Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH EKOLOGI DASAR

KOMUNITAS BURUNG DI PULAU TIDUNG KECIL KEPULAUAN


SERIBU

OLEH

NAMA : NELCI WANDA YANA ATI BALLE

NIM : 1606050038

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Esa atas rahmat dan hidayatNya ,tim penulis
dapat menyelesaikan makalah ekologi dasar dengan judul “Komunitas Burung Di Pulau
Tidung Kecil Kepulauan Seribu” dengan tepat pada waktunya . Makalah ini ditulis dengan
tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui komunitas burung. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada pihak pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun makalah.

Penulis menyadari bahwa dalam menulis makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, untuk kesempurnaan
makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepulauan Seribu terdiri dari banyak pulau, salah satunya adalah Pulau Tidung.
Secara administratif Pulau Tidung termmasuk kedalam wilayah Kabupaten Kepulauan
Seribu, DKI Jakarta. Pulau Tidung terbagi atas dua gugusan pulau yaitu pulau Tidung
Besar dan Pulau Tidung Kecil. Sebagai salah satu pulau yang terdapat pada gugusan
Kepulauan Seribu , Pulau Tidung Kecil potensial sebagai habitat bagi burung karena
kondisi hutan lebih baik dan tingkat pembagunan masih rendah dibandigkan dengan
Pulau Tidung Besar.

Pulau-pulau di Kabupaten Seribu termasuk Pulau Tidung Kecil umumnya dihuni


oleh berbagai jenis burung terutama jenis-jenis burung air dan burung pantai. Menurut
Mardiastuti (1992), sebanyak 15 jenis burung air di temukan di Pulau Rambut dan
populasi terbesar didominasi oleh famili Heron (Ardeidae) dan Cormorant
(Phalacrocoracidae) , dimana Pulau Rambut merupakan salah satu pulau yang terdapat
di Kepulauan Seribu. Kepulauan Seribu merupakan kepulauan pulau yang menunjang
keberlangsungan hidup suatu burung. Umumnya habitat di Kepulauan Seribu digunakan
oleh burung sebagai tempat beristitahat , bersarang, tempat berkembang biak,dan tempat
berlindung dari ancaman predator. Habitat burung di Pulau Rambut terdiri dari hutan
mangrrove primer, hutan mangrove sekunder dan hutan dataran kering campuran
(Mardiastuti,1992

Sebagai salah satu komponen paling ekosistem, burung mempunyai hubungan


timbal balik dan saling tergantung dengan lingkungannya. Dengan demikian, burung
dapat di manfatkan langsung sebagai bioindikkator lingkungan (Hernowo dan
Prasetyo,1989). Namun, keberadaan habitat burung di Pulau Tidung Kecil berpotensi
mengalami gangguan akibat penebangan dan pembakaran kawasan bervegetasi untuk
tujuan pembagunan (Andam, 2012) dan aktifitas kunjugan wisatawan. Akibaatnya, areal-
areal bervegetasi yang merupakan habitat burung yang paling penting, semakin
berkurang sehingga dikhawatirkan banyak jenis burung akan kehilangan habitatnnya .
Beberapa hasil penelitian seperti Kuswandan (2010) menunjukan bahwa perubahan
struktur dan komposisi vegetasi telah menurunkan kelimpahan dan keanekaragaman jenis
burung di suatu kawasan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas , maka dapat di rumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah keanekaragaman burung yang ada di Pulau Tidung Kecil ?

2. Bagaimanakah pemanfaatan vegetasi sebagai habitat burung di Pulau Tidung


Kecil ?

1.3 Manfaat

Manfaat yang dapat di peroleh yaiutu :

1. Mengetahui keanekaragaman jenis burung yang ada di Pulau Tidung kecil

2. Memberi informasi dan masukan bagi pemerintah daerah Kepulauan Seribu dalam
mengelola kawasan wisata Pulau Tidung dengan memperhatikan aspek lingkungan
terutama sebagai habitat burung.
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Keadaan Umum Wilayah Kepulauan Seribu

Kepulaun Seribu terdiri atas 110 pulau, dan 11 diantaranya yang dihuni Penduduk.
Pulau-pulau lainnya digunakan untuk rekreasi , cagar alam, cagar budaya dan peruntukan
lainnya. Luas Kepulauan Seribu kurang lebih 108.000 ha, terletak di lepas pantai Utara
Jakarta dengan posisi memanjang dari utara ke selatan yang ditandai dengan pulau-pulau
kecil berpasir putih dan gosong-gosong karang. Pulau Untung Jawa merupakan pulau
berpenghuni yang paling selatan atau paaling dekat dengan jarak 37 mil laut dari Jakarta.
Sedangkan kawasan paling utara adalah Pulau Dua Barat yang berjarak sekitar 70 mil laut
dari Jakarta .

Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monsoon yang
yang secara garis besar ddapat dibagi menjadi Angin Musim Barat ( Desember-Maret)
dan Angin Musim Timur ( juni-September). Musim pancoroba terjadi antara bulan April-
Mei dan Oktober-November. Kecepatan angin pada musim Barat bervariasi antara 7-20
knot/jam, yang umumnya bertiup dari barat daya sampai barat laut . Angin kencang
dengan kecepatan 20 knot/jam biasanya terjadi antara bulan Desember-februari. Pada
musim Timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot/jam yang bertiup dari arah timur
sampai teggara

Sebagai salah satu pulau tujuan wisatawan, Pemerintah DKI mendukung


pengembagan wilayah di Pulau Tidung dengan membangun sarana dan prasarana . Guna
mendukung penggembagan wisata di Pulau Tidung , maka dibangun jembatan
penghubung antara Pulau Tidung Besar sebagai pulau Pemukiman ke Pulau Tidung Kecil
yang diperuntuhkaan sebagai hutan lindung. Jembatan ini dibangun oleh Pemerintah
Kabupaten dalam rangka membuka akses antara Pulau Tidung Kecil dimana
pengembagan di masa depan akan diarahkan pada kawasan hutan lindung yang mampu
menciptakan kawasan edukasi tidak saja bagi wisatawan ,akan tetapi juga bagi riset dan
penelitian. Pulau Tidung sering dikunjugi oleh para peneliti untuk melakukan berbagai
kegiatan penelitian.
Kawasan Kepulaun Seribu memiliki beberapa pulau yang menjadi habitat bagi
burung seperti Pulau Rambut . Pulau Rambut merupakan kawasan yang habitatnya paling
baik untuk keberadaan burung di Kepulauan Seribu. Pulau Rambut merupakan salah satu
habitat burung terutama burung air (merandai) dan sebagai tempat persinggahan burung
migran. Tercatat 56 jenis burung yangg di jumpai di Pulau Rambut. Burung-burung yang
tercatat di Pulau Rambut secara umum terdiri dari 2 kelompok, yaitu kelompok burung air
(18 jenis )dan kelompok bukan burung air (38jenis ) (Onrizal , 2004). Pulau Rambut
memiliki keanekaragaman jenis burung yang tinggi. Hutan campuran merupakan habitat
burung di Pulau Rambut yang berfungsi sebagai tempat sarang , tempat kawin, tempat
berkembangbiak,, tempat membesarkan anak, tempat beerlindung dari ancaman predator,
dan tempat berristirahat (Onizal, 2004). Habitat burung di Pulau Rambut terdiri dari huan
mangrove primer, hutan mangrove sekunder dan hutan dataran kring campuran
Mardiastuti (1992).

Pohon yang dijadikan sebagai tempat berarang di Pulau Rambut adalah Sterculia
foetida , R . mucronata , Ficus tmorensis dan Excoecaria agallocha (Ayat , 2002). Habitat
burung di Pulau Rambut terdiri dari hutan campuran dan hutan payau yang terbagai ke
dalam hutan payau primer dan sekunder. Di hutan pantai (Sterculia-Dysoxylum) di huni
oleh cangak abu, pecuk ular. Bluwok dan kkowak maling. Dihutan payau primer yang
dinominasi Rhizophora mucronata dihuni oleh pecuk,roko-roko, pelatuk besi, kowak
maling, kuntul kecil, kuntul kerbau dan cangak abu. Hutan payau skunder (
CeriopsXylocarpus-Scyphiphora )dihuni oleh cangak merah ,kuntul besar , kuntul sedang
dan kowak maling (Mahmud ,1991).

