OLEH:
NIM; A1C415020
DOSEN PENGAMPU
UNIVERSITAS JAMBI
2017
LANDASAN TEORI
Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan oleh tumbuhan sebagai komponen medium
pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam medium,
pertumbuhan sangat terhambat bahkan tidak mungkin tidak tumbuh sama sekali.
Pembentukan kalus dan organ-organ ditentukan oleh penggunaan yang tepat dari zat pengatur
tumbuh tersebut. Zat pengatur tumbuh digunakan untuk memacu pertumbuhan
tanaman.Namun, di samping dapat memacu, zat ini pun dapat menghambat pertumbuhan
tanaman yang tidak dikehendaki.Penggunaan zat pengatur tumbuh dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya gugur bunga dan buah, memperbaiki mutu buah, dan meningkatkan
hasil buah (Setiadi, 2006: 123). Menurut Setyawan (2016 : 23) Zat pengatur tumbuh
merupakan senyawa organik atau hormon yang mampu mendorong, mengatur dan
menghambat proses fisiologis tanaman .
Hendaryono dan Wijayani (1994: 56) menyatakan Zat pengatur tumbuh dalam tanaman
terdiri dari lima kelompok yaitu Auksin, Giberelin, Sitokinin, Etilen dan Inhibitor dengan
cirri khas serta pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis. Zat pengatur tumbuh
sangat diperlukan sebagai komponen medium bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa
penambahan zat pengatur tumbuh dalam medium, pertumbuhan sangat terhambat bahkan
tidak mungkin tidak tumbuh sama sekali.
Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua jenis tanaman lain dari hormon ini
adalah IAA atau Asam Indol Asetat. Hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung
akar, fungsi dari hormone auksin ini adalah membantu dalam proses mempercepat
pertumbuhan baik pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang (Campbell, 2004: 234).
Menurut Gardner (1999: 176) Auksin mengatur proses di dalam tubuh tanaman dalam
morfogenesis. Misalnya kuncup lateral dan pertumbuhan akar dihambat oleh auksin namun
permukaan pertumbuhan akar baru digalakkan pada jaringan kalus. Konsentrasi auksin yang
berlebihan menyebabkan ketidaknormalan seperti epinasti. Auksin mempengaruhi
pengembangan dinding sel dimana mengakibatkan berkurangnya tekanan dinding sel
terhadap protoplas. Maka karena tekanan dinding sel berkurang, protoplas mendapat
kesempatan untuk meresap air dari sel-sel yang adadi bawahnya karena sel-sel yang ada di
dekat titik tumbuh mempunyai nilai osmotis yang tinggi.
TUJUAN PERCOBAAN
PELAKSANAAN PERCOBAAN
Gelas aqua
Pipet tetes
Gelas ukur
Polybag
SileT
1. Prosedur kerja
Dibuat larutan auksin dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100 %
Dimasukkan ujung tanaman Begonia ke masing-masing perlakuan dan sebagai control
dimasukkan kedalam aquades
Ditunggu selama 1-2 jam
Dipindahkan potongan tanaman ke dalam polybag pada tempat yang terang
Diamati selama seminggu dan ditambahkan aquades jika permukaan hara kurang
Diamati jumlah dan panjang akar yang terbentuk
1. Hasil Percobaan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil pengamatan selama
seminggu seperti pada tabel berikut:
1. 100% = 11 mm
2. 75% = 8,64 mm
3. 50% = 7,1 mm
4. 25% = 7,09 mm
5. 0% = 5,26 mm
6. Pengaruh auksin terhadap pembentukan akar
1. 100% = 2,96 mm
2. 75% = 2,68 mm
3. 50% = 2,48 mm
4. 25% = 2,12 mm
5. 0% = 2,02 mm
Pembahasan
Zat pengatur tumbuh pada tanaman dapat didefinisikan sebagai senyawa organik bukan hara,
yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan merubah proses fisiologi
tumbuhan. Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen medium bagi
pertumbuhan dan diferensiasi.
Praktikum kali ini dilakukan pengamatan terhadap pengaruh panjang tanaman terhadap
penggunaan zat pengatur tumbuh. ZPT yang digunakan adalah air kelapa yang didalamnya
terkandung hormone auksin dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan
pendapat Samudro (2014: 4) yang menyatakan bahwa air kelapa mempunyai potensi besar
untuk dijadikan pupuk pertanian, karena ia juga memiliki kandungan nitrogen, zat pengatur
tumbuh (ZPT) berupa auksin, protein, asam amino, karbohidrat, senyawa organik kompleks,
air dan karbon aktif. Hormon auksin dalam hal ini berperan dalam pembelahan sel.
Konsentrasi air kelapa yang digunakan adalah sebesar 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%. Hal
ini dilakukan untuk membandingkan dan melihat perbedaan pemanjangan jaringan akar dan
batang serta jumlah dan panjang akar yang terbentuk. Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan, pada perlakuan pertama dengan pengamatan terhadap pengaruh auksin terhadap
pemanjangan jaringan, bagian hipokotil kecambah yang direndam air kelapa dengan
konsentrasi 100% memiliki panjang rata-rata sebesar 11 mm, konsentrasi 75 % memilikin
panjang rata-rata sebesar 8,64 mm, konsentrasi 50 % memiliki panjang rata-rata sebesar 7,1
mm, konsentrasi 25 % memiliki panjang rata-rata 2,12 mm, dan konsentrasi 0 % sebagai
kontrol panjang rata-ratanya adalah 5,26 mm.
Percobaan kedua, dilakukan perendaman pada batang Begonia sp. didalam air kelapa dengan
konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75% selama 2 jam. Setelah dua jam, batang Begonia sp. ditanam
didalam polybag yang sudah diisi dengan tanah bakar, percobaan ini dilakukan selama 1
minggu. Seperti pada tabel hasil, dapat diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan akar tanaman
Begonia sp. berturut-turut dari konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75% adalah 2,96 mm, 2,68 mm,
2,48 mm, 2,12 mm dan 2,02 mm. Auksin akan memacu sel untuk membelah secara cepat dan
bekembang menjadi tunas dan batang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Platos dalam
Suryanto (2009: 3) yang menyatakan bahwa hormon tumbuh dalam air kelapa mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman hingga 20 – 70%.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Gardner, F.P., RB. Pierce, dan R.L. Mitchl, 1995. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Diterjemahkan oleh H. Susilo. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Suryanto, E. 2009. Air Kelapa Dalam Media Kultur Anggrek. http:// eshaflora
.com/index.php?option=com.content&task=view&id=103<emid=61. Diakses tanggal 30 Mei
2017.
1. LANDASAN TEORI
Pengatur tumbuh digunakan untuk memacu pertumbuhan tanaman. Namun, di samping dapat
memacu, zat ini pun juga dapat menghambat pertumbuhan dari tanaman yang tidak
dikehendaki. Penggunaan zat pengatur tumbuh dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
gugur bunga dan buah, memperbaiki mutu buah, serta meningkatkan hasil buah ( Zat Setiadi,
2006: 123)
Zat pengatur tumbuh merupakan suatu senyawa organik kompleks alami yang di sintesis oleh
tanaman tingkat tinggi, dan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Dalam kultur jaringan, ada dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting yaitu
sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis
dalam kultur sel, jaringan dan organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh
yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah
perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin atau sitokinin eksogen, mengubah level zat
pengatur tumbuh endogen sel. ZPT (zat pengatur tumbuh) dibuat agar tanaman memacu
pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau
menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon
dengan baik (Heddy, 2000).
Menurut Sutisna (2010) Auksin sebagai salah satu hormon tumbuh bagi tanaman mempunyai
peranan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dilihat dari segi fisiologi,
hormon tumbuh ini berpengaruh terhadap pengembangan sel, phototropisme, geotropisme,
apikal dominasi, pertumbuhan akar (root initiation), parthenocarpy, abisission, pembentukan
callus (callus formation) dan respirasi.
