STATUS PASIEN
IDENTITAS STATUS PASIEN
Nama : An. S
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 7 tahun 8 bulan
Tempat Tanggal lahir : 14 Juni 2010
Alamat : Kp. Kebon Jeruk, Sukabumi – Jawa Barat
Agama : Islam
Rekam medis : 555xxx
Nama Orang tua : Ny. L
Pendidikan Terakhir Orang Tua : SD
Tanggal & Jam MRS : 15 Januari 2018, Jam: 11:34 WIB
Dokter yang merawat : dr. Nesa A, Sp.A, M.Kes
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan dengan metode autoanamnesis dan aloanamnesis
pada ibu pasien serta mendapatkan data sekunder melalui data rekam medis
Rumah Sakit Sekarwangi, Sukabumi.
Keluhan Utama
Gusi berdarah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar keluarga ke Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit
Sekarwangi dengan keluhan gusi berdarah sejak 7 jam sebelum masuk rumah
sakit. darah yang keluar berwarna merah segar dan kental. Menurut orang tua
1
pasien darah yang keluar berasal dari gusi depan dan belakang yang keluar secara
spontan. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.
Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasin mengeluhkan timbul
memar-memar kebiruan seluruh tubuh. Memar-memar tersebut berada di tempat
berbeda tanpa didahului adanya trauma. Memar awalnya timbul pada daerah
tangan yang berjumlah 5 buah. Memar semakin bertambah dan menyebar ke
wajah, kaki, perut serta punggung Sebelum timbul memar-memar tersebut,
terlebih dahulu timbul bintik-bintik merah yang lalu menyebar di seluruh tubuh.
Bintik – bintik tersebut kemudian menghilang dalam waktu digantikan oleh
memar-memar. Sejak 4 bulan yang lalu memar-memar dan bintik-bintik merah
tersebut sudah timbul namun sudah sempat berkurang, namun saat ini memar
tersebut timbul dan bertambah banyak.
Riwayat demam dan mimisan disangkal. Gangguan buang air besar dan
buang air kecil disangkal. Menurut ibu pasien, satu minggu terakhir, pasien
tampak lemas dan nafsu makan pasien menurun, karena menurut pasien semua
makanan yang masuk ke dalam mulutnya dirasakan bercampur dengan darah.
Sebelumnya pasien sudah pernah mengalami keluhan yang serupa,
menurut ibu pasien keluhan ini timbul kembali setelah obat yang dikonsumsi
pasien diturunkan dosisnya, yang biasanya mengkonsumsi 5 butir sekali minum
sudah beberapa hari ini orang tua pasien mencoba menurunkan jumlah konsumsi
obatnya, sampai sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengkonsumsi
hanya 1 butir sekali minum.
Selama dirawat sejak tanggal 15 januari sampai dengan 17 januari 2018
menurut ibu pasien tidak timbul perdarahan yang baru,serta memar-memar dan
bintik-bintik merah berkurang.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien sudah pernah seperti ini sebelumnya, keluhan pertama kali dirasakan sejak
4 bulan yang lalu, keluhan awalnya yaitu bintik-bintik merah kecil seperti bekas
gigitan nyamuk seluruh badan, sebelumnya keluhan tersebut diawali demam yang
terus menerus, pasien mengatakan satu bulan sebelum timbul keluhan demam
2
tersebut pasien melakukan imunisasi di sekolahnya, tepatnya pada bulan Agustus
saat pasien duduk di kelas 2 SD, pasien mengatakan imunisasi yang dilakukan
yaitu imunisasi rubella. Karena demam tak kunjung mereda ibu pasien saat itu
memutuskan untuk membawa pasien ke puskesmas dan diberi obat penurun panas
namun demamnya tidak kunjung turun, kemudian ibu pasien memutuskan
membawa pasien berobat ke dokter umum karena selain selain demam, timbul
bintik-bintik yang menyebar di seluruh tubuh. Saat berobat ke dokter umum,
dokter umum menyarankan untuk membawa pasien ke Rumah Sakit. Di Rumah
Sakit dokter yang merawat mengatakan kemungkinan besar pasien mengalami
gangguan atau penyakit yang di sebut dengan idiopatik trombositopenia purpura.
Riwayat Pengobatan
Keluarga pasien mengatakan sebelumnya pasien sudah pernah dirawat dua kali,
selama dirawat pasien juga melakukan transfusi darah, dan pasien juga rutin
mengkonsumsi obat setiap hari, nama obat yang dikonsumi yaitu prednison.
Sebelumnya pasien tidak mengkonsumsi obat apapun selain obat penurun panas,
yaitu paracetamol
Riwayat Alergi
Riwayat alergi disangkal.
3
Riwayat kehamilan dan persalinan
Saat hamil, ibu pasien rutin memeriksa kehamilan ke Puskesmas setiap bulan.
