Anda di halaman 1dari 39

BAB I

STATUS PASIEN
IDENTITAS STATUS PASIEN
Nama : An. S
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 7 tahun 8 bulan
Tempat Tanggal lahir : 14 Juni 2010
Alamat : Kp. Kebon Jeruk, Sukabumi – Jawa Barat
Agama : Islam
Rekam medis : 555xxx
Nama Orang tua : Ny. L
Pendidikan Terakhir Orang Tua : SD
Tanggal & Jam MRS : 15 Januari 2018, Jam: 11:34 WIB
Dokter yang merawat : dr. Nesa A, Sp.A, M.Kes

Pasien diterima tanggal 17 Januari 2018

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan dengan metode autoanamnesis dan aloanamnesis
pada ibu pasien serta mendapatkan data sekunder melalui data rekam medis
Rumah Sakit Sekarwangi, Sukabumi.

Keluhan Utama
Gusi berdarah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar keluarga ke Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit
Sekarwangi dengan keluhan gusi berdarah sejak 7 jam sebelum masuk rumah
sakit. darah yang keluar berwarna merah segar dan kental. Menurut orang tua

1
pasien darah yang keluar berasal dari gusi depan dan belakang yang keluar secara
spontan. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasin mengeluhkan timbul
memar-memar kebiruan seluruh tubuh. Memar-memar tersebut berada di tempat
berbeda tanpa didahului adanya trauma. Memar awalnya timbul pada daerah
tangan yang berjumlah 5 buah. Memar semakin bertambah dan menyebar ke
wajah, kaki, perut serta punggung Sebelum timbul memar-memar tersebut,
terlebih dahulu timbul bintik-bintik merah yang lalu menyebar di seluruh tubuh.
Bintik – bintik tersebut kemudian menghilang dalam waktu digantikan oleh
memar-memar. Sejak 4 bulan yang lalu memar-memar dan bintik-bintik merah
tersebut sudah timbul namun sudah sempat berkurang, namun saat ini memar
tersebut timbul dan bertambah banyak.
Riwayat demam dan mimisan disangkal. Gangguan buang air besar dan
buang air kecil disangkal. Menurut ibu pasien, satu minggu terakhir, pasien
tampak lemas dan nafsu makan pasien menurun, karena menurut pasien semua
makanan yang masuk ke dalam mulutnya dirasakan bercampur dengan darah.
Sebelumnya pasien sudah pernah mengalami keluhan yang serupa,
menurut ibu pasien keluhan ini timbul kembali setelah obat yang dikonsumsi
pasien diturunkan dosisnya, yang biasanya mengkonsumsi 5 butir sekali minum
sudah beberapa hari ini orang tua pasien mencoba menurunkan jumlah konsumsi
obatnya, sampai sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengkonsumsi
hanya 1 butir sekali minum.
Selama dirawat sejak tanggal 15 januari sampai dengan 17 januari 2018
menurut ibu pasien tidak timbul perdarahan yang baru,serta memar-memar dan
bintik-bintik merah berkurang.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien sudah pernah seperti ini sebelumnya, keluhan pertama kali dirasakan sejak
4 bulan yang lalu, keluhan awalnya yaitu bintik-bintik merah kecil seperti bekas
gigitan nyamuk seluruh badan, sebelumnya keluhan tersebut diawali demam yang
terus menerus, pasien mengatakan satu bulan sebelum timbul keluhan demam

2
tersebut pasien melakukan imunisasi di sekolahnya, tepatnya pada bulan Agustus
saat pasien duduk di kelas 2 SD, pasien mengatakan imunisasi yang dilakukan
yaitu imunisasi rubella. Karena demam tak kunjung mereda ibu pasien saat itu
memutuskan untuk membawa pasien ke puskesmas dan diberi obat penurun panas
namun demamnya tidak kunjung turun, kemudian ibu pasien memutuskan
membawa pasien berobat ke dokter umum karena selain selain demam, timbul
bintik-bintik yang menyebar di seluruh tubuh. Saat berobat ke dokter umum,
dokter umum menyarankan untuk membawa pasien ke Rumah Sakit. Di Rumah
Sakit dokter yang merawat mengatakan kemungkinan besar pasien mengalami
gangguan atau penyakit yang di sebut dengan idiopatik trombositopenia purpura.

Riwayat penyakit dalam keluarga


Di keluarga pasien tidak ada yang memiliki gejala serupa dengan pasien.

Riwayat Pengobatan
Keluarga pasien mengatakan sebelumnya pasien sudah pernah dirawat dua kali,
selama dirawat pasien juga melakukan transfusi darah, dan pasien juga rutin
mengkonsumsi obat setiap hari, nama obat yang dikonsumi yaitu prednison.
Sebelumnya pasien tidak mengkonsumsi obat apapun selain obat penurun panas,
yaitu paracetamol

Riwayat Alergi
Riwayat alergi disangkal.

Riwayat Psikososial dan Lingkungan


Pasien tinggal di rumah bersama ibu, dan kakaknya. Lingkungan sekitar tinggal
bersih. Kondisi lingkungan rumah ramai penduduk, jarak antar rumah tidak terlalu
berdkatan. Sumber air bersih dari tanah, terdapat jamban keluarga, sumber air
minum dari sumur timba yang dimasak.

3
Riwayat kehamilan dan persalinan
Saat hamil, ibu pasien rutin memeriksa kehamilan ke Puskesmas setiap bulan.
Pasien lahir spontan, lahir tunggal, cukup bulan, tempat persalinannya di Rumah
Sakit bersalin , ditolong oleh bidan, langsung menangis dan tidak terlihat sesak,
tidak cacat, tidak terdapat biru maupun kuning. Pasien lahir dengan berat badan
3000 gram dan panjang badan 50 cm. Selama hamil ibu tidak pernah dirawat di
rumah sakit karena penyakit tertentu. Tidak ada riwayat konsumsi obat-obatan,
jamu, atau merokok selama kehamilan.
Kesan: riwayat persalinan dalam batas normal
Riwayat imunisasi Dasar
Vaksin Waktu
Hep B O 0 bulan
BCG, Polio 1 1 bulan
DPT-HB-Hib 1, Polio 2 2 bulan
DPT-HB-Hib 2, Polio 3 3 bulan
DPT-HB-Hib 3, Polio 4 4 bulan
Campak 9 bulan
Riwayat Imunisasi Lanjutan
Vaksin Waktu
DPT/HB/Hib 18 bulan
Campak 24 bulan
Riwayat Imunisasi Lanjutan pada Usia Sekolah
Vaksin Waktu
DT, Campak 1 SD
Td 2 SD -

Kesan: Imunisasi sesuai usia pasien lengkap

4
PEMERIKSAAN FISIS (17 Januari 2018)
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Laju nadi : 112 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup
- Laju napas : 32 x/menit, teratur
- Suhu : 36.8ºC (aksila)

Antropometri dan Status Gizi


Antropometri
Berat Badan : 30 kg
Tinggi Badan : 124 cm
BMI : BBA/(cmxcm) x 10000
30 / (124x124) x 10000
30 / 15.376 x 10000  19.5

Kesan: Gizi Baik (-2 SD sampai dengan +2 SD)

5
Status Gizi
BB/U = BB aktual / BB ideal x 100 %
30/24 x 100 % = 125 %  Berat badan lebih
TB/U = TB aktual / TB ideal x 100 %
124/125 x 100% = 99,2 %  Perawakan Normal
BB/TB = BB Aktual / BB Ideal berdasarkan TB aktual x 100%
30/24 x 100% = 125 %  Obesitas

6
STATUS GENERALIS

Kepala
- Bentuk : Bentuk bulat, moonface (+) warna rambut hitam,
normocephal (LK 50 Cm)
- Kulit : Pucat (+), petechie (+), purpur (+), ekimosis (+)
- Mata : mata tidak cekung, konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-).
- Telinga : Bentuk normal (normotia), simetris, serumen (-/-)
- Hidung : Pernapasan cuping hidung(-), sekret (-).
- Tengggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
- Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis (-)

Leher
- KGB : Tidak membesar

7
Thoraks
 Paru
- Inspeksi : Dada simetris (+), retraksi dinding dada (-).
- Palpasi : Vocal fremitus kedua lapang paru sama.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
- Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
 Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
- Palpasi : Tidak dilakukan.
- Perkusi : Tidak dilakukan.
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-).
 Abdomen
- Inspeksi : Permukaan datar.
- Auskultasi : Bising usus (+).
- Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani.