Hormon auksin adalah salah satu hormone dalam pertumbuhan pada semua jenis tanaman
lain, dari hormone ini meliputi IAA atau Asam Indol Asetat. Hormon auksin ini terletak pada
ujung batang dan ujung akar, fungsi dari hormon auksin ini sendiri adalah membantu proses
mempercepat pertumbuhan, baik pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang (Campbell,
2004: 234).
Konsentrasi yang tinggi akan bersifat menghambat. Auksin mengatur proses di dalam tubuh
tanaman dalam morfogenesis. Misalnya kuncup lateral dan pertumbuhan akar dihambat oleh
auksin namun permukaan pertumbuhan akar baru digalakkan pada jarinngan kalus.
Konsentrasi auksin yang berlebihan dapat menyebabkan ketidak normalan seperti epinasti.
Auksin mempengaruhi pengembangan dinding sel dimana mengakibatkan berkurangnya
tekanan dinding sel terhadap protoplas. Maka karena tekanan dinding sel berkurang,
protoplas mendapat kesempatan untuk meresap air dari sel-sel yang adadi bawahnya karena
sel-sel yang ada di dekat titik tumbuh mempunyai nilai osmotis yang tinggi (Gardner, 1999:
176).
2. TUJUAN
3. PELAKSANAAN PERCOBAAN
2. PROSEDUR KERJA
Dibuatlah larutan auksin dengan konsentrasi 0,1 ppm;1 ppm; 10 ppm; dan 100 ppm
Dimasukkan ujung tanaman ke masing-masing perlakuan sebagai control masukkan
ke dalam aquades
Ditunggu selama 1-2 jam
Dipindahkan potongan tanaman kedalam botol yang berisi hara lengkap, dan
diletakkan pada tempat yang terang.
Diamati selama 1 minggu dan tambahkan aquades bila permukaan hara berkurang
Diamati jumlah dan panjang akar yang terbentuk
1. HASIL
2. PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum ini kami melakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh beberapa
konsentrasi IAA (auksin) terhadap pertumbuhan akar dan proses pembentukan akar
tumbuhan. Tujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa konsentrasi IAA terhadap
pertumbuhan akar dan proses pembentukan akar tumbuhan. Percobaan ini dilakukan dengan
melakukan perendaman batang dari Phaseolus radiatus (kacang hijau) dalam konsentrasi
auksin yang berbeda dan aquades sebagai kontrol selama 1 minggu.
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sangat berperan dalam mengatur pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Dalam percobaan ini, ZPT yang digunakan yaitu air kelapa. Air
kelapa merupakan salah satu produk tanaman yang dimanfaatkan untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Dimana kaya mineral, air kelapa juga terdapat 2 hormon alami yaitu
auksin dan sitokinin yang berperan sebagai pendukung pembeelahan sel (Suryanto, 2009: 3 ).
Selanjutnya pada percobaan pengaruh auksin terhadap pembentukan akar dilakukan
memperlihatkan hasil yang signifikan. Konsentrasi penggunaan larutan air kelapa yang tinggi
akan memberikan pengaruh pemanjangan akar. Dikarenakan air kelapa mengandung
giberelin dan sitokinin serta senyawa organik lain seperti zeatin glukosida. Dilihat dari zat
yang terkandung didalamnya, terutama adanya zat tumbuh, maka penambahan air kelapa
dalam media kultur dapat membantu mendorong pertumbuhan.
Menurut Pamungkas, dkk (2009: 17 ) Kandungan auksin dan sitokinin yang terdapat dalam
air kelapa mempunyai peranan penting dalam proses pembelahan sel sehingga membantu
pembentukan tunas dan pemanjangan batang. Auksin akan memacu sel untuk membelah
secara cepat dan bekembang menjadi tunas dan batang. Ini didukung oleh hasil penelitian
Platos dalam Suryanto (2009: 3) yang menyatakan bahwa hormon tumbuh dalam air kelapa
mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman hingga 20 – 70%.
5. KESIMPULAN
Gardner, F.P., RB. Pierce, dan R.L. Mitchl, 1995. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Diterjemahkan oleh H. Susilo. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Pamungkas, F. T., Darmanti, S., dan Rahardjo, B. 2009. Pengaruh konsentrasi dan Lama
Perendaman Dalam Supernatan Kultur Bacilus sp. DUCC-BR-KI 3 Terhadap Pertumbuhan
Stek Horizontal Batang Jarak Pagar. http://eprints.i=undip.ac.id/2353/1/Publikasi Febri
JADI.pdf. diakses tanggal. 30 Mei 2017.
Suryanto, E. 2009. Air Kelapa Dalam Media Kultur Anggrek. http:// eshaflora
.com/index.php?option=com.content&task=view&id=103<emid=61. Diakses tanggal 30 Mei
2017.
LANDASAN TEORI
Zat pengatur tumbuh tanaman adalah senyawa organic yang bukan hara, yang dalam
jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologis
tumbuhan. Untuk mendapatkan hail perbanyakan bibit yang baikperlu memperhatikan media
tumbuh, di perlukan zat pengatur tumbuh (zpt) untuk menunjang pertumbuhan dan
perkembangannya. Auksin merupakan salah satu hormone yang dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar, perkembangan tunas, kegiatan sel-sel meristem, pembentukan bunga,
pembentukan buah dan terhadap gugurnya daun dan buah (Patma,2013:288).
B.TUJUAN
C.METODE PELAKSANAAN
Millimeter blok
Silet
Kapas
Botol aqua gelas
Silet
Polibeg 6
6 Begonia
Air kelapa
Aquades
2. Prosedur Kerja
Buatlah larutan auksin dengan konsentrasi 0,1 ppm, 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm
Masukkan ujung tanaman kemsing-masing perlakuan sebagai control masukan
kedalam aquades
Tunggu selama 1-2 jam
Setelah 2 jam pindahkan potongan tanaman kedalam botol yang berisi hara lengkap
dan diletakkan ditempat yang terang
Amati selama 1 minggu dan tambahkan aquades bila permukaan hara bekurang
Setelah 1 minggu amati jumlah dan panjang akar yang berbentuk
1.Hasil
Pengaruh auksin terhadap pemanjangan jaringan
Panjang hipokotil
Keterangan Control (0%)
100% 75% 50% 25%
1 10 mm 8 mm 6 mm 5 mm 5 mm
2 8 mm 8 mm 6 mm 5 mm 5 mm
3 8 mm 7 mm 5 mm 5 mm 4 mm
4 9 mm 9 mm 7 mm 6 mm 5 mm
5 7 mm 7 mm 5 mm 4 mm 4 mm
-100% = 8,4 %
-75% = 7,8%
-50% =5 %
-25% = 5 %
2. Pembahasan
Pengaruh auksin terhadap pertumbuhan jaringan tanaman diduga melalui dua cara (Aryulina,
2007):
1. Menginduksi sekresi ion H+ keluar sel melalui dinding sel. Pengasaman dinding sel
menyebabkan K+ diambil dan pengambilan ini mengurangi potensial air dalam sel.
Akibatnya air masuk ke dalam sel dan sel membesar.
2. Mempengaruhi metabolisme RNA yang berarti metabolisme protein, mungkin
melalui transkripsi molekul RNA. Auksin sintetik yang sering digunakan dalam kultur
jaringan tanaman tercantum di dalam tabel di bawah. Memacu terjadinya dominansi
apikal.
Mengapa pada perlakuan ini hasilnya sangat berbeda-beda, hal ini mungkin
disebabkan oleh beberapa factor yaitu: 1)factor suhu/temperature lingkungan; 2)factor
kelembaban/kelembaban udara; 3)factor cahaya matahari; 4)factor hormone.
E.KESIMPULAN
Auksin merupakan hormon terhadap tumbuhan yang mempunyai peranan luas terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Sifat penting auksi adalah berdasarkan
konsentrasinya, dapat merangsang dan menghambat pertumbuhan. Auksin berperan penting
dalam perubahan dan pemanjangan sel.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, D., 1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Salisbury, F. B., dan Ross, C. W., 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press, Bandung.
B. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan diketahui bahwa Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
yang berperan penting dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ZPT (Zat
Pengatur Tumbuh) adalah zat yang dihasilkan secara buatan (sintetis) dengan campur tangan
manusia ataupun melalui rekayasa dan biasanya ZPT ini berhubungan dengan kimia. Secara
umum hormon adalah molekul-molekul yang kegiatannya mengatur reaksi-reaksi metabolik
penting. Molekul-molekul tersebut dibentuk di dalam organisme dengan proses metabolik
dan tidak berfungsi didalam nutrisi. Hormon tumbuhan merupakan senyawa organik yang
disentesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain, dan pada
konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis.
Dari hasil percobaan yang dilakukan hasil yang diperoleh dari 3 perlakuan yaitu
paclobutrazol, GA3 dan control data yang didapat berbeda-beda. Dimana pada tanaman yang
disemprot menggunakan pacloblutrazol mengalami data yang baik, yaitu tinggi tanaman
sangat berkembang dengan baik, sedangkan pada tanaman yang disemprot menggunakan
GA3 justru mengalami pertumbuhan atau pun tinggi tanaman yang lebih rendah dari
paclobutrazol.
Sedangkan menuirut teori paclobutrazol adalah zat pengatur tumbuh yang berperan
untuk menghambat pertumbuhan tanaman, sedangkan GA3 yaitu berperan dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Namun pada hasil pengamatan yang ada justru pada
perlakuan pacloburazol mengalami pertumbuhan yang baik dibanding GA3, hal ini terjadi
karena adanya kesalahan .
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa ZPT berperan penting terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu juga diketahui bahwa GA3 sangat
berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman sedangkan paclobutrazol adalah penghambat
tumbuhnya tanaman
B. Saran
Setiap praktikan yang melakukan percobaan ini harus melakukan pengamatan secara
teliti agar tidak terjadi kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1982. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung.
Campbell. 2001. Anatomi tumbuhan. Wiroblos : Yogyakarta.
Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia: Jakarta.
Darmawan, Januar. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Suryandaru: Semarang.
Gardner, F.P., Perce, R.B., and Mitchell, R.L., 1985, Physiology of Crop Plants, The Iowa State
University Press.
Kusumo, S. 1984. ZatPengaturTumbuhTanaman. Soeroengan. Jakarta.
Wareing, P.F. dan Philips, I. D.J. 1981.The Control of Growth and Differentiation in Plant.Pergamon
Press. Oxford .
BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum teknologi dan inovasi produksi pertanian dengan judul
Pengaruh Zpt Terhada Pertumbuhan Bibit Single Bud Singkong (Manihot Esculenta)
tersebut adalah :
1. Untuk mengetahui metode pembibitan singel bud.
2. Untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh rootone F- terhadap pertumbuhan bibit
singkong singel bud.
3. Untuk mengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh yang efektif dalam pembibitan singel
bud singkong.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Stabilitas tunas perlu dijaga dengan memodifi kasi komposisi zat pengatur tumbuh
(ZPT), terutama rasio auksin: sitokinin, disesuaikan dengan tingkat mikropropagasi tunas.
Konsentrasi ZPT yang dibutuhkan saat induksi tunas akan berbeda dengan saat multiplikasi
tunas berulang, dan perlu disesuaikan dengan genotipe yang digunakan. Penambahan ZPT ke
dalam media in vitro sangat efektif dalam mengontrol pertumbuhan tanaman dengan
mempengaruhi proses biokimia tanaman. Terlepas dari pengaruh genotipe, laju proliferasi
dan pemanjangan tunas dipengaruhi oleh tipe sitokinin dan konsentrasinya. Dalam kultur in
vitro pisang, biasanya digunakan sitokinin jenis adenin misalnya 6-benzylaminopurine
(BAP). Sitokinin eksogen berfungsi sebagai faktor pendorong multiplikasi. Rekomendasi
konsentrasi optimum BAP untuk mikropropagasi pisang adalah 20 μM (Kasutjianingati,
2011).
Potensi singkong sebagai pakan ternak pemanfaatanya belum maksimal karena
rendahnya kandungan gizi dan terdapat zat anti nutrisi yaitu asam sianida (HCN). HCN
merupakan faktor pembatas penggunaan kulit singkong sebagai pakan ternak. Salah satu
usaha yang d ilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dan kandungan gizi
terutama protein serta mengurangi atau menghilangkan zat anti nutrisi (sianida) yang
dikandung bahan pakan adalah melalui teknologi fermentasi secara anaerob yang di
suplementasi dengan bakteri Leuconostoc mesenteroides (Sandi, 2013).
Peningkatan produksi tanaman selain dilakukan dengan inovasi pembibitan juga
diperlukan penambahan ZPT. Zat pengatur tumbuh berperan dalam stimulasi pertumbuhan
dengan memberi isyarat pada target untuk membelah atau memanjang. selain menjadi
memacu pertumbuhan, beberapa jenis ZPT juga berperan dalam menghambat pertumbuhan
tanaman. pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada jenis dan spesies tumbuhan, situs aksi
ZPT tumbuhan,tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta konsentrasi ZPT
(Abdurrahman, D., 2008).
Auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam proses pemanjangan
sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan pembuluh dan inisiasi akar (Heddy 1996). Salah
satu produk komersial yang mengandung zat pengatur tumbuh auksin dan banyak digunakan
adalah Rootone F. Berdasarkan label kemasannya Rootone F mengandung zat pengatur
tumbuh dari golongan auksin dan Fungisida. Bahan-bahan yang terkandung dalam Rootone F
adalah NAA, NAD, MNAA, IBA dan Thyram. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa zat pengatur tumbuh auksin mampu memacu pembentukan akar dan pertumbuhan
anakan. Penggunaan Rootone F 200 ppm dapat meningkatkan pertumbuhan stek anakan
tanaman bambu Jepang (Aini dkk., 1999). Pemberian Rootone F pada stump dan anakan
gaharu memberikan persentase tumbuh dan jumlah daun paling tinggi dibandingkan atonik
dan tanpa ZPT (Dessi, 2012).
Singkong dikalikan terutama oleh batang stek yang merupakan proses yang lambat
dibandingkan dengan tanaman biji-bijian (Santana et al., 2009). Penyakit juga sering
menumpuk di stek batang sehingga tanaman yang terinfeksi dan rendah hasil. Petani skala
kecil memperoleh bahan tanam dari tetangga, selama perjalanan atau sebagai tanaman
relawan kiri dalam bera (Mutegi, 2009). Hal ini memberikan kontribusi terhadap hama dan
akumulasi penyakit dan penyebaran. tantangan lain dengan stek meliputi rusaknya tinggi
karena mereka kering dalam waktu beberapa hari, penanganan tinggi dan biaya transportasi
dan berat nyaman dan sebagian besar materi. Hal ini membuat kultur jaringan yang penting
teknologi dalam mendirikan sistem perbenihan singkong (Kwame, 2012).
Penggunaan singkong pati untuk produksi inti pasir belum ekstensif dilaporkan dalam
literatur, dan karenanya perlu untuk menyelidiki potensinya dalam hal ini. sejak singkong
merupakan sumber yang murah pati berlimpah dengan karakteristik ikatan yang sangat baik,
pati singkong memiliki Oleh karena itu dipilih untuk penyelidikan. ini bekerja bertujuan
untuk menghasilkan core pasir menggunakan singkong pati sebagai pengikat dan
mengevaluasi kesesuaian mereka di hal kekuatan tekan mereka untuk pengecoran paduan
aluminium T-Joint pipa. Tujuan ini bekerja adalah untuk memanfaatkan bahan baku local
(pati singkong dan pasir Ojolofe) untuk menghasilkan core; menentukan kekuatan tekan yang
dihasilkan core, bandingkan sifat diamati dengan orang-orang core standar dan, dan
mengevaluasi kesesuaian diproduksi core dengan casting aluminium pipa T-Joint (Opaluwa,
2012).