Pasien lahir spontan, lahir tunggal, cukup bulan, tempat persalinannya di Rumah
Sakit bersalin , ditolong oleh bidan, langsung menangis dan tidak terlihat sesak,
tidak cacat, tidak terdapat biru maupun kuning. Pasien lahir dengan berat badan
3000 gram dan panjang badan 50 cm. Selama hamil ibu tidak pernah dirawat di
rumah sakit karena penyakit tertentu. Tidak ada riwayat konsumsi obat-obatan,
jamu, atau merokok selama kehamilan.
Kesan: riwayat persalinan dalam batas normal
Riwayat imunisasi Dasar
Vaksin Waktu
Hep B O 0 bulan
BCG, Polio 1 1 bulan
DPT-HB-Hib 1, Polio 2 2 bulan
DPT-HB-Hib 2, Polio 3 3 bulan
DPT-HB-Hib 3, Polio 4 4 bulan
Campak 9 bulan
Riwayat Imunisasi Lanjutan
Vaksin Waktu
DPT/HB/Hib 18 bulan
Campak 24 bulan
Riwayat Imunisasi Lanjutan pada Usia Sekolah
Vaksin Waktu
DT, Campak 1 SD
Td 2 SD -
4
PEMERIKSAAN FISIS (17 Januari 2018)
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Laju nadi : 112 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup
- Laju napas : 32 x/menit, teratur
- Suhu : 36.8ºC (aksila)
5
Status Gizi
BB/U = BB aktual / BB ideal x 100 %
30/24 x 100 % = 125 % Berat badan lebih
TB/U = TB aktual / TB ideal x 100 %
124/125 x 100% = 99,2 % Perawakan Normal
BB/TB = BB Aktual / BB Ideal berdasarkan TB aktual x 100%
30/24 x 100% = 125 % Obesitas
6
STATUS GENERALIS
Kepala
- Bentuk : Bentuk bulat, moonface (+) warna rambut hitam,
normocephal (LK 50 Cm)
- Kulit : Pucat (+), petechie (+), purpur (+), ekimosis (+)
- Mata : mata tidak cekung, konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-).
- Telinga : Bentuk normal (normotia), simetris, serumen (-/-)
- Hidung : Pernapasan cuping hidung(-), sekret (-).
- Tengggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
- Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis (-)
Leher
- KGB : Tidak membesar
7
Thoraks
Paru
- Inspeksi : Dada simetris (+), retraksi dinding dada (-).
- Palpasi : Vocal fremitus kedua lapang paru sama.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
- Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
- Palpasi : Tidak dilakukan.
- Perkusi : Tidak dilakukan.
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
- Inspeksi : Permukaan datar.
- Auskultasi : Bising usus (+).
- Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani.
Ekstremitas
- Superior : Akral teraba hangat, waktu pengisian kapiler kurang dari 2 detik,
edema (-)
- Inferior : Akral teraba hangat, waktu pengisian kapiler kurang dari 2 detik,
edema (-)
8
PEMERIKSAAN PENUNJANG (15 Januari 2018)
RESUME
Pasien datang diantar keluarga ke Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit
Sekarwangi dengan keluhan gusi berdarah sejak 7 jam sebelum masuk rumah
sakit. darah yang keluar berwarna merah segar dan kental. Menurut orang tua
pasien darah yang keluar berasal dari gusi depan dan belakang yang keluar secara
spontan. Tidak ada gigi berlubang atau pun riwayat trauma. Sejak 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit, pasin mengeluhkan timbul memar-memar kebiruan
seluruh tubuh. Memar-memar tersebut berada di tempat berbeda tanpa didahului
adanya trauma. Memar awalnya timbul pada daerah tangan yang berjumlah 5
buah. Memar semakin bertambah dan menyebar ke wajah, kaki, perut serta
punggung Sebelum timbul memar-memar tersebut, terlebih dahulu timbul bintik-
bintik merah yang lalu yang menyebar di seluruh tubuh. Bintik – bintik tersebut
kemudian menghilang dalam waktu digantikan oleh memar-memar. Sejak 4 bulan
yang lalu memar-memar dan bintik-bintik merah tersebut sudah timbul namun
sudah sempat berkurang, namun saat ini memar tersebut timbul dan bertambah
banyak. Pasien tampak lemas dan nafsu makan pasien menurun. Sebelumnya
pasien sudah pernah mengalami keluhan yang serupa, menurut ibu pasien keluhan
ini timbul kembali setelah obat yang dikonsumsi pasien diturunkan dosisnya.