2.2 Kekayaan dan Keanekaragaman Jenis Burung

Keanekkaragaman (diversity) yaitu banyaknya jenis yang biasanya diberi


istilah kekayaan jenis (spesies richnes) ( Krebs,2013 ) . Pengukuran keanekaragaman
pada setiap tipe habitat digunakan untuk mengetahui perbedaan jenis yyang mengisi
suatu habitat tertentu. Menurut Alikodra ( 2002) , pengukuran keanekaragaman jenis
(diversity) dipergunakan untuk membandingkan komposisi jenis dari ekosistem yang
berbeda , misalnya perbandingan antara masyarakat mamalia kecil dari dua kawasan,
perbedaan masyarakat burung di dalam dua macam hutan, atau jenis-jenis
invertebrata sebelum dan sesudah adanya proyek yang mengubah keadaan aliran
sungai.

Odum (1993) mengatakan bahwa keanekaragaman jenis tidak hanya berarti


kekayaan atau banyaknya jenis, tetapi juga kemerataan ( evenness ) dari kelimpahan
individu tiap jenis. Keanekaragaman di bedakan atas tiga ukuran meliputi kekayaan
jenis ( species richness ), keanekaragaman jenis ( diversity ), dan kemerataan jenis (
evenness ). Pada umumnya kekayaan di buat dalam indeks keanekaragaman. Menurut
Bibby et al. ( 2000 ), semakin tinggi indeks keanekaragaman jenis maka semakin
tinggi pula jumlah jenis dan kesamarataan populasinya. Akan tetapi, bisa terjadi
bahwa komunitas burung yang kekayaan jenisnya lebih tinggi dan kesamarataannya
lebih rendah memiliki indeks keanekaragaman yang sama dengan komunitas yang
keanekaragamannya yang lebih rendah dan kesamarataannya tinggi

Keanekaragaman jenis burung berbeda pada setiap habitat, tergantung kondisi


lingkungan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Krebs ( 2013 ) menyebutkan
bahwa ada enam faktor yang saling berkaitan yang menentukan naik turunnya
keanekaragaman jenis suatu komunitas yaitu waktu, heterogenitas, ruang, persaingan
pemangsaan, kestabilan lingkungan dan produktivitas. Menurut Sutopo ( 2008 ),
informasi tentang kekayaan jenis burung dapat di peroleh dengan menggunakan
metode daftar jenis. MacKinnon et al. ( 2010 ) menyatakan bahwa daftar jenis burung
menjadi jauh lebih berguna jika dpat menenjukan kelimpahan jenis. Beberapa
keuntungan dengan menggunakan daftar jenis yaitu tidak terlalu bergantung pada
pengalaman dan pengetahuan pengamat, intensitas pengamatan, dan keadaan cuaca.
Indeks kekayaan jenis Shannon-Wiener merupakan ukuran nisbah kenekaragaman
yang paling sering digunakan oleh para ahli ekologi untuk mengukur keanekaragaman
jenis satwaliar (Sutopo, 2008), karena menurut Magurran (1988) pertimbangan yang
mendasari penggunaan indeks tersebut adalah kepekaan terhadap perubahan ukuran
unit contoh (rendah sampai sedang), kemampuan menditeksi perbedaan antara unit
contoh atau lokasi (sedang sampai tinggi) dan kemudahan dalam proses perhitungan
(semuanya sederhana).
2.3 Kominitas Burung

Komunitas adalah seluruh poulasi jenis yang hidup dalam ruang dan waktu
yang sama (Begon et al,2006 ;Magurran,1994). Menurut Odum (1993), komunitas
adalah kumpulan populasi yang hidup pada lingkungan tertentu, saling berinteraksi
dan bersama-sama membentuk tingkat tropik dan metaboliknya sebagai suatu
kesatuan, komunitas mempunyai seperangkat karakteristik yang hanya
mencerminkan keadaan dan komunitas saja, bukan pada masing-masing organisme
pendukungnya saja .

Komunitas burung adalah kelompok dari beberapa individu jenis burung yang
hidup bersama dalam waktu dan ruang yang sama (Wiens, 1989). Komunitas burung
dipegaruhi faktor topografi, sejarah dan pengaruh dari pulau biogeografi, perubahan
musim sumberdaya alam dan iklim,keanekaragaman habitat, perubahan habitat dan
pengaruh pesaingnya seperti burung dan kelompok hewan lain (Rahayuningsih et al,
2007). Menurut Kerbs (2013) struktur komunitasmemiliki lima tipologi atau
karakteristik , yaitu keanekaragaman ,dominasi, bentuk dan strulktur pertumbuhan ,
kelimpahan relatif serta struktur trofik.