Menurut Rahardja dan Wiryanta, W. (2006), zat pengatur tumbuh yang banyak
digunakan dan memiliki kandungan yang lengkap adalah Rootone-F yang memiliki
komposisi naftalenasetamide 0,067%, meti l- naftalenasetamida 0,13 %, metil-1-
naftalenasetatc 0,033%, indol-3-butirat 0,057% dan tiram 4% . Hormon yang terkandung
dalam Rootone-F juga di temukan secara alami di dalam urin sapi, urin sapi juga sangat
bermanfaat dalam pertumbuhan dan tidak sulit untuk di dapatkan dan tidak mencemari
lingkungan
Singkong (Manihot esculanta) merupakan tanaman yang tumbuh dengan baik pada
iklim tropis. Tanaman ini termasuk dalam golongan tanaman semak tahunan yang mampu
tumbuh tinggi mencapai 1-3 m. Temperatur ideal untuk pertumbuhan tanaman singkong
adalah 20o. Bagian tanaman yang sering digunakan dan dimanfaatkan adalah bagian daun
dan akarnya. Kadar karbohidrat yang dikandung oleh buah (umbi) singkong cukup tinggi,,
namun kandungan proteinnya sangat rendah. Sedangkan pada daunnya, kandungan
proteinnya lebih besar. Zat yang di gunakan dalam pembibitan adalah Rootone-F, zat
pengatur tumbuh Rootone-F adalah formulasi dari beberapa zat seperti: NAA, IAA, IBA
(Food Standards Australia New Zealand, 2004).
BAB 3. METODOLOGI
5.1 kesimpulan
Setelah melakukan pengamatan hasil dari tabel dan grafik tinggi tanaman yang terbaik
pada perlakuan 100 ppm yang pada H0-H27 mengalami kenaikan dan pertumbuhan pada
perlakuan 100 ppm dengan pesat. Pada table dan grafik jumlah tanaman perlakuan yang
terbaik pada perlakuan 300 ppm dimana jumlah daun meningkat terus. Pada lebar daun yang
terbaik pada perlakuan 100 ppm lebar daun yang pertumbuhannya cepat dan lebar pada H27
mencapai 10.1 cm. Pada panjang daun hasil yang terbaik pada perlakuan kontrol yang pada
H27 mengalami pertumbuhan yang pesat mencapai 7,14 cm. Untuk panjang akar yang terbaik
setelah di rata-rata pada perlakuan kontrol yang panjangnya 18,8 cm. Jumlah akar yang
terbaik pada perlakuan yang sudah di rata-rata pada perlakuan 100 ppm sebanyak 26.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan praktikum dengan cara menggunakan teknik single bud
di lakukan dengan benar agar tidak ada kegagalan dalam melakukannya, sehingga bisa
mengetahui seberapa besar hasil yang sudah di lakukan dengan cara menggunakan teknik
single bud.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, D., 2008. Biologi Kelompok Pertanian dan Kesehatan Jilid 2. Bandung : Grafindo Media
Pratama.
Sandi, Y.O, Rahayu, S, dan Suryapratama, W. 2013. Upaya peningkatan kualitas kulit singkong melalui
fermentasi menggunakan leuconostoc mesenteroides pengaruhnya terhadap kecernaan bahan
kering dan bahan organik secara in vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(1): 99-108.
Kasutjianingati, Poerwanto, R, Widodo, Khumaida, N dan Efendi , D. 2011. Pengaruh Media Induksi
terhadap Multiplikasi Tunas dan Pertumbuhan Planlet Pisang Rajabulu (AAB) dan Pisang
Tanduk (AAB) pada Berbagai Media Multiplikasi. J. Agron. Indonesia 39(3): 180 – 187.
Gustini, D, Fatonah, S, dan Sujarwati. 2012. Pengaruh Rootone F dan Pupuk Bayfolan terhadap
Pembentukan Akar dan Pertumbuhan Anakan Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw).
Biospecies. 5(1): 8-13.
Ogero, K.O, Mburugu, G.N, Mwangi, N, Ombori, and Ngugi, M. 2012. In vitro Micropropagation of
Cassava Through Low Cost Tissue Culture. Asian Journal of Agricultural Sciences. 4(3):
205-209.
Opaluwa, A.I and Oyetunji, A.2012. Evaluating the Baked Compressive Strength of Produced Sand
Cores Using Cassava Starch as Binder for the Casting of Aluminium Alloy T-Joint Pipe.
Journal of Emerging Trends in Engineering and Applied Sciences (JETEAS). 3 (1): 25-32.
Rahardja dan Wiryanta, W. 2006. Aneka Cara Memperbanyak Tanaman. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Food Standards Australia New Zealand. 2005. Cyanogenic Glycosides in Cassava and Bamboo Shoots.
New Zealand : FSANZ.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perlakuan yang dilakukan dengan pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT), pengairan,
atau bahkan pemupukan serta perlakuan yang lainnya. Zat pengatur tumbuh diberikan dengan
tujuan agar membantu pertumbuhan dan perkemabngan tanaman secara maksimal. Salah satu
ZPT yang biasa digunakan dalam pembibitan suatu tanaman adalah Rootone-F. ZPT
Rootone-F ini merupakan formulasi dari beberapa zat yang meliputi: Napthalene Acetic Acid
(NAA), Indole Acetic Acid (IAA), dan IBA berbentuk bubuk atau tepung berwaarna putih
kotor yang sukar larut pada air. penggunaan ZPT Rootone-F yaitu untuk mempercepat atau
merangsang pembentukan serta perbanyakan akar yang nantinya diharapkan mampu tumbuh
dengan baik dan cepat dalam usaha penyediaan bahan tanam dalam jumlah besar untuk
meningkatkan produktivitas suatu tanaman singkong. Pada praktikum Teknologi Inovasi
Produksi Pertanian ini mencoba mengaplikasikan metode single bud dengan diberi Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT) single bud.
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah mempelajari pengaruh beberapa jenis ZPT terhadap
pertumbuhan tanaman timun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4.2 Pembahasan
Auksin adalah zat yang di temukan pada ujung batang, akar, pembentukan bunga
yang berfungsi untuk sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di
daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua
jenis tanaman.nama lain dari hormon ini adalah IAA atau asam indol asetat. Letak dari
hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar .
Inisiasi merupakan salah satu aspek dari tumbuh pada tanaman dengan menghasilkan
bagian-bagian atau organ baru. Kenaikan jumlah akar merupakan salah satu dari ciri
pertumbuhan atau inisiasi tersebut. Rambut akar dapat tumbuh dari akar utama (akar lateral)
maupun berasal dari jaringan batang tumbuhan (akar adventif), yang dapat dipacu dengan
pemberian golongan hormon auksin dalam jumlah tertentu. Daerah tergenerasi akar terletak
pada absisat batang yang dipotong mengikutiperpindahan polar auksin menuju proses akhir
fisiologi, yang letaknya lebih dekat dengan ujung tanaman .
Hormon auksin berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dan perpanjangan akar
lateral (pada konsentrasi optimum auksin). Jika konsentrasi auksin terlalu tinggi maka akan
menghambat pertumbuhan dan perpanjangan akar. Inisiasi akar dengan auksin menyebabkan
pertumbuhan akar secara lateral. Perlakuan pertama adalah dengan mengamati jumlah baris
sedangkan perlakuan kedua mengamati panjang akar lateral. Inisiasi akar didapatkan dengan
bertambah panjangnya akar lateral tersebut, karena inisiasi akar itu terjadi pada bagian ujung
akar, maka pertumbuhannya selalu dominan untuk memanjang, selain dikarenakan letak
hormon auksin selalu berada di bagian ujung sel. Konsentrasi auksin yang rendah merupakan
konsentrai auksin yang efektif untuk inisiasi akar, karena auksin dngan konsentrasi yang
sangat tinggi atau sangat rendah justru akan menghambat pertumbuhan akar. Fungsi auksin
secara praktis dapat digunakan untuk memicu pertumbuhan dan perpanjangan akar,
pembentukan buah dan bunga, dan pembentukan tunas.
Pada banyak tanaman, pucuk lateral tidak mau tumbuh bila pucuk terminalnya
utuh.Bila pucuk terminal dipotong maka pucuk lateral mulai tumbuh.Ternyata pucuk terminal
menghasilkan auksin dalam jumlah besar sehingga konsentrasinya menghambat pertumbuhan
pucuk lateral.Bila disingkirkan, maka sumber auksin hanya dari pucuk lateral saja yang
menghasilkan auksin dalam jumlah kecil sehingga merangsang pertumbuhan .
Pada peristiwa pemanjangan akar juga tak lepas dari peristiwa pembelahan sel.Karena
pemanjangan akar disebabkan adanya pembelahan sel apalagi kalau ditambah dengan adanya
auksin dalam konsentrasi rendah.Karena adanya auksin, dinding selulosa menjadi kenyal
(plastic) dan diperluas oleh potensi osmosis cairan sel. Anyaman fibril selulosa yang
menyusun kerangka dinding menjadi kendur, dan hal ini memungkinkan penambahan fibril
selulosa.Auksin ditranslokasi keluar dari tempat sintesis oleh suatu mekanisme pengangkutan
yang sangat terpolarisasi yang memerlukan energi metabolisme dan menggerakkan auksin
hanya searah.Arah ini selalu menjauhi ujung pucuk, jadi secara anatomi mudah ditentukan
.Disamping struktur kimiawi, aktivitas suatu senyawa tergantung pula pada faktor luar dan
dalam antara lain :
1.Lingkungan luar (suhu, radiasi, kelembaban).
2.Kemampuan senyawa untuk melalui kutikula atau menbran sel.
3.Translokasi dalam tumbuhan ke daerah kegiatan.
4.Cara inaktivasi dalam tumbuhan.
5.Ketersediaan ATP atau nukleotida lain.
6.Kebutuhan akan logam atau kofaktor jika terlibat reaksi-rekasi enzimatik.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. ZPT sangat berpengaruh terhadap perkecambahan suatu biji karena dapat memacu
pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau
menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon
dengan baik.
2. Hal yang menyebabkan biji dapat berkecambah ZPT yang diletakkan pada masing-masing
biji mendorong terjadinya sintesis enzim dalam biji seperti amilase, protease dan lipase
dimana enzim tersebut akan merombak dinding sel endosperm biji dan menghidrolisis pati
dan protein yang akan memberikan energi bagi perkembangan embrio diantaranya adalah
radikula yang akan mendobrak endosperm, kulit biji atau kulit buah yang membatasi
pertumbuhan dan perkecambahan biji sehingga biji berkecambah.
5.2 Saran
Dalam melakukan pratikum agar para pratikan tidak bermain main agar tidak
mendapatkan hasil yang di inginkan
DAFTAR PUSTAKA
Afzal, Irfan et al. 2011. The Effect of Seed Soaking With Plant Growth Regulators on Seedling
Vigor of Wheat Under Salinity Stress. Journal of Stress Physiology & Biochemistry. 1(1): 6-
14.
Ardisela, Dawud. 2010. Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Pertumbuhan Crown Tanaman Nenas
(Ananas comosus). Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. 1(2): 48-62.
Gustini, Dessi et al. 2012. Pengaruh Rootone F dan Pupuk Bayfolan terhadap Pembentukan Akar
dan Pertumbuhan Anakan Salak Pondoh (Salacca eduils Reinw.). Biospecies. 5(1): 8-13.
Howard, D.D. et al. 2009. Soils Fertilizer Additive Rate and Plant Growth Regulator Effect on
Cotton. The Journal of Cotton Science. 5: 42-52.
Muljana, Wahju. 2003. Teori dan Praktek Cocok Tanam Tebu dengan Segala Permasalahannya.
Semarang: CV. Aneka Ilmu.
Nurwardani, Paristiyanti. 2008. Teknik Pembibitan Tanaman dan Produksi Benih Jilid 1. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Sandi, Y.O. et al. 2013. Upaya Peningkatan Kualitas Kulit Singkong Melalui Fermentai
menggunakan Leuconostoc mesenteroides Pengaruhnya Terhadap Kecernaan Bahan Kering
dan Bahan Organik Secara In Vitro. Ilmiah Pertanian. 1(1): 99-108.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) mempunyai peranan penting dalam mengatur pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Ketika metabolisme menyediakan tenaga dan bahan-bahan (building
blocks) untuk kehidupan tanaman, maka hormon mengatur kecepatan pertumbuhan dari bagian-
bagian tanaman, kemudian mengintegrasikan bagian-bagian tersebut untuk menghasilkan bentuk
yang kita kenal sebagai satu individu yaitu tanaman. Selain itu, ZPT berperan dalam pengaturan
proses reproduksi. Dengan demikian, tanpa zat pengatur tumbuh berarti tidak akan ada
pertumbuhan.
Secara terminology, oleh para ahli fisiologi tumbuhan telah diberi batasan-batasan tentang
zat pengatur tumbuh, hormone dan hara. Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa
organic yang bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung menghambat dan dapat
merubah proses fisiologi tumbuhan.
Pada praktikum ini akan melihat pengaruh berbagai zat pengatur tumbuh dengan berbagai
konsentrasi zat pengatur tumbuh perkembangan biji pada kecambah Vigna sinensis.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai zat pengatur
tumbuh pada perkecambahan biji.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
METODOLOGI
b. Bahan
1. Biji kacang panjang (Vigna sinensis)
2. Aquades
3. 1 ppm 2,4-d
4. 0,02 ppm giberelin
5. 1AA 3 ppm
6. IAA 6 ppm
7. IAA 9 ppm
8. IAA 11 ppm
9. Kertas tissue
C. Prosedur Kerja
Adapun Prosedur Kerja pada praktikum Fisiologi Tumbuhan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengisi 7 cawan petri yang dilapisi kertas tissue dengan larutan yang disediakan (6 larutan zat
pengatur tumbuh dan I aquades sebagai kontrol) sebanyak 5 mL.
2. Meletakkan dengan teratur 20 biji pada setiap cawan petri.
3. Menyimpan cawan petri di tempat yang gelap.
4. Mengamati 2 hari sekali biji yang berkecambah selama 4 hari.
5. Mencatat jumlah biji yang berkecambah.
6. Membandingkan hasil dari semua perlakuan.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Jumlah biji yang berkecambah
No. Zat Pengatur Jumlah Kecambah Jumlah kecambah
Tumbuh Hari 2 hari 4
1. Kontrol (aquades) - 1
2. 1 ppm 2,4-d 18 Semua
3. 0,02 ppm giberelin 3 4
4. 1aa 6 ppm 1 1
5. Iaa 11 ppm 6 6
6. Iaa 3 ppm 4 5
7. Iaa 9 ppm - -
2. 1 ppm 2,4-d
4. 1AA 6 ppm
5. IAA 11 ppm
6. IAA 3 ppm
7. IAA 9 ppm
B. Pembahasan
ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) dibuat agar tanaman memacu pembentukan fitohormon
(hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran hormon
bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik. Pada praktikum kali ini yaitu untuk
mengamati pengaruh ZPT terhadap perkecambahan biji. Biji yang digunakan dalam praktikum ini
yaitu Vigna sinensis (kacang panjang) yang diletakkan pada cawan petri berisi larutan zat pengatur
0,02 ppm (giberelin), 1 ppm 2,4-d, 1AA 3 ppm, 1AA 6 ppm, 1AA 9 ppm dan 1AA 11 ppm serta aquadest
sebagai kontrol yang diletakkan pada tempat gelap.