9
Pasien sudah pernah seperti ini sebelumnya, keluhan pertama kali
dirasakan sejak 4 bulan yang lalu, keluhan awalnya yaitu bintik-bintik merah kecil
seperti bekas gigitan nyamuk seluruh badan, sebelumnya keluhan tersebut diawali
demam yang terus menerus, pasien mengatakan satu bulan sebelum timbul
keluhan demam tersebut pasien melakukan imunisasi di sekolahnya, tepatnya
pada bulan Agustus saat pasien duduk di kelas 2 SD, pasien mengatakan
imunisasi yang dilakukan yaitu imunisasi rubella. Karena demam tak kunjung
mereda ibu pasien saat itu memutuskan untuk membawa pasien ke puskesmas dan
diberi obat penurun panas namun demamnya tidak kunjung turun, kemudian ibu
pasien memutuskan membawa pasien berobat ke dokter umum karena selain
selain demam, timbul bintik-bintik yang menyebar di seluruh tubuh. Saat berobat
ke dokter umum, dokter umum menyarankan untuk membawa pasien ke Rumah
Sakit. Di Rumah Sakit dokter yang merawat mengatakan kemungkinan besar
pasien mengalami gangguan atau penyakit yang di sebut dengan idiopatik
trombositopenia purpura.
Pemeriksaan Fisik: Tekanan darah 100/70 mmHg, laju nadi 112 x/menit,
reguler, kuat angkat, isi cukup, laju napas 32 x/menit, teratur, suhu: 36.8ºC
(aksila), pucat (+), moonface (+),purpura (+) petechie (+), ekimosis di seluruh
badan.
Pada pemeriksaan penunjang dapat tanggal 15 Januari 2018 didapatkan:
nilai hemoglobin 10.0 Gr%, thrombosit 20.000/mm3, dan hematocrit 30%
DIAGNOSIS KERJA
Idiopatik trombositopenia purpura kronik
10
PENATALAKSANAAN
Inj. Metil Prednisolon 14 mg / kg / hari IV 150 mg/hari 3x150 mg IV pelan
encerkan sd 10 cc via syringe pump habis dalam 1 jam
Ranitidin 3 x 1 ampul IV, 30 menit sebeluk inj metil prednisolone
Omeprazole 20 mg 1 x 1 tabel per oral
Asam tranexamat 3 x 1 ampul IV
Curcuma 1 x 1 tab per oral
D ½ NS 15 tpm makro
Diet nasi + lauk
PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : Dubia ad malam
- Quo ad Functionam : Dubia ad malam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad malam
FOLLOW UP
Tanggal Hasil Pemeriksaan
18 Januari 2018 S: Perdarahan baru (-) sesak (-) menurut ibu pasien bintik
kemerahan tidak berkurang (tampak sama) dengan 1 hari
yang lalu, BAK dan BAB tidak ada keluhan, nyeri ulu hati
(-)
11
Pulmonal: suara dasar vesikuler kanan=kiri, Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen: Soepel, Bising usus (+), Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2” petechie (+), purpura
(+)
Laboratorium
Gula darah HGT: 130
12
Kepala: Konjungtiva anemis (-/-) Sklera Ikterik (-/-)
Wajah moonface
Leher: Pembesaran KGB (-) Faring hiperemis (-) T1/T1
Thorax: Cor: BJ1/BJ regular gallop (-), murmur (-).
Pulmonal: suara dasar vesikuler kanan=kiri, Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen: Soepel, Bising usus (+), Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2” petechie (+), purpura
(+) Hematom (+)
Laboratorium:
Gula Darah HGT 140
13
Trombofob salep 2 dd ue
20 Januari 2018 S: Perdarahan baru (-) sesak (-) menurut ibu pasien bintik
kemerahan tidak berkurang (tampak sama)
Laboratorium
Hemoglobin: 12.5 Gr%
Leukosit: 7.000/mm3
Thrombosit: 17.000/mm3
Segmen: 82
Limfosit: 18
Hematokrit: 36%
Ureum: 17mg/dl
Creatinin serum: 0.5 mg/dl
SGOT: 13 U/L
SGPT: 16 U/L
14
A: Idiopatik trombositopenia purpura kronik
P: D ½ NS 15 tpm makro
Injek metil prednisolone 3x 150 mg IV pelan encerkan
sampai dengan 10 cc via syringe pump habis dalam 1 jam
Ranitidin 3x 1 ampul IV, 30 menit sebelum injek metil
prednisolone
Omeprazol 1 x 20 mg per oral
Asam tranexamat 3 x 1 ampul IV
Curcuma 1 x 1 tab per oral
D ½ NS 15 tpm makro
Diet nasi + lauk
Post inj metil prednisolone » cek DPL evaluasi
ureum/kreatinin + SGOT/SGPT
Observasi KU, VS, TD/8 jam
Cek GDS stick/24 jam
Trombofob salep 2 dd ue
21 Januari 2018 S: Perdarahan baru (-) sesak (-) menurut ibu pasien bintik
kemerahan tidak berkurang (tampak sama)
15
Abdomen: Soepel, Bising usus (+), Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2” petechie (+), purpura
(+)
Laboratorium
Hemoglobin: 12.6 Gr%
Leukosit 7.300/mm3
Trombosit 23.000/mm3
Hematokrit 36%
16
Thorax: Cor: BJ1/BJ regular gallop (-), murmur (-).