Kaban (2013) menemukan komunitas burung ditegakan puspa yang tersusun


dari 11 kategori kelompok guild. Kategori kelompok guild tersebut adalah pemakan
daging, pemakan buah di bagian tajuk, pemakan buah-buahan yang bersangkutan di
lantai hutan, pemakan biji-bijian, pemakan serangga dibagian tajuk pohon, pemakan
serangga di bagian dahan atau ranting, pemakan serangga di serasa atau lantai hutan,
pemakan serangga sambil melayang, pemakan serangga dan penghisap nektar,
pemakan serangga dan buah-buahan, pemakan invertebrata dan vertebrata.

Berdasarkan jumlah jenis yang di temukan oleh Kaban (2013),pada tegakan


puspa ,di dominasi oleh pemakan serangga yang aktif mencari makan di bagian tajuk
pohon (10 jenis ),sedangkan kategori pemakan serangga sambil melayang, pemakan
buah dibagian tajuk, pemakan buah-buahan yang berserakan di lantai hutan, dan
pemakan biji-bijian merupakan kategori yang jumlah jenisnya paling sedikit, hanya
di temukan satu jenis. Berdasarkan jumlah individu, kategori pemakan serangga
sekaligus penghisap nektar mempunyai jumlah individu lebih banyak di bandingkan
kategori guild yang lainnya (116 individu ). Sedangkan pemakan daging merupakan
kategori yang mempunyai jumlah individu paling sedikit hanya di temukan lima
individu.

Habitat yang beranekaragam dapat mempegaruhi sumber pakan bagi burung.


Hal ini di dukung oleh pernyataan Kapisa (2011) bahwa nilai keanekaragaman jenis
dapat mengindikasikan daya dukung suatu habitat terhadap kehidupan burung.
Semakin tinggi nilai keanekaragaman menujukan kondisi habitat yang baik dalam
mendukung kehidupan burung secara alami. Pernyataan ini juga di dukung oleh
Mulyani dan Pakpahan (1993) bahwa nilai keanekaragaman jenis burung di
pengaruhi oleh beberapa faktor, seperti luas wilayah, keanekaragaman habitat dan
kualitas lingkungan secara umum . Suatu komunitas di susun oleh banyak jenis
dengan kelimpahan yang relatif sama, maka keanekaragaman jeniisnya akan tinggi.

Kemerataan jenis burung dalam suatu habitat dapat di tandai dengan tidak
adanya jenis-jenis yang dominan . Apabila setiap jenis memiliki jumlah individu
yang sama , maka kemerataan jenis pada komunitas tersebut memiliki nilai
maksimum, tetapi apabila jumlah individu pada masing-masing jenis berbeda jauh
maka menyebabkan kemerataan jenis memiliki nilai minimum . Nilai kemerataan
( E) jenis burung yang didapatkan di Pulau Tidung Kecil sebesar 0,7 . Nilai
kemerataan tersebut mendekati angka 1 yang menunjukan bahwa kemeratan tinggi
Hal ini di dukung oleh pernyataan Odum (1993), nilai indeks kemeratan dapat di
katakan tinggi jika > 0,60. Meskipun bondol peking merupakan jenis dengan
populasi dengan populasi yang dominan, namun nilai kemeeratan jenis burung di
Pulau Tidung Kecil yang tinngi menunjukan bahwa populasi jenis burung di Pulau
Tidung Kecil tergolong merata.

2.4 Ekologi Burung

Burung merupakan komponen paling penting ekosistem hutan. Satwaliar


berperan dalam menjaga kelestarian hutan terutama sebagai pengontrol hama,
pemancar biji (seed disperser) dan penyerbuk (polinator). Burung juga merupakan
indikator yang sangat baik untuk kesehatan lingkungan dan nilai keanekaragaman
hayati lainnya (Rombang dan Rudyanto,1999)
Alikodra (2002) menjelaskan bahwa tingginya keanekaragaman jenis burung
di suatu tempat dii dukung oleh keanekaragaman habitat. Faktor yang menentukan
keberadaan burung adalah ketersediaan makanan, tempat untuk istirahat, main,
kawwin,, bersarang, bertengger, dan berlindung. Kemampuan areal menampung
burung di tentukan oleh luasan ,komposisi dan struktur vegetasi, banyaknya tipe
ekosistem dan bentuk habitat. Burung merasa betah tinggal di suatu tempat apabila
terpenuhi tuntutan hidupnya antara lain habitat yang mendukung dan aman dari
gangguan (Hernowo,1985).