Inguinal dan Genitalia


- Genitalia : Tidak dilakukan
- Pembesaran KGB inguinal : -/-

Ekstremitas
- Superior : Akral teraba hangat, waktu pengisian kapiler kurang dari 2 detik,
edema (-)
- Inferior : Akral teraba hangat, waktu pengisian kapiler kurang dari 2 detik,
edema (-)

8
PEMERIKSAAN PENUNJANG (15 Januari 2018)

RESUME
Pasien datang diantar keluarga ke Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit
Sekarwangi dengan keluhan gusi berdarah sejak 7 jam sebelum masuk rumah
sakit. darah yang keluar berwarna merah segar dan kental. Menurut orang tua
pasien darah yang keluar berasal dari gusi depan dan belakang yang keluar secara
spontan. Tidak ada gigi berlubang atau pun riwayat trauma. Sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit, pasin mengeluhkan timbul memar-memar kebiruan
seluruh tubuh. Memar-memar tersebut berada di tempat berbeda tanpa didahului
adanya trauma. Memar awalnya timbul pada daerah tangan yang berjumlah 5
buah. Memar semakin bertambah dan menyebar ke wajah, kaki, perut serta
punggung Sebelum timbul memar-memar tersebut, terlebih dahulu timbul bintik-
bintik merah yang lalu yang menyebar di seluruh tubuh. Bintik – bintik tersebut
kemudian menghilang dalam waktu digantikan oleh memar-memar. Sejak 4 bulan
yang lalu memar-memar dan bintik-bintik merah tersebut sudah timbul namun
sudah sempat berkurang, namun saat ini memar tersebut timbul dan bertambah
banyak. Pasien tampak lemas dan nafsu makan pasien menurun. Sebelumnya
pasien sudah pernah mengalami keluhan yang serupa, menurut ibu pasien keluhan
ini timbul kembali setelah obat yang dikonsumsi pasien diturunkan dosisnya.

9
Pasien sudah pernah seperti ini sebelumnya, keluhan pertama kali
dirasakan sejak 4 bulan yang lalu, keluhan awalnya yaitu bintik-bintik merah kecil
seperti bekas gigitan nyamuk seluruh badan, sebelumnya keluhan tersebut diawali
demam yang terus menerus, pasien mengatakan satu bulan sebelum timbul
keluhan demam tersebut pasien melakukan imunisasi di sekolahnya, tepatnya
pada bulan Agustus saat pasien duduk di kelas 2 SD, pasien mengatakan
imunisasi yang dilakukan yaitu imunisasi rubella. Karena demam tak kunjung
mereda ibu pasien saat itu memutuskan untuk membawa pasien ke puskesmas dan
diberi obat penurun panas namun demamnya tidak kunjung turun, kemudian ibu
pasien memutuskan membawa pasien berobat ke dokter umum karena selain
selain demam, timbul bintik-bintik yang menyebar di seluruh tubuh. Saat berobat
ke dokter umum, dokter umum menyarankan untuk membawa pasien ke Rumah
Sakit. Di Rumah Sakit dokter yang merawat mengatakan kemungkinan besar
pasien mengalami gangguan atau penyakit yang di sebut dengan idiopatik
trombositopenia purpura.
Pemeriksaan Fisik: Tekanan darah 100/70 mmHg, laju nadi 112 x/menit,
reguler, kuat angkat, isi cukup, laju napas 32 x/menit, teratur, suhu: 36.8ºC
(aksila), pucat (+), moonface (+),purpura (+) petechie (+), ekimosis di seluruh
badan.
Pada pemeriksaan penunjang dapat tanggal 15 Januari 2018 didapatkan:
nilai hemoglobin 10.0 Gr%, thrombosit 20.000/mm3, dan hematocrit 30%

DIAGNOSIS KERJA
Idiopatik trombositopenia purpura kronik

10
PENATALAKSANAAN
 Inj. Metil Prednisolon 14 mg / kg / hari IV 150 mg/hari 3x150 mg IV pelan
encerkan sd 10 cc via syringe pump habis dalam 1 jam
 Ranitidin 3 x 1 ampul IV, 30 menit sebeluk inj metil prednisolone
 Omeprazole 20 mg 1 x 1 tabel per oral
 Asam tranexamat 3 x 1 ampul IV
 Curcuma 1 x 1 tab per oral
 D ½ NS 15 tpm makro
 Diet nasi + lauk

PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : Dubia ad malam
- Quo ad Functionam : Dubia ad malam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad malam

FOLLOW UP
Tanggal Hasil Pemeriksaan
18 Januari 2018 S: Perdarahan baru (-) sesak (-) menurut ibu pasien bintik
kemerahan tidak berkurang (tampak sama) dengan 1 hari
yang lalu, BAK dan BAB tidak ada keluhan, nyeri ulu hati
(-)

O: k/u: sedang, kesadaran = composmentis


TD: 120/70 mmHg, HR: 112 x/m, RR: 22 x/m, S: 36oC
Kepala: Konjungtiva anemis (-/-) Sklera Ikterik (-/-)
Wajah moonface
Leher: Pembesaran KGB (-) Faring hiperemis (-) T1/T1
Thorax: Cor: BJ1/BJ regular gallop (-), murmur (-).

11
Pulmonal: suara dasar vesikuler kanan=kiri, Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen: Soepel, Bising usus (+), Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2” petechie (+), purpura
(+)

Laboratorium
Gula darah HGT: 130

A: Idiopatik trombositopenia purpura kronik


P: D ½ NS 15 tpm makro
Injek metil prednisolone 3x 150 mg IV pelan encerkan
sampai dengan 10 cc via syringe pump habis dalam 1 jam
Ranitidin 3x 1 ampul IV, 30 menit sebelum injek metil
prednisolone
Omeprazol 1 x 20 mg per oral
Asam tranexamat 3 x 1 ampul IV
Curcuma 1 x 1 tab per oral
D ½ NS 15 tpm makro
Diet nasi + lauk
Post inj metil prednisolone » cek DPL evaluasi
ureum/kreatinin + SGOT/SGPT
Edukasi
Observasi KU, VS, TD/8 jam
Cek GDS stick/24 jam

19 Januari 2018 S: Perdarahan baru hematom di pinggul


O: Compos mentis
TD: 110/70 mmHg HR: 112 x/m, RR: 22 x/m, S: 36oC

12
Kepala: Konjungtiva anemis (-/-) Sklera Ikterik (-/-)
Wajah moonface
Leher: Pembesaran KGB (-) Faring hiperemis (-) T1/T1
Thorax: Cor: BJ1/BJ regular gallop (-), murmur (-).
Pulmonal: suara dasar vesikuler kanan=kiri, Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen: Soepel, Bising usus (+), Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2” petechie (+), purpura
(+) Hematom (+)