Pulmonal: suara dasar vesikuler kanan=kiri, Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen: Soepel, Bising usus (+), Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2” petechie (+), purpura
(+), hematom (+)
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
2. EPIDEMIOLOGI
3. ETIOLOGI
18
Epstein-Barr dan HIV. Virus Epstein-Barr terkait dengan ITP biasanya dalam
waktu singkat, sedangkan HIV yang terkait dengan ITP biasanya kronik.2 Selain
itu juga ada hubungannya dengan infeksi virus yang lain seperti sitomegalovirus,
rubella, varicella-zooster virus, hepatitis A, B, dan C. Namun demikian. Tidak ada
hubungannya antara beratnya penyakit infeksi virus dengan derajat
trombositopenia.3
4. PATOFISIOLOGI
19
terjadinya penekanan terhadap produksi trombosit. Sedangkan pada ITP kronis
mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit
autoimun lainnya, yang berakibat terbentuknya antibodi spesifik terhadap
trombosit.1
Hal tersebut di atas yang menjelaskan mengapa beberapa cara pengobatan
terbaru yang digunakan dalam penatalaksanaan ITP memiliki efektifitas terbatas,
disebabkan mereka gagal mencapai target spesifik jalur imunologis yang
bertanggung jawab pada perubahan produksi dan destruksi dari trombosit.1
Saat ini telah didapati bukti yang meyakinkan bahwa sindrom ITP akibat
destruksi trombosit yang diperantai proses imunologis dan salah satu teori yang
ada yang dapat menerangkan ITP berdasarkan kasus yang terbanyak adalah
pendestruksian trombosit oleh sistem kekebalan (imun), karena dapat menurunkan
jumlah trombosit (trombositopenia). Antigen membran trombosit yang dikenal
dan menjadi sasaran pengrusakan sistem imun adalah PLA-1 dan HLA. Semua
individu mengandung HLA yang spesifik untuk dirinya sendiri (hanya 98%
manusia yang sel trombositnya mengandung Ag PLA-1). 3
Sistem kekebalan yang berperan dalam menghancurkan trombosit adalah Ab
anti-trombosit, sistem komplemen, sel fagosit dan sistem Retikulo Endotelial
(RES). Terbentuknya Kompleks Imun (KI), dapat meningkatkan clearance
trombosit oleh sistem monosit-makrofag sebagai sel fagosit, melalui mekanisme
chemotaxis, attachment fagositosis/endocitosis, intracell process/engulf dan
exoxytosis. 3
Platelet survival. Trombosit, fragmen sitoplasmik anuklear berasal dari
megakariosit sumsum tulang, beredar dalam darah selama 7-10 hari hingga
akhirnya dibuang oleh sistem retikuloendotelial atau beragregrasi di lokasi cedera
subendotelial pada pembuluh darah. Usia trombosit pada ITP berkurang drastis.
Semkin rendah jumlah trombosit semakin rendah pula usia edarnya. Berdasarkan
penelittian, berkurangnya usia trombosit merupakan akibat proses ektrisnsik dari
trombosit. 3,4
20
Peran antibodi trombosit. Trombositopenia pada ITP merupakan akibat dari
kerja autoantibodi terhadap trombosit. Ab anti-trombosit digolongkan atas
alloantibody terutama terhadap Ag trombosit yaitu Ag PLA-1 dan Ag HLA. Dua
persen populasi tanpa PLA-1. Bila mereka mendapat transfusi trombosit yang
mengandung PLA-1, dapat terjadi purpura pasca transfusi (PPT). Karena pasca
transfusi tersebut, resipien berespon mensintesa antibodi anti PLA-1 (donor).