Dari hasil pengamatan yang diperoleh pada hari kedua pengamatan biji yang diletakkan pada
cawan petri yang berisi ZPT 1 ppm 2,4-d terdapat 18 biji yang berkecambah. Pada biji yang diletakkan
pada ZPT 11 ppm terdapat 6 biji yang berkecambah. Pada ZPT 1AA 6 ppm terdapat 1 biji yang
berkecambah. Selanjutnya biji yang direndam pada ZPT 0,02 ppm terdapat 3 biji yang mengalami
perkecambahan dan ZPT 1AA 3 ppm terdapat 4 biji yang berkecambah. Sedangkan pada biji yang
diletakkan pada ZPT 1AA 9 ppm serta aquadest sebagai kontrol tidak mengalami perkecambahan, hal
tersebut dipengaruhi oleh kulit biji yang belum lunak atau rusak sepenuhnya sehingga kulit biji masih
bersifat impermeabilitas atau tidak dapat mengimbibisi larutan dan oksigen. Selain itu, mungkin saja
perkecambahan gagal terjadi karena kondisi embrio tanaman Vigna sinensis telah rusak.
Pada pengamatan hari keempat diperoleh hasil biji yang diletakkan pada ZPT 2,d 1 ppm
semua biji mengalami perkecambahan. Pada biji yang diletakkan pada ZPT 11 ppm terdapat 6 biji
yang berkecambah. Pada ZPT 1AA 6 ppm terdapat 1 biji yang berkecambah. Selanjutnya biji yang
direndam pada ZPT 0,02 ppm terdapat 4 biji yang mengalami perkecambahan dan ZPT 1AA 3 ppm
terdapat 5 biji yang berkecambah. Pada biji yang diletakkan sebagai kontrol terdapat 1 biji yang
mengalami perkecambahan. Hal tersebut disebabkan karena ZPT yang diletakkan pada masing-
masing biji mendorong terjadinya sintesis enzim dalam biji seperti amilase, protease dan lipase
dimana enzim tersebut akan merombak dinding sel endosperm biji dan menghidrolisis pati dan
protein yang akan memberikan energi bagi perkembangan embrio diantaranya adalah radikula yang
akan mendobrak endosperm, kulit biji atau kulit buah yang membatasi pertumbuhan dan
perkecambahan biji sehingga biji berkecambah.
Zat pengatur tumbuh terdiri dari beberapa jenis, yaitu auksin, giberelin, sitokinin, ethylen,
dan asam absisat (ABA). Auksin merupakan salah satu dari kelompok hormon tanaman seperti
indolasetat yang berfungsi untuk merangsang pembesaran sel, sintesis DNA kromosom, serta
pertumbuhan sepanjang aksis longitudinal tanaman. Giberelin merupakan hormon perangsang
pertumbuhan tanaman yang diperoleh dari Gibberella fujikuroi atau Fusarium moniliforme. Sitokinin
merupakan hormon tumbuhan turunan adenin dan berfungsi untuk merangsang pembelahan sel dan
diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar dan ditranslokasi melalui pembuluh xylem. Ethylen
(Prothephon) merupakan hormon yang berupa gas yang dalam kehidupan tanaman aktif dalam
proses pematangan buah. Asam absisat (ABA), sebagai penghambat tumbuh (Inhibitor) pada saat
tanaman mengalami stress, fitohormon ini digunakan untuk mengompakkan pertumbuhan batang
agar tanaman terlihat sangat baik. Pada komposisi dan perlakuan tertentu dapat merangsang
pertumbuhan tunas anakan dengan cepat dan serentak.
Pada proses perkecambahan ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor dalam dan
faktor luar. Faktor dalam meliputi tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi dan
penghambat perkecambahan. Sedangkan faktor luar meliputi air, temperatur, oksigen, cahaya dan
medium
Mekanisme kerja dari beberapa ZPT antara lain auksin mempengaruhi enzim, bekerja sebagai
zat pelindung bagi enzim dari inaktivasi, mempengaruhi DNA sehingga aktif dalam sintesis protein,
dan membantu memperpanjangn dan mengembangkan ukuran sel. Giberelin bekerja pada gen
dengan menyebabkan aktivasi gen-gen tertentu. Gen-gen yang diaktifkan akan membentuk enzim-
enzim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan morphogenetik (penampilan kenampakan
tanaman). Sitokinin terutama bekerja pada proses sitokinensis (proses pembelahan sel) pada
berbagai organ tanaman.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. ZPT sangat berpengaruh terhadap perkecambahan suatu biji karena dapat memacu pembentukan
fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan
peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik.
2. Hasil pengamatan yang diperoleh dimana biji yang diletakkan pada ZPT 1 ppm 2,4-d terdapat 18 biji
yang berkecambah. Pada biji yang diletakkan pada ZPT 11 ppm terdapat 6 biji yang berkecambah.
Pada ZPT 1AA 6 ppm terdapat 1 biji yang berkecambah. Selanjutnya biji yang direndam pada ZPT
0,02 ppm terdapat 3 biji yang mengalami perkecambahan dan ZPT 1AA 3 ppm terdapat 4 biji yang
berkecambah.
3. Hal yang menyebabkan biji dapat berkecambah ZPT yang diletakkan pada masing-masing biji
mendorong terjadinya sintesis enzim dalam biji seperti amilase, protease dan lipase dimana enzim
tersebut akan merombak dinding sel endosperm biji dan menghidrolisis pati dan protein yang akan
memberikan energi bagi perkembangan embrio diantaranya adalah radikula yang akan mendobrak
endosperm, kulit biji atau kulit buah yang membatasi pertumbuhan dan perkecambahan biji sehingga
biji berkecambah.
B. Saran
Diharapkan kepada praktikan untuk praktikum selanjutnya harus lebih teliti lagi dalam
melakukan percobaan agar hasil yang diperoleh lebih akurat lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N. A., 1997, Biology, third edition, The Benjamin/Cunningham Publishing Company,
Inc., California.
Gardner, F.P., Perce, R.B., and Mitchell, R.L., 1985, Physiology of Crop Plants, The Iowa State University
Press.
Salisbury, F.B. and Ross, C. W., 1992, Plant Physiology, 4th edition. Wadswoth Publishing Company,
Belmont, California.
Taiz and Zeiger, D., 1998, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia, Jakarta.
Latar Belakang
Zat Pengatur Tumbuh Tanaman (Plant Growth Regulator) berbeda dengan hormon
tumbuh (Plant Hormon = Phytohormon). Menurut The American Society of Plant
Physiology, Plant Growth Regulator merupakan persenyawaan organik yang bukan
nutrisi, yang dalam jumlah kecil dapat merangsang, menghambat, atau merubah suatu
proses fisiologis dalam tanaman. Sedangkan Plant Hormon adalah zat organik yang
disintesa di satu bagian tertentu tanaman dan ditranslokasikan ke bagian lain, yang
dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis tanaman. Hormon biasanya
bergerak dalam tanaman dari tempat diproduksi ke tempat bereaksi.
Kita tahu bahwa jika hormon tanaman hadir dalam konsentrasi mikromolar atau
submikromolar untuk aktif secara spesifik, maka harus ada tiga bagian dari suatu sistem
respon yang harus ada. Pertama, hormon harus hadir dalam kadar yang cukup dan pada
sel/jaringan yang tepat. Kedua, hormon harus dikenal dan diikat kuat oleh masing-
masing grup sel yang merespon hormon tersebut (the target cells). Molekul protein
memiliki struktur kompleks untuk mengenali dan menyeleksi molekul-molekul kecil
(seperti enzim), dan berdasarkan pengetahuan tentang kerja hormon pada hewan,
hormone-binding protein (penyatuan hormon dengan protein sel) pada plasma membran
tanamanpun teridentifikasi. Protein tersebut dikenal dengan ”receptor protein”. Ketiga,
receptor protein ini harus dapat menyebabkan beberapa perubahan metabolisme yang
mengarah pada amplifikasi/penguatan (amplification) dari signal hormon atau pembawa
pesan (messenger). Pada kenyataannya, sejumlah proses amplifikasi bisa berlangsung
dalam tahapan sebelum respon terhadap hormon terjadi.
Ahli Fisiologi tumbuhan membagi zat pengatur tumbuh dan hormon tumbuh ke
dalam 5 kelompok yaitu: Auxin, Gibberellin, Cytokinin, Ethylene, dan Inhibitor. Namun
belakangan ditemukan beberapa jenis senyawa kimia yang pengaruhnya sebagaimana
hormon ataupun ZPT.
Auxin adalah senyawa yang memiliki struktur Indole ring, dicirikan oleh
kemampuannya dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel pada pucuk, ditemukan
pertama kali di Belanda oleh Frits Went (1926). Indoleacetic acid (IAA) merupakan auxin
utama pada tanaman. Namun ada tiga senyawa lain dalam tanaman yang emiliki struktur
mirip dengan IAA yaitu phenyiacetic acid (PAA) yang seringdijumpai dalam kadar yang
jauh lebih banyak dari IAA, indole butyric acid (IBA) yang diketahui terdapat pada daun
tanaman jagung dan pada sejumlah tanaman dikotil, dan 4-chloroindolacetic acid (4-
chloro IAA) ditemui pada biji muda tanaman legum. IAA disintesa dari tryptophan atau
indole pada primordia daun, daun muda dan dalam bici yang sedang berkembang. IAA
ditransport dari sel ke sel, transport ke akar diduga dapat melalui fhloem. Beberapa
pengaruh auxin pada tanaman a.l.: (1) menstimulasi perpanjangan sel dan pertumbuhan
batang, (2) menstimulasi pembelahan sel kambium dan kombinasinya dengan cytokinin
dapat menstimulasi pembelahan sel pada kultur jaringan (tissue culture), (3)
menstimulasi diferensisasi jaringan floem dan xtylem, (4) menstimulasi munculnya akar
pada stek batang dan pertumbuhan akar cabang, serta diferensiasi akar pada kultur
jaringan, (5) dapat menunda senescence pada daun, (6) menstimulasi pertumbuhan
bagian bunga dan (7) menginduksi pembentukan dan pertumbuhan buah. Namun pada
konsentrasi yang tinggi auxin berperan sebagai inhibitor dan sebagai herbisida.
Polyamines, merupakan kation polyvalent yang mengandung dua atau lebih grup
asam amino. Beberapa polyamines a.l.: putrescine, cadaverine, spermidine dan spermine.
Polyamines sering dijumpai dalam konsentrasi lebih tinggi yaitu millimolar, dibandingkan
dengan hormon lain yang dijumpai dalam konsentrasi mikromolar. Beberapa pengaruh
polyamines pada tanaman yaitu mempromosikan: pembelahan sel, stabilitas enzim,
perkembangan buah beberapa jenis tanaman; memilimalkan stres air pada sel-sel serta
menghambat senescence daun.
ACARA V
A. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak alami dan ZPT
terhadap gaya kecambah dan kecepataan berkecambah benih.
B. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilakukan pada hari Minggu tanggal 26 Mei 2013 di Progran Studi
Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
3. bak kecambah, pasir, gelas ukur, timbangan analitik dan alat tulis menulis.
D. Cara Kerja
3. Rendam benih dalam larutan air, ekstrak alami dan ZPT (sesuai perlakuan)
4. Alasi petry dish dengan kertas saring, semaikan 10 benih yang telah direndam
6. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, hitung gaya kecambah dengan
menggunakan rumus sbb:
G = ------------------------------------ X 100%
7. Hitung kecepatan berkecambah berdasarkan jumlah biji yang berkecambah lebih awal
dari semua benih yang diuji.
E. Landasan Teori
Ada beberapa pendapat mengenai perkecambahan pada tumbuhan : Pada
umumnya perkecambahan dapat diartikan sebagai proses munculnya plantula (tanaman
kecil) dari dalam biji yang merupakan hasil pertumbuhan dan perkembangan embrio.
Pada perkembangan embrio saat berkecambah, bagian plumula tumbuh dan berkembang
menjadi batang, sedangkan radikula menjadi akar. Perkecambahan benih dapat diartikan
sebagai dimulainya proses pertumbuhan embrio dari benih yang sudah matang ( Taiz and
Zeiger 1998). Benih dapat berkecambah bila tersedia faktor-faktor pendukung selama
terjadinya proses perkecambahan. Perkembangan benih dipengaruhi oleh faktor dalam
(internal) dan faktor luar (eksternal). Menurut Elisa (2006), perkecambahan adalah
proses pengaktifan kembali aktivitas pertumbuhan embryonic axis di dalam biji yang
terhenti untuk kemudian membentuk bibit. Selama proses pertumbuhan dan pemasakan
biji, embryonic axis juga tumbuh. Secara visual dan morfologis, suatu biji yang
berkecambah umumnya ditandai dengan terlihatnya radikel atau plumula yang menonjol
keluar dari biji. Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari
perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia (Fitra, 2012).
2. Sitokinin merangsang pembelahan sel, menghasilkan munculnya akar lembaga dan pucuk
lembaga.
Biji pada umumnya mengandung Asam Giberellin (GAs) dalam kadar yang tinggi
terutama di embryo. Setelah imbibisi air berlangsung, terjadi pelepasan GAs dan ini
memberi signal bagi biji untuk mematahkan dormansinya dan berkecambah. GAs juga
menunjang pertumbuhan kecambah tanaman sereal dengan cara menstimulasi sintesis
dari enzim pencerna cadangan makanan seperti α-amilase yang berfungsi memobilisasi
cadangan makanan. Bahkan sebelum enzim ini muncul, GAs telah menstimulasi sintesis
dari mRNA yang mengkode terbentuknya α-amilase (Salisbury and Ross, 1992).
Perkecambahan benih sangat ditentukan oleh viabilitas (daya hidup) benih yang
dapat diukur dengan menentukan daya kecambah dan kecepatan berkecambah benih.
Gaya kecambah (G) adalah jumlah biji yang berkecambah dari sejumlah biji yang diuji
selama waktu perkecambahan dan dihitung dalam persen (Hamidin, 1983). Secara
sederhana dirumuskan sebagai berikut:
G = ------------------------------------ X 100%
K = ---------- x 100%
AT
K = koefisien kecepatan
T = hari ke ..........
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Senin/27-5-
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13
Selasa/28-5-
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13
Rabu/29-5-
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13
Kamis/30-5-
23 8 5 8 29 20 20 5 22 0 13 0 0 2 0
13
Jumat/31-5-
9 26 20 34 17 23 23 36 19 19 19 7 16 21 14
13
Sabtu/1-6- 12 7 21 4 4 7 2 6 6 28 13 30 23 20 25
13
Minggu/2-6-
2 1 4 1 0 1 2 1 3 1 3 3 4 2 4
13
jumlah 46 42 50 47 50 51 47 48 50 48 48 40 43 45 43
Diagram Pertumbuhan Benih Padi
G. Pembahasan
Dari paktikum zat pengatur tumbuh (ZPT) ini telah dilakukan perkecambahan
pada padi dengan menambahkan zat pengatur tumbuh alami dan sintetik. Masing-masing
percobaan diulang tiga kali, termasuk control. Setelah semua perlakuan dibuat,
pengamatan dilakukan mulai hari selanjutnya dan didapat data seperti terlihat pada tabel
hasil pengamatan padi yang berkecambah.