Laboratorium:
Gula Darah HGT 140

A: Idiopatik trombositopenia purpura kronik


P: D ½ NS 15 tpm makro
Injek metil prednisolone 3x 150 mg IV pelan encerkan
sampai dengan 10 cc via syringe pump habis dalam 1 jam
Ranitidin 3x 1 ampul IV, 30 menit sebelum injek metil
prednisolone
Omeprazol 1 x 20 mg per oral
Asam tranexamat 3 x 1 ampul IV
Curcuma 1 x 1 tab per oral
D ½ NS 15 tpm makro
Diet nasi + lauk
Post inj metil prednisolone » cek DPL evaluasi
ureum/kreatinin + SGOT/SGPT
Edukasi
Observasi KU, VS, TD/8 jam
Cek GDS stick/24 jam

13
Trombofob salep 2 dd ue
20 Januari 2018 S: Perdarahan baru (-) sesak (-) menurut ibu pasien bintik
kemerahan tidak berkurang (tampak sama)

O: k/u: sedang, kesadaran = composmentis


TD: 110/70 mmHg, HR: 98 x/m, RR: 22 x/m, S: 36.3oC
GDS: 145 mg/dl
Kepala: Konjungtiva anemis (-/-) Sklera Ikterik (-/-)
Wajah moonface
Leher: Pembesaran KGB (-) Faring hiperemis (-) T1/T1
Thorax: Cor: BJ1/BJ regular gallop (-), murmur (-).
Pulmonal: suara dasar vesikuler kanan=kiri, Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen: Soepel, Bising usus (+), Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2” petechie (+), purpura
(+)

Laboratorium
Hemoglobin: 12.5 Gr%
Leukosit: 7.000/mm3
Thrombosit: 17.000/mm3
Segmen: 82
Limfosit: 18
Hematokrit: 36%
Ureum: 17mg/dl
Creatinin serum: 0.5 mg/dl
SGOT: 13 U/L
SGPT: 16 U/L

14
A: Idiopatik trombositopenia purpura kronik
P: D ½ NS 15 tpm makro
Injek metil prednisolone 3x 150 mg IV pelan encerkan
sampai dengan 10 cc via syringe pump habis dalam 1 jam
Ranitidin 3x 1 ampul IV, 30 menit sebelum injek metil
prednisolone
Omeprazol 1 x 20 mg per oral
Asam tranexamat 3 x 1 ampul IV
Curcuma 1 x 1 tab per oral
D ½ NS 15 tpm makro
Diet nasi + lauk
Post inj metil prednisolone » cek DPL evaluasi
ureum/kreatinin + SGOT/SGPT
Observasi KU, VS, TD/8 jam
Cek GDS stick/24 jam
Trombofob salep 2 dd ue
21 Januari 2018 S: Perdarahan baru (-) sesak (-) menurut ibu pasien bintik
kemerahan tidak berkurang (tampak sama)

O: k/u: sedang, kesadaran = composmentis


TD: 110/70 mmHg, HR: 94 x/m, RR: 22 x/m, S: 36.3oC
GDS: 145 mg/dl
Kepala: Konjungtiva anemis (-/-) Sklera Ikterik (-/-)
Wajah moonface
Leher: Pembesaran KGB (-) Faring hiperemis (-) T1/T1
Thorax: Cor: BJ1/BJ regular gallop (-), murmur (-).
Pulmonal: suara dasar vesikuler kanan=kiri, Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)

15
Abdomen: Soepel, Bising usus (+), Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2” petechie (+), purpura
(+)

Laboratorium
Hemoglobin: 12.6 Gr%
Leukosit 7.300/mm3
Trombosit 23.000/mm3
Hematokrit 36%

A: Idiopatik trombositopenia purpura kronik


P: D ½ NS 15 tpm makro
Prednison 3 x 5 tab
Cefixime 2 x 150 mg
Ranitidin 3x 1 ampul IV, 30 menit sebelum injek metil
prednisolone
Omeprazol 1 x 20 mg per oral
Asam tranexamat 3 x 1 ampul IV
Curcuma 1 x 1 tab per oral
Diet nasi + lauk
Trombofob salep 2 dd ue
22 Januari 2018 S: Bintik kemerahan baru dipunggung

O: k/u: sedang, kesadaran = composmentis


TD: 110/70 mmHg, HR: 98 x/m, RR: 22 x/m, S: 36.3oC
GDS: 145 mg/dl
Kepala: Konjungtiva anemis (-/-) Sklera Ikterik (-/-)
Wajah moonface
Leher: Pembesaran KGB (-) Faring hiperemis (-) T1/T1

16
Thorax: Cor: BJ1/BJ regular gallop (-), murmur (-).
Pulmonal: suara dasar vesikuler kanan=kiri, Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen: Soepel, Bising usus (+), Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2” petechie (+), purpura
(+), hematom (+)

A: Idiopatik trombositopenia purpura kronik


P: BLPL
Prednison 3 x 5 tab
Ranitidin 3 x ½ tab
Control kamis » Cek lab

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Idiopathic Trombositopenia Purpura (ITP) ialah suatu penyakit


perdarahan yang didapat sebagai akibat dari penghancuran trombosit yang
berlebihan, yang ditandai dengan: trombositopenia (trombosit <100.000/mm3),
purpura, gambaran darah tepi yang umumnya normal, dan tidak ditemukan
penyebab trombositopeni yang lainnya.1

2. EPIDEMIOLOGI

ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan


didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insidens penyakit
simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak pertahun.1,2
Delapan puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita epsode perdarahan
akut, yang akan pulih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan
namanya (akut) akan sembuh dalam 6 bulan. Pada ITP akut tidak ada perbedaan
insiden laki-laki maupun perempuan dan akan mencapai puncak pada usia 2 – 5
tahun. Hampir selalu ada riwayat infeksi bakteri, virus ataupun imunisasi 1-6
minggu sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan sering terjadi saat trombosit
dibawah 20.000/mm3. ITP kronis terjadi pada anak usia > 7 tahun, sering terjadi
pada anak perempuan. IT 54P yang rekuren didefinisikan sebagai adanya episode
trombositopenia > 3 bulan dan terjadi 1-4 % anak dengan ITP.1

3. ETIOLOGI

Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang


disebabkan oleh respon sistem imun yang tidak tepat (inappropriate), yang
biasanya terjadi 1-4 minggu setelah infeksi virus, yaitu pada 50-65% kasus ITP
pada anak. Infeksi virus yang sering berhubungan dengan ITP diantaranya virus

18
Epstein-Barr dan HIV. Virus Epstein-Barr terkait dengan ITP biasanya dalam
waktu singkat, sedangkan HIV yang terkait dengan ITP biasanya kronik.2 Selain
itu juga ada hubungannya dengan infeksi virus yang lain seperti sitomegalovirus,
rubella, varicella-zooster virus, hepatitis A, B, dan C. Namun demikian. Tidak ada
hubungannya antara beratnya penyakit infeksi virus dengan derajat
trombositopenia.3