Ikatan antara antibodi anti PLA-1 dengan PLA-1 pada trombosit donor
membentuk KI. KI tersebut dihancurkan melalui dua mekanisme. Pertama, terjadi
sitolisis oleh komplemen karena reaksi KI dengan komplemen. Kedua, KI yang
telah diopsonisasi komplemen meningkatkan daya kemotaksis. Attachment
monosit-makrofag memfagositosis serta menghancurkan KI (anti trombosit). KI
tersebut juga dapat menempel pada trombosit resipien pada reseptor Fc-R
sehingga berfungsi sebagai faktor kemotaksis. Sistem monosit-makrofag
memfagositosis trombosit resipien tersebut. Kemudian, dihancurkan dalam
phegolisozym oleh enzim dan peroxide atau SRE. Ibu hamil yang trombositnya
tidak mengandung PLA-1, dapat disensitisasi oleh trombosit janinnya yang
mempunyai PLA-1 (dari ayah). Dengan ini, ibu akan berespon mesintesa IgG anti
PLA-1 dan ditransfer lewat plasenta ke janin, sehingga menimbulkan Neonatal
Isoimmune Thrombocytopenia (NIT). 3
5. GEJALA KLINIS
Awitan biasanya akut. Memar dan ruam petekie menyeluruh terjadi 1-4
minggu setelah infeksi virus atau pada beberapa kasus tidak ada penyakit yang
mendahului. Gambaran klasik pada ITP ialah mengenai anak yang sebelumnya
sehat dan mendadak timbul petekie, purpura, dan ekimosis yang dapat tersebar ke
seluruh tubuh, biasanya asimetris, dan mungkin mencolok di tungkai bawah.1,4
Keadaan ini kadang-kadang dapat dijumpai pada selaput lendir terutama hidung
dan mulut sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi dan bahkan tanpa
kelainan kulit.2
21
Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menoragia,
hematuria), traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva,
retina) dan yang terberat namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP
(perdarahan subdural dan lain-lain). Pada pemeriksaan fisik umumnya tidak
banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekie dan ekimosis. Mungkin pula
ditemukan demam ringan bila terdapat perdarahan berat atau perdarahan traktus
gastrointestinal. Renjatan (shock) dapat terjadi bila kehilangan darah banyak.2
22
Ketika onsetnya insidius atau kambuhan, khususnya pada remaja, kemungkinan
ITP nya bersifat kronis atau trombositopenianya merupakan manifestasi dari
penyakit sistemik seperti systemic lupus erythematosus lebih besar.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
23
1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum, misalnya
panas, penuruunan berat badan, kelemahan , nyeri tulang, pembesaran
hati dan atau limpa.
2. Kelainan eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan darah tepi.
3. Kasus yang akan diterapi dengan steroid, baik sebagai pengobatan awal
atau yang gagal diterapi denan immunoglobulin intravena.
7. DIAGNOSIS1
24
Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya
perdarahan tipe trombosit (platelet-type bleeding), yaitu petekie, purpura,
perdarahan konjungtiva, atau perdarahan mukokutaneus lainnya. Perlu dipikirkan
kemungkinan suatu penyakit lain, jika ditemukan adanya pembesaran hati dan
atau limpa, meskipun ujung limpa sedikit teraba pada lebih kurang 10% anak
dengan ITP.
Selain trombositopenia, pemeriksaan darah tepi lainnya pada anak dengan
ITP umumnya normal sesuai dengan umurnya. Pada lebih kurang 15% pasien
didapatkan anemia ringan karena perdarahan yang lainnya. Pemeriksaan hapusan
darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan pseudotrombositopenia,
sindroma trombosit raksasa yang diturunkan (inheriated giant platelet syndrome)
dan kelainan hematologi lainnya. Trombosit yang imatur (megatrombosit)
ditemukan pada sebagian besar pasien. Pada pemeriksaan dengan flow cytometry
terlihat trombosit pada ITP lebih aktif secara metabolik, yang menjelaskan
mengapa dengan jumlah trombosit yang sama, perdarahan lebih jarang didapatkan
pada ITP dibanding pada kegagalan sumsum tulang. Pemeriksaan laboratorium
sebaiknya dibatasi terutama pada saat terjadinya perdarahan dan jika secara klinis
ditemukan kelainan yang khas.
Perlu tidaknya pemeriksaan aspirasi sumsum tulang secara rutin dilakukan
pada anak dengan dugaan ITP, masih menimbulkan perbedaan pendapat diantara
para ahli. Umumnya pemeriksaan ini dilakukan pada kasus yang meragukan,
namun tidak pada kasus-kasus dengan manifestasi klinik yang khas. Beberapa ahli
berpendapat bahwa leukemia tidak pernah nampak dengan trombositopeni saja,
tapi tidak semua rumah sakit berpengalaman dalam pemeriksaan hapusan darah
pada anak. Pemeriksaan sumsum tulang dianjurkan pada kasus-kasus yang tidak
khas, misalnya pada:
1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum, misalnya
panas,penurunan berat badan, kelemahan, nyeri tulang, pembesaran hati
dan atau limpa.
2. Kelainan eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan darah tepi.
25
3. Kasus yang akan diterapi dengan steroid, baik sebagai pengobatan awal
atau yang gagal diterapi dengan immunoglobulin intravena.
