin yang terutama disekresikan oleh ginjal.

Setiap orang memproduksi sekitar 1012 eritrosit baru tiap hari melalui proses
eritropoiesis yang kompleks dan teratur dengan baik. Eritropoiesis berjalan dari sel
induk menjadi prekursor eritrosit yang dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang,
yaitu pronormoblas. Pronormoblas adalah sel besar dengan sitoplasma biru tua,
dengan inti ditengah dan nucleoli, serta kromatin yang sedikit
menggumpal. Pronormoblas menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian normoblas
yang makin kecil melalui sejumlah pembelahan sel. Normoblas ini juga mengandung
sejunlah hemoglobin yang makin banyak (yang berwarna merah muda) dalam
sitoplasma, warna sitoplasma makin biru pucat sejalan dengan hilangnya RNA dan
apparatus yang mensintesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi makin padat.
Inti akhirnya dikeluarkan dari normoblas lanjut didalam sumsum tulang dan
menghasilkan stadium retikulosit yang masih mengandung sedikit RNA ribosom dan
masih mampu mensintesis hemoglobin.

Gbr. 4. Gambar sel-sel darah dalam hematopoiesis (Colour Atlas of Hematology,


Practical Microscopic and Clinical Diagnosis, oleh Harald
Theml,M.D.Professor,Newyork 2004, hal 2-3)

Sel ini sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada selama 1-2 hari dalam
sumsum tulang dan juga beredar di darah tepi selama 1-2 hari sebelum menjadi matur,
terutama berada di limpa, saat RNA hilang seluruhnya. Eritrosit matur berwarna
merah muda seluruhnya, adlah cakram bikonkaf tak berinti. Satu pronormoblas
biasanya menghasilkan 16 eritrosit matur. Sel darah merah berinti (normoblas)
tampak dalam darah apabila eritropoiesis terjadi diluar sumsum tulang (eritropoiesis
ekstramedular) dan juga terdapat pada beberapa penyakit sumsum tulang. Normoblas
tidak ditemukan dalam darah tepi manusia yang normal.
Seri erithrocytic

• Proerythroblast/ Pronormoblast/ Rubriblast:

sel ini sulit dibedakan dengan sel blast seri lain.

diameter: 15 – 20 micron

nukleus: ukuran besar (hampir memenuhi sebagian besar


sel), kromatin berhialin halus, nucleoli terlihat;

sitoplasma: berwarna biru tua atau basofilik.

• Basophilic erythroblast/ prorubricyte:

sulit dibedakan dengan proerythroblast

diameter 10-12 micron

nukleus: ukuran < nucleus pronormoblast, kromatin lebiH


padat, nukleoli tidak terlihat, membran nukleus lebih tebal,

sitoplasma: berwarna biru laut

• Polychromatophilic erythroblast/Rubricyte:

diameter: 8 – 12 mikron

nukleus: bulat, lebih kecil, kromatin lebih padat & kasar,

sitoplasma: berwarna kebiruan, mulai tampak bintik – bintik


merah dalam sitoplasma karena terbentuknya Hb.

• Orthochromatophilic/ erythroblast/Metarubricyte:

diameter: 8 - 10 mikron

nukleus: makin kecil dan piknotik;


sitoplasma: mulai berwarna kemerah-merahan

• Reticulocyte:

diameter: 8 – 9.5 mikron

nukleus: tidak ada;

sitoplasma: asidofilik

• Erythrocyte:

diameter: 6 – 8 mikron

eritrosit matur tanpa nukleus; bentuk bikonkaf

sitoplasma: berwarna merah muda karena ribosom


yang berkurang dan adanya sejumlah besar protein seperti hemoglobin

Membran Eritrosit

Membran eritrosit terdiri atas lipid dua lapis (lipid bilayer), protein membran
integral, dan suatu rangka membrane. Sekitar 50% membran adalah protein, 40%
lemak, dan 10 % karbohidrat. Karbohidrat hanya terdapat pada permukaan luar
sedangkan protein dapat diperifer atau integral, menembus lipid dua lapis.