4. PATOFISIOLOGI

ITP disebabkan karena peningkatan penghancuran dini trombosit yang


terutama terjadi di limpa, sumsum tulang dan paru. Keadaan ini terjadi setelah
suatu infeksi, dengan terbentuknya kompleks imun yang kemudian melekat pada
permukaan trombosit dan akhirnya terjadi opsonisasi dan penghancuran trombosit
oleh fagosit.1
Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibodi terhadap
glikoprotein yang terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi
terhadap trombosit yang diselimuti antibodi (antibody-coated platelets) tersebut
dilakukan oleh makrofag yang terdapat pada limpa dan organ retikuloendotelial
lainnya.1
Megakariosit dalam sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP.
Sedangkan kadar trombopoitin dalam plasma, yang merupakan progenitor
proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami penurunan yang berarti,
terutama pada ITP kronis.1
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara ITP akut dan
kronis, menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi
terjadinya trombositopenia di antara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya
bahwa penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi yang dibentuk
saat terjadi respon imun terhadapt infeksi bakteri/virus atau pada imunisasi, yang
bereaksi silang dengan antigen dari trombosit. Mediator-mediator lain yang
meningkat selama terjadinya respon imun terhadap infeksi, dapat berperan dalam

19
terjadinya penekanan terhadap produksi trombosit. Sedangkan pada ITP kronis
mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit
autoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik terhadap
trombosit.1
Hal tersebut di atas yang menjelaskan mengapa beberapa cara pengobatan
terbaru yang digunakan dalam penatalaksanaan ITP memiliki efektifitas terbatas,
disebabkan mereka gagal mencapai target spesifik jalur imunologis yang
bertanggung jawab pada perubahan produksi dan destruksi dari trombosit.1

Saat ini telah didapati bukti yang meyakinkan bahwa sindrom ITP akibat
destruksi trombosit yang diperantai proses imunologis dan salah satu teori yang
ada yang dapat menerangkan ITP berdasarkan kasus yang terbanyak adalah
pendestruksian trombosit oleh sistem kekebalan (imun), karena dapat menurunkan
jumlah trombosit (trombositopenia). Antigen membran trombosit yang dikenal
dan menjadi sasaran pengrusakan sistem imun adalah PLA-1 dan HLA. Semua
individu mengandung HLA yang spesifik untuk dirinya sendiri (hanya 98%
manusia yang sel trombositnya mengandung Ag PLA-1). 3
Sistem kekebalan yang berperan dalam menghancurkan trombosit adalah Ab
anti-trombosit, sistem komplemen, sel fagosit dan sistem Retikulo Endotelial
(RES). Terbentuknya Kompleks Imun (KI), dapat meningkatkan clearance
trombosit oleh sistem monosit-makrofag sebagai sel fagosit, melalui mekanisme
chemotaxis, attachment fagositosis/endocitosis, intracell process/engulf dan
exoxytosis. 3
Platelet survival. Trombosit, fragmen sitoplasmik anuklear berasal dari
megakariosit sumsum tulang, beredar dalam darah selama 7-10 hari hingga
akhirnya dibuang oleh sistem retikuloendotelial atau beragregrasi di lokasi cedera
subendotelial pada pembuluh darah. Usia trombosit pada ITP berkurang drastis.
Semkin rendah jumlah trombosit semakin rendah pula usia edarnya. Berdasarkan
penelittian, berkurangnya usia trombosit merupakan akibat proses ektrisnsik dari
trombosit. 3,4

20
Peran antibodi trombosit. Trombositopenia pada ITP merupakan akibat dari
kerja autoantibodi terhadap trombosit. Ab anti-trombosit digolongkan atas
alloantibody terutama terhadap Ag trombosit yaitu Ag PLA-1 dan Ag HLA. Dua
persen populasi tanpa PLA-1. Bila mereka mendapat transfusi trombosit yang
mengandung PLA-1, dapat terjadi purpura pasca transfusi (PPT). Karena pasca
transfusi tersebut, resipien berespon mensintesa antibodi anti PLA-1 (donor).
Ikatan antara antibodi anti PLA-1 dengan PLA-1 pada trombosit donor
membentuk KI. KI tersebut dihancurkan melalui dua mekanisme. Pertama, terjadi
sitolisis oleh komplemen karena reaksi KI dengan komplemen. Kedua, KI yang
telah diopsonisasi komplemen meningkatkan daya kemotaksis. Attachment
monosit-makrofag memfagositosis serta menghancurkan KI (anti trombosit). KI
tersebut juga dapat menempel pada trombosit resipien pada reseptor Fc-R
sehingga berfungsi sebagai faktor kemotaksis. Sistem monosit-makrofag
memfagositosis trombosit resipien tersebut. Kemudian, dihancurkan dalam
phegolisozym oleh enzim dan peroxide atau SRE. Ibu hamil yang trombositnya
tidak mengandung PLA-1, dapat disensitisasi oleh trombosit janinnya yang
mempunyai PLA-1 (dari ayah). Dengan ini, ibu akan berespon mesintesa IgG anti
PLA-1 dan ditransfer lewat plasenta ke janin, sehingga menimbulkan Neonatal
Isoimmune Thrombocytopenia (NIT). 3

5. GEJALA KLINIS

Awitan biasanya akut. Memar dan ruam petekie menyeluruh terjadi 1-4
minggu setelah infeksi virus atau pada beberapa kasus tidak ada penyakit yang
mendahului. Gambaran klasik pada ITP ialah mengenai anak yang sebelumnya
sehat dan mendadak timbul petekie, purpura, dan ekimosis yang dapat tersebar ke
seluruh tubuh, biasanya asimetris, dan mungkin mencolok di tungkai bawah.1,4
Keadaan ini kadang-kadang dapat dijumpai pada selaput lendir terutama hidung
dan mulut sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi dan bahkan tanpa
kelainan kulit.2

21
Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menoragia,
hematuria), traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva,
retina) dan yang terberat namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP
(perdarahan subdural dan lain-lain). Pada pemeriksaan fisik umumnya tidak
banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekie dan ekimosis. Mungkin pula
ditemukan demam ringan bila terdapat perdarahan berat atau perdarahan traktus
gastrointestinal. Renjatan (shock) dapat terjadi bila kehilangan darah banyak.2

Gambar 2. Ekimosis, purpura, petekie.6

Gambar 3. Perdarahan yang mengenai konjungtiva6


Splenomegali jarang ditemukan. Pada seperlima kasus dapat ditemukan
splenomegali ringan. Apabila didapatkan abnormalitas seperti hepatosplenomegali
atau limfadenopati yang bermakna menimbulkan kecurigaan ke penyakit lain.

22
Ketika onsetnya insidius atau kambuhan, khususnya pada remaja, kemungkinan
ITP nya bersifat kronis atau trombositopenianya merupakan manifestasi dari
penyakit sistemik seperti systemic lupus erythematosus lebih besar.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap, untuk melihat apakah


ada trombositopenia. Leukosit biasanya normal.1,2
Selain itu, dilakukan pemeriksaan hapusan darah tepi untuk menyingkirkan
kemungkinan pseudotrombositopenia, sindroma trombosit raksasa yang
diturunkan (inherited giant platelet syndrome), dan kelainan hamatologi lainnya.
Anemia biasanya normositik dan sesuai dengan jumlah darah yang hilang. Bila
telah berlangsung lama maka dapat berjenis mikrositik hipokromik. Trombosit
imatur (megatrombosit) ditemukan pada sebagian besar pasien. Pada pemeriksaan
dengan flow cytometry terlihat trombosit pada ITP lebih aktif secara metabolik,
yang menjelaskan mengapa dengan jumlah trombosit yang sama, perdarahan lebih
jarang didapatkan pada ITP dibanding pada kegagalan sumsum tulang.
Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dibatasi terutama pada saat terjadinya
perdarahan dan jika secara klinis ditemukan kelainan yang khas.1
Sumsum tulang biasanya memberikan gambaran yang normal, tetapi jumlah
dapat pula bertambah.(2,3) Perlu tidaknya pemeriksaan aspirasi sumsum tulang
secara rutin dilakukan pada anak dengan ITP, masih menimbulkan perbedaan
pendapat di antara para ahli. Umumnya pemeriksan ini dilakukan pada kasus yang
meragukan, namun tidak pada kasus-kasus dengan manifestasi klinis yang khas.
Beberapa ahli berpendapat bahwa leukemia tidak pernah nampak dengan
trombositopeni saja, tapi tidak semua rumah sakit berpengalaman dalam
pemeriksaan hapusan darah pada anak. Pemeriksaan sumsum tulang dianjurkan
pada kasus-kasus yang tidak khas, misalnya pada:

23
1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum, misalnya
panas, penuruunan berat badan, kelemahan , nyeri tulang, pembesaran
hati dan atau limpa.
2. Kelainan eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan darah tepi.
3. Kasus yang akan diterapi dengan steroid, baik sebagai pengobatan awal
atau yang gagal diterapi denan immunoglobulin intravena.

Pada audit yang dilakukan di negera maju, disepakati bahwa pemeriksaan


aspirasi sumsum tulang sebaiknya dilakukan sebelum pengobatan steroid
diberikan. Terdapat pula kesepakatan yang didukung oleh hasil beberapa
penelitian retrospektif, bahwa pemeriksaan sumsum tulang diperlukan pada pasien
yang hanya diobservasi atau dengan terapi imunoglobulin intravena.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada pasien ITP adalah mengukur
antibodi yang berhubungan dengan trombosit (platelet-associated antibody)
dengan menggunakan direct assay. Namun pemeriksaan ini juga belum dapat
membedakan ITP primer dengan sekunder, atau anak yang akan sembuh dengan
sendirinya dengan yang akan mengalami perjalanan menjadi kronis.1
Selain kelainan hematologis di atas, mekanisme pembekuan memberikan
kelainan berupa masa perdarahan memanjang, Rumpel-Leede umumnya positif,
tetapi masa pembekuan normal. Pemeriksaan lainnya normal.2,3

7. DIAGNOSIS1

Biasanya pasien ITP merupakan anak sehat yang tiba-tiba mengalami


perdarahan baik pada kulit, ptekie, purpura atau perdarahan pada mukosa hidung
(epistaksis). Lama terjadinya perdarahan pada ITP dapat membantu membedakan
antara ITP akut dan kronis. Tidak didapatkannya gejala sistemik dapat membantu
menyingkirkan kemungkinan suatu bentuk sekunder dan diagnosis lainnya. Perlu
juga dicari riwayat tentang penggunaan obat atau bahan lainnya yang dapat
menyebabkan trombositopenia. Riwayat keluarga umumnya tidak didapatkan.

24
Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya
perdarahan tipe trombosit (platelet-type bleeding), yaitu petekie, purpura,
perdarahan konjungtiva, atau perdarahan mukokutaneus lainnya. Perlu dipikirkan
kemungkinan suatu penyakit lain, jika ditemukan adanya pembesaran hati dan
atau limpa, meskipun ujung limpa sedikit teraba pada lebih kurang 10% anak
dengan ITP.
Selain trombositopenia, pemeriksaan darah tepi lainnya pada anak dengan
ITP umumnya normal sesuai dengan umurnya. Pada lebih kurang 15% pasien
didapatkan anemia ringan karena perdarahan yang lainnya. Pemeriksaan hapusan
darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pseudotrombositopenia,
sindroma trombosit raksasa yang diturunkan (inheriated giant platelet syndrome)
dan kelainan hematologi lainnya. Trombosit yang imatur (megatrombosit)
ditemukan pada sebagian besar pasien. Pada pemeriksaan dengan flow cytometry
terlihat trombosit pada ITP lebih aktif secara metabolik, yang menjelaskan
mengapa dengan jumlah trombosit yang sama, perdarahan lebih jarang didapatkan
pada ITP dibanding pada kegagalan sumsum tulang. Pemeriksaan laboratorium
sebaiknya dibatasi terutama pada saat terjadinya perdarahan dan jika secara klinis
ditemukan kelainan yang khas.
Perlu tidaknya pemeriksaan aspirasi sumsum tulang secara rutin dilakukan
pada anak dengan dugaan ITP, masih menimbulkan perbedaan pendapat diantara
para ahli. Umumnya pemeriksaan ini dilakukan pada kasus yang meragukan,
namun tidak pada kasus-kasus dengan manifestasi klinik yang khas. Beberapa ahli
berpendapat bahwa leukemia tidak pernah nampak dengan trombositopeni saja,
tapi tidak semua rumah sakit berpengalaman dalam pemeriksaan hapusan darah
pada anak. Pemeriksaan sumsum tulang dianjurkan pada kasus-kasus yang tidak
khas, misalnya pada:
1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum, misalnya
panas,penurunan berat badan, kelemahan, nyeri tulang, pembesaran hati
dan atau limpa.
2. Kelainan eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan darah tepi.

25
3. Kasus yang akan diterapi dengan steroid, baik sebagai pengobatan awal
atau yang gagal diterapi dengan immunoglobulin intravena.

Pada audit yang dilakukan di negara maju, disepakati bahwa pemeriksaan


aspirasi sumsum tulang sebaiknya dilakukan sebelum pengobatan steroid
diberikan. Terdapat pula kesepakatan yang di dukung oleh hasil beberapa
peneltian retrospektif, bahwa pemeriksaan sumsum tulang tidak diperlukan pada
pasien yang hanya diobservasi atau dengan terapi immunoglobulin intravena.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada pasien ITP adalah mengukur
antibodi yang berhubungan dengan trombosit (platelet-associated antibody)
dengan menggunakan direct assay. Namun pemeriksaan ini juga belum dapat
membedakan ITP primer dengan sekunder, atau anak yang akan sembuh dengan
sendirinya dengan yang akan mengalami perjalanan menjadi kronis.
Diagnosis ITP ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab
trombositopenia yang lain. Bentuk sekuder kelainan ini didapatkan bersamaan
dengan eritematosus lupus sistemik (ELS), sindroma antifosfolipid, leukemia atau
limfoma, defisiensi IgA, hipogamaglobulinemia, infeksi HIV atau hepatitis C, dan
pengobatan dengan heparin atau quinidine.
Pada anak yang berumur kurang dari tiga bulan, kemungkinan suatu
trombositopenia kongenital perlu disingkirkan. Pada sindrom Bernard-Soulier
perdarahan sering lebih hebat dari jumlah trombosit yang diduga (contohnya,
perdarahan yang nyata pada jumlah trombosit 30.000/mm3). Pada sindrom
Wiskott-Aldrich didapatkan trombosit yang lebih kecil dari normal, sedangkan
pada ITP biasanya lebih besar dari bentuk trombosit normal. Kelainan kongenital
lain yang dapat menyebabkan perdarahan pada bayi dan terdiagnosa sebagai ITP
adalah penyakit von Willebrand’s tipe IIb, yang disebabkan factor von Willebrand
abnormal agregasi trombosit dan trombositopenia.
Anak yang lebih tua dan mereka yang mengalami perjalanan menjadi
kronis, perlu dipikirkan adanya kelainan autoimun yang lebih luas, serta perlu
dicari adanya tanda-tanda dan atau gejala-gejala dari ELS atau sindrom

26
antifosfolipid. Pada anak yang menderita varisela yang disertai trombositopenia
perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti, sebab meskipun jarang namun
dapat mengancam jiwa berhubungan dengan kekurangan protein S yang didapat
dan thrombosis mikrovaskuler.

ITP Kronis1
ITP dikatakan kronis jika trombositopeni menetap hingga lebih dati 6
bulan. Insiden kelianan ini berkisar 1 dalam 250.000 anak tiap tahun, termasuk
10%-20% dari anak dengan ITP. Masih belum jelas apakah ITP akut dan kronis
merupakan kelaianan yang berbeda. Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada
anak yang lebih tua, terutama wanita muda. Biasanya disertai suatu penyakit yang
mendasari atau didapatkan bukti adanya suatu perubahan iminuitas.
Pada pemahaman yang tepat tentang perjalanan alamiah ITP kronis pada
anak sangat bermanfaat bagi suatu pengobatan yang rasional untuk kelaianan
tersebut yang masih kontroversial. Ada yang berpendapat bahwa pasien ITP
kronis akan mengalami perdarahan berulang yang memerlukan splenektomi, infus
IVIG yang teratur, atau obat-obat imunosupresan. Namun pandangan tersebut
ditentang oleh beberapa kelompok peneliti yang berdasarkan suatu studi kasus
yang besar mendapatkan bahwa sebenarnya ITP kronis merupakan suatu kondisi
yang ringan, hanya sedikit diantara mereka yang mengalami perdarahan yanga
berat.
Banyak diantara anak dengan ITP kronis dapat mempertahankan jumlah
trombosit mereka > 30.000/mm3 tanpa suatu terapi. Pada suatu pengamatan
jangka panjang anak dengan ITP kronis memperlihatkan bahwa kesembuhan
dalam jangka waktu yang lama masih bisa terjadi bahkan sampai > 10 tahun.
Diperkirakan angka kesembuhan spontan setelah 15 tahun berkisar 61%, hampir
sama dengan 63% pada penelitian yang lain.
Karena ITP kronis umumnya ringan dan kesembuhan spontan kadang-
kadang masih bisa terjadi, maka pegobatan sifatnya individual. Kecuali

27
splenektomi, tidak ditemukan data yang memperlihatkan manfaat dari berbagai
macam terapi ITP kronis yang ada. Pada pasien yang mengalami perubahan
kualitas hidup karena trombositopenia yang berat dan perdarahan (atau ketakutan
akan hal tersebut pada sebagian pasien, orang tua atau dokter yang merawat) perlu
dipertimbangkan untuk dilakukan splenektomi.
Banyak diantara pasien ITP kronis yang tidak sembuh, meskipun dengan
trombositopeni yang sedang tidak disertai gejala klinis berarti. Sebagian besar
dapat hidup dengan perdarahan ringan pada kulit dan sedikit keterbatasan,
pengobatan sebaiknya diberikan jika dilakukan tindakan pembedahan dan
kecelakaan.

8. DIAGNOSIS BANDING1

Tabel 2. Diagnosis Banding ITP secara lengkap


KELAINAN GAMBARAN KLINIS LABORATORIUM
Penurunan produksi
Trombosit
Kongenital
Trombocytopenia- - Tidak ada tulang radius - Hitung trombosit
Absent Radius (TAR) saat lahir 15.000
Syndrome - Tidak ada kelainan - 30.000/mm3
skeletal yang lain
- Ada penyakit jantung
bawaan (1/3 kasus)

- Perawakan pendek
Anemia Fanconi - Pansitopenia karena
- Hiperpigmentasi kulit anemia aplastik

- Hypoplasia ibu jari dan


radius

- Kelainan ginjal

- Mikrosefali

- Mikroftalmi

28
- Tidak ada kelainan
Trombositopenia skeletal seperti pada - Trombositopenia
amegakariositik sindrom TAR pada periode neonatal

Didapat - Riwayat kelelahan, - Leukosit meningkat


Leukemia demam, berat badan - Anemia
turun, pucat, nyeri - Sel blas pada apusan
tulang darah tepi
(leukoeritroblastosis)
- Limfadenopati

- Splenomegali

- Hepatomegaly
(mungkin)

Anemia aplastik
- Pansitopenia
- Riwayat lelah, - Neutropenia berat
perdarahan atau infeksi - Hitung retikulosit
burung rendah

- Pemeriksaan fisik non


spesifik

Neuroblastoma - Tidak ada splenomegali

- Trombositopenia
- Masaa di abdomen karena metastasis ke
sumsum tulang
- Ada sindrom
paraneoplastik

Defisiensi nutisi - Gejala neurologic dari


korda spinalis
- Anemia
megaloblastik
- Riwayat nutrisi buruk - Hipersegmentasi
atau diet khusus neutrofil
- Retikulosit rendah
- Pucat, lemah, lelah - Kadar vit B12 dan

29
Obat-obatan asam folat rendah
- Defisit neurologik
karena defisiensi vit
B12
Peningkatan destruksi
Trombosit - Riwayat penggunaan
obat atau perubahan
Imun dosis obat
Neonatal allomimune
Trombositopenia

- Obat-obatan
- Hitung trombosit ibu
normal
- Petekie menyeluruh
- Infeksi HIV beberapa jam setelah
(human lahir
immunodeficien
cy virus) - Riwayat penggunaan
obat atau perubahan
dalam dosis - Kelainan sebagian
- Purpura pasca atau seluruh deret sel
transfuse - Konfirmasi diagnostic
- Gejala dan tanda serologi HIV
infeksi sistenik HIV

- Penyakit - Trombositopenia akut


kolagen
vascular/autoim
un - Riwayat transfusi
trombosit beberapa jam
sebelum - Ada anemia karena
Non Imun trombositopenia penyakit kronik
- Leukosit kadang
Sindrom uremik abnormal
hemolitik - Gejala sistemik,
termasuk nyeri
/pembengkakan sendi
- Anemia mikrositik
mikroangiopati
DIC (Disseminated
intravascular
coagulation) - Riwayat diare berdarah
(Escherichia coli O157- - PPT dan APTT

30
H7, Shigella sp) meningkat
- Gagal ginjal
- Anemia mikrositik
- Tanda / gejala sepsis mikroangiopati
(demam, takikardi,
hipotensi) - Kadar fibrinogen
menurun

- D- dimer
Penyakit jantung
sianotik - Polisitemia
kompensasi

Gangguan kualitas
trombosit

Sindrom wiskott- - Sianosis


Aldrich - Gagal jantung

- Trombosit 20.000-
100.000/mcL
Sindrom Bernard- - Menurun secara X- - Trombosit sangat
soulier linked kecil
- Eksema
- Infeksi berulang karena
defisiensi imun - Ukruan trombosit
besar, kadang lebih
- Menurun secara besar dari limfosit
Anomaly may- hegglin dominan autosom
- Sering ada ekimosis,
perdarahan gusi dan
gastrointestinal - Ukuran trombosit
raksaksa (Giant
Sindrom gray platelet - Menurun secara platelet)
dominan autosom - Ada inclusion bodies
Sekustrasi - Kebanyakan pasien pada leukosit (Dohle
asimtomatilk bodies)
Sindrom Kasabach-
merritt - Perdarahan ringan - Trombosit kelihatan
oval dan pucat

Hipersplenisme - Peningkatan ukuran

31
hemangioendothelioma
pada periode neonatal

- Riwayat penyakit - Ada anemia dan


hepar/hipertensi porta hitung leukosit
abnormal (tergantung
- Splenomegaly penyakit)
- Dihubungkan dengan
leukemia dan
penyakit infiltrative
lainnya