26
antifosfolipid. Pada anak yang menderita varisela yang disertai trombositopenia
perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti, sebab meskipun jarang namun
dapat mengancam jiwa berhubungan dengan kekurangan protein S yang didapat
dan thrombosis mikrovaskuler.
ITP Kronis1
ITP dikatakan kronis jika trombositopeni menetap hingga lebih dati 6
bulan. Insiden kelianan ini berkisar 1 dalam 250.000 anak tiap tahun, termasuk
10%-20% dari anak dengan ITP. Masih belum jelas apakah ITP akut dan kronis
merupakan kelaianan yang berbeda. Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada
anak yang lebih tua, terutama wanita muda. Biasanya disertai suatu penyakit yang
mendasari atau didapatkan bukti adanya suatu perubahan iminuitas.
Pada pemahaman yang tepat tentang perjalanan alamiah ITP kronis pada
anak sangat bermanfaat bagi suatu pengobatan yang rasional untuk kelaianan
tersebut yang masih kontroversial. Ada yang berpendapat bahwa pasien ITP
kronis akan mengalami perdarahan berulang yang memerlukan splenektomi, infus
IVIG yang teratur, atau obat-obat imunosupresan. Namun pandangan tersebut
ditentang oleh beberapa kelompok peneliti yang berdasarkan suatu studi kasus
yang besar mendapatkan bahwa sebenarnya ITP kronis merupakan suatu kondisi
yang ringan, hanya sedikit diantara mereka yang mengalami perdarahan yanga
berat.
Banyak diantara anak dengan ITP kronis dapat mempertahankan jumlah
trombosit mereka > 30.000/mm3 tanpa suatu terapi. Pada suatu pengamatan
jangka panjang anak dengan ITP kronis memperlihatkan bahwa kesembuhan
dalam jangka waktu yang lama masih bisa terjadi bahkan sampai > 10 tahun.
Diperkirakan angka kesembuhan spontan setelah 15 tahun berkisar 61%, hampir
sama dengan 63% pada penelitian yang lain.
Karena ITP kronis umumnya ringan dan kesembuhan spontan kadang-
kadang masih bisa terjadi, maka pegobatan sifatnya individual. Kecuali
27
splenektomi, tidak ditemukan data yang memperlihatkan manfaat dari berbagai
macam terapi ITP kronis yang ada. Pada pasien yang mengalami perubahan
kualitas hidup karena trombositopenia yang berat dan perdarahan (atau ketakutan
akan hal tersebut pada sebagian pasien, orang tua atau dokter yang merawat) perlu
dipertimbangkan untuk dilakukan splenektomi.
Banyak diantara pasien ITP kronis yang tidak sembuh, meskipun dengan
trombositopeni yang sedang tidak disertai gejala klinis berarti. Sebagian besar
dapat hidup dengan perdarahan ringan pada kulit dan sedikit keterbatasan,
pengobatan sebaiknya diberikan jika dilakukan tindakan pembedahan dan
kecelakaan.
8. DIAGNOSIS BANDING1
- Perawakan pendek
Anemia Fanconi - Pansitopenia karena
- Hiperpigmentasi kulit anemia aplastik
- Kelainan ginjal
- Mikrosefali
- Mikroftalmi
28
- Tidak ada kelainan
Trombositopenia skeletal seperti pada - Trombositopenia
amegakariositik sindrom TAR pada periode neonatal
- Splenomegali
- Hepatomegaly
(mungkin)
Anemia aplastik
- Pansitopenia
- Riwayat lelah, - Neutropenia berat
perdarahan atau infeksi - Hitung retikulosit
burung rendah
- Trombositopenia
- Masaa di abdomen karena metastasis ke
sumsum tulang
- Ada sindrom
paraneoplastik
29
Obat-obatan asam folat rendah
- Defisit neurologik
karena defisiensi vit
B12
Peningkatan destruksi
Trombosit - Riwayat penggunaan
obat atau perubahan
Imun dosis obat
Neonatal allomimune
Trombositopenia
- Obat-obatan
- Hitung trombosit ibu
normal
- Petekie menyeluruh
- Infeksi HIV beberapa jam setelah
(human lahir
immunodeficien
cy virus) - Riwayat penggunaan
obat atau perubahan
dalam dosis - Kelainan sebagian
- Purpura pasca atau seluruh deret sel
transfuse - Konfirmasi diagnostic
- Gejala dan tanda serologi HIV
infeksi sistenik HIV
30
H7, Shigella sp) meningkat
- Gagal ginjal
- Anemia mikrositik
- Tanda / gejala sepsis mikroangiopati
(demam, takikardi,
hipotensi) - Kadar fibrinogen
menurun
- D- dimer
Penyakit jantung
sianotik - Polisitemia
kompensasi
Gangguan kualitas
trombosit
- Trombosit 20.000-
100.000/mcL
Sindrom Bernard- - Menurun secara X- - Trombosit sangat
soulier linked kecil
- Eksema
- Infeksi berulang karena
defisiensi imun - Ukruan trombosit
besar, kadang lebih
- Menurun secara besar dari limfosit
Anomaly may- hegglin dominan autosom
- Sering ada ekimosis,
perdarahan gusi dan
gastrointestinal - Ukuran trombosit
raksaksa (Giant
Sindrom gray platelet - Menurun secara platelet)
dominan autosom - Ada inclusion bodies
Sekustrasi - Kebanyakan pasien pada leukosit (Dohle
asimtomatilk bodies)
Sindrom Kasabach-
merritt - Perdarahan ringan - Trombosit kelihatan
oval dan pucat
31
hemangioendothelioma
pada periode neonatal
9. PENATALAKSANAAN
32
Sebagian besar pasien ITP pada anak tidak perlu dirawat di rumah sakit.
Suasana rumah sakit (bangsal anak) yang sibuk dan ribut tidak lebih baik dari
pada lingkungan rumah sendiri. Pasien dapat control di poliklinik 1 -2 kali
semingu, dengan pemeriksaan darah lengkap dan jumlah trombosit. Bila jumlah
trombosit sudah mulai meningkat, biasanya filakukan dalam 1-2 minggu maka
pemeriksaan darah lengkap dan jumlah trombosit boleh dilakukan tiap 2-3 minggu
sekali sampai kembali pada nilai normalnya.
Sebagian besar 80% pasien biasanya dapat sembuh sempurna secara
spontan dalam waktu kurang dari 6 bulan. Pada beberapa kasus ITP pada anak
didapatkan perdarahan kulit yang menetap, perdarahan mukosa, atau perdarahan
internal yang mengancam jiwa yang memerlukan tindakan atau pengobatan
segera. Transfuse trombosit jarang dilakukan dan biasanya tidak efektif, karena
trombosit yang ditransfusikan langsung dirusak.
Kekambuhan secara mendadak biasanya jarang didapatkan. Pada pasien
yang jumlah trombositnya tidak mencapai nilai normal dalam 6 bulan, maka
diagnosisnya berubah menjadi ITP kronik.
Pengobatan yang biasa diberikan pada anak dengan ITP meliputi
kortikosteroid peroral, immunoglobulin intravena (IVIG), dan yang terakhir, anti
– D untuk pasien dengan rhesus D positif. Pengobatan-pengobatan tersebut di atas
potensial memberikan efek samping yang serius, sehingga penting bagi kita untuk
mempertimbangkan risiko-risiko tersebut agar tidak merugikan pasien (“primum
non nocere”). Oleh sebab itu pengobatan pada anak yang menderita ITP sebagian
besar tetap berdasarkan pada pengalaman pribadi, pendekatan filosofi dan
pertimbangan-pertimbangan praktis.
Splenektomi jarang dilakukan pada anak dengan ITP dan hanya
dianjurkan pada perdarahan hebat yang tidak memberikan respons terhadap
pengobatan, dan dilakukan setelah menjadi ITP kronis (>6 bulan). Angka
kegagalan splenektomi berkisar 25-30%, dan mungkin lebih besar (>60%) dengan
pengamatan jangka panjang. Splenektomi, meskipun jarang berhubungan dengan
33
peningkatan risiko terjadinya sepsis walaupun telah diberikan vaksin
pneumokokus dan profilaksis penisilin.
Beberapa pengobatan lain yang pernah dilaporkan bisa diberikan pada
anak dengan ITP adalah: gammainterferon, transfuse tukar plasma dan protein A-
immunoadsoption, alkaloid Vinca (vinkristin dan vinblastine), danazol, vitamin C
dan siklofosfamid.
Pada keadaan tertentu, seperti adanya gejala neurologis, perdarahan
internal, atau pembedahan darurat memerlukan intervensi segera.
Metilprednisolon (30 mg/KgBB/hr maksimal 1 gr/hr selamam 2-3 hari) sebaiknya
diberikan secara intravena dalam waktu 20-30 menit bersamaan dengan IVIG (1
gr/KgBB/hari selama 2-3 hr) dan transfusi trombosit 2 - 3 kali lipat dari jumlah
yang biasa diberikan, vinkristin mungkin bisa dipertimbangkan sebagai bagian
dari kombinasi tersebut. Perlu keadaan dimana terjadi perdarahan hebat yang
menetap, pemberian IVIG dosis tinggi bisa diperpanjang sampai lima hari,
bersama dengan transfuse trombosit secara terus-menerus (1 unit tiap jam).
