Anda di halaman 1dari 77

APORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN

“ZAT PENGATUR TUMBUH”

OLEH:

NAMA: HENDRA MUSLIM

NIM; A1C415020

DOSEN PENGAMPU

Dr. UPIK YELIANTI, M.S

Dra. MUSWITA, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2017

LANDASAN TEORI

Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan oleh tumbuhan sebagai komponen medium
pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa penambahan zat pengatur tumbuh dalam medium,
pertumbuhan sangat terhambat bahkan tidak mungkin tidak tumbuh sama sekali.
Pembentukan kalus dan organ-organ ditentukan oleh penggunaan yang tepat dari zat pengatur
tumbuh tersebut. Zat pengatur tumbuh digunakan untuk memacu pertumbuhan
tanaman.Namun, di samping dapat memacu, zat ini pun dapat menghambat pertumbuhan
tanaman yang tidak dikehendaki.Penggunaan zat pengatur tumbuh dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya gugur bunga dan buah, memperbaiki mutu buah, dan meningkatkan
hasil buah (Setiadi, 2006: 123). Menurut Setyawan (2016 : 23) Zat pengatur tumbuh
merupakan senyawa organik atau hormon yang mampu mendorong, mengatur dan
menghambat proses fisiologis tanaman .

Hendaryono dan Wijayani (1994: 56) menyatakan Zat pengatur tumbuh dalam tanaman
terdiri dari lima kelompok yaitu Auksin, Giberelin, Sitokinin, Etilen dan Inhibitor dengan
cirri khas serta pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis. Zat pengatur tumbuh
sangat diperlukan sebagai komponen medium bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa
penambahan zat pengatur tumbuh dalam medium, pertumbuhan sangat terhambat bahkan
tidak mungkin tidak tumbuh sama sekali.

Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua jenis tanaman lain dari hormon ini
adalah IAA atau Asam Indol Asetat. Hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung
akar, fungsi dari hormone auksin ini adalah membantu dalam proses mempercepat
pertumbuhan baik pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang (Campbell, 2004: 234).

Menurut Gardner (1999: 176) Auksin mengatur proses di dalam tubuh tanaman dalam
morfogenesis. Misalnya kuncup lateral dan pertumbuhan akar dihambat oleh auksin namun
permukaan pertumbuhan akar baru digalakkan pada jaringan kalus. Konsentrasi auksin yang
berlebihan menyebabkan ketidaknormalan seperti epinasti. Auksin mempengaruhi
pengembangan dinding sel dimana mengakibatkan berkurangnya tekanan dinding sel
terhadap protoplas. Maka karena tekanan dinding sel berkurang, protoplas mendapat
kesempatan untuk meresap air dari sel-sel yang adadi bawahnya karena sel-sel yang ada di
dekat titik tumbuh mempunyai nilai osmotis yang tinggi.

TUJUAN PERCOBAAN

Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk :

1. Melihat pengaruh auksin terhadap pemanjangan jaringan akar dan batang.


2. Melihat pengaruh auksin terhadap jumlah dan panjang akar yang terbentuk.

PELAKSANAAN PERCOBAAN

1. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk praktikum ini antara lain :

 Gelas aqua
 Pipet tetes
 Gelas ukur
 Polybag
 SileT

Bahan yang diperlukan untuk praktikum ini antara lain:

 Kecambah kacang hijau


 Kertas millimeter
 Air kelapa
 Aquades
 Begonia sp.

1. Prosedur kerja

Pengaruh auksin terhadap pemanjangan jaringan

 Dipersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan


 Dibuat 5 potongan hipokotil kecambah kacang hijau sepanjang 5 mm dimulai dari 2
mm dibawah kotiledon, dan diukur dengan kertas millimeter
 Dipotong-potong dan direndam didalam air kelapa (larutan auksin) dengan
konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100 % dan dibuat kontrol yang direndam aquades
 Diukur potong-potongan tersebut setelah 48 jam

Pengaruh auksin terhadap pembentukan akar

 Dibuat larutan auksin dengan konsentrasi 25%, 50%, 75% dan 100 %
 Dimasukkan ujung tanaman Begonia ke masing-masing perlakuan dan sebagai control
dimasukkan kedalam aquades
 Ditunggu selama 1-2 jam
 Dipindahkan potongan tanaman ke dalam polybag pada tempat yang terang
 Diamati selama seminggu dan ditambahkan aquades jika permukaan hara kurang
 Diamati jumlah dan panjang akar yang terbentuk

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Percobaan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil pengamatan selama
seminggu seperti pada tabel berikut:

1. Pengaruh auksin terhadap pemanjangan jaringan

Panjang Hipokotil Kontrol


Potongan
100% 75% 50% 25% (0%)
1 9 mm 8 mm 7 mm 7 mm 5 mm
2 10 mm 8,1 mm 7 mm 7 mm 5,2 mm
3 11 mm 8,9 mm 7 mm 7,1 mm 5,3 mm
4 11,5 mm 9 mm 7,2 mm 7,15 mm 5,4 mm
5 13,5 mm 9,2 mm 7,3 mm 7,2 mm 5,4 mm

Panjang total hipokotil rata-rata:

1. 100% = 11 mm
2. 75% = 8,64 mm
3. 50% = 7,1 mm
4. 25% = 7,09 mm
5. 0% = 5,26 mm
6. Pengaruh auksin terhadap pembentukan akar

Panjang Akar Kontrol


Potongan
(100%) (75%) (50%) (25%) (0%)
1 2 mm 2 mm 2 mm 2 mm 2 mm
2 2,5 mm 2,1 mm 2,3 mm 2,0 mm 2 mm
3 2,9 mm 2,5 mm 2,4 mm 2,1 mm 2 mm
4 3,4 mm 3,0 mm 2,8 mm 2,2 mm 2 mm
5 4,0 mm 3,8 mm 2,9 mm 2,3 mm 2,1 mm

Panjang rata-rata perlakuan :

1. 100% = 2,96 mm
2. 75% = 2,68 mm
3. 50% = 2,48 mm
4. 25% = 2,12 mm
5. 0% = 2,02 mm

Pembahasan

Zat pengatur tumbuh pada tanaman dapat didefinisikan sebagai senyawa organik bukan hara,
yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan merubah proses fisiologi
tumbuhan. Zat pengatur tumbuh sangat diperlukan sebagai komponen medium bagi
pertumbuhan dan diferensiasi.

Praktikum kali ini dilakukan pengamatan terhadap pengaruh panjang tanaman terhadap
penggunaan zat pengatur tumbuh. ZPT yang digunakan adalah air kelapa yang didalamnya
terkandung hormone auksin dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan
pendapat Samudro (2014: 4) yang menyatakan bahwa air kelapa mempunyai potensi besar
untuk dijadikan pupuk pertanian, karena ia juga memiliki kandungan nitrogen, zat pengatur
tumbuh (ZPT) berupa auksin, protein, asam amino, karbohidrat, senyawa organik kompleks,
air dan karbon aktif. Hormon auksin dalam hal ini berperan dalam pembelahan sel.

Konsentrasi air kelapa yang digunakan adalah sebesar 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%. Hal
ini dilakukan untuk membandingkan dan melihat perbedaan pemanjangan jaringan akar dan
batang serta jumlah dan panjang akar yang terbentuk. Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan, pada perlakuan pertama dengan pengamatan terhadap pengaruh auksin terhadap
pemanjangan jaringan, bagian hipokotil kecambah yang direndam air kelapa dengan
konsentrasi 100% memiliki panjang rata-rata sebesar 11 mm, konsentrasi 75 % memilikin
panjang rata-rata sebesar 8,64 mm, konsentrasi 50 % memiliki panjang rata-rata sebesar 7,1
mm, konsentrasi 25 % memiliki panjang rata-rata 2,12 mm, dan konsentrasi 0 % sebagai
kontrol panjang rata-ratanya adalah 5,26 mm.

Percobaan kedua, dilakukan perendaman pada batang Begonia sp. didalam air kelapa dengan
konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75% selama 2 jam. Setelah dua jam, batang Begonia sp. ditanam
didalam polybag yang sudah diisi dengan tanah bakar, percobaan ini dilakukan selama 1
minggu. Seperti pada tabel hasil, dapat diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan akar tanaman
Begonia sp. berturut-turut dari konsentrasi 0%, 25%, 50%, 75% adalah 2,96 mm, 2,68 mm,
2,48 mm, 2,12 mm dan 2,02 mm. Auksin akan memacu sel untuk membelah secara cepat dan
bekembang menjadi tunas dan batang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Platos dalam
Suryanto (2009: 3) yang menyatakan bahwa hormon tumbuh dalam air kelapa mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman hingga 20 – 70%.

KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Pemberian air kelapa dengan konsentrasi yang berbeda dapat mempengaruhi


pertumbuhan pada jaringan batang kecambah kacang hijau karena mengandung
hormon auksin.
2. Pemberian air kelapa juga dapat merangsang pertumbuhan akar pada batang begonia.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Reece dan Mitchell. 2004. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Gardner, F.P., RB. Pierce, dan R.L. Mitchl, 1995. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Diterjemahkan oleh H. Susilo. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Hendaryono, D.P.S dan Wijayani Ari.1995. Teknik Kultur Jaringan.Yogyakarta : Kanisius.

Samudro,Joko.2014. Manfaat Air Kelapa Untuk Pertanian Organik.


https://organikilo.co>pertanian. Diakses pada 2 Juni 2017.

Setiadi. 2006. Bertanam Cabai. Bogor : Penebar Swadaya.

Setyawan,Didik.2016. Zat Pengatur Tumbuh.bp4k.blitarkab.go.id>uploads. Diakses 31 mei


2017.

Suryanto, E. 2009. Air Kelapa Dalam Media Kultur Anggrek. http:// eshaflora
.com/index.php?option=com.content&task=view&id=103<emid=61. Diakses tanggal 30 Mei
2017.

1. LANDASAN TEORI
Pengatur tumbuh digunakan untuk memacu pertumbuhan tanaman. Namun, di samping dapat
memacu, zat ini pun juga dapat menghambat pertumbuhan dari tanaman yang tidak
dikehendaki. Penggunaan zat pengatur tumbuh dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
gugur bunga dan buah, memperbaiki mutu buah, serta meningkatkan hasil buah ( Zat Setiadi,
2006: 123)

Zat pengatur tumbuh merupakan suatu senyawa organik kompleks alami yang di sintesis oleh
tanaman tingkat tinggi, dan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Dalam kultur jaringan, ada dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting yaitu
sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis
dalam kultur sel, jaringan dan organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh
yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah
perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin atau sitokinin eksogen, mengubah level zat
pengatur tumbuh endogen sel. ZPT (zat pengatur tumbuh) dibuat agar tanaman memacu
pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau
menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon
dengan baik (Heddy, 2000).

Menurut Sutisna (2010) Auksin sebagai salah satu hormon tumbuh bagi tanaman mempunyai
peranan terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dilihat dari segi fisiologi,
hormon tumbuh ini berpengaruh terhadap pengembangan sel, phototropisme, geotropisme,
apikal dominasi, pertumbuhan akar (root initiation), parthenocarpy, abisission, pembentukan
callus (callus formation) dan respirasi.

Hormon auksin adalah salah satu hormone dalam pertumbuhan pada semua jenis tanaman
lain, dari hormone ini meliputi IAA atau Asam Indol Asetat. Hormon auksin ini terletak pada
ujung batang dan ujung akar, fungsi dari hormon auksin ini sendiri adalah membantu proses
mempercepat pertumbuhan, baik pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang (Campbell,
2004: 234).

Konsentrasi yang tinggi akan bersifat menghambat. Auksin mengatur proses di dalam tubuh
tanaman dalam morfogenesis. Misalnya kuncup lateral dan pertumbuhan akar dihambat oleh
auksin namun permukaan pertumbuhan akar baru digalakkan pada jarinngan kalus.
Konsentrasi auksin yang berlebihan dapat menyebabkan ketidak normalan seperti epinasti.
Auksin mempengaruhi pengembangan dinding sel dimana mengakibatkan berkurangnya
tekanan dinding sel terhadap protoplas. Maka karena tekanan dinding sel berkurang,
protoplas mendapat kesempatan untuk meresap air dari sel-sel yang adadi bawahnya karena
sel-sel yang ada di dekat titik tumbuh mempunyai nilai osmotis yang tinggi (Gardner, 1999:
176).

2. TUJUAN

1. Melihat pengaruh auksin terhadap pemanjangan jaringan akar dan batang


2. Melihat pengaruh auksin terhadap jumlah dan panjang akar yang terbentuk

3. PELAKSANAAN PERCOBAAN

1. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan yaitu :


 Gelas aqua
 Pipet tetes
 Kertas millimeter
 Lup
 Gelas ukur
 Polybat

Bahan yang digunakan yaitu :

 Kecambah kacang hijau


 Air kelapa
 Aquades
 Begonia sp.

2. PROSEDUR KERJA

Pengaruh auksin terhadap pemanjangan jaringan

 Dibuatlah 5 potong hipokotil sepanjang 5 mm di mulai dari 2 mm di bawah kotiledon,


menggunakan kertas millimeter dan lup.
 Dipotong-potongan tersebut di rendam dalam larutan auksin dengan konsentrasi 0,1
ppm;1 ppm; 10 ppm; dan 100 ppm selama 48 jam.untuk control buat potongan lain
yang di rendam dalam aquades.
 DiSetelah 48 jam, potongan-potongan diukur panjang nya.
 Dilakukan hal yang sama untuk potongan akar

Pengaruh auksin terhadap pembentukan akar

 Dibuatlah larutan auksin dengan konsentrasi 0,1 ppm;1 ppm; 10 ppm; dan 100 ppm
 Dimasukkan ujung tanaman ke masing-masing perlakuan sebagai control masukkan
ke dalam aquades
 Ditunggu selama 1-2 jam
 Dipindahkan potongan tanaman kedalam botol yang berisi hara lengkap, dan
diletakkan pada tempat yang terang.
 Diamati selama 1 minggu dan tambahkan aquades bila permukaan hara berkurang
 Diamati jumlah dan panjang akar yang terbentuk

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. HASIL

 Pengaruh auksin terhadap pemanjangan jaringan

PANJANG HIPOKOTIL KONTROL


POTONGAN
100 % 75 % 50 % 25 % 0%
1 9 mm 8 mm 6 mm 6 mm 5 mm
2 10 mm 8 mm 7 mm 7 mm 5 mm
3 10 mm 9 mm 8 mm 6 mm 5 mm
4 8 mm 7 mm 6 mm 6 mm 5 mm
5 7 mm 9 mm 5 mm 6 mm 5 mm
TOTAL 8,8 mm 8,2 mm 6 mm 6,2 mm 5 mm

 Pengaruh auksin terhadap pembentukan akar

PANJANG AKAR (mm)


SAMPEL PERLAKUAN
100 % 75 % 50 % 25 % Kontrol 0 %
Begonia sp. mati 3 mm 2,7 mm mati 3 mm

2. PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum ini kami melakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh beberapa
konsentrasi IAA (auksin) terhadap pertumbuhan akar dan proses pembentukan akar
tumbuhan. Tujuan untuk mengetahui pengaruh beberapa konsentrasi IAA terhadap
pertumbuhan akar dan proses pembentukan akar tumbuhan. Percobaan ini dilakukan dengan
melakukan perendaman batang dari Phaseolus radiatus (kacang hijau) dalam konsentrasi
auksin yang berbeda dan aquades sebagai kontrol selama 1 minggu.

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sangat berperan dalam mengatur pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Dalam percobaan ini, ZPT yang digunakan yaitu air kelapa. Air
kelapa merupakan salah satu produk tanaman yang dimanfaatkan untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman. Dimana kaya mineral, air kelapa juga terdapat 2 hormon alami yaitu
auksin dan sitokinin yang berperan sebagai pendukung pembeelahan sel (Suryanto, 2009: 3 ).
Selanjutnya pada percobaan pengaruh auksin terhadap pembentukan akar dilakukan
memperlihatkan hasil yang signifikan. Konsentrasi penggunaan larutan air kelapa yang tinggi
akan memberikan pengaruh pemanjangan akar. Dikarenakan air kelapa mengandung
giberelin dan sitokinin serta senyawa organik lain seperti zeatin glukosida. Dilihat dari zat
yang terkandung didalamnya, terutama adanya zat tumbuh, maka penambahan air kelapa
dalam media kultur dapat membantu mendorong pertumbuhan.

Menurut Pamungkas, dkk (2009: 17 ) Kandungan auksin dan sitokinin yang terdapat dalam
air kelapa mempunyai peranan penting dalam proses pembelahan sel sehingga membantu
pembentukan tunas dan pemanjangan batang. Auksin akan memacu sel untuk membelah
secara cepat dan bekembang menjadi tunas dan batang. Ini didukung oleh hasil penelitian
Platos dalam Suryanto (2009: 3) yang menyatakan bahwa hormon tumbuh dalam air kelapa
mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman hingga 20 – 70%.

5. KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpuan yaitu :

1. Pemberian air kelapa dengan konsentrasi yang berbeda dapat mempengaruhi


pertumbuhan pada jaringan batang kecambah kacang hijau karena mengandung
hormon auksin.
2. Pemberian air kelapa juga dapat merangsang pertumbuhan akar pada batang begonia.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Reece dan Mitchell. 2004. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Gardner, F.P., RB. Pierce, dan R.L. Mitchl, 1995. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Diterjemahkan oleh H. Susilo. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Heddy, 2000. Hormon tumbuhan. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Pamungkas, F. T., Darmanti, S., dan Rahardjo, B. 2009. Pengaruh konsentrasi dan Lama
Perendaman Dalam Supernatan Kultur Bacilus sp. DUCC-BR-KI 3 Terhadap Pertumbuhan
Stek Horizontal Batang Jarak Pagar. http://eprints.i=undip.ac.id/2353/1/Publikasi Febri
JADI.pdf. diakses tanggal. 30 Mei 2017.

Setiadi. 2006. Bertanam Cabai. Bogor : Penebar Swadaya

Suryanto, E. 2009. Air Kelapa Dalam Media Kultur Anggrek. http:// eshaflora
.com/index.php?option=com.content&task=view&id=103<emid=61. Diakses tanggal 30 Mei
2017.