Keberadaan burung di suatu habitat sangat berkaitan erat dengan faktor-faktor


fisik seperti tanah, air temperatur ,cahaya matahari serta faktor-faktor bilogis yang
meliputi vegetasi dan satwa lainnya ( Welty dan Baptista, 1988). Alikodra (2002)
menjelaskan, bahwa habitat merupakan kawasan yang terdiri dari berbagai
komponen, baik secara fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan
dipergunakan sebagai temapat hidup serta berkembangbiaknya satwaliar.

Tumbuhan merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan burung,


karena selain sebagai tempat bernaung dan beristirahat , beberapa bagian dari
tumbuhan seperti biji, buah, bunga dan jaringan vegetatif menjadi sumber pekan.
Habitat terdiri dari kumpulan sumberdaya yang di defenisikan sebagai tipe komunitas
tumbuhan berbeda (Hunter et al.,1992). Tidak di temukannya suatu jenis hewan
termasuk burung disuatu habitat menurut Krebs dan Davis (1993) disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya yaitu ketiak cocokan habiitat, perlakuan (seleksi habitat),
kehadiran jenis hewan lain (predator,parasit,pesaing) dan faktor kimia-fisika
lingkugan yang berada di luar kisaran toleransi jenis burung yang bersangkutan.

2.5 Habitat Burung

Habitat adalah suatu lingkkungan dengan kondisi tertentu yang dijadikan


tempat suatu jenis atau komunitas hidup. Habitat yang baik akan mendukung
peekembangbiakan organisme yang hidup di dalamnya secara normal Habitat
memiliki kapasitas tertentu untuk mendukung pertumbuhan populasi suatu
organisme. Habitat merupakan bagian penting bagi distribusi dan jumlah burrung
(Bibby et al., 2000).
Burung dapat menempati tipe habitat yang beranekaragam, baik habitat
hutanmaupun habitat bukan hutan. Bentuk habitat yang baik untuk kelangsungan
hidup burunng adalah habitat yang mampu melindungi dari gangguan maupun
menyediakan kebutuhan hidupnya (Hernowo dan Prasetyo, 1989). Komposisi dan
struktur vegetasi juga mempegaruhi jenis dan jumlah burung yang terdapat di suatu
habitat. Jenis tanaman dan ekosistem yang beragam lebih mampu mendukung
kebutuhan burung karena mempunyai komponen yang lebih lengkap . Suatu habitat
yang digemari oleh suatu jenis burung belum tentu sesuai untuk kehidupan jenis
burung burung yang lain, karena pada dasarnya setiap jenis burung memiliki
preferensi habitat yang berbeda-beda (Irwanto,2006).

Suatu habitat yang baik untuk perkembang biakan burung biasanya adalah
habitat yang dapat memberikan potensi pekan yang cukup besar. Ketersediaan
makanan merupakan faktor yang sangat penting bagi kelagsungan hidup suatu jenis
burung, banyak jenis mencari makan pada areal yang lebih luas dan biasanya mereka
memperoleh pakan dari daerah yang telah terksploitasi (Harris 1997). Menurut
Alikodraa (2002), kondisi kualitas dan kuantitas hidup dan menentukan komposisi,
penyebaran, dan produktifitas satwaliar termasuk burung.

Pemilihan habitat terbentuk karena beerapa organisme yang tinggal di suatu


tempat yang di huni lebih mendukung untuk menghasilkan banyak keturunan yang di
tinggalkannya bila di bandingkan dengan organisme-organisme di tempat lain. Ketika
habitat berubah ,beberapa jenis tidak mampu beradaptasi dengan cepat dan oleh
karena itu hanya sebagian habitat yang potensial untuk dijadikan tempat tinggalnya
(Krebs, 2013). Sejumlah studi telah menunjukkan kuatnyaa pengauh struktur vegetasi
terhadap distribusi jenis burung. Selain itu, manusia dapat distribusi jenis burung.
Selain itu, manusia dapat mempengaruhi burung-burung dan habitatnyaa secara
langsung melalui modifikasi vegetasi dann pemburuan (Bibby et al,. 2000). Adanya
berbagai tipe vegetasi dengan berbagai bentuk penutupan lahan dan ketinggian suatu
wilayah kecenderungan akan memberikan pengaruh terhadap jenis dan perilaku
satwa yang di jumpai . Struktur vegetasi pada areal hutan tanaman terbagi menjadi
dua starta yaitu tumbuhan bawah dan tumbhan penutup (Utari 2000).
2.6 Status Konservasi dan Status Perlindungan Jenis Burung

