Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi ARDS
Acute Respiratory Distress Syndrome bukan suatu penyakit, melainkan suatu
kumpulan gejala atau dalam istilah medis dikatakan sebagai suatu sindrom pada
sistem pernapasan (American Lung Association, 2013).
Acute Respiratory Distress Syndrome ( Sindrom Distress Pernafasan Akut )
adalah perkembangan yang immatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya
jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disease
(HMD) (Suriadi, 2001).
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru
akut yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan mempunyai angka
kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%.
RDS juga disebut sebagai sindrom gawat nafas yaitu kumpulan gejala yang
terdiri atas dispnea atau takipnea dengan frekuensi pernafasan besar 60 kali per menit,
sianosis, merintih waktu ekspirasi dan retraksi didaerah epigastrium, suprasternal,
interkostal pada saat inspirasi (Ngastiyah, 2005 : 23).
Menurut Whalley dan Wong, gangguan ini merupakan penyakit yang
berhubungan dengan perkembangan maturitas paru. Gangguan ini dikenal juga
dengan nama hyaline membrane disease HMD atau penyakit membran hialin yang
melapisi alveoli.
Sindrom Distres pernafasan adalah perkembangan yang imature pada sistem
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. Respiratory Distress
Syndrome dikatakan sebagai hyaline membrane disease (HMD).

B. Etiologi ARDS
Etiologi RDS dihubungkan dengan usia kehamilan, berat badan bayi yang
lahir kurang dari 2500 gram. Sering terjadi pada bayi dengan lahir kurang dari 1000
gram. Semakin muda seorang bayi, semakin tinggi resiko RDS sehingga menjadikan
perkembangan yang immatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah
surfaktan dalam paru. Kadar surfaktan paru mature biasanya muncul sesudah 35
minggu. Sintesis surfaktan sebagian bergantung pada pH, suhu dan perfusi normal.
Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia paru terutama dalam hubungan dengan
hipovolemik, hipotensi, dan stress dingin, dapat menekan sistesis surfaktan.
Atelektaksis alveolar, formasi membrane hialin, dan edema interstisial
membuat paru-paru kurang lentur, memerlukan tekanan yang lebih besar untuk
mengembangkan alveolus kecil dan jalan napas. Pada bayi, dada bawah tertarik
kedalam ketika diafragma turun dan tekanan intratoraks menjadi negatif, dengan
demikian membatasi jumlah tekanan intrathoraks yang dihasilkan; akibatnya muncul
kecendrungan atelektaksis. Dinding dada bayi yang sangat lemah memberi lebih
sedikit tekanan daripada dinding dada bayi matur terhadap kecendrungan paru kolaps.
RDS terjadi dua kali lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan, insidens
meningkat pada bayi dengan faktor-faktor tertentu, misalnya ibu yang menderita
diebetes mellitus melahirkan bayi berusia kurang dari 38 minggu, hipoksia perinatal
dan lahir melalui sectio caesaria.
Etiologi yang lain dari ARDS adalah:
1. Kelainan paru: pneumonia
2. Kelainan jantung: penyakit jantung bawaan, disfungsi miocardium
3. Kelainan susunan syaraf pusat akibat: Asfiksia, perdarahan otak
4. Kelainan metabolik: hipoglikemia, asidosis metabolik
5. Kelainan bedah: pneumotoraks, fistel trakheoesofageal, hernia diafragmatika
6. Kelainan lain: sindrom Aspirasi mekonium, penyakit membran hialin

Bila menurut masa pertumbuhan, penyebab gangguan nafas ialah:


a. Pada bayi kurang bulan
 Penyakit membran hialin
 Pneumonia
 Asfiksia
 Kelainan atau malformasi kongenital
b. Pada bayi cukup bulan
 Sindrom Aspirasi Mekonium
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan gejala yang
diakibatkan oleh terhisapnya mekonium ke dalam saluran pernafasan bayi
akibat peningkatan aktivitas usus janin. Mekonium adalah feses janin saat
dalam kandungan yang apabila terjadi gangguan dapat bercampur dengan
cairan amnion sehingga terhirup oleh janin.
 Pneumonia
 Asidosis
 Kelainan atau malformasi kongenital

C. Gejala Klinis ARDS


Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah: Distres pernafasan
akut(takipnea,dispnea ,pernafasan menggunakan otot aksesoris pernafasan dan
sianosis sentral), batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai
seharian, auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor,
wheezing, perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai
koma. Serta auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop.
D. Patofisiologi ARDS
Pada bayi dengan ARDS, dimana tidak adanya kemampuan paru untuk
mengembang dan alveoli terbuka. ARDS pada bayi yang belum matur menyebabkan
gagal pernafasan karena immaturnya dinding dada, parenkim paru, dan imaturnya
endotellium kapiler yang menyebabkan kolaps paru pada akhir ekspirasi. Pada kasus
yang terjadi akibat tidak adanya atau kurangnya, atau berubahnya komponen
surfaktan pulmoner. Surfaktan suatu kompleks lipoprotein, adalah bagian dari
permukaan mirip film yang ada di alveoli, untuk mencegahnya kolapsnya alveolus
tersebut. surfaktan dihasilkan oleh sel-sel pernafasan tipe II di alveoli. Bila surfakatan
tersebut tidak adekuat, akan terjadi kolaps alveolus dan mengakibatkan hipoksia dan
retensi CO2 mengakibatkan asidosis Kemudian terjadi konstriksi vaskuler pulmoner
dan penurunan perfusi pilmoner, yang berakhir sebagai gagal nafas progresif, terjadi
hipoksemia progresif yang dapat menyebabkan kematian (Soemantri,2008).