Sutisna. 2010. Teknik Mempercepat Pertumbuhan Tunas Lateral untuk Perbanyakan


Vegetativ Anthurium dengan Aplikasi GA3 dan BA. ( Vol. 15 ) No. 2 . hal: 56-59.

LANDASAN TEORI

Auksin berperan dalam pertumbuhan untuk memacu proses pemanjangana sel.


Hormaon auksin dihasilkan pada bagin koleoptil (titik tumbuh). Jika terkena cahaya matahari,
auksin menjadi tidak aktif. Kondisis fisiologis ini mengakibatkan bagian yang tidak terkena
cahaya matahari akan tumbuh lebih cepat dari bagian yang terkena cahya matahari.
Akibatnya tumbuhan akan membengkok kearah cahaya matahari. Auksin yang diedarkan
keseluruh bagian tumbuhan mempengaruhi pemanjangan, pembelahan dan dan diferensiasi
sel tumbuhan (Agrica,2009).
Hipokotil adalah pertumbuhan memanjanag dari epikotil yang menyebabkan plumula
keluar menembus kulit biji dan muncul diatas tanah. Kotiledon relative tetap posisinya.
Kotiledon tetap berada didalam tanah. Singkatnya, biji tidak terdorong keatas dan tetap
berada didalam tanah. Contoh tipe ini terjadi pada kacang kapri dan jagung. Pada epigeal
hipokotil lah yang tumbuh memanjang, akibatnya kotiledon dan plumula terdorong ke
permukaan tanah. Perkecambahan tipe ini misalnya terjadi pada kacang hijau dan jarak
(Lakitan B, 2004).

Zat pengatur tumbuh tanaman adalah senyawa organic yang bukan hara, yang dalam
jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologis
tumbuhan. Untuk mendapatkan hail perbanyakan bibit yang baikperlu memperhatikan media
tumbuh, di perlukan zat pengatur tumbuh (zpt) untuk menunjang pertumbuhan dan
perkembangannya. Auksin merupakan salah satu hormone yang dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan akar, perkembangan tunas, kegiatan sel-sel meristem, pembentukan bunga,
pembentukan buah dan terhadap gugurnya daun dan buah (Patma,2013:288).

Bertambahnya sel sekretori sejalan dengan kegiatan pembeklahan sel. Penambahan


ukuran sel sekretori sejalan dengan perttumbuhan yang meliputi proses pembentangan sel dan
jaringan. Factor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain adalah factor genetic,
lingkunagn dan hormone. IAA merupakan salah satu hormone tumbuh yang berperan untuk
memacu pertumbuhan sepanjang sumbu longitudinal. Hal spesifik yang terlihat berupa
peningkatan pembesaran selyang berlangsung kesegalaarah secara isodiametrik. Auksin juga
berperan dalam pembelahan dan pembentangan sel. Kajian dengan menggunakan hormone
tumbuh IAA untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan sel sekretori pada kunyit belum
dilakukan. Penelitian serupa pernah dilakukan Azhar (1991) pada tanaman tembakau.
Perlakuan penelitaian IAA akan berpengaruh terhadap fisiologissel daun meliputi perubahan
jumlah trakea, jumlah stomata, kadar air, kadar nikotin, dan tinggi tanaman (Wijayati,
2005:16).

B.TUJUAN

Adapun tujuan dari pratikum ini yaitu:

 Melihat pengaruh auksin terhadap pemanjangan jarinagn akar dan batang


 Melihat pengaruh auksin terhadap jumlah dan panjang akar yang tebentuk.

C.METODE PELAKSANAAN

1. Alat dan Bahan

Pengaruh Auksin Terhadap Pemanjangan Jaringan

Adapun alat yang digunakan yaitu:

 Millimeter blok
 Silet
 Kapas
 Botol aqua gelas

Adapun bahan yang digunakan yaitu:

 Kecambah kacang hijau umur 3 hari


 Aquades
 Air kelapa

Pengaruh Auksin Terhadap Pembentukan Akar

Adapun alat yang digunakan yaitu:

 Silet
 Polibeg 6

Adapun bahan yang digunakan yaitu:

 6 Begonia
 Air kelapa
 Aquades

2. Prosedur Kerja

Pengaruh Auksin Terhadap Pemanjangan Jaringan

 Dibuat 5 potongan hipokotil sepanjang 5 mm dimulai dari 2 mm dibawah kotiledon,


menggunakan kertas millimeter
 Potong-potongan tersebut direndam dalam larutan auksin dengan konsentrasi 0,1
ppm, 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, selama 48 jam. Untuk control buat potongan lain yang
direndam aquades
 Setelah 48 jam, potongan-potongan diukur panjangnya
 Lakukan hal yang sama untuk potongan akar.

Pengaruh Auksin Terhadap Pembentukan Akar

 Buatlah larutan auksin dengan konsentrasi 0,1 ppm, 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm
 Masukkan ujung tanaman kemsing-masing perlakuan sebagai control masukan
kedalam aquades
 Tunggu selama 1-2 jam
 Setelah 2 jam pindahkan potongan tanaman kedalam botol yang berisi hara lengkap
dan diletakkan ditempat yang terang
 Amati selama 1 minggu dan tambahkan aquades bila permukaan hara bekurang
 Setelah 1 minggu amati jumlah dan panjang akar yang berbentuk

D.HASIL DAN PEMBAHASAN

1.Hasil
Pengaruh auksin terhadap pemanjangan jaringan

Panjang hipokotil
Keterangan Control (0%)
100% 75% 50% 25%
1 10 mm 8 mm 6 mm 5 mm 5 mm
2 8 mm 8 mm 6 mm 5 mm 5 mm
3 8 mm 7 mm 5 mm 5 mm 4 mm
4 9 mm 9 mm 7 mm 6 mm 5 mm
5 7 mm 7 mm 5 mm 4 mm 4 mm

Panjang nilai hipokotil rata-rata

-100% = 8,4 %

-75% = 7,8%

-50% =5 %

-25% = 5 %

-0% (control) = 4,6%

Pengaruh auksin terhadap pembentukan akar

Panjang akar (mm)/ perlakuan


Sampel
100% 75% 50% 25% 0% (control)
Begonia sp. 4 cm 2,6 cm 2,2 cm 2 cm 1,5 cm

2. Pembahasan

Auksin merupakan senyawa yang belum dapat dicirikan mungkin menyebabbkan


pembengkokokan koleoptil oat kearah cahaya. Koleoptil yang terjadi akibat terpacunya
pemanjangan pada sisi yang ditempeli potongan akar. Pengaruh auksin terhadap
pemanjangan dapat dipelajari dari hasil beerdasarkan penelitian ujung koleoptil kecambah
sejenis gandum. Sebelumnya sudah lama diketahui bahwa ujung koleoptil itu penting untuk
pemnajangan koleoptil dan ujung bawah batangnya, bila ujung dipotong pertumbuhan akan
terhambat beberapa jam, dan akan tumbuh lagi apabila ujung batang yang terpotong itu telah
memproduksi auksin kembali (Dwijoseputro,1986).

Pengaruh auksin terhadap pertumbuhan jaringan tanaman diduga melalui dua cara (Aryulina,
2007):

1. Menginduksi sekresi ion H+ keluar sel melalui dinding sel. Pengasaman dinding sel
menyebabkan K+ diambil dan pengambilan ini mengurangi potensial air dalam sel.
Akibatnya air masuk ke dalam sel dan sel membesar.
2. Mempengaruhi metabolisme RNA yang berarti metabolisme protein, mungkin
melalui transkripsi molekul RNA. Auksin sintetik yang sering digunakan dalam kultur
jaringan tanaman tercantum di dalam tabel di bawah. Memacu terjadinya dominansi
apikal.

Mengapa pada perlakuan ini hasilnya sangat berbeda-beda, hal ini mungkin
disebabkan oleh beberapa factor yaitu: 1)factor suhu/temperature lingkungan; 2)factor
kelembaban/kelembaban udara; 3)factor cahaya matahari; 4)factor hormone.

E.KESIMPULAN

Auksin merupakan hormon terhadap tumbuhan yang mempunyai peranan luas terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Sifat penting auksi adalah berdasarkan
konsentrasinya, dapat merangsang dan menghambat pertumbuhan. Auksin berperan penting
dalam perubahan dan pemanjangan sel.

DAFTAR PUSTAKA

Aryulina, D., dkk., 2007, Biologi 3, Esis, Jakarta.

Dwidjoseputro, D., 1992, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Latunra, A. I., 2010, Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan, Universitas Hasanuddin,


Makassar.

Salisbury, F. B., dan Ross, C. W., 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press, Bandung.

Suetopo,E.B, 1985.Biologi. Bandung: ITB.


PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah hormon tumbuhan sintetik yang diproduksi di pabrik
dengan meniru karakter hormon tanaman. Oleh karena itu, meskipun ZPT itu sintetik, khasiat
dan fungsinya sama dengan hormon yang diproduksi oleh tanaman. ZPT yang diproduksi
sendiri oleh tanaman disebut phytohormone (hormon tanaman). Phytohormone adalah zat
organik yang sintesis oleh tanaman , ditranslokasikan ke bagian tanaman lain dan dalam
konsentrasi yang sangat rendah secara efektif mempengaruhi proses fisiologi tanaman. Ada
beberapa kelompok phytohormone atau ZPT yaitu Auksin, Giberelin, Sitokinin, Etilen dan
Asam absisi. Giberelin dan Sitokinin mempunyai fungsi merangsang pertumbuhan tanaman,
baik dengan menambah jumlah sel( Sitokonin) atau menambah ukuran sel (Giberelin).
Apabila kelima kelompok itu mempunyai sifat memacu ( pertumbuhan , pembungaan ,
pembentukan klorofil, atau pengguran daun), ada jenis keenam yang sifatnya menghambat
sesuai dengan sifatnya, ZPT yang sifatnya menghambat ini diberi nama retardan yang artinya
adalah menghambat. Ada beberapa jenis retardan yang sudah digunakan secara komersial
oleh petani atau penggemar bunga yaitu paclobutrazol, coumarin ,CCC dan ancymidol.
B. TINJAUAN PUSTAKA / LANDASAN TEORI
Secara terminology, oleh para ahli fisiologi tumbuhan telah diberi batasan-batasan
tentang zat pengatur tumbuh, hormone dan hara. Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah
senyawa organic yang bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung menghambat
dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan.
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik kompleks alami yang di sintesis oleh
tanaman tingkat tinggi, yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Dalam kultur jaringan, ada dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting
adalah sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan
morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ.
Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan
yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah perkembangan suatu kultur.
Penambahan auksin atau sitokinin eksogen, mengubah level zat pengatur tumbuh endogen
sel. Level zat pengatur tumbuh endogen ini kemudian merupakan trigerring factor untuk
proses-proses yang tumbuh dan morfogenesis (Taji, Kumar dan Lakshmanan, 2002).
ZPT (zat pengatur tumbuh) dibuat agar tanaman memacu pembentukan fitohormon
(hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran
hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik.(Yoxx, 2008).
Hormone tumbuh adalah zat organic yang dihasilkan oleh tanaman yang dalam
kosentrasi rendahdapat mengatur proses fisiologis. Hormone biasanya bergerak dari bagian
tanaman yang menghasilkan menuju kebagian tanaman lainnya. Zat pengatur tumbuh
didalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, sitokinin, giberelin, inhibitor dan
etilen yang memiliki cirri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis.
Auksin adalah senyawa yang dicirikan oleh kemampuannya dalam mendukung
terjadinya perpanjangan sel pada pucuk, dengan dicirikan oleh adanya Indole ring.
Sedangkan yang dimaksud dengan giberellin adalah senyawa yang mengandung giban
skeleton, yang mestimulasi pembelahan sel, perpanjangan sel atau keduanya.
Zat pengatur tumbuh ketiga adalah sitokinin. Zat pengatur tumbuh ini adalah
senyawa yang memiliki bentuk dasar Adenine (6-amino purin) yang mendukung terjadinya
pembelahan sel. Zat pengatur tumbuh keempat yaitu etylen, merupakan senyawa yang sangat
sederha sekali yang terdiri dari 2 atom karbon dan 4 atom hodrogen.
Dalam keadaan normal zat pengatur tumbuh etylen ini akan membentuk gas,
mempunyai peranan penting dalam proses pematangan buah dalam fase climacteric. Dan zat
pengatur tumbuh yang lain yaitu inhibitor. Inhibitor ini adalah kelompok zat pengatur
tumbuh yang menghambat dalam proses biokimia dan fisiologis bagi keempat aktifitas zat
pengatur tumbuh tersebut. (Abdi, 2009).
Auksin 2,4-D
Menurut Intan (2008), istilah auksin diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang
memiliki fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang.
Beberapa auksin dihasikan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (indoleacetic acid),
PAA (Phenylacetic acid), 4-chloroIAA dan IBA (indolebutyr icacid) dan beberapa
lainnya merupakan auksin sintetik, misalnya NAA (napthalene acetic acid), 2,4 D (2,4
dichlorophenoxyacetic acid) dan MCPA (2-methyl-4 chlor ophenoxyacetic acid) .
Beberapa proses bekerjanya auksin pada tumbuhan adalah sebagai berikut : pertama
auksin turut serta dalam reaksi molekuler. Auksin bekerja sepertinya bekerjanya koenzim
dalam pertumbuhan tanaman. Kedua auxin mempengaruhi enzim. Auksin bekerja sebagai zat
pelindung bagi enzim dari inaktivasi. Auksin mempengaruhi DNA sehingga aktif dalam
sintesis protein. Ketiga auksin mempengaruhi tekanan osmotic tumbuhan. Auksin akan
menaikkan tekanan osmotic tumbuhan sehingga akan menaikkan.
Proses penyerapan air oleh tumbuhan. Keempat auksin akan
memperpanjang/mengembangkan ukuran sel. Penjelasan secara Secara sederhana adalah
bahwa auksin akan melunakkan dinding sel sehingga terjadi kenaikkan penyerapan air oleh
sel yang akan berakibat sel mengembang dan kelima auksin menaikkan penyerapan H20.
(Fitriaji, 2009).
Giberelin (GA) merupakan hormon yang dapat ditemukan pada hampir semua seluruh
siklus hidup tanaman. Hormon ini mempengaruhi perkecambahan biji, batang perpanjangan,
induksi bunga, pengembangan anter, perkembangan biji dan pertumbuhan pericarp. Selain
itu, hormon ini juga berperan dalam respon menanggapi rangsang dari melalui regulasi
fisiologis berkaitan dengan mekanisme biosntesis GA. Giberelin pada tumbuhan dapat
ditemukan dalam dua fase utama yaitu giberelin aktif (GA Bioaktif) dan giberelin nonaktif.
Giberelin yang aktif secara biologis (GA bioaktif) mengontrol beragam aspek
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, termasuk perkecambahan biji, batang
perpanjangan, perluasan daun, dan bunga dan pengembangan benih. Hingga tahun 2008
terdapat lebih lebih dari seratus GA telah diidentifikasi dari tanaman dan hanya sejumlah
kecil dari mereka, seperti GA1 dan GA4, diperkirakan berfungsi sebagai bioaktif hormon.
(Wikipedia, 2012)
Jaringan adalah sekumpulan sel yang memiliki bentuk dan fungsi yang sama. Ada dua
jaringan tumbuhan yang kita kenal yaitu jaringan meristem dan jaringan dewasa. Jaringan
meristam adalah jaringan yang terus-menerus membelah. Jaringan meristem dapat dibagi 2
macam yaitu Jaringan meristem primer dan jaringan meristem sekunder (Lakitan B, 2004).
C. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan pratikum kali ini adalah memplajari pengaruh beberapa jenis ZPT terhadap
pertumbuhan tanaman mentimun
BAHAN DAN METODE
A. Bahan dan Alat pratikum
Alat yang digunakan pada pratikum ini meliputi : polibag, ember, gelas ukur 1000 ml,
meteran kain dan handsprayer. Bahan yang diperlukan dalam percobaan adalah : pupuk
kandang ,pupuk NPK , larutan ZPT (A, B, dan C).
B. CARA KERJA
1.Menyiapkan 4 polibag untuk tiap kelompok. Beri label A, B, C, dan D untuk masing-
masing polibag. Isi polibag dengan media campuran antara top soil dan pupuk kandang.
2.Menanam 2 benih mentimun ke dalam tiap polibag. Menyiram media tanam dengan air
sampai mencapai kapasitas lapang setiap 3 hari.
3.Melarutkan 10 g pupuk NPK mutiara ke dalam 10 L air. Menyiram media tanam sebanyak
1 liter setiap 3 hari. Memberikan larutan pupuk diberikan setelah media diseram dengan air .
tunggu sampai benih berkecambah.
4.Menyiapkan 3 handsprayer dan beri label A, B, C, dan D. Isi handsprayer dengan larutan A,
B, C dan D akan di siapkan oleh coass
5.Pada umur 2 minggu setelah tanam( MST) tanaman disemprot dengan larutan ZPT yang
telah disiapkan, sesuai dengan labelnya. Misal polibag berlabel A disemprot dengan larutan
A. Ulangi penyemprotan pada 3 HST dan 4 HST.
6.Amati apa yang terjadi. Ukur tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas tanaman dan
panjang ruas. Pengukuran dilakukan pada 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 MST
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pengaruh ZPT Minggu ke-1


Pengamatan Perlakuan
Paclobutrazol GA3 Kontrol
Tanaman 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Tinggi Tnm 16 15 15 15 14 15 17 16 16
Jumlah daun 5 5 4 5 5 5 5 5 5
Jumlah Ruas 3 3 2 3 3 3 3 3 3

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pengaruh ZPT Minggu ke-2


Pengamatan Perlakuan

Paclobutrazol GA3 Kontrol


Tanaman 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Tinggi Tnm 51 39,5 32,4 45 30 36 53 55 49
Jumlah daun 6 5 4 6 5 6 7 6 6
Jumlah Ruas 5 4 3 6 4 5 6 5 5