Jenis-jenis burung di Tidung Kecil perlu di ketahui status keterancamannya


berdsarkan beberapa status perlindungan yang berlaku di wilayah Indonesia menurut
Sukmantoro et al,. (2007) yaitu :

1. Status keterancaman menurut IUCN (International Union for Consevation of Nature


and Natural Resources)

Kategori status keteraancaman mengacu pada Redist IUCN (International


Union for Consevation of Nature and Natural Resources) 2007 yang meliputi CR =
Critically Endanggered (sangat terancam punah), EN = Endangered (terancam punah)
contohnya adalah burung Pycnonotus zylanicus atau Cucak Rawa, NT = Near
Threatned ( mendekati terancam ) , contohnyyaa adalah burung Anhinga
melanogaster atau pecuk ular asia NE = Not Evaluated ( belum dievaluasi ), DD =
Data Deficient (data kurang ) , EX = Exitinct ( punah ), EW = Extinct in the Wild
( punah di dalam ), LC = Least Concern ( tidak di cantumkan dalam daftar) contonya
adalah burung Haliastur Indus atau elang bondol.

2. Status Peraturan Perdagagan Internasional menurut CITES

CITES ( Convention on International Trade of Endagered Jenis of Wild Fauna


and Flora) mengelompokan kategori-kategori jenis dalam 3 Appendix ( lampiran )
yaitu Appendix I (semua jenis yang terancam punah dan berdampak apabila
diperdangangkan. Perdagagan hanya diijinkan dalam kondisi tertentu misalnya untuk
riset ilmiah ). Appendix II (jenis yang statusnya belum terancam tetapi akan terancam
punah apbila dieksploitasi berlebihan ) contohnya adalah burung kangkareng perut
hitam, kangkareng perut putih, dan cucak rawa. Appenndix III ( seluruh jenis yaang
juga di masukan daalam peraturan perdagangagan dan Negara lain berupaya
mengontrol dalam perdagangan tersebut agar terhindar dari eksploitasi yang tidak
berkelanjutan).

3. Status Perlindungan Dan Hukum Negara Republik Indonesia

Status perlindungan jenis menurut tata di Indonesia mengacu pada UU No.5/1990


tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. PP No. 7/1990
tentang Pengawetan. Jenis Tumbuhan dan Satwa dan PP No.8/1990 tentang
Pemanfatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Pycnonotus zylanicus merupakan contoh
burung yang masuk pada perlindunngan UU No.5/1990,. PP No.7/1999, PP
No.8/1999.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Keanekaragaman jenis burung di Pulau Tidung Kecil Kepulaun Seribu, Jakarta masuk
kedalam kategori sedang, kemerataan tinggi dan kekayaan jenis burung masuk kedalam
kategori baik. Tegkan pohon yang paling banyak dimanfatkan oleh burung di Pulau Tidung
Kecil adalah Camera Laut ( Casuarina eguisetifolia ), Starta vertikal vegetasi pohon yang
paling banyak dimanfatkan oleh burung adalah starta 3.

Saran

Untuk menjaga keberadaan jenis-jenis burung yang ada di pulau Tidung Kecil maka perlu
dijaga ketersediaan habitat dan tegakan pohon serta perlu dilakukan pengamatan secara
berkala.
DAFTAR PUSTAKA

Anjie, H.B. 2009. Burung-Burung di Kawasan Arrjuna-Welirang Taman Hutan Raya Raden
Suryo, Jawa Timur Indonesia . Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar Jilid 1. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Andam, D. 2012. Pulau Tidung Bermasalah? Ini Solusinya internet. Tersedia


pada:www.republika.co.id. Diunduh pada 26 November 2014, pukul 14.15 WIB.

Begon, M, J. L. Harper dan C. R. Town-send. 2006. Ecology: From Individuals to


Ecosystems . Blackwell Scientific Publications, Boston.

Anda mungkin juga menyukai