HEMOGLOBIN
Pigmen merah pembawa oksigen didalam eritrosit vertebrata merupakan
hemoglobin, suatu protein dengan berat molekul 64.450. Hemoglobin suatu molekul
globin yang dibentuk 4 subunit. Tiap subunit mengandung suatu gugus hem yang
dikonjugasi ke suatu poplipeptida. Hem merupakan turunan porfirin yang
mengandung besi. Polipeptida dinamai secara bersama-sama sebagai bagian globin
dari molekul hemoglobin. Ada 2 pasangan polipeptida dalam tiap molekul
hemoglobin, 2 subunit mengandung satu jenis polipeptida dan 2 mengandung lainnya.
Pada hemoglobin manusia dewasa normal (hemoglobin A), 2 jenis polipeptida
dinamai rantai α, masing-masingnya mengandung 141 gugusan asam amino dan rantai
β, yang masing-masingnya mengandung 146 gugusan asam amino. Sehingga
hemoglobin A dinamai α2β2. Tidak semua hemoglobin dalam darah dewasa normal
merupakan hemoglobin A. sekitar 2,5% hemoglobin merupakan hemoglobin A2,
tempat rantai β digantikan oleh δ (α2δ2). Rantai δ juga mengandung 146 gugusan
asam amino, tetapi 10 gugusan tersendiri berbeda dari yang dalam rantai β.
Ada sejumlah kecil dari rantai 3 turunan hemoglobin A yang berhubungan erat
dengan hemoglobin A yang diglikolisasi. Salah satu dari ini, hemoglobin A1c
(HbA1c), mempunyai suatu glukosa yang dilekatkan ke valin terminal dalam tiap
rantai β dan mempunyai minat khusus karena jumlah dalam darah meningkat didalam
diabetes mellitus terkontrol buruk.

Hemoglobin mengikat O2 untuk membentuk oksihemoglobin, O2 yang


melekat ke Fe2+ didalam hem. Afinitas hemoglobin bagi O2 dipengaruhi oleh pH,
suhu, dan dan konsentrasi 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG). 2,3-DPG dan H+ bersaing
denganO2 dalam pengikatan ke hemoglobin di deoksigenasi, yang menurunkan
afinitas hemoglobin bagi O2 dengan memindahkan posisi 4 rantai polipeptida
(struktur kuatener).

Bila darah terpapar ke berbagai obat dan zat pengoksidasi lain in vitro atau in
vivo, maka besi fero (Fe2+) dalam molekul diubah ke ion feri (Fe3+), yang membentuk
methemoglobin. Methemoglobin berwarna gelap dan bila ia ada didalam jumlah besar
didalam sirkulasi, maka ia akan menyebabkan pewarnaan kulit berwarna kehitaman
yang menyerupai sianosis. Normalnya timbul sejumlah oksidasi hemoglobin ke
methemoglobin, tetapi system enzim didalam eritrosit, system NADH-methemoglobin
reduktase, mengubah methemoglobin kembali ke hemoglobin.
Gbr. 5. Hemoglobin dewasa normal. (Haematology at a Glance, oleh
Victor Hoffbrand, edisi ke-2, London 2005, hal 10)

Karbon monoksida bereaksi dengan hemoglobin membentuk karbonmonoksi


hemoglobim (karboksihemoglobin). Afinitas hemoglobin bagi O2 jauh lebih rendah
dibandingkan afinitasnya bagi karbon monoksida, yang akibatnya menggeser O2 dari
hemoglobin, yang mengurangi kapasitas darah membawa oksigen.

Sintesis Hemoglobin

Kandungan hemoglobin normal rata-rata 16 g/dl pada pria dan 14 g/dl pada
wanita, yang semuanya terdapat dalam eritrosit. Didalam badan pria 70 kg ada sekitar
900 g hemoglobin serta 0,3 g hemoglobin dirusak dan 0,3 g disintesis setiap jam.
Bagian hem dari molekul hemoglobin disintesis dari glisin dan suksinil-KoA.

Katabolisme Hemoglobin

Bila eritrosit tua dirusak di dalam system retikuloendotel, maka bagian globin
molekul hemoglobin dipecah dan hem diubah ke biliverdin. Pada manusia,
kebanyakan biliverdin diubah ke bilirubin dan diekskresikan ke dalam empedu. Besi
dari hem digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin; jika darah hilang dari badan
dan defisiensi besi tidak dikoreksi, maka timbul anemia defisiensi besi.
Struktur 3-dimensi hemoglobin

(Haematology at a Glance, oleh Victor Hoffbrand, edisi ke-2, London 2005, hal 11)

DAFTAR PUSTAKA

Gandosoebrata, R. 1984. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat.

Guyton, Arthur C., &Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (11th ed). Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai