Anda di halaman 1dari 4

Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi dengan lingkungan yang korosif.

Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara
kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Ada definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah
kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih mineral logam besi di
alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida atau besi sulfida, setelah diekstraksi dan diolah,
akan dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja atau baja paduan. Selama pemakaian,
baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa
besi oksida). Korosi merupakan fenomena kimia pada bahan-bahan logam di berbagai macam kondisi
lngkungan. Penyelidikan tentang system elektrokimia telah banyak membantu menjelaskan mengenai
korosi ini, yaitu reaksi kimia natara logam dengan zat-zat yang ada di sekitarnya atau dengan
partikel-partikel lain yang ada di dalam matrik logam itu seniri.

Jadi dilihat dari sudut pandang kimia, korosi pada dasarnya merupakan reaksi logam menjadi
ion pada permukaan logam yang kontak langsung dengan lingkungan berair dan oksigen. Ditinjau
dari bentuk produk atau prosesnya, korosi dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu korosi
atmosfer, korosi galvanis, korosi regangan, korosi celah, korosi arus liar, korosi pelarutan selektif,
korosi erosi, dan korosi bakteri. Jenis korosi yang akan diulas dalam tugas ini adalah korosi atmosfer,
di bawah ini merupakan gambar dari material yang mengalami korosi atmosfer.

Gambar 1. Contoh Korosi Atosfer

Korosi atmosferik merupakan korosi yang melalui proses elektrokimia dan merupakan jenis
korosi makroskopik. Korosi atmosferik merupakan hasil interaksi logam dengan atmosfer ambient di
sekitarnya, yang terjadi akibat kelembaban dan oksigen di udara, dan diperparah dengan adanya
polutan seperti gas-gas atau garam-garam yang terkandung di udara.

Atmosfer yang berpengaruh pada korosi atmosferik dapat dikategorikan menjadi :

 Rural. Daerah rural paling tidak korosif karena hanya mengandung sedikit polutan, dan lebih
banyak dipengaruhi oleh embun, oksigen dan CO2.

 Urban. Bahan korosif pada daerah urban adalah SOx dan NOx yang berasal dari emisi
kendaraan bermotor dan sedikit aktivitas industri.

 Industri. Kondisi atmosfer daerah industri sangat berkaitan dengan polutan yang dihasilkan
oleh industri, seperti SO2, klorida, phospat dan nitrat.

 Pantai/laut. Pantai/laut merupakan daerah paling korosif, karena atmosfernya mengandung


partikel klorida yang bersifat agresif dann mempercepat laju korosi.

Gambar yang telah diberikan di atas merupakan contoh korosi atmosfer urban. Gambar di atas
merupakan contoh korosi atmosfer yang terjadi di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Berdasarkan keadaan lingkungan yang berada di sekitar, diketahui bahwa lingkungan sekitar bukan
merupakan kawasan industri yang dapat menghasilkan polutan seperti SO2, klorida, phospat, dan
nitrat dalam jumlah yang sangat banyak. Akan tetapi pada lingkungan tersebut terdapat bahan korosif
yang berasal dari emisi kendaraan bermotor seperti SOx dan NOx.

Mekanisme reaksi korosi atmosferik yang terjadi dimulai dari pengembunan uap air di
permukaan logam yang membentuk lapisan tipis (lapisan film elektrolit). Lapisan tipis air ini
kemudian melarutkan partikel-partikel dan gas dari udara ambien, dan bertindak sebagai elektrolit
tempat terjadinya reaksi korosi. Korosi atmosferik sangat dipengaruhi kondisi cuaca lokal. Parameter
atmosfer yang sangat mempengaruhi laju korosi atmosferik adalah kelembaban udara relatif,
temperatur, curah hujan, arah dan kecepatan angin, serta kandungan polutan dalam udara ambien.

Polutan yang sangat mempengaruhi laju korosi atmosferik adalah SO2 dan ion klorida, sehingga
kadar SO2 dan salinitas udara (kandungan klorida) di udara digunakan sebagai basis dalam
menentukan kategori korosivitas atmosfer pada suatu lokasi/lingkungan. SO2 berasal dari polusi
industri, yang jika terlarut dalam larutan akuatik di permukaan logam akan membentuk H2S dan/atau
H2SO4 yang akan mempercepat laju korosi atmosferik. Pada gambar di atas lingkungan yang berada
di sekitar terjadinya korosi mengandung sedikit SO2 (karena bukan merupakan kawasan industri). Ion
klorida dalam salinitas udara akan terlarut pada lapisan tipis air di permukaan air dan kemudian
menyerang logam, sehingga efeknya adalah peningkatan laju korosi di permukaan logam. Apabila
suatu lingkungan memiliki kadar SO2 dan ion klorida sangat tinggi, seperti daerah industri di tepi
laut, maka dapat diperkirakan daerah tersebut akan memiliki karakter atmosfer dengan laju korosi
atmosferik yang sangat tinggi. Dalam kasus ini lingkungan terjadinya korosi tidak memiliki kadar
SO2 dan ion klorida dalam jumlah yang besar berdasarkan analisa dari keadaan lingkungan sekitar.

Korosi atmosferik pada dasarnya diamati dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu dengan
mengukur parameter atmosferik, serta exposure test menggunakan sampel logam. Data parameter
atmosferik, seperti kelembaban udara relatif, temperatur ambien, curah hujan, dan kadar polutan
(misalnya kadar SO2 dan ion klorida di udara) dapat diperoleh melalui pengukuran di udara ambien.
Selanjutnya laju korosi untuk masing-masing logam diketahui dengan mengidentifikasi data exposure
test dari masing-masing lingkungan.

Jika tidak tersedia korelasi antara laju korosi atmosferik dengan parameter atmosferik (karena
umumnya korelasi atau data korosi berdasarkan atmosferik jarang dijumpai), maka kerusakan akibat
korosi atmosferik dapat diperkirakan dengan pengukuran langsung. Cara termudah untuk melakukan
pengukuran korosi atmosferik adalah dengan metode kupon. Dari hasil paparan, dapat dianalisa untuk
kehilangan berat, densitas dan kedalaman pit, dan analisa-analisa lain. Tipe kupon yang biasa
digunakan adalah kupon panel datar yang dipaparkan pada rak paparan. Kelemahan untuk metode
kupon yang konvensional adalah memerlukan waktu paparan yang sangat panjang untuk memperoleh
data yang akurat.

Terdapat dua metoda yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan korosi atmosferik, yaitu
coating dan pemilihan material yang sesuai, atau gabungan keduanya. Dari hasil penentuan
karakteristik atmosfer dan pengukuran laju korosi di tempat dimana korosi tersebut terjadi, dapat
ditentukan jenis material dan coating yang sesuai untuk membangun konstruksi peralatan yang tahan
terhadap korosi atmosferik. Penentuan ini tentunya juga mempertimbangkan faktor biaya dan
keekonomian. Dari gambar yang ada, dapat diketahui bahwa material yang digunakan bukan
merupakan logam paduan yang tahan terhadap korosi (seng). Dari gambar tersebut dapat terlihat
bahwa telah dilakukan coating untuk melindungi material logam yang digunakan. Hanya saja coating
yang telah dilakukan mungkin tidak terlalu baik (masih terdapat celah-celah atau pori) sehingga air
hujan ataupun embun dapat meresap hingga ke material dan dengan adanya oksigen maka terjadi
bereaksi dengan logam sehingga korosi masih tetap terjadi dan laju korosi juga dipercepat dengan
adanya polutan yang terdapat di udara.

Anda mungkin juga menyukai