Dari tabel hasil pengamatan di atas, terlihat bahwa padi mulai berkecambah pada
hari ke 4 dari hari percobaan dilakukan. Pada hari ke 4 ini yaitu pada hari Kamis 30 Mei,
padi yang paling banyak tumbuh yaitu pada biji yang diberi perlakuan GA 20 ppm ulangan
ke 2 dengan biji yang tumbuh adalah 29, disusul oleh control (tanpa perlakuan) pada
ulangan pertama yang tumbuh yaitu 23 biji, kemudian perlakuan auxin pada ulagan ke 3
dengan bij yang tumbuh 22 biji. Barulah disusul oleh pertumbuhan biji pada perlakuan-
perlakuan dan ulangan yang lain. Sedangkan percobaan yang paling lambat
pertumbuhannya yaitu pada perlakuan air kelapa dengan biji yang tumbuh hanya 2 pada
ulangan ke 2, sedangkan pada ulangan 1 dan 3 tidak ada yang tumbuh.
Pada hari ke 5, jumlah biji yang paling banyak tumbuh adalah pada percobaan
yang diberi perlakuan auxin ulangan ke 2 dengan jumlah biji yang berkecambah adalah
36 biji. Kemudian disusul oleh perlakuan GA ulangan pertama dengan biji yang
berkecambah adalah 34 biji. Percobaan yang lambat pertumbuhannya pada hari ke 5 ini
yaitu tetap pada perlakuan air kelapa. Pengamatan Pada hari selanjutya yaitu pada hari
sabtu 1 Juni, yang paling banyak tumbuh yaitu pada perlakuan dengan air tomat yaitu 30
biji pada ulangan ke 3. Dan yang terrendah adalah pada perlakuan auxin seperti terlihat
pada tabel. Pengamatan hari terakhir yaitu pada hari minggu 2 Juni rata-rata
pertumbuhan pada semua perlakuan melambat.
H. Kesimpulan
ACARA VI
A. Tujuan
Untuk mempelajari perubahan morfologi (tekstur, warna dan aroma) buah pada
penggunaan beberapa ZPT
Praktikum ini dilakukan pada hari Minggu tanggal 26 Mei 2013 di Progran Studi
Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
1. buah pisang
3. wadah pemeraman, kapas, pipet, hand sprayer dan alat tulis menulis.
D. Cara kerja
1. Siapkan buah-buah yang akan dipelajari
2. Siapkan larutan ethreel 25%, tuang pada kapas hingga cukup basah
3. Masukkan buah ke dalam wadah pemeraman, sisipkan kapas ethreel dan carbid di sela-
sela tumpukan buah (sesuai perlakuan)
4. Semprot/usap larutan ethreel pada buah pisang
5. Lakukan pengamatan mulai keesokan harinya hingga tercapai kemasakan optimal
6. Amati perubahan tekstur, warna dan rasa pada buah
E. Landasan Teori
Kehidupan buah secara garis besar dibagi dalam 3 tahapan fisiologis, meliputi
pertumbuhan, pendewasaan/pematangan dan penuaan (senescence). Pertumbuhan
melibatkan pembelahan sel yang bertanggung jawab terhadap ukuran maksimum sel tsb.
Pematangan umumnya terjadi sebelum pertumbuhan berakhir dan aktivitas fisiologis
yang berlangsung pada buah berbeda untuk tanaman yang berbeda. Pertumbuhan dan
pematangan buah sering terjadi secara bersamaan sehingga disebut fase perkembangan.
Sedangkan senescence diartikan sebagai periode dimana proses anabolisme (sintesa)
memberi jalan untuk proses katabolisme (perombakan, degradasi) ke arah penuan
(aging) dan akhirnya kematian suatu jaringan. Pemasakan (ripening) merupakan istilah
khusus untuk buah, dimulai pada tahap akhir pematangan dan merupakan tahap awal
senescence (Salisbury and Ross, 1992; Dwidjoseputro, 1986).
Perkembangan dan pematangan buah umumnya selesai pada saat buah masih
menempel pada induknya. Akan tetapi pemasakan dan senescence akan berlanjut pada
saat buah telah dipetik terlepas dari induknya. Buah yang sedang masak mengalami
banyak perubahan fisik dan kimia setelah panenan dan ini menentukan kualitas buah
untuk dikonsumsi (Campbell, 1993).
Ethylen adalah hormon tumbuhan yang aktif dan bekerja bersama-sama dengan
hormon lainnya seperti Auxin, GAs, Sitokinin dan ABA, dalam mengendalikan proses
pemasakan buah. Buah klimakterik dan non klimakterik dapat dibedakan karena
responnya berbeda terhadap aplikasi ethylen selama proses pemasakan (Campbell, 1993).
Konsentrasi Ethylen yang yang diperlukan untuk pemasakan buah sangat bervariasi
tergantung jenis komoditinya. Selain faktor konsentrasi, waktu yang diperlukan untuk
mengawali pemasakan sangat bervariasi. Faktor-faktor lainnya seperti stadia
kematangan, temperatur, dan kelembaban relatif juga mempengaruhi keseragaman dan
kecepatan pemasakan buah (Anonim, 2000).
Etilen adalah zat cair yang tidak berwarna, kental dan manis, mudah larut dalam
air, memiliki titik didih relatif tinggi dan titik beku rendah. Senyawa ini sering digunakan
sebagai pelarut dan bahan pelunak (pelembut). Pada bidang pertanian etilen digunakan
sebagai zat pemasak buah. Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan
dengan auksin,griberelin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas
dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Etilen di alam akan berpengaruh apabila
terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam
proses pematangan buah dalam fase klimaterik. Proses sintesis protein terjadi pada proses
pematangan seacra alami atau hormonal, dimana protein disintesis secepat dalam proses
pematangan. Pematangan buah dan sintesis protein terhambat oleh siklohexamin pada
permulaan fase klimatoris setelah siklohexamin hilang, maka sintesis etilen tidak
mengalami hambatan. Sintesis ribonukleat juga diperlukan dalam proses pematangan.
Etilen akan mempertinggi sintesis RNA pada buah mangga yang hijau. Etilen dapat juga
terbentuk karena adanya aktivitas auksin dan etilen mampu menghilangkan aktivitas
auksin karena etilen dapat merusak polaritas sel transport, pada kondisi anearob
pembentukan etilen terhambat, selain suhu O2 juga berpengaruh pada pembentukan
etilen. Laju pembentukan etilen semakin menurun pada suhu di atas 30 0 C dan berhenti
pada suhu 40 0 C, sehingga pada penyimpanan buah secara masal dengan kondisi anaerob
akan merangsang pembentukan etilen oleh buah tersebut. Etilen yang diproduksi oleh
setiap buah memberi efek komulatif dan merangsang buah lain untuk matang lebih cepat
(Anonim, 2009).
Rabu Kuning
/29-5-13 Kuning Agak Manis wangi dominan, Wangi
Lunak Manis*
kehijauan lunak sepat Manis ada sedikit manis
hijau
BUAH PISANG
Senin / Hijau
Kuning Agak
27-5-13 - - kekuninga Keras - -
kehijauan lunak
n
Selasa Kuning
Kuning
/28-5-13 dominan, ada Lunak - - Keras - -
kehijauan
sedikit hijau
Senin /
Hijau Keras - - Hijau Keras - -
27-5-13
H. Kesimpulan
Kesimpilan dari perrcobaan ini adalah:
1. Perangsangan pemasakan buah pisang dengan pemberian Ethreel 2 % melalui
penyemprotan langsung lebih cepat dibandingkan dengan pemberian melalui kapas
maupun dibandingkan dengan perlakuan karbit.
2. Perangsangan pemaskan buah tomat dengan perlakuan ethreel 2% melalui penyemprotan
langsung memberikan hasil yang sama dengan pemberiaan karbit.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N. A., 1997. Biology, third edition. The Benjamin/Cunningham Publishing Company, Inc.
California.
Gardner, F.P., Perce, R.B., and Mitchell, R.L., 1985. Physiology of Crop Plants. The Iowa State
University Press.
Kusumo, S., 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV. Yasaguna Jakarta.
Salisbury, F.B. and C.W. Ross, 1992. Plant Physiology. 4th edition. Wadswoth Publishing Company,
Belmont, California.