Tabel 3. Hasil Pengamatan Pengaruh ZPT Minggu ke-3


Pengamatan Perlakuan
Paclobutrazol GA3 Kontrol
Tanaman 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Tinggi Tnm 60 50 38 30 50 40 22 40 35
Jumlah daun 9 8 7 5 8 5 6 8 7
Jumlah Ruas 7 6 6 5 6 5 4 5 5

Tabel 4. Hasil Pengamatan Pengaruh ZPT Minggu ke-4


Pengamatan Perlakuan
Paclobutrazol GA3 Kontrol
Tanaman 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Tinggi Tnm 67 56 38 51 36,5 47 61 72 34
Jumlah daun 8 7 6 8 6 7 8 8 3
Jumlah Ruas 8 7 5 7 6 7 7 8 3

B. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan diketahui bahwa Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
yang berperan penting dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. ZPT (Zat
Pengatur Tumbuh) adalah zat yang dihasilkan secara buatan (sintetis) dengan campur tangan
manusia ataupun melalui rekayasa dan biasanya ZPT ini berhubungan dengan kimia. Secara
umum hormon adalah molekul-molekul yang kegiatannya mengatur reaksi-reaksi metabolik
penting. Molekul-molekul tersebut dibentuk di dalam organisme dengan proses metabolik
dan tidak berfungsi didalam nutrisi. Hormon tumbuhan merupakan senyawa organik yang
disentesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain, dan pada
konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis.
Dari hasil percobaan yang dilakukan hasil yang diperoleh dari 3 perlakuan yaitu
paclobutrazol, GA3 dan control data yang didapat berbeda-beda. Dimana pada tanaman yang
disemprot menggunakan pacloblutrazol mengalami data yang baik, yaitu tinggi tanaman
sangat berkembang dengan baik, sedangkan pada tanaman yang disemprot menggunakan
GA3 justru mengalami pertumbuhan atau pun tinggi tanaman yang lebih rendah dari
paclobutrazol.
Sedangkan menuirut teori paclobutrazol adalah zat pengatur tumbuh yang berperan
untuk menghambat pertumbuhan tanaman, sedangkan GA3 yaitu berperan dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Namun pada hasil pengamatan yang ada justru pada
perlakuan pacloburazol mengalami pertumbuhan yang baik dibanding GA3, hal ini terjadi
karena adanya kesalahan .
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa ZPT berperan penting terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu juga diketahui bahwa GA3 sangat
berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman sedangkan paclobutrazol adalah penghambat
tumbuhnya tanaman

B. Saran
Setiap praktikan yang melakukan percobaan ini harus melakukan pengamatan secara
teliti agar tidak terjadi kesalahan.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1982. Dasar-Dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa. Bandung.
Campbell. 2001. Anatomi tumbuhan. Wiroblos : Yogyakarta.
Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia: Jakarta.
Darmawan, Januar. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Suryandaru: Semarang.
Gardner, F.P., Perce, R.B., and Mitchell, R.L., 1985, Physiology of Crop Plants, The Iowa State
University Press.
Kusumo, S. 1984. ZatPengaturTumbuhTanaman. Soeroengan. Jakarta.
Wareing, P.F. dan Philips, I. D.J. 1981.The Control of Growth and Differentiation in Plant.Pergamon
Press. Oxford .

Winarno, F.G. dan Moehammad, A. 1979. FisiologiLepasPanen. Sastra Budaya. Jakarta.


PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN
SINGLE BUD SINGKONG (manihot esculenta)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Singkong adalah salah satu ubi kayu yang di miliki indonesia dan terbesar dan
memiliki peringkat ke tiga dari negara Brazil. Singkong juga salah satu bahan pangan yang
penting di indonesia, singkong juga sangat penting dalam perekonomian di indonesia dan
permintaan dalam industri di dunia semakin meningkat. Singkong di indonesia juga
mengalami penyusutan factor yang mempengaruhi penurunannya singkong di indonesia
kurangnya bibit yang di sediakan (bibit unggul), petani indonesia dalam menanam singkong
tidak menggunakan syarat pertumbuhan melainkan mereka menggunakan cara tradisonal
seperti memotong batang dan di tancapkan langsung ke tanah tanpa perlakuan yang khusus,
maka dengan itulah singkong di indonesia mengalami penurunan.
Metode yang digunakan dalam menanam singkong bisa menggunakan metode single
bud dengan menggunakan suatu teknologi inovasi produksi sedangkan Columbia
menggunakan metode single bud biasanya metode ini dilakukan pada budidaya tebu dalam
menggunakan metode ini Colombia mampu meningkatkan produktifitas tebu. Sebagai warga
negara indonesia seharusnya bisa meningkatkan produktifitas singkong dan mampu
meningkatkan hasil singkong, supaya singkong di Indonesia mampu bersaing dengan negara
lain, bibit unggul yang di butuhkan sebaiknya di siapkan di setiap daerah lain agar singkong
yang di hasilkan berkualitas dan terjamin.
Dalam pembibitan (singkong) sebaiknya menggunakan singkong yang berkualitas
agar hasil dari singkong yang di tanam akan berkualitas, namun dalam melakukan
penanaman bibit singkong memerlukan perlakuan khusus seperti memberikan. Zat Pengatur
Tumbuh (ZPT) dan melakukan pemberian pupuk lainnya, ZPT adalah zat yang
mempengaruhi pertumbuhan fisologi pada tanaman. Zat yang di gunakan dalam pembibitan
adalah Rootone-F, zat pengatur tumbuh Rootone-F adalah formulasi dari beberapa zat seperti:
NAA, IAA, IBA. IBA adalah zat yang memengaruhi percepatan akar dan memperbnyak
perakaran. Hormon yang terkandung dalam Rootone-F juga di temukan secara alami di dalam
urin sapi, urin sapi juga sangat bermanfaat dalam pertumbuhan dan tidak sulit untuk di
dapatkan dan tidak mencemari lingkungan.
Menggunakan zat pengatur tumbuh IBA (konsentrasi 0, 1000, dan 3000 pmm) dan
Rootone-F (konsentras 0, 50, dan 100 mg/anakan)yang akan meningkatkan perakaran yang
lebih banyak.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum teknologi dan inovasi produksi pertanian dengan judul
Pengaruh Zpt Terhada Pertumbuhan Bibit Single Bud Singkong (Manihot Esculenta)
tersebut adalah :
1. Untuk mengetahui metode pembibitan singel bud.
2. Untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh rootone F- terhadap pertumbuhan bibit
singkong singel bud.
3. Untuk mengetahui konsentrasi zat pengatur tumbuh yang efektif dalam pembibitan singel
bud singkong.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Stabilitas tunas perlu dijaga dengan memodifi kasi komposisi zat pengatur tumbuh
(ZPT), terutama rasio auksin: sitokinin, disesuaikan dengan tingkat mikropropagasi tunas.
Konsentrasi ZPT yang dibutuhkan saat induksi tunas akan berbeda dengan saat multiplikasi
tunas berulang, dan perlu disesuaikan dengan genotipe yang digunakan. Penambahan ZPT ke
dalam media in vitro sangat efektif dalam mengontrol pertumbuhan tanaman dengan
mempengaruhi proses biokimia tanaman. Terlepas dari pengaruh genotipe, laju proliferasi
dan pemanjangan tunas dipengaruhi oleh tipe sitokinin dan konsentrasinya. Dalam kultur in
vitro pisang, biasanya digunakan sitokinin jenis adenin misalnya 6-benzylaminopurine
(BAP). Sitokinin eksogen berfungsi sebagai faktor pendorong multiplikasi. Rekomendasi
konsentrasi optimum BAP untuk mikropropagasi pisang adalah 20 μM (Kasutjianingati,
2011).
Potensi singkong sebagai pakan ternak pemanfaatanya belum maksimal karena
rendahnya kandungan gizi dan terdapat zat anti nutrisi yaitu asam sianida (HCN). HCN
merupakan faktor pembatas penggunaan kulit singkong sebagai pakan ternak. Salah satu
usaha yang d ilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dan kandungan gizi
terutama protein serta mengurangi atau menghilangkan zat anti nutrisi (sianida) yang
dikandung bahan pakan adalah melalui teknologi fermentasi secara anaerob yang di
suplementasi dengan bakteri Leuconostoc mesenteroides (Sandi, 2013).
Peningkatan produksi tanaman selain dilakukan dengan inovasi pembibitan juga
diperlukan penambahan ZPT. Zat pengatur tumbuh berperan dalam stimulasi pertumbuhan
dengan memberi isyarat pada target untuk membelah atau memanjang. selain menjadi
memacu pertumbuhan, beberapa jenis ZPT juga berperan dalam menghambat pertumbuhan
tanaman. pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada jenis dan spesies tumbuhan, situs aksi
ZPT tumbuhan,tahap pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta konsentrasi ZPT
(Abdurrahman, D., 2008).
Auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam proses pemanjangan
sel, pembelahan sel, diferensiasi jaringan pembuluh dan inisiasi akar (Heddy 1996). Salah
satu produk komersial yang mengandung zat pengatur tumbuh auksin dan banyak digunakan
adalah Rootone F. Berdasarkan label kemasannya Rootone F mengandung zat pengatur
tumbuh dari golongan auksin dan Fungisida. Bahan-bahan yang terkandung dalam Rootone F
adalah NAA, NAD, MNAA, IBA dan Thyram. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa zat pengatur tumbuh auksin mampu memacu pembentukan akar dan pertumbuhan
anakan. Penggunaan Rootone F 200 ppm dapat meningkatkan pertumbuhan stek anakan
tanaman bambu Jepang (Aini dkk., 1999). Pemberian Rootone F pada stump dan anakan
gaharu memberikan persentase tumbuh dan jumlah daun paling tinggi dibandingkan atonik
dan tanpa ZPT (Dessi, 2012).
Singkong dikalikan terutama oleh batang stek yang merupakan proses yang lambat
dibandingkan dengan tanaman biji-bijian (Santana et al., 2009). Penyakit juga sering
menumpuk di stek batang sehingga tanaman yang terinfeksi dan rendah hasil. Petani skala
kecil memperoleh bahan tanam dari tetangga, selama perjalanan atau sebagai tanaman
relawan kiri dalam bera (Mutegi, 2009). Hal ini memberikan kontribusi terhadap hama dan
akumulasi penyakit dan penyebaran. tantangan lain dengan stek meliputi rusaknya tinggi
karena mereka kering dalam waktu beberapa hari, penanganan tinggi dan biaya transportasi
dan berat nyaman dan sebagian besar materi. Hal ini membuat kultur jaringan yang penting
teknologi dalam mendirikan sistem perbenihan singkong (Kwame, 2012).
Penggunaan singkong pati untuk produksi inti pasir belum ekstensif dilaporkan dalam
literatur, dan karenanya perlu untuk menyelidiki potensinya dalam hal ini. sejak singkong
merupakan sumber yang murah pati berlimpah dengan karakteristik ikatan yang sangat baik,
pati singkong memiliki Oleh karena itu dipilih untuk penyelidikan. ini bekerja bertujuan
untuk menghasilkan core pasir menggunakan singkong pati sebagai pengikat dan
mengevaluasi kesesuaian mereka di hal kekuatan tekan mereka untuk pengecoran paduan
aluminium T-Joint pipa. Tujuan ini bekerja adalah untuk memanfaatkan bahan baku local
(pati singkong dan pasir Ojolofe) untuk menghasilkan core; menentukan kekuatan tekan yang
dihasilkan core, bandingkan sifat diamati dengan orang-orang core standar dan, dan
mengevaluasi kesesuaian diproduksi core dengan casting aluminium pipa T-Joint (Opaluwa,
2012).
Menurut Rahardja dan Wiryanta, W. (2006), zat pengatur tumbuh yang banyak
digunakan dan memiliki kandungan yang lengkap adalah Rootone-F yang memiliki
komposisi naftalenasetamide 0,067%, meti l- naftalenasetamida 0,13 %, metil-1-
naftalenasetatc 0,033%, indol-3-butirat 0,057% dan tiram 4% . Hormon yang terkandung
dalam Rootone-F juga di temukan secara alami di dalam urin sapi, urin sapi juga sangat
bermanfaat dalam pertumbuhan dan tidak sulit untuk di dapatkan dan tidak mencemari
lingkungan
Singkong (Manihot esculanta) merupakan tanaman yang tumbuh dengan baik pada
iklim tropis. Tanaman ini termasuk dalam golongan tanaman semak tahunan yang mampu
tumbuh tinggi mencapai 1-3 m. Temperatur ideal untuk pertumbuhan tanaman singkong
adalah 20o. Bagian tanaman yang sering digunakan dan dimanfaatkan adalah bagian daun
dan akarnya. Kadar karbohidrat yang dikandung oleh buah (umbi) singkong cukup tinggi,,
namun kandungan proteinnya sangat rendah. Sedangkan pada daunnya, kandungan
proteinnya lebih besar. Zat yang di gunakan dalam pembibitan adalah Rootone-F, zat
pengatur tumbuh Rootone-F adalah formulasi dari beberapa zat seperti: NAA, IAA, IBA
(Food Standards Australia New Zealand, 2004).
BAB 3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Teknologi Inovasi Produksi Pertanian dengan judul Pengaruh Zat Pengatur
Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Bibit Single Bud Singkong (Manihot esculenta),
dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Dasar Fakultas Pertanian Universitas
Jember pada hari sabtu tanggal 19 Oktober 2013 pada jam 15.00 sampai selesai.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1. Gergaji/pisau pemotong
2. Gelas air mineral
3. Pipet
4. Gelas ukur
5. Beaker glass
6. Spatula
7. Handsprayer (alat semprot)
3.2.2 Bahan
1. Batang singkong
2. Rootone-F
3. Aquades
4. Media tanam (pasir, kompos, tanah)

3.3 Cara Kerja


1. Persiapkan alat dan bahan.
2. Pilih bahan tanam (batang singkong) yang memiliki kualitas tinggi.
3. Potong batang singkong (dengan panjang masing – masing 1 cm) diantara mata tunas.
4. Celupkan / rendam batang singkong yang telah dipotong tersebut kedalam larutan Rootone-F
(konsentrasi 100 ppm, 200 ppm dan 300 ppm) masing – masing buat 5 kali ulangan. Sebagai
pembanding buat kontrol (tanpa perlakuan Rootone-F.
5. Tancapkan stek pada media tanam (campuran pasir, tanah, kompos perbandingan 1:1:1) yang
telah disediakan selama 4-5 minggu, kemudian siram air secukupnya.
6. Peliharalah tanaman dengan melakukan penyiraman setiap hari selama 2-4 minggu.
3.4 Pengamatan
Pengamatan pertama (H0) dilakukan satu minggu (7 hari) setelah tanam. Selanjutnya
lakukan pengamatan ke-2 dengan seterusnya setiap 3 hari sekali selama 2-4 minggu, dengan
parameter pengamatan sebagai berikut:
1. Tinggi tanaman.
2. Jumlah daun.
3. Panjang dan lebar daun.
4. Jumlah dan panjang akar (pada akhir pengamatan).
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang sudah di lakukan pada H0 hasil yang di peroleh oleh
perlakuan kontrol tinggi tanaman mencapai 0,36 cm, sedangkan hasil dari perlakuan 100 ppm
mencapai tinggi 0,74 cm dan perlakuan 200 ppm dan 300 ppm tidak ada reaksi terhadap
tinggi tanaman dan hasil yang di peroleh 0. Jadi untuk H0 perlakuan yang terbaik yaitu pada
perlakuan 100 ppm yang mencapai 0,74 cm.
Pengamatan pada H3 hasil yang di peroleh oleh perlakuan kontrol tinggi tanaman
mencapai 0,6 cm, sedangkan hasil dari perlakuan 100 ppm mencapai tinggi 1,12 cm dan
perlakuan 200 ppm tidak ada reaksi terhadap tinggi tanaman dan hasil yang di peroleh 0,
sedangkan pada perlakuan 300 ppm mencapai tinggi 0,1cm. Jadi untuk H3 perlakuan yang
terbaik yaitu pada perlakuan 100 ppm yang mencapai 1,12 cm, perlakuan yang palik buruk
adalah perlakuan 200 ppm yang tingginya pada tanaman tidak ada perubahan.
Pengamatan pada H6 hasil yang di peroleh oleh perlakuan kontrol tinggi tanaman
mencapai 0,66 cm, sedangkan hasil dari perlakuan 100 ppm mencapai tinggi 2,82cm dan
perlakuan 200 ppm tidak ada reaksi terhadap tinggi tanaman dan hasil yang di peroleh 0,
sedangkan pada perlakuan 300 ppm mencapai tinggi 0,74 cm. Jadi untuk H3 perlakuan yang
terbaik yaitu pada perlakuan 100 ppm yang mencapai 2,82 cm, perlakuan yang palik buruk
adalah perlakuan 200 ppm yang tingginya pada tanaman tidak ada perubahan.
Pengamatan pada H9 hasil yang di peroleh oleh perlakuan kontrol tinggi tanaman
mencapai 1,2 cm, sedangkan hasil dari perlakuan 100 ppm mencapai tinggi 5,12cm dan
perlakuan 200 ppm tidak ada reaksi terhadap tinggi tanaman dan hasil yang di peroleh 0,
sedangkan pada perlakuan 300 ppm mencapai tinggi 2,46, pada H9 perlakuan 300 ppm
melebihi tinggi dari pada perlakuan kontrol. Jadi untuk H9 perlakuan yang terbaik yaitu
pada perlakuan 100 ppm yang mencapai 5,12 cm, perlakuan yang palik buruk adalah
perlakuan 200 ppm yang tingginya pada tanaman tidak ada perubahan.
Pengamatan pada H12 hasil yang di peroleh oleh perlakuan kontrol tinggi tanaman
mencapai 2,52 cm, sedangkan hasil dari perlakuan 100 ppm mencapai tinggi 7,44 cm dan
perlakuan 200 ppm tidak ada reaksi terhadap tinggi tanaman dan hasil yang di peroleh 0,
sedangkan pada perlakuan 300 ppm mencapai tinggi 5,48 cm, pada perlakuan 300 ppm
sangat cepat pertumbuhan tingginya dari pada perlakuan lainnya. Jadi untuk H12 perlakuan
yang terbaik yaitu pada perlakuan 100 ppm yang mencapai 7,44 cm, perlakuan yang palik
buruk adalah perlakuan 200 ppm yang tingginya pada tanaman tidak ada perubahan.
Pengamatan pada H15 hasil yang di peroleh oleh perlakuan kontrol tinggi tanaman
mencapai 5,28 cm, sedangkan hasil dari perlakuan 100 ppm mencapai tinggi 11,68cm dan
perlakuan 200 ppm tidak ada reaksi terhadap tinggi tanaman dan hasil yang di peroleh 0,
sedangkan pada perlakuan 300 ppm mencapai tinggi 10,7 cm, untuk pada H15 perlakuakan
300 ppm hampir mendekati tinggi perlakuan 100 ppm, perlakuan yang palik buruk adalah
perlakuan 200 ppm yang tingginya pada tanaman tidak ada perubahan.
Pengamatan pada H18 hasil yang di peroleh oleh perlakuan kontrol tinggi tanaman
mencapai 7,9 cm, sedangkan hasil dari perlakuan 100 ppm mencapai tinggi 15 cm dan
perlakuan 200 ppm tidak ada reaksi terhadap tinggi tanaman dan hasil yang di peroleh 0,
sedangkan pada perlakuan 300 ppm mencapai tinggi 12,24 cm, Jadi untuk H18 perlakuan
yang terbaik yaitu pada perlakuan 100 ppm yang mencapai 15 cm, perlakuan yang palik
buruk adalah perlakuan 200 ppm yang tingginya pada tanaman tidak ada perubahan.
Pengamatan pada H21 hasil yang di peroleh oleh perlakuan kontrol tinggi tanaman
mencapai 11,8 cm, sedangkan hasil dari perlakuan 100 ppm mencapai tinggi 19,86 cm dan
perlakuan 200 ppm tidak ada reaksi terhadap tinggi tanaman dan hasil yang di peroleh 0,
sedangkan pada perlakuan 300 ppm mencapai tinggi 14,6 cm, Jadi untuk H21 perlakuan
yang terbaik yaitu pada perlakuan 100 ppm yang mencapai 19,86 cm, perlakuan yang palik
buruk adalah perlakuan 200 ppm yang tingginya pada tanaman tidak ada perubahan.
Pengamatan pada H24 hasil yang di peroleh oleh perlakuan kontrol tinggi tanaman
mencapai 19,8 cm, sedangkan hasil dari perlakuan 100 ppm mencapai tinggi 27,1cm dan
perlakuan 200 ppm tidak ada reaksi terhadap tinggi tanaman dan hasil yang di peroleh 0,
sedangkan pada perlakuan 300 ppm mencapai tinggi 22,2 cm, Jadi untuk H24 perlakuan
yang terbaik yaitu pada perlakuan 100 ppm yang mencapai 27,1 cm, perlakuan yang palik
buruk adalah perlakuan 200 ppm yang tingginya pada tanaman tidak ada perubahan.
Pengamatan pada H27 hasil yang di peroleh oleh perlakuan kontrol tinggi tanaman
mencapai 25,2 cm, sedangkan hasil dari perlakuan 100 ppm mencapai tinggi 28,46cm dan
perlakuan 200 ppm tidak ada reaksi terhadap tinggi tanaman dan hasil yang di peroleh 0,
sedangkan pada perlakuan 300 ppm mencapai tinggi 25,02 cm, Jadi untuk H27 perlakuan
yang terbaik yaitu pada perlakuan 100 ppm yang mencapai 28,46 cm, perlakuan yang palik
buruk adalah perlakuan 200 ppm yang tingginya pada tanaman tidak ada perubahan.
Perlakuan pada H0-H27 mengalami peningkatan pada grafik yang sudah di buat.
Namun, pada perlakuan 200 ppm tidak mengalami perubahan pada H0-H27 yang hasil yang
di peroleh 0, sehingga pada perlakuan 200 ppm tidak adanya grafik yang di tunjukan, jadi
perlakuan yang terbaik pada H0-H27 yang tingginya terus meingkat pada perlakuan 100 ppm
dan perlakuan terburuk yang tidak ada peningkatan pada perlakuan 200 ppm.
Pengamatan pada jumlah daun yang sudah di lakukan pada singkong pada H0-H3,
perlakuan kontrol, 100 ppm, 200 ppm dan 300 ppm, tidak ada perubahan atau pertumbuhan
pada jumlah daun. pada H6 untuk jumlah daun hanya perlakuan 100 ppm yang jumlahnya
sebanyak 5, sedangkan untuk perlakuan kontrol, 200 ppm dan 300 ppm tidak adanya
perubahan dengan jumlah daun, Pada H9 jumlah daun pada perlakuan kontrol sebanyak 4,
namun pada perlakuan 100 ppm mengalami penurunan yang sebelumnya 5 daun berubah
menjadi 3 daun, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun tidak mengalami
perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang jumlahnya hanya 0 dan
perlakuan 300 ppm jumlah dun sebanyak 2. Pada H12 jumlah daun pada perlakuan kontrol
mengalami peenurunan yang awalnya sebanyak 4 berubah menjadi 2, namun pada perlakuan
100 ppm mengalami perubahan yang sebelumnya 3 daun berubah menjadi 4 daun, pada
perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun tidak mengalami perubahan atau tidak
mengalami pertumbhan pada daun yang jumlahnya hanya 0 dan perlakuan 300 ppm jumlah
dun sebanyak 3. Pada H15 jumlah daun pada perlakuan kontrol sebanyak 2, namun pada
perlakuan 100 ppm jumah daun 4 daun, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun
tidak mengalami perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang jumlahnya
hanya 0 dan perlakuan 300 ppm jumlah dun sebanyak 4. Pada H18 jumlah daun pada
perlakuan kontrol sebanyak 3, namun pada perlakuan 100 ppm jumah daun 4 daun, pada
perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun tidak mengalami perubahan atau tidak
mengalami pertumbhan pada daun yang jumlahnya hanya 0 dan perlakuan 300 ppm jumlah
dun sebanyak 4. Pada H21 jumlah daun pada perlakuan kontrol sebanyak 4, pada perlakuan
100 ppm jumah daun 4 daun, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun tidak
mengalami perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang jumlahnya hanya 0
dan perlakuan 300 ppm jumlah dun sebanyak 4.
Pada H24 jumlah daun pada perlakuan kontrol sebanyak 4, pada perlakuan 100 ppm
jumah daun 5 daun, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun tidak mengalami
perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang jumlahnya hanya 0 dan
perlakuan 300 ppm jumlah dun sebanyak 4. Pada H27 jumlah daun pada perlakuan kontrol
sebanyak 4, pada perlakuan 100 ppm jumah daun 5 daun, pada perlakuan 200 ppm
pertumbuhan pada daun tidak mengalami perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada
daun yang jumlahnya hanya 0 dan perlakuan 300 ppm jumlah dun sebanyak 5. Jadi
perubahan ataupun perlakuan yang terbaik adalah perlakuan 300 ppm yang pada H0-H27
selalu mengalami perubahan jumlah dain yang semakin banyak, dan perlakuan yang buruk
pada perlakuan 200 ppm yang dari H0-H27 tidak adanya perubahan pada ataupun jumlah
daun yang tumbuh.
Pada pengamatan lebar daun yang sudah di lakukan pada singkong pada H0-H3,
perlakuan kontrol, 100 ppm, 200 ppm dan 300 ppm, tidak ada perubahan atau pertumbuhan
pada lebar daun. pada H6 untuk lebar daun hanya perlakuan 100 ppm yang lebarnya 0,2 cm,
sedangkan untuk perlakuan kontrol, 200 ppm dan 300 ppm tidak adanya lebar daun, Pada H9
lebar daun pada perlakuan kontrol 0,12 cm, namun pada perlakuan 100 ppm lebar pada daun
0, 88 cm, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun tidak mengalami perubahan atau
tidak mengalami pertumbhan pada daun yang lebar daun 0 dan perlakuan 300 ppm lebar daun
dun 0,22. Pada H12 lebar daun pada perlakuan kontrol 0,28 cm, pada perlakuan 100 ppm
lebar pada daun 1,74 cm, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun tidak mengalami
perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang lebar daun 0 dan perlakuan 300
ppm lebar daun dun 0,38. Pada H15 lebar daun pada perlakuan kontrol 2 cm, namun pada
perlakuan 100 ppm lebar pada daun 2,24 cm, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada
daun tidak mengalami perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang lebar
daun 0 dan perlakuan 300 ppm lebar daun dun 0,48. Pada H18 mengalami penyusutan yang
awalnya lebar daun pada perlakuan kontrol 2 cm menjadi 0,84 cm, pada perlakuan 100 ppm
lebar pada daun 2,48 cm, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun tidak mengalami
perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang lebar daun 0 dan perlakuan 300
ppm lebar daun dun 1,06. Pada H21 lebar daun pada perlakuan kontrol 1,04 cm, pada
perlakuan 100 ppm lebar pada 5,94 cm, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun
tidak mengalami perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang lebar daun 0
dan perlakuan 300 ppm lebar daun dun 1,3 cm.
Pada H24 lebar daun pada perlakuan kontrol 1,14 cm, pada perlakuan 100 ppm lebar
pada 9,18 cm, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun tidak mengalami perubahan
atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang lebar daun 0 dan perlakuan 300 ppm lebar
daun dun 1,72 cm. Pada H27 lebar daun pada perlakuan kontrol 2,1 cm, pada perlakuan 100
ppm lebar pada 10,1 cm, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun tidak mengalami
perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang lebar daun 0 dan perlakuan 300
ppm lebar daun dun 1,92 cm. Jadi perlakuan yang terbaik pada lebar daun pada perlakuan
100 ppm yang lebar daunnya dari H0-H27 mengalami peningkatan dan perlakuan yang buruk
pada perlakuan 200 ppm yang dari H0-H27 tidak adanya perubahan pada ataupun lebar daun.
Pada pengamatan panjang daun yang sudah di lakukan pada singkong pada
H0-H3, perlakuan kontrol, 100 ppm, 200 ppm dan 300 ppm, tidak ada perubahan atau
pertumbuhan pada panjang daun. pada H6 untuk panjang daun hanya perlakuan 100 ppm
yang panjangnya 0,68 cm, sedangkan untuk perlakuan kontrol, 200 ppm dan 300 ppm tidak
adanya lebar daun, Pada H9 panjang daun pada perlakuan kontrol 0,6 cm, pada perlakuan 100
ppm panjang daun 2,04 cm, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun tidak
mengalami perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang panjang daun 0 dan
perlakuan 300 ppm lebar daun daun 1cm. Pada H12 panjang daun pada perlakuan kontrol 0,8
cm, pada perlakuan 100 ppm panjang daun 3,86 cm, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan
pada daun tidak mengalami perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang
panjang daun 0 dan perlakuan 300 ppm lebar daun daun 1,66 cm. Pada H15 panjang daun
pada perlakuan kontrol 1,92 cm, pada perlakuan 100 ppm panjang daun 4,16 cm, pada
perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun tidak mengalami perubahan atau tidak
mengalami pertumbhan pada daun yang panjang daun 0 dan perlakuan 300 ppm lebar daun
daun 1,7 cm. Pada H18 panjang daun pada perlakuan kontrol 3,26 cm, pada perlakuan 100
ppm panjang daun 5,16 cm, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun tidak
mengalami perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang panjang daun 0 dan
perlakuan 300 ppm lebar daun daun 4,04 cm. H21 panjang daun pada perlakuan kontrol 4,88
cm, pada perlakuan 100 ppm panjang daun 5,84 cm, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan
pada daun tidak mengalami perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang
panjang daun 0 dan perlakuan 300 ppm lebar daun daun 4,98 cm.
Pada H24 panjang daun pada perlakuan kontrol 5,18 cm, pada perlakuan 100 ppm
panjang daun 7,4 cm, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada daun tidak mengalami
perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang panjang daun 0 dan perlakuan
300 ppm lebar daun daun 5,6 cm. Pada H27 panjang daun pada perlakuan kontrol 7,14 cm,
pada perlakuan 100 ppm panjang daun 7,6 cm, pada perlakuan 200 ppm pertumbuhan pada
daun tidak mengalami perubahan atau tidak mengalami pertumbhan pada daun yang panjang
daun 0 dan perlakuan 300 ppm lebar daun daun 6,76 cm. Jadi panjang daun yang terbaik pada
perlakuan kontrol yang H27 mencapai 7,14 cm, perlakuan yang buruk pada perlakuan 200
ppm yang dari H0-H27 tidak adanya perubahan pada ataupun panjang daun.
Pengamatan pada panjang akar singkong setelah selesai pengamatan panjang daun,
lebar daun, jumlah daun. Panjang akar pada perlakuan kontrol pada ulangan 1 mencapai 17,5
cm, pada 100 ppm ulangan 1 mencapai 13 cm, pada 200 ppm mengalami proses yang tidak
sempurna sehingga tanaman singkong pada perlakuan ppm ulangan 1-5 tidak ada panjang
akar, pada 300 ppm ulangan 1 mencapai 13,7 cm. Perlakuan kortrol pada ulangan 2 mencapai
15,3 cm, pada 100 ppm ulangan 2 mencapai 14 cm, pada 200 ppm mengalami proses yang
tidak sempurna sehingga tanaman singkong pada perlakuan ppm ulangan 1-5 tidak ada
panjang akar, pada 300 ppm ulangan 2 mencapai 14,2 cm. Perlakuan kortrol pada ulangan 3
mencapai 20 cm, pada 100 ppm ulangan 3 mencapai 13,5 cm, pada 200 ppm mengalami
proses yang tidak sempurna sehingga tanaman singkong pada perlakuan ppm ulangan 1-5
tidak ada panjang akar, pada 300 ppm ulangan 3 mencapai 16,2cm.. Perlakuan kortrol pada
ulangan 4 mencapai 22 cm, pada 100 ppm ulangan 4 mencapai 13 cm, pada 200 ppm
mengalami proses yang tidak sempurna sehingga tanaman singkong pada perlakuan ppm
ulangan 1-5 tidak ada panjang akar, pada 300 ppm ulangan 4 mencapai 0 cm. Perlakuan
kortrol pada ulangan 5 mencapai 19 cm, pada 100 ppm ulangan 5 mencapai 17,5 cm, pada
200 ppm mengalami proses yang tidak sempurna sehingga tanaman singkong pada perlakuan
ppm ulangan 1-5 tidak ada panjang akar, pada 300 ppm ulangan 4 mencapai 13 cm. Jadi
perlakuan yang terbaik di lihat dari panjang akar pada rata-rata terbaik pada perlakuan
kontrol yang jumlahnya 18, 8 cm dan yang terburuk pada perlakuan 200 ppm pada ulangan 1-
5 pertumbuhan pada akar tidak ada sama sekali atau tidak tumbuh.
Pengamatan pada jumlah akar singkong setelah selesai pengamatan panjang daun,
lebar daun, jumlah daun. Jumlah akar pada perlakuan kortrol pada ulangan 1 sebanyak 22,
pada 100 ppm ulangan 1 sebanyak 31, pada 200 ppm mengalami proses yang tidak sempurna
sehingga tanaman singkong pada perlakuan ppm ulangan 1-5 tidak ada jumlah akar, pada 300
ppm ulangan 1 sebanyak 8. Pada perlakuan kortrol pada ulangan 2 sebanyak 7, pada 100 ppm
ulangan 2 sebanyak 24, pada 200 ppm mengalami proses yang tidak sempurna sehingga
tanaman singkong pada perlakuan ppm ulangan 1-5 tidak ada jumlah akar, pada 300 ppm
ulangan 2 sebanyak 37. Pada perlakuan kortrol pada ulangan 3 sebanyak 13, pada 100 ppm
ulangan 3 sebanyak 23, pada 200 ppm mengalami proses yang tidak sempurna sehingga
tanaman singkong pada perlakuan ppm ulangan 1-5 tidak ada jumlah akar, pada 300 ppm
ulangan 3 sebanyak 26. Pada perlakuan kortrol pada ulangan 4 sebanyak 17, pada 100 ppm
ulangan 4 sebanyak 19, pada 200 ppm mengalami proses yang tidak sempurna sehingga
tanaman singkong pada perlakuan ppm ulangan 1-5 tidak ada jumlah akar, pada 300 ppm
ulangan 3 sebanyak 0. Pada perlakuan kortrol pada ulangan 5 sebanyak 17, pada 100 ppm
ulangan 5 sebanyak 13, pada 200 ppm mengalami proses yang tidak sempurna sehingga
tanaman singkong pada perlakuan ppm ulangan 1-5 tidak ada jumlah akar, pada 300 ppm
ulangan 3 sebanyak 37. Jadi perlakuan yang terbaik di lihat dari jumlah akar pada rata-rata
terbaik pada perlakuan 100 ppm yang banyaknya 26 dan yang terburuk pada perlakuan 200
ppm pada ulangan 1-5 pertumbuhan pada akar tidak ada sama sekali atau tidak tumbuh.
Teknik single bud yaitu dengan cara pemotongan bibit singkong yang di lakukan pada
batang singkong dan cara penanaman batang tersebut tidak tgak melaikan miring atau tidur
dan tujuannya dari single but hanya untuk pembibitan bukan untuk menghasilkan umbinya,
dan teknik ini menggunakan satu mata tunas, pada umumnya teknik ini di gunakan dalam
pembibitan tebu, metode ini belom pernah di lakukan untuk pembibitan singkong, sehingga
perlu adanya teknologi inovasi produksi pertanian, sehingga dengan adanya single bud ini
akan meningkatnya produksi singkong. kelebihan dari single bud, mempunyai daya tubuh
seragam, jumlah anakan lebih banyak dari pada pembibitan konvensional, hemat tempat
dalam proses pembibitan, biaya yang di butuhkan tidak terlalu mahal, proses lebih singkat.
Kekurangan, biaya pembelian alat-alat cukup mahal, jumlah anakan kurang optimal jika di
tanam di daerah curah hujan yang tinggi, harus ada inovasi peralatan.
Pengaruh ZPT (zat pengatur tumbuh) untuk memacu perkecambahan. Zat pengatur
tumbuh Rootone-F adalah formulasi dari beberapa zat seperti: Napthalene Acetic Acid
(NAA), Indole Acetic Acid (IAA), dan IBA yang berbentuk tepung berwarna putih kotor dan
sukar larut dalam air. Komposisi bahan aktif Rootone-F adalah Napthalene Acetamida
(NAA) 0,067 %; 2-metil-1-Napthalene Acetatamida (MNAD) 0,013 %; 2-metil-1-
naftalenasetat 0.33%; 3-Indol butyric Acid (IBA) 0,057 % dan Thyram (Tetramithiuram
disulfat) 4,00 %. NAD, NAA dan IBA. IBA merupakan senyawa organik yang dapat
mempercepat dan memperbanyak perakaran. Thyram merupakan senyawa organik yang
berfungsi sebagai fungisida. Hormon yang terkandung di dalam Rootone-F ini juga
ditemukan secara alami di dalam urin sapi. Dengan demikian, pada konsentrasi yang tepat,
urin sapi juga bermanfaat sebagaimana zat pengatur tumbuh. Keuntungan dari pemakaian
urin sapi adalah mudah didapat dengan harga murah, serta tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan. Pemberian Rootone-F pada stum dan anakan gaharu memberikan persentase
tumbuh dan jumlah daun paling tinggi dibandingkan atonik dan tanpa ZPT (zat pengatur
tumbuh).
Hubungan teknik single bud dengan teknologi inovasi produksi pertanian dengan
adanya teknik single but ini maka akan mempercepat produksi pertanian dan hasil dari
penggunaan single bud sangat di butuhkan dan bibit yang di gunakan bibit unggul sehingga
menggunakan teknik ini produksi pertanian di Indonesia bisa menyamakan dengan produksi
luar negeri yang bisa memasarkan hasil yang telah di peroleh dengan menggunakan teknik
single bud tersebut.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 kesimpulan
Setelah melakukan pengamatan hasil dari tabel dan grafik tinggi tanaman yang terbaik
pada perlakuan 100 ppm yang pada H0-H27 mengalami kenaikan dan pertumbuhan pada
perlakuan 100 ppm dengan pesat. Pada table dan grafik jumlah tanaman perlakuan yang
terbaik pada perlakuan 300 ppm dimana jumlah daun meningkat terus. Pada lebar daun yang
terbaik pada perlakuan 100 ppm lebar daun yang pertumbuhannya cepat dan lebar pada H27
mencapai 10.1 cm. Pada panjang daun hasil yang terbaik pada perlakuan kontrol yang pada
H27 mengalami pertumbuhan yang pesat mencapai 7,14 cm. Untuk panjang akar yang terbaik
setelah di rata-rata pada perlakuan kontrol yang panjangnya 18,8 cm. Jumlah akar yang
terbaik pada perlakuan yang sudah di rata-rata pada perlakuan 100 ppm sebanyak 26.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan praktikum dengan cara menggunakan teknik single bud
di lakukan dengan benar agar tidak ada kegagalan dalam melakukannya, sehingga bisa
mengetahui seberapa besar hasil yang sudah di lakukan dengan cara menggunakan teknik
single bud.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, D., 2008. Biologi Kelompok Pertanian dan Kesehatan Jilid 2. Bandung : Grafindo Media
Pratama.