9. PENATALAKSANAAN

Sebagian besar penderita (hanya mengalami petekie atau purpura ringan),


tidak memerlukan pengobatan dan pada sekitar 30-70% pasien, jumlah trombosit
akan naik sendiri dalam waktu 3 minggu. Pemberian medikamentosa dibatasi
untuk hal-hal tertentu, misalnya perdarahan yang masih berlanjut dan cukup berat
(epistaksis, perdarahan saluran cerna, dll). Pendapat lain mengatakan bahwa
medikamentosa diberikan atas dasar jumlah trombosit.5
Meskipun ITP pada anak umumnya bersifat akut dan biasanya membaik
dengan sendirinya dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, namun sejak
seperempat abad yang lalu terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli tentang
pemberian prednison secara rutin pada pasien ITP. Dengan diperkenalkannya
beberapa pengobatan baru akhir-akhir ini, semakin meramaikan perbedaan
pendapat tersebut. Yang menjadi permasalahan sebenarnya adalah apakah
seharusnya pada semua pasien ITP, terutama anak-anak perlu diberikan
pengobatan.5
Penatalaksanaan ITP pada anak meliputi tindakan suportif dan terapi
farmakologis. Tindakan suportif merupakan hal yang penting dalam
penatalaksanaan ITP pada anak, diantaranya membatasi aktifitas fisik, mencegah
perdarahan akibat trauma, menghindari obat yang dapat menekan produksi
trombosit atau merubah fungsinya, dan yang penting juga adalah memberi
pengertian pada pasien dan atau orang tua tentang penyakitnya.

32
Sebagian besar pasien ITP pada anak tidak perlu dirawat di rumah sakit.
Suasana rumah sakit (bangsal anak) yang sibuk dan ribut tidak lebih baik dari
pada lingkungan rumah sendiri. Pasien dapat control di poliklinik 1 -2 kali
semingu, dengan pemeriksaan darah lengkap dan jumlah trombosit. Bila jumlah
trombosit sudah mulai meningkat, biasanya filakukan dalam 1-2 minggu maka
pemeriksaan darah lengkap dan jumlah trombosit boleh dilakukan tiap 2-3 minggu
sekali sampai kembali pada nilai normalnya.
Sebagian besar 80% pasien biasanya dapat sembuh sempurna secara
spontan dalam waktu kurang dari 6 bulan. Pada beberapa kasus ITP pada anak
didapatkan perdarahan kulit yang menetap, perdarahan mukosa, atau perdarahan
internal yang mengancam jiwa yang memerlukan tindakan atau pengobatan
segera. Transfuse trombosit jarang dilakukan dan biasanya tidak efektif, karena
trombosit yang ditransfusikan langsung dirusak.
Kekambuhan secara mendadak biasanya jarang didapatkan. Pada pasien
yang jumlah trombositnya tidak mencapai nilai normal dalam 6 bulan, maka
diagnosisnya berubah menjadi ITP kronik.
Pengobatan yang biasa diberikan pada anak dengan ITP meliputi
kortikosteroid peroral, immunoglobulin intravena (IVIG), dan yang terakhir, anti
– D untuk pasien dengan rhesus D positif. Pengobatan-pengobatan tersebut di atas
potensial memberikan efek samping yang serius, sehingga penting bagi kita untuk
mempertimbangkan risiko-risiko tersebut agar tidak merugikan pasien (“primum
non nocere”). Oleh sebab itu pengobatan pada anak yang menderita ITP sebagian
besar tetap berdasarkan pada pengalaman pribadi, pendekatan filosofi dan
pertimbangan-pertimbangan praktis.
Splenektomi jarang dilakukan pada anak dengan ITP dan hanya
dianjurkan pada perdarahan hebat yang tidak memberikan respons terhadap
pengobatan, dan dilakukan setelah menjadi ITP kronis (>6 bulan). Angka
kegagalan splenektomi berkisar 25-30%, dan mungkin lebih besar (>60%) dengan
pengamatan jangka panjang. Splenektomi, meskipun jarang berhubungan dengan

33
peningkatan risiko terjadinya sepsis walaupun telah diberikan vaksin
pneumokokus dan profilaksis penisilin.
Beberapa pengobatan lain yang pernah dilaporkan bisa diberikan pada
anak dengan ITP adalah: gammainterferon, transfuse tukar plasma dan protein A-
immunoadsoption, alkaloid Vinca (vinkristin dan vinblastine), danazol, vitamin C
dan siklofosfamid.
Pada keadaan tertentu, seperti adanya gejala neurologis, perdarahan
internal, atau pembedahan darurat memerlukan intervensi segera.
Metilprednisolon (30 mg/KgBB/hr maksimal 1 gr/hr selamam 2-3 hari) sebaiknya
diberikan secara intravena dalam waktu 20-30 menit bersamaan dengan IVIG (1
gr/KgBB/hari selama 2-3 hr) dan transfusi trombosit 2 - 3 kali lipat dari jumlah
yang biasa diberikan, vinkristin mungkin bisa dipertimbangkan sebagai bagian
dari kombinasi tersebut. Perlu keadaan dimana terjadi perdarahan hebat yang
menetap, pemberian IVIG dosis tinggi bisa diperpanjang sampai lima hari,
bersama dengan transfuse trombosit secara terus-menerus (1 unit tiap jam).

Steroid
Sebelum era IVIG, kortikosteroid peroral merupakan pengobaan utama pada
ITP karena dipercaya dapat menghambat penghancuran trombosit dalam sistem
retikuloendotelial dan mengurangi pembentukan antibodi terhadap trombosit oleh
limfosit B, serta mempunyai efek stabilisasi kapiler yang dapat mengurangi
perdarahan.1,5
Sediaan glokokortikoid (prednison, prednisolon). Dosis yang biasa
digunakan ialah 1-2 mg/kgBB/hari selama kurang lebih 2-3 minggu. Penelitian
terbaru menunjukkan respon yang lebih cepat (secepat IVIG) dalam menaikkan
jumlah trombosit pada dosis prednison yang lebih tinggi (4 mg/KgBB/hari) jangka
pendek. Pilihan pengobatan ini mungkin yang paling sesuai untuk ITP pada anak
dengan gejala yang nyata dan mengganggu (sedang secara klinis).

34
Ada pula yang memakai dosis 10-30 mg/kgBB/hari, intravena, selama
beberapa hari. Pemberian steroid biasanya mempercepat kenaikan jumlah
trombosit, tetapi tidak mengubah morbiditas ataupun mortalitas.5

Intrevenous Immunoglobulin (IVIG)