Steroid
Sebelum era IVIG, kortikosteroid peroral merupakan pengobaan utama pada
ITP karena dipercaya dapat menghambat penghancuran trombosit dalam sistem
retikuloendotelial dan mengurangi pembentukan antibodi terhadap trombosit oleh
limfosit B, serta mempunyai efek stabilisasi kapiler yang dapat mengurangi
perdarahan.1,5
Sediaan glokokortikoid (prednison, prednisolon). Dosis yang biasa
digunakan ialah 1-2 mg/kgBB/hari selama kurang lebih 2-3 minggu. Penelitian
terbaru menunjukkan respon yang lebih cepat (secepat IVIG) dalam menaikkan
jumlah trombosit pada dosis prednison yang lebih tinggi (4 mg/KgBB/hari) jangka
pendek. Pilihan pengobatan ini mungkin yang paling sesuai untuk ITP pada anak
dengan gejala yang nyata dan mengganggu (sedang secara klinis).
34
Ada pula yang memakai dosis 10-30 mg/kgBB/hari, intravena, selama
beberapa hari. Pemberian steroid biasanya mempercepat kenaikan jumlah
trombosit, tetapi tidak mengubah morbiditas ataupun mortalitas.5
35
jumlah trombosit dalam waktu cepat (umumnya dalam 48 jam), sehingga
pengobatan pilihan untuk ITP dengan perdarahan yang serius (berat secara klinis).
Imunoglobulin anti-D
Pengobatan dengan imunoglobulin anti-D efektif pada anak dengan rhesus
positif dan memiliki keuntungan yaitu berupa suntikan tunggal dalam waktu
singkat. Namun selain mahal, dilaporkan adanya hemolisis dan anemia yang
memerlukan transfusi darah setelah dilakukannya pengobatan ini.1,2,4
Terdapat beberapa penelitian yang membandingkan kombinasi dari
beberapa pilihan pengobatan meliputi tanpa terapi, prednison peroral,
metilprednisolon dosis tinggi, IVIG, dan imunoglobulin anti-D intravena. Dari
penelitian-penelitian di atas dapat disimpulkan adanya kemajuan yang pesat dalam
beberapa tahun untuk menetapkan cara tercepat meningkatkan jumlah trombosit
pada pasien ITP. Namun tidak ada penelititan yang menyinggung tentang
toksisitas, biaya, dan kesulitan-kesulitan dari pengobatan tersebut. Semua
pengobatan di atas hanya untuk meningkatkan jumlah trombosit yang rendah, tapi
tidak mengobati penyakit yang mendasarinya, sehingga kekambuhan sering
terjadi.1
Meskipun proses kesembuhan secara spontan pada anak dengan ITP
mungkin dipercepat dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi atau IVIG,
respon tersebut sering hanya bersifat sementara dan tidak memberi perlindungan
terhadap komplikasi perdarahan hebat yang dapat mengancam jiwa. Juga tidak
didapatkan data yang menunjukkan bahwa pengobatan tersebut menurunkan
kemungkinan menjadi ITP kronis. Pemberian steroid jangka panjang sebaiknya
dihindari karena risiko efek samping yang mungkin lebih membahayakan
penyakitnya sendiri.
36
Splenektomi
Dari berbagai laporan kasus, dengan observasi yang konsisten dan frekuensi
remisi setelah splenektomi serta hasil yang sama pada pasien dewasa,
menunjukkan bahwa splenektomi merupakan pengobatan efektif. Sekitar 72%
anak dengan ITP yang dilakukan splenektomi mengalami remisi lengkap. Namun
demikian splenektomi hanya dipertimbangakan untuk kasus dengan perdarahan
berulang yang gagal dengan pengobatan medikamentosa dan penyakitnya telah
berlangsung selama 12 bulan sejak diagnosa ditegakkan.1,2
Perlu diingat pula bahwa kematian pasca splenektomi akibat infeksi berat
(sepsis) dilaporkan sebesar 1 per 300 – 1000 pasien per tahun. Sebelum tindakan
splenektomi sebaiknya pasien diimunisasi terlebih dahulu terhadap haemophillus
influenzae B, pneumococcus dan meningococcus. Pemberian preparat Penisilin
pasca splenektomi juga dianjurkan untuk seumur hidup.2,4
37
10. KOMPLIKASI
11. PROGNOSIS
Anak dengan yang didiagnosa menderita ITP memiliki prognosis yang baik.
Kira-kira 80% - 90% anak dengan ITP menderita episode perdarahan akut, yang
akan pulih dengan jumlah trombosit yang normal dalam waktu 6 bulan.1-3
Prognosis ITP kronik kurang baik, terutama bila merupakan stadium
praleukemia karena akan berakibat fatal. Pada ITP kronik yang bukan merupakan
stadium praleukemia, bila dilakukan splenektomi pada waktunya akan didapatkan
angka remisi sekitar 90%.2
38
39