Sandi, Y.O, Rahayu, S, dan Suryapratama, W. 2013. Upaya peningkatan kualitas kulit singkong melalui
fermentasi menggunakan leuconostoc mesenteroides pengaruhnya terhadap kecernaan bahan
kering dan bahan organik secara in vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(1): 99-108.

Kasutjianingati, Poerwanto, R, Widodo, Khumaida, N dan Efendi , D. 2011. Pengaruh Media Induksi
terhadap Multiplikasi Tunas dan Pertumbuhan Planlet Pisang Rajabulu (AAB) dan Pisang
Tanduk (AAB) pada Berbagai Media Multiplikasi. J. Agron. Indonesia 39(3): 180 – 187.

Gustini, D, Fatonah, S, dan Sujarwati. 2012. Pengaruh Rootone F dan Pupuk Bayfolan terhadap
Pembentukan Akar dan Pertumbuhan Anakan Salak Pondoh (Salacca edulis Reinw).
Biospecies. 5(1): 8-13.

Ogero, K.O, Mburugu, G.N, Mwangi, N, Ombori, and Ngugi, M. 2012. In vitro Micropropagation of
Cassava Through Low Cost Tissue Culture. Asian Journal of Agricultural Sciences. 4(3):
205-209.

Opaluwa, A.I and Oyetunji, A.2012. Evaluating the Baked Compressive Strength of Produced Sand
Cores Using Cassava Starch as Binder for the Casting of Aluminium Alloy T-Joint Pipe.
Journal of Emerging Trends in Engineering and Applied Sciences (JETEAS). 3 (1): 25-32.

Rahardja dan Wiryanta, W. 2006. Aneka Cara Memperbanyak Tanaman. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Food Standards Australia New Zealand. 2005. Cyanogenic Glycosides in Cassava and Bamboo Shoots.
New Zealand : FSANZ.

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perlakuan yang dilakukan dengan pemberian Zat Pengatur Tumbuh (ZPT), pengairan,
atau bahkan pemupukan serta perlakuan yang lainnya. Zat pengatur tumbuh diberikan dengan
tujuan agar membantu pertumbuhan dan perkemabngan tanaman secara maksimal. Salah satu
ZPT yang biasa digunakan dalam pembibitan suatu tanaman adalah Rootone-F. ZPT
Rootone-F ini merupakan formulasi dari beberapa zat yang meliputi: Napthalene Acetic Acid
(NAA), Indole Acetic Acid (IAA), dan IBA berbentuk bubuk atau tepung berwaarna putih
kotor yang sukar larut pada air. penggunaan ZPT Rootone-F yaitu untuk mempercepat atau
merangsang pembentukan serta perbanyakan akar yang nantinya diharapkan mampu tumbuh
dengan baik dan cepat dalam usaha penyediaan bahan tanam dalam jumlah besar untuk
meningkatkan produktivitas suatu tanaman singkong. Pada praktikum Teknologi Inovasi
Produksi Pertanian ini mencoba mengaplikasikan metode single bud dengan diberi Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT) single bud.

1.2 Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah mempelajari pengaruh beberapa jenis ZPT terhadap
pertumbuhan tanaman timun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan tanaman adalah suatu proses yang kompleks. Secara sederhana


pertumbuhan tanaman dapat didefinisikan sebagai ” suatu proses vital yang menyebabkan
suatu perubahan yang tetap pada setiap tanaman atau bagiannya dipandang dari sudut ukuran,
bentuk, berat dan volumenya”. Pertumbuhan tanaman setidaknya menyangkut beberapa
fase/proses diantaranya (Afzal, Irfan. 2011):
1.Fase pembentukan sel
2.Fase perpanjangan dan pembesaran sel
3.Fase diferensiasi sel
Semua fase atau prose pertumbuhan tanaman tentu akan dipengaruhi atau ditentukan
oleh faktor-faktor pertumbuhan. Beberapa faktor pertumbuahan yang cukup mempengaruhi
proses pertumbuhan tanaman adalah (Afzal, Irfan 2011) :
Persediaan makanan/unsur hara
Ketersediaan makanan/unsur hara dari kandungan alamiah tanah setempat atau hasil
pemupukkan, sebagai salah satu bahan baku untuk pertumbuhan tanaman mutlak diperlukan .
1. Ketersediaan air
Air merupakan syarat untuk dapat terjadinya semua kegiatan metabolisme (proses)
tanaman.
2. Cahaya matahari
Cahaya matahari sangat diperlukan sebagian sumber energi untuk melakukan proses
fotosintesis bagi tanaman.
3. Suhu udara
Suhu mempengaruhi kandungan air pada tubuh tanaman. Secara umum kisaran suhu
untuk dapat terjadinya proses pertumbuahan antara 4§ C hingga 450 C dan suhu optimumnya
antara 280 C hingga 330 C.
4. Oksigen
Oksigen dibutuhkan untuk proses respirasi guna menghasilkan energi untuk proses
pertumbuhan.
5. Hormon pertumbuhan.
Hormon tumbuhan adalah senyawa-senyawa dalam jumlah yang kecil yang turut
mengatur proses pertumbuhan.
Auksin adalah senyawa asam indol asetat (IAA) yang dihasilkan di ujung meristem
apikal (ujung akar dan batang). Gustini, Dessi 2012) pertama kali menemukan auksin pada
ujung koleoptil kecambah gandum Avena sativa. Istilah auksin pertama kali digunakan oleh
Frits Went yang menemukan bahwa suatu senyawa menyebabkan pembengkokan koleoptil
ke arah cahaya. Pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya pemanjangan sel
pada sisi yang ditempeli potongan agar yang mengandung auksin. Auksin yang ditemukan
Went kini diketahui sebagai asam indol asetat (IAA). Selain IAA, tumbuhan mengandung
tiga senyawa lain yang dianggap sebagai hormon auksin, yaitu 4-kloro indolasetat (4 kloro
IAA) yang ditemukan pada biji muda jenis kacang-kacangan, asam fenil asetat (PAA) yang
ditemui pada banyak jenis tumbuhan, dan asam indolbutirat (IBA) yang ditemukan pada daun
jagung dan berbagai jenis tumbuhan dikotil. Auksin berperan dalam berbagai macam
kegiatan tumbuhan di antaranya adalah perkembangan buah, dominansi apikal (pertumbuhan
ujung pucuk suatu tumbuhan yang menghambat perkembangan kuncup lateral di batang
sebelah bawah), Absisi dan Pembentukan akar adventif (Ardisela, Dawud. 2010).
Kejadian di dalam alam stimulasi auxin pada pertumbuhan celeoptile ataupun pucuk
suatu tanaman, merupakan suatu hal yang dapat dibuktikan. Praktek yang mudah dalam
pembuktian kebenaran diatas dapat dilakukan dengan Bioassay method yaitu dengan the
straight growth tets dan curvature Menurut (Howard, D.2009), Indoleacetaldehyde.
Diidentifikasikan test sebagai bahan auxin yang aktif dalam tanaman, selanjutnya ia
mengemukakan bahwa zat kimia tersebut aktif dalam menstimulasi pertumbuhan kemudian
berubah menjadi IAA. Perubahan tersebut adalah perubahan dari Trypthopan menjadi IAA
Tryptamine sebagai salah satu zat organik, merupakan salah satu zat yang terbentuk dalam
biosintesis IAA. Dalam hal ini perlu dikemukakan dalam tanaman fanili Cruciferae dan
merupakan zat yang dapat dikelompokan ke dalam auxin zat tersebut atas bantuan enzym
nitrilase dapat membentuk auxin. Ahli lainnya) menerangkan bahwa Indoleacetonitrile yang
terdapat pada tanaman, terbentuk dari Glucobrassicin atas aktivitas enzym Myrosinase. Dan
zat organik lain (Indoleethanol) yang terbentuk dari Trypthopan dalam biosin. Thesis IAA
adalah atas bantua bakteri Hasil penelitian terhadap metabolisme auxin menunjukan bahwa
konsentrasi auxin di dalam tanaman mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi konsentrasi IAA ini adalah Sintesis Auxin, Pemecahan Auxin dan
In-aktifnya IAA sebagai akibat proses pemecahan molekul. Auxin sebagai salah satu hormon
tumbuh bagi tanaman mempunyai peranan terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman (Muljana, Wahju. 2003).
Adapun peranan auksin adalah (Sandi, Y.O. 2013).
1. Pengembangan Sel
Adanya pertumbuhan yg cepat, meningkatkan permeabilitas sel (kehadiran auksin
meningkatkan masuknya difusi air), fase pertumbuhan ada dua yaitu fase pembelahan dan
vase pelebaran (ada pada fase vakualisasi. Pada fase pelebran sel selain mengalami
keregangan juga mengalami penebalan dalam pembentukkan material-amaterial dd sel baru,
auksin menghalangi ion Ca2+ dalam pengerasan dd sel/ pektinase, sehingga dinding sel
menjadi lunak.
2. Fototropisme
Sel yang tidak tersinari kandungan auksinnya lebih tinggi, maka akan terjadi
pembengkokan menuju arah sinar. apabila bag koleoptil disinari.
3. Geotropisme,
Transportasi auksin kearah bawah akibat pengaruh geotropisme., tan yag diletakkkan
mendatar, bag bawahnya mengandung auksin lebih tinggi.
4. Apical dominant
Apabila pucuk daun dibuang, maka akan mendoron pertumbuhan tunas
laterall/samping
5. Perpanjangan akar
Apabila akar di bang tidak akan mempengaruhi pertumbuhan akar. Pemberian auksin
yang tinggi akan menghambat pemanjangan akar, tetapi meningkatkan jumlah akar.
6. Pertumbuhan batang (stem growth)
Bila ujung koleoptil di buang, opertumbuhan berhenti, kandungan auksin tertinggi di
pucuk.
7. Partenocarpy (pembnetukan buah tanpa biji)
Pertumbuhan ddg ovary dapat dirangsang dengan adanya auksin
8. Pertumbuhan buah
Pemberian auksin dapat memperbesar ukuran buah, pertumbuahan buah bisa lebih
cepat.
Cara kerja hormon Auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan juga memacu
protein tertentu yg ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding
sel. Ion H+ mengaktifkan enzim ter-tentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang
hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang
akibat air yg masuk secara osmosis (Nurwardani, Paristiyanti. 2008).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


1. Polibeg
2. Gelas ukur 1000 ml
3. Handsprayer
4. Tanah sebagai media
5. Larutan ZPT (A,B dan C).

3.2 Cara kerja


1. Menyiapkan 4 polibeg untuk kemudian diisi dengan media campuran antara tanah sebagai
media utamanya.
2. Menanam 2 benih timun ke dalam tiap polibeg.
3. Menyiapkan 3 handsprayer dan diberi label A,B,C. Isi handsprayer tersebut dengan larutan
A,B,C.
4. Setelah satu minggu setelah tanam (MST), tanaman disemprotkan dengan larutan tersebut
sesuai dengan labelnya. Mengulai penyemprotan hingga minggu ke-2.
5. Mengamati laju pertumbuhannya yg meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah ruas
tanaman, dan panjang ruas.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Pengama Perlakuan
tn Larutan A Larutan B Larutan C
MST Penga Penga Penga Penga Penga Penga
matan I matan matan matan matan matan
II I II I II
Tinggi 23 cm 30 cm 22 cm 28 cm 13 cm 25,5
Tanama cm
n
Jumlah 2 helai 5 2 5 3 5
daun helai helai helai helai helai
Jumlah 3 ruas 6 ruas 2 ruas 4 ruas 2 ruas 4 ruas
ruas
Panjang 6 cm 6 cm 4 cm 5 cm 3 cm 5 cm
ruas

4.2 Pembahasan
Auksin adalah zat yang di temukan pada ujung batang, akar, pembentukan bunga
yang berfungsi untuk sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di
daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua
jenis tanaman.nama lain dari hormon ini adalah IAA atau asam indol asetat. Letak dari
hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar .
Inisiasi merupakan salah satu aspek dari tumbuh pada tanaman dengan menghasilkan
bagian-bagian atau organ baru. Kenaikan jumlah akar merupakan salah satu dari ciri
pertumbuhan atau inisiasi tersebut. Rambut akar dapat tumbuh dari akar utama (akar lateral)
maupun berasal dari jaringan batang tumbuhan (akar adventif), yang dapat dipacu dengan
pemberian golongan hormon auksin dalam jumlah tertentu. Daerah tergenerasi akar terletak
pada absisat batang yang dipotong mengikutiperpindahan polar auksin menuju proses akhir
fisiologi, yang letaknya lebih dekat dengan ujung tanaman .
Hormon auksin berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dan perpanjangan akar
lateral (pada konsentrasi optimum auksin). Jika konsentrasi auksin terlalu tinggi maka akan
menghambat pertumbuhan dan perpanjangan akar. Inisiasi akar dengan auksin menyebabkan
pertumbuhan akar secara lateral. Perlakuan pertama adalah dengan mengamati jumlah baris
sedangkan perlakuan kedua mengamati panjang akar lateral. Inisiasi akar didapatkan dengan
bertambah panjangnya akar lateral tersebut, karena inisiasi akar itu terjadi pada bagian ujung
akar, maka pertumbuhannya selalu dominan untuk memanjang, selain dikarenakan letak
hormon auksin selalu berada di bagian ujung sel. Konsentrasi auksin yang rendah merupakan
konsentrai auksin yang efektif untuk inisiasi akar, karena auksin dngan konsentrasi yang
sangat tinggi atau sangat rendah justru akan menghambat pertumbuhan akar. Fungsi auksin
secara praktis dapat digunakan untuk memicu pertumbuhan dan perpanjangan akar,
pembentukan buah dan bunga, dan pembentukan tunas.
Pada banyak tanaman, pucuk lateral tidak mau tumbuh bila pucuk terminalnya
utuh.Bila pucuk terminal dipotong maka pucuk lateral mulai tumbuh.Ternyata pucuk terminal
menghasilkan auksin dalam jumlah besar sehingga konsentrasinya menghambat pertumbuhan
pucuk lateral.Bila disingkirkan, maka sumber auksin hanya dari pucuk lateral saja yang
menghasilkan auksin dalam jumlah kecil sehingga merangsang pertumbuhan .
Pada peristiwa pemanjangan akar juga tak lepas dari peristiwa pembelahan sel.Karena
pemanjangan akar disebabkan adanya pembelahan sel apalagi kalau ditambah dengan adanya
auksin dalam konsentrasi rendah.Karena adanya auksin, dinding selulosa menjadi kenyal
(plastic) dan diperluas oleh potensi osmosis cairan sel. Anyaman fibril selulosa yang
menyusun kerangka dinding menjadi kendur, dan hal ini memungkinkan penambahan fibril
selulosa.Auksin ditranslokasi keluar dari tempat sintesis oleh suatu mekanisme pengangkutan
yang sangat terpolarisasi yang memerlukan energi metabolisme dan menggerakkan auksin
hanya searah.Arah ini selalu menjauhi ujung pucuk, jadi secara anatomi mudah ditentukan
.Disamping struktur kimiawi, aktivitas suatu senyawa tergantung pula pada faktor luar dan
dalam antara lain :
1.Lingkungan luar (suhu, radiasi, kelembaban).
2.Kemampuan senyawa untuk melalui kutikula atau menbran sel.
3.Translokasi dalam tumbuhan ke daerah kegiatan.
4.Cara inaktivasi dalam tumbuhan.
5.Ketersediaan ATP atau nukleotida lain.
6.Kebutuhan akan logam atau kofaktor jika terlibat reaksi-rekasi enzimatik.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. ZPT sangat berpengaruh terhadap perkecambahan suatu biji karena dapat memacu
pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau
menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon
dengan baik.
2. Hal yang menyebabkan biji dapat berkecambah ZPT yang diletakkan pada masing-masing
biji mendorong terjadinya sintesis enzim dalam biji seperti amilase, protease dan lipase
dimana enzim tersebut akan merombak dinding sel endosperm biji dan menghidrolisis pati
dan protein yang akan memberikan energi bagi perkembangan embrio diantaranya adalah
radikula yang akan mendobrak endosperm, kulit biji atau kulit buah yang membatasi
pertumbuhan dan perkecambahan biji sehingga biji berkecambah.

5.2 Saran
Dalam melakukan pratikum agar para pratikan tidak bermain main agar tidak
mendapatkan hasil yang di inginkan
DAFTAR PUSTAKA

Afzal, Irfan et al. 2011. The Effect of Seed Soaking With Plant Growth Regulators on Seedling
Vigor of Wheat Under Salinity Stress. Journal of Stress Physiology & Biochemistry. 1(1): 6-
14.
Ardisela, Dawud. 2010. Pengaruh Dosis Rootone-F Terhadap Pertumbuhan Crown Tanaman Nenas
(Ananas comosus). Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. 1(2): 48-62.
Gustini, Dessi et al. 2012. Pengaruh Rootone F dan Pupuk Bayfolan terhadap Pembentukan Akar
dan Pertumbuhan Anakan Salak Pondoh (Salacca eduils Reinw.). Biospecies. 5(1): 8-13.
Howard, D.D. et al. 2009. Soils Fertilizer Additive Rate and Plant Growth Regulator Effect on
Cotton. The Journal of Cotton Science. 5: 42-52.
Muljana, Wahju. 2003. Teori dan Praktek Cocok Tanam Tebu dengan Segala Permasalahannya.
Semarang: CV. Aneka Ilmu.
Nurwardani, Paristiyanti. 2008. Teknik Pembibitan Tanaman dan Produksi Benih Jilid 1. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Sandi, Y.O. et al. 2013. Upaya Peningkatan Kualitas Kulit Singkong Melalui Fermentai
menggunakan Leuconostoc mesenteroides Pengaruhnya Terhadap Kecernaan Bahan Kering
dan Bahan Organik Secara In Vitro. Ilmiah Pertanian. 1(1): 99-108.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) mempunyai peranan penting dalam mengatur pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Ketika metabolisme menyediakan tenaga dan bahan-bahan (building
blocks) untuk kehidupan tanaman, maka hormon mengatur kecepatan pertumbuhan dari bagian-
bagian tanaman, kemudian mengintegrasikan bagian-bagian tersebut untuk menghasilkan bentuk
yang kita kenal sebagai satu individu yaitu tanaman. Selain itu, ZPT berperan dalam pengaturan
proses reproduksi. Dengan demikian, tanpa zat pengatur tumbuh berarti tidak akan ada
pertumbuhan.
Secara terminology, oleh para ahli fisiologi tumbuhan telah diberi batasan-batasan tentang
zat pengatur tumbuh, hormone dan hara. Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa
organic yang bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung menghambat dan dapat
merubah proses fisiologi tumbuhan.
Pada praktikum ini akan melihat pengaruh berbagai zat pengatur tumbuh dengan berbagai
konsentrasi zat pengatur tumbuh perkembangan biji pada kecambah Vigna sinensis.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh berbagai zat pengatur
tumbuh pada perkecambahan biji.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ada beberapa pendapat mengenai perkecambahan pada tumbuhan. Pada umumnya


perkecambahan dapat diartikan sebagai proses munculnya plantula (tanaman kecil) dari dalam biji
yang merupakan hasil pertumbuhan dan perkembangan embrio. Pada perkembangan embrio saat
berkecambah, bagian plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang, sedangkan radikula menjadi
akar. Perkecambahan benih dapat diartikan sebagai dimulainya proses pertumbuhan embrio dari
benih yang sudah matang (Taiz and Zeiger, 1998).
Menurut Elisa (2006), benih dapat berkecambah bila tersedia faktor-faktor pendukung
selama terjadinya proses perkecambahan. Perkembangan benih dipengaruhi oleh faktor dalam
(internal) dan faktor luar (eksternal). Perkecambahan adalah proses pengaktifan kembali aktivitas
pertumbuhan embryonic axis di dalam biji yang terhenti untuk kemudian membentuk bibit. Selama
proses pertumbuhan dan pemasakan biji, embryonic axis juga tumbuh. Secara visual dan morfologis,
suatu biji yang berkecambah umumnya ditandai dengan terlihatnya radikel atau plumula yang
menonjol keluar dari biji. Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari
perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia (Fitra, 2012).
Perkecambahan biji sebenarnya bukanlah suatu awal dari kehidupan tanaman karena pada
dasarnya di dalam biji ada embryo yang merupakan satu miniatur tanaman yang lengkap dengan akar
dan tunas embrioniknya, yang sedang berada pada fase istirahat. Perkecambahan adalah
pengulangan kembali pertumbuhan janin, yang ditandai dengan keluar atau munculnya radikula dan
plumula dari biji. Biji dari sejumlah spesies tanaman ada yang segera berkecambah ketika berada
pada lingkungan yang memenuhi syarat untuk berlangsungnya perkecambahan, tetapi ada pula yang
tidak dapat segera berkecambah karena mengalami dormansi. Biji-biji dorman ini akan dapat
berkecambah ketika dormansinya terpatahkan (Campbell, 1997).
Gardner, Pearce and Mitchel (1985) menyatakan bahwa perkecambahan meliputi peristiwa-
peristiwa fisiologis dan morfologis yaitu: (1) imbibisi dan absorpsi, (2) hidrasi jaringan, (3) absorpsi
oksigen, (4) pengaktifan enzim dan pencernaan, (5) transport molekul yang terhidrolisis ke sumbu
embryo, (6) peningkatan respirasi dan asimilasi, (7) inisiasi pembelahan dan pembesaran sel, dan (8)
munculnya embrio. Ontogeni perkecambahan mengikuti dua fase metabolik yang berbeda: (1)
hidrolisis secara enzimatis cadangan makanan yang disimpan, dan (2) sintesis jaringan baru dari
senyawa yang dihidrolisis (yaitu dari gula, asam amino, asam lemak, dan mineral yang dibebaskan).
Fitohormom memulai dan memperantarai proses perkecambahan yang penting. Aktivitas hormon
pada perkecambahan secara umum adalah:
1. Giberellin menggiatkan enzim hidrolitik dalam pencernaan cadangan makanan di biji.
2. Sitokinin merangsang pembelahan sel, menghasilkan munculnya akar lembaga dan pucuk lembaga.
3. Auxin meningkatkan pertumbuhan karena memicu pembesaran koleorhiza (pada sereal), akar
lembaga dan pucuk lembaga serta aktivasi geotropi (yaitu orientasi yang benar pada pertumbuhan
akar dan pucuk, terlepas dari orientasi biji).
Biji pada umumnya mengandung Asam Giberellin (GA) dalam kadar yang tinggi terutama di
embrio. Setelah imbibisi air berlangsung, terjadi pelepasan GA dan ini memberi signal bagi biji untuk
mematahkan dormansinya dan berkecambah. GA juga menunjang pertumbuhan kecambah tanaman
sereal dengan cara menstimulasi sintesis dari enzim pencerna cadangan makanan seperti α-amilase
yang berfungsi memobilisasi cadangan makanan. Bahkan sebelum enzim ini muncul, GA telah
menstimulasi sintesis dari mRNA yang mengkode terbentuknya α-amilase (Salisbury and Ross, 1992).
Ekstrak alami seringkali sebagai sumber zat tumbuh untuk mikroorganisme seperti bakteri
dan jamur. Zat tumbuh tersebut dapat berupa zat pendorong dan zat penghambat pertumbuhan.
Ekstrak alami yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang sudah
dikenal adalah sari buah tomat dan air kelapa. Air kelapa sering digunakan sebagai sumber energi
dalam kultur steril menggunakan media agar. Sedangkan sari buah tomat seringkali menjadi
penghambat perkecambahan biji dan pertumbuhan dibandingkan air kelapa. Pada kadar 5% sari
buah tomat sudah menunjukkan sifat menghambat sedangkan air kelapa hingga kadar 59% belum
menunjukkan sifat menghambat. Konsentrasi ekstrak alami yang sering digunakan berkisar antara
10-15% (Abidin, 1985).
Perkecambahan benih sangat ditentukan oleh viabilitas (daya hidup) benih yang dapat diukur
dengan menentukan daya kecambah dan kecepatan berkecambah benih. Gaya kecambah (G) adalah
jumlah biji yang berkecambah dari sejumlah biji yang diuji selama waktu perkecambahan dan
dihitung dalam persen (Hamidin, 1983).
Gaya kecambah dan koefisien berkercambah dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan
benih per satuan luas lahan dan kualitas benih. Benih yang baik,biasanya mempunyai kecambah 90%
atau lebih (Hamidan, 1983).

BAB III
METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum Fisiologi Tumbuhan ini yaitu :
Hari/tanggal : Kamis, 14 November 2013
Waktu : Jam 15.00 WITA sampai selesai
Tempat : Laboratorium Biodiversity Jurusan Biologi FMIPA UNTAD

B. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Tumbuhan ini yaitu :
a. Alat
1. Cawan petri

b. Bahan
1. Biji kacang panjang (Vigna sinensis)
2. Aquades
3. 1 ppm 2,4-d
4. 0,02 ppm giberelin
5. 1AA 3 ppm
6. IAA 6 ppm
7. IAA 9 ppm
8. IAA 11 ppm
9. Kertas tissue

C. Prosedur Kerja
Adapun Prosedur Kerja pada praktikum Fisiologi Tumbuhan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengisi 7 cawan petri yang dilapisi kertas tissue dengan larutan yang disediakan (6 larutan zat
pengatur tumbuh dan I aquades sebagai kontrol) sebanyak 5 mL.
2. Meletakkan dengan teratur 20 biji pada setiap cawan petri.
3. Menyimpan cawan petri di tempat yang gelap.
4. Mengamati 2 hari sekali biji yang berkecambah selama 4 hari.
5. Mencatat jumlah biji yang berkecambah.
6. Membandingkan hasil dari semua perlakuan.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Jumlah biji yang berkecambah
No. Zat Pengatur Jumlah Kecambah Jumlah kecambah
Tumbuh Hari 2 hari 4
1. Kontrol (aquades) - 1
2. 1 ppm 2,4-d 18 Semua
3. 0,02 ppm giberelin 3 4
4. 1aa 6 ppm 1 1
5. Iaa 11 ppm 6 6
6. Iaa 3 ppm 4 5
7. Iaa 9 ppm - -

2. Gambar hasil pengamatan


No. Zat Pengatur Jumlah Kecambah Jumlah kecambah
Tumbuh Hari 2 hari 4
1. Kontrol (aquades)

2. 1 ppm 2,4-d

3. 0,02 ppm giberelin

4. 1AA 6 ppm

5. IAA 11 ppm
6. IAA 3 ppm

7. IAA 9 ppm

B. Pembahasan
ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) dibuat agar tanaman memacu pembentukan fitohormon
(hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran hormon
bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik. Pada praktikum kali ini yaitu untuk
mengamati pengaruh ZPT terhadap perkecambahan biji. Biji yang digunakan dalam praktikum ini
yaitu Vigna sinensis (kacang panjang) yang diletakkan pada cawan petri berisi larutan zat pengatur
0,02 ppm (giberelin), 1 ppm 2,4-d, 1AA 3 ppm, 1AA 6 ppm, 1AA 9 ppm dan 1AA 11 ppm serta aquadest
sebagai kontrol yang diletakkan pada tempat gelap.
Dari hasil pengamatan yang diperoleh pada hari kedua pengamatan biji yang diletakkan pada
cawan petri yang berisi ZPT 1 ppm 2,4-d terdapat 18 biji yang berkecambah. Pada biji yang diletakkan
pada ZPT 11 ppm terdapat 6 biji yang berkecambah. Pada ZPT 1AA 6 ppm terdapat 1 biji yang
berkecambah. Selanjutnya biji yang direndam pada ZPT 0,02 ppm terdapat 3 biji yang mengalami
perkecambahan dan ZPT 1AA 3 ppm terdapat 4 biji yang berkecambah. Sedangkan pada biji yang
diletakkan pada ZPT 1AA 9 ppm serta aquadest sebagai kontrol tidak mengalami perkecambahan, hal
tersebut dipengaruhi oleh kulit biji yang belum lunak atau rusak sepenuhnya sehingga kulit biji masih
bersifat impermeabilitas atau tidak dapat mengimbibisi larutan dan oksigen. Selain itu, mungkin saja
perkecambahan gagal terjadi karena kondisi embrio tanaman Vigna sinensis telah rusak.
Pada pengamatan hari keempat diperoleh hasil biji yang diletakkan pada ZPT 2,d 1 ppm
semua biji mengalami perkecambahan. Pada biji yang diletakkan pada ZPT 11 ppm terdapat 6 biji
yang berkecambah. Pada ZPT 1AA 6 ppm terdapat 1 biji yang berkecambah. Selanjutnya biji yang
direndam pada ZPT 0,02 ppm terdapat 4 biji yang mengalami perkecambahan dan ZPT 1AA 3 ppm
terdapat 5 biji yang berkecambah. Pada biji yang diletakkan sebagai kontrol terdapat 1 biji yang
mengalami perkecambahan. Hal tersebut disebabkan karena ZPT yang diletakkan pada masing-
masing biji mendorong terjadinya sintesis enzim dalam biji seperti amilase, protease dan lipase
dimana enzim tersebut akan merombak dinding sel endosperm biji dan menghidrolisis pati dan
protein yang akan memberikan energi bagi perkembangan embrio diantaranya adalah radikula yang
akan mendobrak endosperm, kulit biji atau kulit buah yang membatasi pertumbuhan dan
perkecambahan biji sehingga biji berkecambah.
Zat pengatur tumbuh terdiri dari beberapa jenis, yaitu auksin, giberelin, sitokinin, ethylen,
dan asam absisat (ABA). Auksin merupakan salah satu dari kelompok hormon tanaman seperti
indolasetat yang berfungsi untuk merangsang pembesaran sel, sintesis DNA kromosom, serta
pertumbuhan sepanjang aksis longitudinal tanaman. Giberelin merupakan hormon perangsang
pertumbuhan tanaman yang diperoleh dari Gibberella fujikuroi atau Fusarium moniliforme. Sitokinin
merupakan hormon tumbuhan turunan adenin dan berfungsi untuk merangsang pembelahan sel dan
diferensiasi mitosis, disintesis pada ujung akar dan ditranslokasi melalui pembuluh xylem. Ethylen
(Prothephon) merupakan hormon yang berupa gas yang dalam kehidupan tanaman aktif dalam
proses pematangan buah. Asam absisat (ABA), sebagai penghambat tumbuh (Inhibitor) pada saat
tanaman mengalami stress, fitohormon ini digunakan untuk mengompakkan pertumbuhan batang
agar tanaman terlihat sangat baik. Pada komposisi dan perlakuan tertentu dapat merangsang
pertumbuhan tunas anakan dengan cepat dan serentak.
Pada proses perkecambahan ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor dalam dan
faktor luar. Faktor dalam meliputi tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi dan
penghambat perkecambahan. Sedangkan faktor luar meliputi air, temperatur, oksigen, cahaya dan
medium
Mekanisme kerja dari beberapa ZPT antara lain auksin mempengaruhi enzim, bekerja sebagai
zat pelindung bagi enzim dari inaktivasi, mempengaruhi DNA sehingga aktif dalam sintesis protein,
dan membantu memperpanjangn dan mengembangkan ukuran sel. Giberelin bekerja pada gen
dengan menyebabkan aktivasi gen-gen tertentu. Gen-gen yang diaktifkan akan membentuk enzim-
enzim baru yang menyebabkan terjadinya perubahan morphogenetik (penampilan kenampakan
tanaman). Sitokinin terutama bekerja pada proses sitokinensis (proses pembelahan sel) pada
berbagai organ tanaman.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. ZPT sangat berpengaruh terhadap perkecambahan suatu biji karena dapat memacu pembentukan
fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan
peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik.
2. Hasil pengamatan yang diperoleh dimana biji yang diletakkan pada ZPT 1 ppm 2,4-d terdapat 18 biji
yang berkecambah. Pada biji yang diletakkan pada ZPT 11 ppm terdapat 6 biji yang berkecambah.
Pada ZPT 1AA 6 ppm terdapat 1 biji yang berkecambah. Selanjutnya biji yang direndam pada ZPT
0,02 ppm terdapat 3 biji yang mengalami perkecambahan dan ZPT 1AA 3 ppm terdapat 4 biji yang
berkecambah.
3. Hal yang menyebabkan biji dapat berkecambah ZPT yang diletakkan pada masing-masing biji
mendorong terjadinya sintesis enzim dalam biji seperti amilase, protease dan lipase dimana enzim
tersebut akan merombak dinding sel endosperm biji dan menghidrolisis pati dan protein yang akan
memberikan energi bagi perkembangan embrio diantaranya adalah radikula yang akan mendobrak
endosperm, kulit biji atau kulit buah yang membatasi pertumbuhan dan perkecambahan biji sehingga
biji berkecambah.

B. Saran
Diharapkan kepada praktikan untuk praktikum selanjutnya harus lebih teliti lagi dalam
melakukan percobaan agar hasil yang diperoleh lebih akurat lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, H. B., 1985, Agronomi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Campbell, N. A., 1997, Biology, third edition, The Benjamin/Cunningham Publishing Company,
Inc., California.

Elisa, D., 2006, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, PT Gramedia, Jakarta.

Fitra, Y., 2012. Biologi Edisi III, Erlangga, Jakarta

Gardner, F.P., Perce, R.B., and Mitchell, R.L., 1985, Physiology of Crop Plants, The Iowa State University
Press.

Hamidan, E., 1983, Pedoman Teknologi Benih, Pembimbing Masa Bandung.

Salisbury, F.B. and Ross, C. W., 1992, Plant Physiology, 4th edition. Wadswoth Publishing Company,
Belmont, California.

Taiz and Zeiger, D., 1998, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia, Jakarta.

Tjitrosomo, S. S., 1985, Botani Umum 2, Penerbit Angkasa, Bandung.


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) mempunyai peranan penting dalam mengatur


pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Ketika mtabolisme menyediakan tenaga dan
bahan-bahan (building blocks)untuk kehidupan tanamn, maka hormon mengatur
kecepatan pertumbuhan dari bagian-bagian tanaman, kemudian mengintegrasikan
bagian-bagian tsb untuk menghasilkan bentuk yang kita kenal sebagai satu individu
”tanaman”. Selain itu, ZPT berperan dalam pengaturan proses reproduksi. Dengan
demikian, tanpa zat pengatur tumbuh berarti tidak akan ada pertumbuhan.

Zat Pengatur Tumbuh Tanaman (Plant Growth Regulator) berbeda dengan hormon
tumbuh (Plant Hormon = Phytohormon). Menurut The American Society of Plant
Physiology, Plant Growth Regulator merupakan persenyawaan organik yang bukan
nutrisi, yang dalam jumlah kecil dapat merangsang, menghambat, atau merubah suatu
proses fisiologis dalam tanaman. Sedangkan Plant Hormon adalah zat organik yang
disintesa di satu bagian tertentu tanaman dan ditranslokasikan ke bagian lain, yang
dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis tanaman. Hormon biasanya
bergerak dalam tanaman dari tempat diproduksi ke tempat bereaksi.

Dugaan bahwa perkembangan tanaman dipengaruhi oleh bahan kimia khusus


dalam tanaman telah muncul sekitar 112 tahun yang lalu dari seorang Botaniawan
Jerman ”Juliun van Sachs”, bahwa suatu senyawa menyebabkan pertumbuhan batang, dan
lainnya pertumnuhan daun, akar, bunga, ataupun pertumbuhan buah. Hormon pertama
kali diidentifikasi dari urine pada tahun 1930an. Sedangkan pada tahun 1950an sejumlah
pengaruh giberellin terungkap.
Dengan banyaknya hormon yang teridentifikasi serta pengaruhnya yang sudah
diteliti, menjadi jelas bahwa bicara tentang hormon tanaman tidak hanya pengaruh
masing-masingnya pada bagian tertentu tanaman, tetapi juga bahwa respon tersebut
tergantung pada species, bagian tanaman, fase pertumbuhan, konsentrasi hormon,
interaksi antar hormon yang telah diketahui, dan sejumlah faktor lingkungan yang
mempengaruhi aktivitas hormon. Karena itu, tidak bisa digeneralisir pengaruh hormon
terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan jaringan dan organ tertentu dari
tanaman. Konsep yang benar adalah bahwa jaringan yang berbeda dapat memberi
respon yang berbeda akibat bahan kimia yang berbeda. Masalah sensitivitas jaringan dan
organ tanaman serta konsentrasi hormon yang mampu memberi pengaruh menjadi
perhatian dalam penelitian tentang kerja hormon (hormone action).

Kita tahu bahwa jika hormon tanaman hadir dalam konsentrasi mikromolar atau
submikromolar untuk aktif secara spesifik, maka harus ada tiga bagian dari suatu sistem
respon yang harus ada. Pertama, hormon harus hadir dalam kadar yang cukup dan pada
sel/jaringan yang tepat. Kedua, hormon harus dikenal dan diikat kuat oleh masing-
masing grup sel yang merespon hormon tersebut (the target cells). Molekul protein
memiliki struktur kompleks untuk mengenali dan menyeleksi molekul-molekul kecil
(seperti enzim), dan berdasarkan pengetahuan tentang kerja hormon pada hewan,
hormone-binding protein (penyatuan hormon dengan protein sel) pada plasma membran
tanamanpun teridentifikasi. Protein tersebut dikenal dengan ”receptor protein”. Ketiga,
receptor protein ini harus dapat menyebabkan beberapa perubahan metabolisme yang
mengarah pada amplifikasi/penguatan (amplification) dari signal hormon atau pembawa
pesan (messenger). Pada kenyataannya, sejumlah proses amplifikasi bisa berlangsung
dalam tahapan sebelum respon terhadap hormon terjadi.

Ahli Fisiologi tumbuhan membagi zat pengatur tumbuh dan hormon tumbuh ke
dalam 5 kelompok yaitu: Auxin, Gibberellin, Cytokinin, Ethylene, dan Inhibitor. Namun
belakangan ditemukan beberapa jenis senyawa kimia yang pengaruhnya sebagaimana
hormon ataupun ZPT.
Auxin adalah senyawa yang memiliki struktur Indole ring, dicirikan oleh
kemampuannya dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel pada pucuk, ditemukan
pertama kali di Belanda oleh Frits Went (1926). Indoleacetic acid (IAA) merupakan auxin
utama pada tanaman. Namun ada tiga senyawa lain dalam tanaman yang emiliki struktur
mirip dengan IAA yaitu phenyiacetic acid (PAA) yang seringdijumpai dalam kadar yang
jauh lebih banyak dari IAA, indole butyric acid (IBA) yang diketahui terdapat pada daun
tanaman jagung dan pada sejumlah tanaman dikotil, dan 4-chloroindolacetic acid (4-
chloro IAA) ditemui pada biji muda tanaman legum. IAA disintesa dari tryptophan atau
indole pada primordia daun, daun muda dan dalam bici yang sedang berkembang. IAA
ditransport dari sel ke sel, transport ke akar diduga dapat melalui fhloem. Beberapa
pengaruh auxin pada tanaman a.l.: (1) menstimulasi perpanjangan sel dan pertumbuhan
batang, (2) menstimulasi pembelahan sel kambium dan kombinasinya dengan cytokinin
dapat menstimulasi pembelahan sel pada kultur jaringan (tissue culture), (3)
menstimulasi diferensisasi jaringan floem dan xtylem, (4) menstimulasi munculnya akar
pada stek batang dan pertumbuhan akar cabang, serta diferensiasi akar pada kultur
jaringan, (5) dapat menunda senescence pada daun, (6) menstimulasi pertumbuhan
bagian bunga dan (7) menginduksi pembentukan dan pertumbuhan buah. Namun pada
konsentrasi yang tinggi auxin berperan sebagai inhibitor dan sebagai herbisida.

Gibberellins (GAs) adalah kelompok senyawa yang merupakan derivat ent-


gibberellin skeleton, ditemukan pertama kali di Jepang tahun 1930an. Sampai tahun
1990 sebanyak 74 senyawa gibberellins dijumpai pada tanaman tingkat tinggi, 25 pada
jamur Gibberella dan 14 pada keduanya (tanaman dan jamur). GAs disintesa dari
mevalonic acid, pada jaringan muda pucuk dan biji yang sedang tumbuh (developing and
immature seeds) serta pada akar. Transportasinya melalui phloem dan xylem. Beberapa
pengaruh GAs pada tanaman a.l.: (1) menstimulasi pembelahan dan pemanjangan sel
batang, menyebabkan tanaman mengalami hyperelongation (sangat tinggi), (2)
menginduksi perkecambahan biji-biji yang membutuhkan temperatur dingin ataupun
cahaya untuk erkecambahannya, (3) menginduksi produksi sejumlah enzim seperti α-
amilase pada perkecambahan biji tanaman seralia sehingga dapat terjadi mobilisasi
cadangan makanan dan mineral dari endosperma ataupun kotiledon untuk pertumbuhan
plumula dan radikula, (4) aplikasi exogenous (dari luar) dapat menginduksi pembentukan
dan pertumbuhan buah, dan (5) dapat menyebabkan terbentuk buah partenokarpi (tanpa
biji) pada beberapa tanaman terutama akibat GA4 dan GA7.
Cytokinins (CKs) ditemukan di Austria oleh Gottlieb Halberlandt (1913), merupakan
derivat senyawa adenine, yang dicirikan oleh kemampuannya menginduksi pembelahan
sel pada kultur jaringan (jika ada auxin). CKs disintesa di ujung akar dan biji yang sedang
berkembang. Beberapa pengaruh CKs a.l.: (1) aplikasi extragenous (dari luar) dapat
menginduksi pembelahan sel (jika ada auxin), (2) memicu morphogenesis terutama
pembentukan pucuk dan menginduksi pembentukan tunas lateral, (3) memicu
pembelahan sel pada daun muda sehingga ukuran daun lebih lebar, (4) memacu
pembentukan kloroplast dan sintesa klorofil, dan (5) menunda senescence daun.

Ethylene merupakan merupakan volatile (mudah menguap) hormon, pertama kali


dipastikan sebagai gas yang menstimulasi pemasakan buah oleh R. Gane (1934). Pada
umumnya jaringan tanaman mensintesa ethylene sebagai respon terhadap stress. Selain
itu sintesa hormon ini berlangsung ketika senescence ataupun pemasakan buah terjadi.
Gas ethylene bergerak secara difusi dari tempatnya disintesa, dan dapat
ditransportasi/berpindah ke jarak yang cukup jauh serta menimbulkan pengaruh.
Beberapa pengaruh ethylene a.l.: (1) tanaman yang keracunan ethylene akan
menunjukkan gejala daun klorosis, tertekan pemanjangan batang tetapi meningkat
ketebalannya, keriting dan absisi daun, tertekan pemanjangan akar tetapi tumbuh banyak
akar adventif (kecil-kecil), rentan serangan patogen, (2) aplikasi exragenous
menyebabkan induksi pembuahan pada beberapa tanaman a.l. nenas, sebaliknya pada
tanaman mangga. Penyemprotan pada tanaman tomat yang berbuah menyebabkan
pemasakan serentak, (3) dormansi biji dapat dihentikan, serta (4) menginduksi
terbentuknya lebih banyak bunga betina pada beberapa species monocious seperti melon
dan labu.
Selain ethylene, tanaman memproduksi asam absisat (ABA) ketika mengalami
stress seperti kekeringan, tanah yang salin, temperatur yang dingin, dan beku. ABA sering
sebagai respon untuk melindungi diri akibat lingkungan penyebab stress pada tanaman.
ABA pertama kali diidentifikasi oleh Frederick T. Addicott (1963) ketika meneliti terjadinya
absisi pada tanaman kapas. ABA disintesa dari asam melavolik di akar dan daun yang
dewasa terutama sebagai respon terhadap stress air. ABA ditransport dari akar melalui
xilem dan dari daun melalui floem, dan kembali ke batang/pucuk melalui xilem. Beberapa
pengaruh ABA a.l.: (1) menginduksi tertutupnya stomata ketika tanaman stress air, (2)
menghalangi pertumbuhan batang/pucuk, (3) menginduksi sintesa protein untuk
disimpan sebagai cadangan dalam biji, (4) melawan kerja GAs pada enzim α-amilase pada
perkecambahan biji tanaman seral, (5) menginduksi dormansi tunas pada beberapa
tanaman, (6) menginduksi dormansi biji, dan (7) menyebabkan absisi tetapi pada tingkat
yang lebih rendah dari pada oleh ethylene.

Telah ditemukan pula beberapa senyawa dalam tumbuhan yang berperan


sebagaimana hormon ataupun zat pengatur tumbuh. Triacontanol, senyawa beralkohol
dengan atom carbon 30 diisolasi pertama kali dari pucuk tanaman alfalfa, sangal larut di
dalam air, suspensi koloidnya meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung, tomat, dan
padi jika disemprotkan pada bibit/tanaman muda dalam konsentrasi 0,1 nanogram per
liter. Brassinosteroids, mengandung senyawa grassinolide yang pertama kali diisolasi
dari pollen tanaman kubis-kubisan. Senyawa ini mempromosikan: pemanjangan batang,
menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman, epinasti dan biosintesa ethylene.
Batasins adalah senyawa yang terdapat dalam tumbuhan Discorea, dapat menyebabkan
dormansi pada umbi lapis. Jasmonates, menganung senyawa jasmonic acid menghambat
perkecambahan biji dan pertumbuhan beberapa tanaman serta mempromosikan:
terjadinya senescence, absisi, pembentukan umbi, pemasakan buah dan pembentukan
pigmen.

Polyamines, merupakan kation polyvalent yang mengandung dua atau lebih grup
asam amino. Beberapa polyamines a.l.: putrescine, cadaverine, spermidine dan spermine.
Polyamines sering dijumpai dalam konsentrasi lebih tinggi yaitu millimolar, dibandingkan
dengan hormon lain yang dijumpai dalam konsentrasi mikromolar. Beberapa pengaruh
polyamines pada tanaman yaitu mempromosikan: pembelahan sel, stabilitas enzim,
perkembangan buah beberapa jenis tanaman; memilimalkan stres air pada sel-sel serta
menghambat senescence daun.
ACARA V

PERANANAN EKSTRAK ALAMI DAN ZPT

PADA PERKECAMBAHAN BENIH

A. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak alami dan ZPT
terhadap gaya kecambah dan kecepataan berkecambah benih.
B. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilakukan pada hari Minggu tanggal 26 Mei 2013 di Progran Studi
Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Mataram.

C. Bahan dan alat

1. benih tanaman sengon

2. air kelapa, sari buah tomat, air, IAA dan GA

3. bak kecambah, pasir, gelas ukur, timbangan analitik dan alat tulis menulis.

D. Cara Kerja

1. Siapkan IAA, GA masing-masing dalam konsentrasi 40 ppm

2. Encerkan air sari tomat 4 kali

3. Rendam benih dalam larutan air, ekstrak alami dan ZPT (sesuai perlakuan)

4. Alasi petry dish dengan kertas saring, semaikan 10 benih yang telah direndam

5. Amati dan catat jumlah benih yang berkecambah setiap hari

6. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, hitung gaya kecambah dengan
menggunakan rumus sbb:

Jumlah biji berkecambah

G = ------------------------------------ X 100%

Jumlah biji yang diuji

7. Hitung kecepatan berkecambah berdasarkan jumlah biji yang berkecambah lebih awal
dari semua benih yang diuji.

E. Landasan Teori
Ada beberapa pendapat mengenai perkecambahan pada tumbuhan : Pada
umumnya perkecambahan dapat diartikan sebagai proses munculnya plantula (tanaman
kecil) dari dalam biji yang merupakan hasil pertumbuhan dan perkembangan embrio.
Pada perkembangan embrio saat berkecambah, bagian plumula tumbuh dan berkembang
menjadi batang, sedangkan radikula menjadi akar. Perkecambahan benih dapat diartikan
sebagai dimulainya proses pertumbuhan embrio dari benih yang sudah matang ( Taiz and
Zeiger 1998). Benih dapat berkecambah bila tersedia faktor-faktor pendukung selama
terjadinya proses perkecambahan. Perkembangan benih dipengaruhi oleh faktor dalam
(internal) dan faktor luar (eksternal). Menurut Elisa (2006), perkecambahan adalah
proses pengaktifan kembali aktivitas pertumbuhan embryonic axis di dalam biji yang
terhenti untuk kemudian membentuk bibit. Selama proses pertumbuhan dan pemasakan
biji, embryonic axis juga tumbuh. Secara visual dan morfologis, suatu biji yang
berkecambah umumnya ditandai dengan terlihatnya radikel atau plumula yang menonjol
keluar dari biji. Proses perkecambahan benih merupakan suatu rangkaian kompleks dari
perubahan-perubahan morfologi, fisiologi dan biokimia (Fitra, 2012).

Perkecambahan biji sebenarnya bukanlah suatu awal dari kehidupan tanaman


karena pada dasarnya di dalam biji ada embryo yang merupakan satu miniatur tanaman
yang lengkap dengan akar dan tunas embryoniknya, yang sedang berada pada fase
istirahat. Perkecambahan adalah pengulangan kembali pertumbuhan janin, yang
ditandai dengan keluar/munculnya radikula dan plumula dari biji. Biji dari sejumlah
species tanaman ada yang segera berkecambah ketika berada pada lingkungan yang
memenuhi syarat untuk berlangsungnya perkecambahan, tetapi ada pula yang tidak
dapat segera berkecambah karena mengalami dormansi. Biji-biji dorman ini akan dapat
berkecambah ketika dormansinya terpatahkan (Campbell, 1997; Tjitrosomo, 1985).

Gardner, Pearce and Mitchel (1985) menyatakan bahwa perkecambahan meliputi


peristiwa-peristiwa fisiologis dan morfologis yaitu: (1) imbibisi dan absorpsi, (2) hidrasi
jaringan, (3) absorpsi oksigen, (4) pengaktifan enzim dan pencernaan, (5) transport
molekul yang terhidrolisis ke sumbu embryo, (6) peningkatan respirasi dan asimilasi, (7)
inisiasi pembelahan dan pembesaran sel, dan (8) munculnya embryo. Ontogeni
perkecambahan mengikuti dua fase metabolik yang berbeda: (1) hidrolisis secara
enzimatis cadangan makanan yang disimpan, dan (2) sintesis jaringan baru dari senyawa
yang dihidrolisis (yaitu dari gula, asam amino, asam lemak, dan mineral yang
dibebaskan). Fitohormom memulai dan memperantarai proses perkecambahan yang
penting. Aktivitas hormon pada perkecambahan secara umum adalah:
1. Giberellin menggiatkan enzim hidrolitik dalam pencernaan cadangan makanan di biji.

2. Sitokinin merangsang pembelahan sel, menghasilkan munculnya akar lembaga dan pucuk
lembaga.

3. Auxin meningkatkan pertumbuhan karena memicu pembesaran koleorhiza (pada sereal),


akar lembaga dan pucuk lembaga serta aktivasi geotropi (yaitu orientasi yang benar pada
pertumbuhan akar dan pucuk, terlepas dari orientasi biji).