Dengan munculnya terapi IVIG, beberapa penelitian menunjukkan
peningkatan yang cepat jumlah trombosit.2,4 Cara kerja IVIG ialah dengan
menutup (blokade) reseptor Fc pada makrofag, sehingga tidak dapat menangkap
trombosit yang telah tersensitisasi dan biasanya bersifat sementara.5 IVIG dapat
meningkatkan jumlah trombosit dalam waktu cepat (umumnya dalam 48 jam),
sehingga pengobatan pilihan untuk ITP dengan perdarahan yang serius (berat
secara klinis).
Meskipun IVIG telah populer digunakan dalam terapi ITP pada anak, data
terbaru menunjukkan lebih dari 75% anak mengalami efek samping nyeri kepala
dan panas. Beberapa mengalami efek samping yang lebih serius, yaitu iritasi
meningeal dan hemiplegia sementara. IVIG merupakan produk dari darah yang
potensial terjadinya penularan virus. Meskipun penularan HIV belum pernah
dilaporkan, namun penularan hepatitis C virus telah dilaporkan dengan hasil yang
cukup membahayakan. Oleh karena itu, sebaiknya IVIG tidak diberikan tanpa
indikasi yang jelas, apalagi kalau hanya untuk menaikkan jumlah trombosit saja.1
Dosis yang biasa digunakan pada IVIG adalah 0,4 gram/KgBB/hari selama
5 hari, namun penelitian terbaru menunjukkan lebih baik dan murah menggunakan
dosis yang lebih rendah yaitu dosis tunggal 0,8 gram/KgBB atau 0,25-0,5
gram/KgBB/hari selama 2 hari, dan memberikan efek samping yang lebih kecil
pula. Pengobatan dengan IVIG juga tidak mengurangi morbiditas ataupun
mortalitas.1,3
Dengan munculnya terapi IVIG, beberapa penelitian menunjukan
peningkatan yang cepat jumlah trombosit dengan efek samping yang minimal
pada pengobatan dengan transfuse IVIG. Seperti kortikosteroidd, IVIG juga
menyebabkan blockade pada system retikuloendotelial. IVIG dapat meningkatkan

35
jumlah trombosit dalam waktu cepat (umumnya dalam 48 jam), sehingga
pengobatan pilihan untuk ITP dengan perdarahan yang serius (berat secara klinis).

Imunoglobulin anti-D
Pengobatan dengan imunoglobulin anti-D efektif pada anak dengan rhesus
positif dan memiliki keuntungan yaitu berupa suntikan tunggal dalam waktu
singkat. Namun selain mahal, dilaporkan adanya hemolisis dan anemia yang
memerlukan transfusi darah setelah dilakukannya pengobatan ini.1,2,4
Terdapat beberapa penelitian yang membandingkan kombinasi dari
beberapa pilihan pengobatan meliputi tanpa terapi, prednison peroral,
metilprednisolon dosis tinggi, IVIG, dan imunoglobulin anti-D intravena. Dari
penelitian-penelitian di atas dapat disimpulkan adanya kemajuan yang pesat dalam
beberapa tahun untuk menetapkan cara tercepat meningkatkan jumlah trombosit
pada pasien ITP. Namun tidak ada penelititan yang menyinggung tentang
toksisitas, biaya, dan kesulitan-kesulitan dari pengobatan tersebut. Semua
pengobatan di atas hanya untuk meningkatkan jumlah trombosit yang rendah, tapi
tidak mengobati penyakit yang mendasarinya, sehingga kekambuhan sering
terjadi.1
Meskipun proses kesembuhan secara spontan pada anak dengan ITP
mungkin dipercepat dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi atau IVIG,
respon tersebut sering hanya bersifat sementara dan tidak memberi perlindungan
terhadap komplikasi perdarahan hebat yang dapat mengancam jiwa. Juga tidak
didapatkan data yang menunjukkan bahwa pengobatan tersebut menurunkan
kemungkinan menjadi ITP kronis. Pemberian steroid jangka panjang sebaiknya
dihindari karena risiko efek samping yang mungkin lebih membahayakan
penyakitnya sendiri.

36
Splenektomi
Dari berbagai laporan kasus, dengan observasi yang konsisten dan frekuensi
remisi setelah splenektomi serta hasil yang sama pada pasien dewasa,
menunjukkan bahwa splenektomi merupakan pengobatan efektif. Sekitar 72%
anak dengan ITP yang dilakukan splenektomi mengalami remisi lengkap. Namun
demikian splenektomi hanya dipertimbangakan untuk kasus dengan perdarahan
berulang yang gagal dengan pengobatan medikamentosa dan penyakitnya telah
berlangsung selama 12 bulan sejak diagnosa ditegakkan.1,2
Perlu diingat pula bahwa kematian pasca splenektomi akibat infeksi berat
(sepsis) dilaporkan sebesar 1 per 300 – 1000 pasien per tahun. Sebelum tindakan
splenektomi sebaiknya pasien diimunisasi terlebih dahulu terhadap haemophillus
influenzae B, pneumococcus dan meningococcus. Pemberian preparat Penisilin
pasca splenektomi juga dianjurkan untuk seumur hidup.2,4

Indikasi kontra splenektomi2


Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun,
karena sebelum umur 2 tahun fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil
alih oleh alat tubuh yang lain (hati, kelenjar getah bening, timus). Hal ini
hendaknya diperhatikan, terutama di negeri yang sedang berkembang karena
mortalitas dan morbiditas akibat infeksi masih tinggi.1
Beberapa pengobatan lain yang pernah dilaporkan bisa diberikan pada anak
dengan ITP adalah: gamma interferon, transfusi tukar plasma dan protein A-
immunoadsorption, alkaloid Vinca (vinkristin dan vinblastin), danazol, vitamin C,
dan siklofosfamid.1 Transfusi trombosit jarang dilakukan dan biasanya tidak
efektif, karena trombosit yang ditransfusikan langsung dirusak.4
Pengobatan lain dengan menggunakan obat sitostatika seperti vinkristin,
siklofosfamid, azatrioprin, dan lainnya, pernah digunakan, tetapi hasilnya secara
keseluruhan tidak memuaskan, sedangkan toksisitasnya cukup berat. Pemberian
interferon dan danazol pada anak dengan ITP telah dilaporkan, namun demikian
hasilnya juga belum memuaskan. Demikian pula pengobatan dengan vitamin C.5

37
10. KOMPLIKASI

Perdarahan yang serius jarang didapatkan pada ITP, berbeda dengan


trombositopenia pada sindrom kegagalan sumsum tulang yang lebih sering
menimbulkan perdarahan serius yang dapat mengancam jiwa. Perdarahan otak
yang merupakan komplikasi yang paling ditakutkan dan mendorong para dokter
untuk melakukan pengobatan pada ITP ternyata sangat jarang didapatkan.
Insidens perdarahan otak pada ITP dalam minggu pertama hanya berkisar 0,1-
0,2%, namun meningkat menjadi 1% pada mereka dengan jumlah trombosit
kurang dari 20.000/mm3 setelah 6-12 bulan. Meskipun insiden perdarahan
intrakranial sangat rendah, namun angka kematian yang diakibatkannya mencapai
50%.1,3
Tidak ada cara yang dapat dilakukan untuk mempediksi terjadinya
perdarahan intrakranial, dan pengobatan tidak mengurangi risiko terjadinya
perdarahan otak pada ITP. Faktor penting yang berhubungan dengan
meningkatnya kemungkinan terjadinya perdarahan intrakranial yaitu riwayat
trauma kepala, malformasi arteriovenosus, penggunaan obat antiplatelet seperti
Aspirin pada anak dengan jumlah trombosit sangat rendah (<10x109/l). Pada
pasien ini perlu diidentifikasi segera dan diterapi lebih agresif.1,3

11. PROGNOSIS

Anak dengan yang didiagnosa menderita ITP memiliki prognosis yang baik.
Kira-kira 80% - 90% anak dengan ITP menderita episode perdarahan akut, yang
akan pulih dengan jumlah trombosit yang normal dalam waktu 6 bulan.1-3
Prognosis ITP kronik kurang baik, terutama bila merupakan stadium
praleukemia karena akan berakibat fatal. Pada ITP kronik yang bukan merupakan
stadium praleukemia, bila dilakukan splenektomi pada waktunya akan didapatkan
angka remisi sekitar 90%.2

38
39

Anda mungkin juga menyukai