E. Komplikasi ARDS
a. Pneumothorax
b. Pneumomediastinum
c. Pulmonary intersititial dysplasia
d. Bronchopulmonary dysplasia ( BPD)
e. Paten ductus arteriosus (PDA)
f. Hipotensi
g. Menurunnya pengeluaran urine
h. Asidosis
i. Hipotermi
j. Hipernatermi
k. Hipokalemi
l. Disseminated intravascular (DIC)
m. Kejang
n. Intraventicular hemorrhage
o. Retinopathy pada premature
p. Infeksi sekunder

F. Pemeriksaan Diagnostik ARDS


a. Foto rontgen
Untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diafragma dengan overdistensi
duktus alveolar
b. Analisa gas darah
Analisa gas darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60
mmHg, SaO2 92% - 94%, pH 7,31 – 7,45
c. Immature lecithin
Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid
dalam cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur
kematangan paru, dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin
dari cairan amnion. Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang secara
relatif merupakan komponen non spesifik dari cairan amnion.
Gluck dkk menemukan bahwa L/S untuk kehamilan normal adalah < 0,5 pada
saat gestasi 20 minggu dan meningkat secara bertahap pada level 1 pada usia
gestasi 32 minggu. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35 minggu dan secara
empiris disebutkan bahwa Neonatal RDS sangat tidak mungkin terjadi bila rasio
L/S > 2. 2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru. Phospatidyglicerol :
meningkat saat usia 35 minggu.

G. Penalataksanaan Terapeutik ARDS


Terapi yang diberikan ialah pengobatan pertukaran oksigen dan karbodioksida
paru yang tidak adekuat; asidosis metabolic dan insufisiensi sirkulasi. Perawatan
suportif awal bayi baru lahir terutama pada pengobatan asidosis, hipoksia, hipotensi,
dan hipotermia akan mengurangi keparahan RDS. Terapi memerluhkan pemantauan
yang cermat dan sering terhadap frekuensi jantung dan pernapasan; PO2, PCO2, pH,
bikarbonat, elektrolit arteri, glukosa darah, hematocrit, tekanan darah, dan suhu.
a. Pemberian oksigen
Oksigen hangat yang dilembabkan harus diberikan pada kadar yang cukup
pada mulanya untuk mempertahankan tekanan arteri antara 55-70 mmHg dengan
tanda-tanda vital yang stabil, untuk mencegah resiko toksisitas oksigen.
Untuk bayi yang apneu memerluhkan bantuan ventilasi mekanis yang
bertujuan memperbaiki oksigenasi dan mengeliminasi CO2 tanpa menyebabkan
trauma paru atau toksisitas oksigen. Nilai gas darah yang dapat diterima yang
menyeimbangkan risiko hipoksia dan asidosis dengan risiko ventilasi mekaniis
adalah PaO2: 55-70 mmHg; PCO2 : 35-55 mmHg; dan pH : 7,25-7,45.
b. Pertahankan nutrisis adekuat
c. Pertahankan suhu lingkungan netral
d. Diit 60 kcal/kg/hari (sesuaikan dengan protocol yang ada) dengan asam amino
yang mencukupi untuk mencegah katabolisme protein dan ketoasidosis
endogenous
e. Pertahankan PO2 dalam batas normal
f. Menjaga suhu tubuh.
Bayi ditempatkan di dalam Isollette dan suhu dalam tubuh dipertahankan antara
36,5- 37oC.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Acute Respiratory Distress Syndrome kumpulan gejala sebagai suatu sindrom pada
sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. Indikasinya
RDS terjadi dua kali lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan, dan meningkat
pada bayi dengan faktor-faktor tertentu, misalnya ibu yang menderita diebetes
mellitus melahirkan bayi berusia kurang dari 38 minggu, hipoksia perinatal dan lahir
melalui sectio caesaria. . ARDS pada bayi yang belum matur menyebabkan gagal
pernafasan karena immaturnya dinding dada, parenkim paru, dan imaturnya
endotellium kapiler yang menyebabkan kolaps paru pada akhir ekspirasi.
DAFTAR PUSTAKA

http://akaredha.blogspot.co.id/2015/04/asuhan-keperawatan-anak-dengan-acut.html

Susanto Yusup Subagio, Sari Fitrie Rahayu.(2012). Penggunaan Ventilasi Mekanis


Invasif Pada Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).J Respir
Indo,vol.32,hal.44

Anda mungkin juga menyukai