Biji pada umumnya mengandung Asam Giberellin (GAs) dalam kadar yang tinggi
terutama di embryo. Setelah imbibisi air berlangsung, terjadi pelepasan GAs dan ini
memberi signal bagi biji untuk mematahkan dormansinya dan berkecambah. GAs juga
menunjang pertumbuhan kecambah tanaman sereal dengan cara menstimulasi sintesis
dari enzim pencerna cadangan makanan seperti α-amilase yang berfungsi memobilisasi
cadangan makanan. Bahkan sebelum enzim ini muncul, GAs telah menstimulasi sintesis
dari mRNA yang mengkode terbentuknya α-amilase (Salisbury and Ross, 1992).

Ekstrak alami seringkali sebagai sumber zat tumbuh untuk mikroorganisme


seperti bakteri dan jamur. Zat tumbuh tsb dapat berupa zat pendorong dan zat
penghambat pertumbuhan. Ekstrak alami yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang sudah dikenal adalah sari buah tomat dan air kelapa. Air
kelapa sering digunakan sebagai sumber energi dalam kultur steril menggunakan media
agar. Sedangkan sari buah tomat seringkali menjadi penghambat perkecambahan biji
dan pertumbuhan dibandingkan air kelapa. Pada kadar 5% sari buah tomat sudah
menunjukkan sifat menghambat sedangkan air kelapa hingga kadar 59% belum
menunjukkan sifat menghambat. Konsentrasi ekstrak alami yang sering digunakan
berkisar antara 10-15% (Abidin, 1985).

Perkecambahan benih sangat ditentukan oleh viabilitas (daya hidup) benih yang
dapat diukur dengan menentukan daya kecambah dan kecepatan berkecambah benih.
Gaya kecambah (G) adalah jumlah biji yang berkecambah dari sejumlah biji yang diuji
selama waktu perkecambahan dan dihitung dalam persen (Hamidin, 1983). Secara
sederhana dirumuskan sebagai berikut:

Jumlah biji berkecambah

G = ------------------------------------ X 100%

Jumlah biji yang diuji


Kecepatan berkecambah adalah jumlah biji yang berkecambah per-hari, dihitung dengan
koefisien kecepatan berkecambah sebagai berikut:

K = ---------- x 100%

AT

K = koefisien kecepatan

N = jumlah biji yang berkecambah selama pengujian

A = jumlah biji yang berkecambah setiap hari

T = hari ke ..........

Gaya kecambah dan koefisien berkercambah dapat digunakan untuk menentukan


kebutuhan benih per satuan luas lahan dan kualitas benih. Benih yang baik,biasanya
mempunyai kecambah 90% atau lebih (Hamidan, 1983; Jumin, 2002).

F. Hasil dan Pembahasan

Tabel jumlah benih padi yang berkecambah


Jumlah Benih Padi yang Berkecambah

Auxin Air Tomat


Hari/Tanggal Kontrol GA 20 ppm Air Kelapa
(IBA 20ppm) (40%)

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

Senin/27-5-
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13

Selasa/28-5-
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13

Rabu/29-5-
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
13

Kamis/30-5-
23 8 5 8 29 20 20 5 22 0 13 0 0 2 0
13

Jumat/31-5-
9 26 20 34 17 23 23 36 19 19 19 7 16 21 14
13

Sabtu/1-6- 12 7 21 4 4 7 2 6 6 28 13 30 23 20 25
13

Minggu/2-6-
2 1 4 1 0 1 2 1 3 1 3 3 4 2 4
13

jumlah 46 42 50 47 50 51 47 48 50 48 48 40 43 45 43
Diagram Pertumbuhan Benih Padi

Persentase Gaya Kecambah

G. Pembahasan
Dari paktikum zat pengatur tumbuh (ZPT) ini telah dilakukan perkecambahan
pada padi dengan menambahkan zat pengatur tumbuh alami dan sintetik. Masing-masing
percobaan diulang tiga kali, termasuk control. Setelah semua perlakuan dibuat,
pengamatan dilakukan mulai hari selanjutnya dan didapat data seperti terlihat pada tabel
hasil pengamatan padi yang berkecambah.

Dari tabel hasil pengamatan di atas, terlihat bahwa padi mulai berkecambah pada
hari ke 4 dari hari percobaan dilakukan. Pada hari ke 4 ini yaitu pada hari Kamis 30 Mei,
padi yang paling banyak tumbuh yaitu pada biji yang diberi perlakuan GA 20 ppm ulangan
ke 2 dengan biji yang tumbuh adalah 29, disusul oleh control (tanpa perlakuan) pada
ulangan pertama yang tumbuh yaitu 23 biji, kemudian perlakuan auxin pada ulagan ke 3
dengan bij yang tumbuh 22 biji. Barulah disusul oleh pertumbuhan biji pada perlakuan-
perlakuan dan ulangan yang lain. Sedangkan percobaan yang paling lambat
pertumbuhannya yaitu pada perlakuan air kelapa dengan biji yang tumbuh hanya 2 pada
ulangan ke 2, sedangkan pada ulangan 1 dan 3 tidak ada yang tumbuh.

Pada hari ke 5, jumlah biji yang paling banyak tumbuh adalah pada percobaan
yang diberi perlakuan auxin ulangan ke 2 dengan jumlah biji yang berkecambah adalah
36 biji. Kemudian disusul oleh perlakuan GA ulangan pertama dengan biji yang
berkecambah adalah 34 biji. Percobaan yang lambat pertumbuhannya pada hari ke 5 ini
yaitu tetap pada perlakuan air kelapa. Pengamatan Pada hari selanjutya yaitu pada hari
sabtu 1 Juni, yang paling banyak tumbuh yaitu pada perlakuan dengan air tomat yaitu 30
biji pada ulangan ke 3. Dan yang terrendah adalah pada perlakuan auxin seperti terlihat
pada tabel. Pengamatan hari terakhir yaitu pada hari minggu 2 Juni rata-rata
pertumbuhan pada semua perlakuan melambat.

Hasil pengamatan selama percobaan tersebut dihitung persentase gaya


kecambahnya dengan rumus yang sudah ada, dan persentase gaya kecambah yang paling
besar terdapat pada percobaan dengan pemberian GA 200 ppm dengan nilai persentase
pada ulangan 1. 47%, ulangan 2. 50% dan ulangan 3. 51 %. Sedangkan persentase gaya
kecambah terdapat pada percobaan dengan pemberian air kelapa, ulangan 1. 43%,
ulangan 2. 45% dan ulangan 3. 43%.

H. Kesimpulan

Kesimpulan dari percobaan yang dilakukan yaitu.


1. Kecepatan kecambah percobaan yang paling baik adalah pada perlakuan yang diberi GA
20 ppm begitu pula dengan gaya kecambahnya.
2. Kecepatan kecambah dengan perlakuan bahan sintetik seperti GA dan auxin lebih cepat
dibandingkan dengan bahan alami seperti air kelapa dan air tomat, namun kecepatannya
mengalami penurunan pada hari berikutnya. Sedanggkan kecepatan kecambah dengan
perlakuan air kelapa dan tomat terjadi secara perlahan dan meningkat di hari berikutnya
kemudian menurun.

ACARA VI

PERANAN ZPT PADA PEMASAKAN BUAH

A. Tujuan

Untuk mempelajari perubahan morfologi (tekstur, warna dan aroma) buah pada
penggunaan beberapa ZPT

B. Waktu dan tempat praktikum

Praktikum ini dilakukan pada hari Minggu tanggal 26 Mei 2013 di Progran Studi
Hortikultura Fakultas Pertanian Universitas Mataram.

C. Bahan dan alat

1. buah pisang

2. air, ethreel dan karbit

3. wadah pemeraman, kapas, pipet, hand sprayer dan alat tulis menulis.

D. Cara kerja
1. Siapkan buah-buah yang akan dipelajari
2. Siapkan larutan ethreel 25%, tuang pada kapas hingga cukup basah
3. Masukkan buah ke dalam wadah pemeraman, sisipkan kapas ethreel dan carbid di sela-
sela tumpukan buah (sesuai perlakuan)
4. Semprot/usap larutan ethreel pada buah pisang
5. Lakukan pengamatan mulai keesokan harinya hingga tercapai kemasakan optimal
6. Amati perubahan tekstur, warna dan rasa pada buah

E. Landasan Teori
Kehidupan buah secara garis besar dibagi dalam 3 tahapan fisiologis, meliputi
pertumbuhan, pendewasaan/pematangan dan penuaan (senescence). Pertumbuhan
melibatkan pembelahan sel yang bertanggung jawab terhadap ukuran maksimum sel tsb.
Pematangan umumnya terjadi sebelum pertumbuhan berakhir dan aktivitas fisiologis
yang berlangsung pada buah berbeda untuk tanaman yang berbeda. Pertumbuhan dan
pematangan buah sering terjadi secara bersamaan sehingga disebut fase perkembangan.
Sedangkan senescence diartikan sebagai periode dimana proses anabolisme (sintesa)
memberi jalan untuk proses katabolisme (perombakan, degradasi) ke arah penuan
(aging) dan akhirnya kematian suatu jaringan. Pemasakan (ripening) merupakan istilah
khusus untuk buah, dimulai pada tahap akhir pematangan dan merupakan tahap awal
senescence (Salisbury and Ross, 1992; Dwidjoseputro, 1986).
Perkembangan dan pematangan buah umumnya selesai pada saat buah masih
menempel pada induknya. Akan tetapi pemasakan dan senescence akan berlanjut pada
saat buah telah dipetik terlepas dari induknya. Buah yang sedang masak mengalami
banyak perubahan fisik dan kimia setelah panenan dan ini menentukan kualitas buah
untuk dikonsumsi (Campbell, 1993).
Ethylen adalah hormon tumbuhan yang aktif dan bekerja bersama-sama dengan
hormon lainnya seperti Auxin, GAs, Sitokinin dan ABA, dalam mengendalikan proses
pemasakan buah. Buah klimakterik dan non klimakterik dapat dibedakan karena
responnya berbeda terhadap aplikasi ethylen selama proses pemasakan (Campbell, 1993).
Konsentrasi Ethylen yang yang diperlukan untuk pemasakan buah sangat bervariasi
tergantung jenis komoditinya. Selain faktor konsentrasi, waktu yang diperlukan untuk
mengawali pemasakan sangat bervariasi. Faktor-faktor lainnya seperti stadia
kematangan, temperatur, dan kelembaban relatif juga mempengaruhi keseragaman dan
kecepatan pemasakan buah (Anonim, 2000).
Etilen adalah zat cair yang tidak berwarna, kental dan manis, mudah larut dalam
air, memiliki titik didih relatif tinggi dan titik beku rendah. Senyawa ini sering digunakan
sebagai pelarut dan bahan pelunak (pelembut). Pada bidang pertanian etilen digunakan
sebagai zat pemasak buah. Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan
dengan auksin,griberelin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas
dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Etilen di alam akan berpengaruh apabila
terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam
proses pematangan buah dalam fase klimaterik. Proses sintesis protein terjadi pada proses
pematangan seacra alami atau hormonal, dimana protein disintesis secepat dalam proses
pematangan. Pematangan buah dan sintesis protein terhambat oleh siklohexamin pada
permulaan fase klimatoris setelah siklohexamin hilang, maka sintesis etilen tidak
mengalami hambatan. Sintesis ribonukleat juga diperlukan dalam proses pematangan.
Etilen akan mempertinggi sintesis RNA pada buah mangga yang hijau. Etilen dapat juga
terbentuk karena adanya aktivitas auksin dan etilen mampu menghilangkan aktivitas
auksin karena etilen dapat merusak polaritas sel transport, pada kondisi anearob
pembentukan etilen terhambat, selain suhu O2 juga berpengaruh pada pembentukan
etilen. Laju pembentukan etilen semakin menurun pada suhu di atas 30 0 C dan berhenti
pada suhu 40 0 C, sehingga pada penyimpanan buah secara masal dengan kondisi anaerob
akan merangsang pembentukan etilen oleh buah tersebut. Etilen yang diproduksi oleh
setiap buah memberi efek komulatif dan merangsang buah lain untuk matang lebih cepat
(Anonim, 2009).

F. Hasil dan pembahasan


Tabel 1.hasil pengamatan buah pisang
Hari/Tgl BUAH PISANG
kontrol karbit
warna tekstu rasa aroma warna tekstu rasa aroma
r r
Senin / Hijau
Hijau Keras - - Keras -
27-5-13 kekuningan

Selasa Hijau Kuning Agak


Keras - - - -
/28-5-13 kekuningan kehijauan lunak

Rabu Kuning
/29-5-13 Kuning Agak Manis wangi dominan, Wangi
Lunak Manis*
kehijauan lunak sepat Manis ada sedikit manis
hijau

BUAH PISANG

Hari/Tgl ETHREEL 2% DISEMPROT ETHREEL 2% PADA KAPAS YANG DISISIP

Warna Tekstur Rasa Aroma Warna Tekstur Rasa Aroma

Senin / Hijau
Kuning Agak
27-5-13 - - kekuninga Keras - -
kehijauan lunak
n

Selasa Kuning
Kuning
/28-5-13 dominan, ada Lunak - - Keras - -
kehijauan
sedikit hijau

Rabu Sangat Manis* Wangi Kuning Agak Manis Wangi


Kuning tua** *
/29-5-13 lunak * manis* tua* lunak manis

Tabel 2. Hasi pengamatan buah tomat


BUAH TOMAT

Hari/Tgl Kontrol KARBIT

Warna Tekstur Rasa Aroma Warna Tekstur Rasa Aroma

Senin /
Hijau Keras - - Hijau Keras - -
27-5-13

Selasa Hijau Kuning


Keras - - Keras - -
/28-5-13 kekuningan kehijauan

Rabu Sangat Agak


Kuning Keras - Kuning Lunak -
/29-5-13 asam asam
BUAH TOMAT

Hari/Tgl ETHREEL 2% DISEMPROT ETHREEL 2% PADA KAPAS YANG DISISIP

Warna Tekstur Rasa Aroma Warna Tekstur Rasa Aroma

Senin / 27- Hijau


5-13 Hijau Keras - - kekuninga Keras - -
n

Selasa /28-5- Hijau Kuning


Keras - - Keras - -
13 kekuningan kehijauan

Rabu /29-5- Agak


Kuning Lunak - Oranye Lunak Asam -
13 asam
G. Pembahasan
Pada praktikum acara ke 6 ini telah dilakukan percobaan pemasakan buah pisang
dan tomat menggunakan 2 jenis ZPT ditambah control (tanpa perlakuan) untuk
merangsang pemasakan buah. ZPT yang digunakan adalah karbit dan Ethreel 2%. Ethreel
diberikan dengan dua cara yang berbeda yaitu dengan disemprotkan dan dengan kapas
yang dibasahi ethreel. Setelah pengamatan selama 3 hari didapat data seperti terlihat
pada tabel pengamatan di atas.
Adapun hasil pengamatan membuktikan bahwa perlakuan dengan ethreel yang
disemprot lebih cepat merangsang pematangan buah pisang daripada ethreel yang
diberikan melalui kapas maupun perlakuan menggunakan karbit. Hal ini terlihat dari
pengamatan hari pertama, bahwa perlakuan ethreel yang disemprotkan lebih cepat
membuat pisang agak lunak dibandingkan dengan perlakuan ethreel yang diberikan
melalui kapas ataupun perlakuan dengan pemberian karbit. Demikian dengan hasil
akhirnya, pemberian ethreel dengan cara disemprot membuat pisang sangat lunak,
rasanya manis dan baunya wangi. Sementara yang paling lambat merangsan pemasakan
buah pisang adalah control dan pemberian ethreel melalui kapas yang disisipkan dengan
hasil akhir yang hampir sama. Dan perlakuan dengan pemberian karbit laju
pemasakannya sedang (tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat).
Hasil pengamatan percobaan pemasakan buah tomat dengan perlakuan beberapa
ZPT adalah sebagai berikut. Perlakuan dengan pemberian ethreel 2 % dengan
disemprotkan langsung memberikan hasil yang sama seperti pelakuan dengan karbit, hal
ini terlihat dari pengamatan sejak hari pertama sampai hari terakhir dengan hasil
pengamatan yang sama dari ketiga parameter yaitu dari segi tekstur, warna dan rasanya
sama seperti terlihat pada tabel hasil pengamatan buah tomat.
Sedangkan pelakuan dengan ethreel yang diberikan melalui kapas yang disisipkan
lebih lambat merangsang pemasakan buah tomat, hal ini terlihat dari hasil pengamatan
pertama sampai akhir seperti terlihat pada tabel hasil pengamatan. Demikian pula
dengan kontrolnya.

H. Kesimpulan
Kesimpilan dari perrcobaan ini adalah:
1. Perangsangan pemasakan buah pisang dengan pemberian Ethreel 2 % melalui
penyemprotan langsung lebih cepat dibandingkan dengan pemberian melalui kapas
maupun dibandingkan dengan perlakuan karbit.
2. Perangsangan pemaskan buah tomat dengan perlakuan ethreel 2% melalui penyemprotan
langsung memberikan hasil yang sama dengan pemberiaan karbit.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000. Ethrell 40 PGR Zat pengatur Tumbuh. PT Agrocab Indonesia

Anonim, 2009. Pemasakan Buah. http://wordbiology.wordpress.com/2009/01/20/


pemasakan-buah/. Akses tanggal 25 Juni 2013.

Campbell, N. A., 1997. Biology, third edition. The Benjamin/Cunningham Publishing Company, Inc.
California.

Dwidjoseputro, D., 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia Jakarta.

Fitra Yagami, 2012. Perkecambahan. http://www.slideshare.net/fitrayagami/bab-i-


pendahuluan. Akses anggal 25 Juni 2013.

Gardner, F.P., Perce, R.B., and Mitchell, R.L., 1985. Physiology of Crop Plants. The Iowa State
University Press.

Hamidin, E., 1983. Pedoman Teknologi Benih. Pembimbing Masa Bandung.

Jumin, H. B., 2002. Agronomi. PT Raja Grafindo Persada Jakarta.

Kusumo, S., 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV. Yasaguna Jakarta.
Salisbury, F.B. and C.W. Ross, 1992. Plant Physiology. 4th edition. Wadswoth Publishing Company,
Belmont, California.

Tjitrosomo, S. S., 1985. Botani Umum 2. Penerbit Angkasa Bandung.

Anda mungkin juga menyukai