Anda di halaman 1dari 8

PENERAPAN METODE RELIABILITY

CENTERED MAINTENANCE (RCM) UNTUK


MENENTUKAN STRATEGI PERAWATAN
FASILITAS PRODUKSI KAIN
Y.M. Kinley Aritonang #1, Ari Setiawan *2, Cecillia Iskandar #3
#
Jurusan Teknik Industri, Universitas Katholik Parahyangan, Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung
Telp : 022-2032700
1
kinley@home.unpar.ac.id
*
Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Harapan Bangsa, Jl. Dipati Ukur 80, Bandung
Telp : 022-2506604 Fax 022-2507901
2
ari_setiawan@ithb.ac.id

Abstrak— Perkembangan teknologi saat ini semakin memicu


persaingan dalam dunia industri. Untuk dapat bersaing I. PENDAHULUAN
perusahaan harus dapat memberikan produk dan kualitas Bersamaan dengan perkembangan teknologi yang sangat
pelayanan yang terbaik bagi konsumennya. Setiap perusahaan
cepat, serta semakin banyaknya variasi produk yang dijual di
industri pasti memiliki mesin produksi sebagai salah satu faktor
utama untuk melakukan proses produksi. Permasalahan yang
pasaran, memicu persaingan antar perusahaan industri
sering ditimbulkan oleh mesin adalah perihal downtime machine menjadi semakin ketat. Untuk dapat bersaing perusahaan
yaitu kondisi dimana mesin berhenti beroperasi sehingga harus dapat memberikan produk dengan kualitas baik serta
menghambat kelancaran produksi serta menimbulkan kerugian pelayanan yang baik pula bagi konsumennya. Dalam
bagi perusahaan. PT IS sebagai perusahaan yang bergerak pelaksanaan proses produksi mesin merupakan salah satu dari
dalam bidang produksi tekstil juga dihadapkan pada komponen utama yang mendukung kelancaran proses
permasalahan downtime machine yang diakibatkan oleh produksi. Permasalahan yang disebabkan oleh mesin sebagian
kerusakan mesin. besar adalah perihal downtime machine yang kadang kala
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimasi terjadi. Yang dimaksud dengan downtime machine dalam hal
downtime machine adalah dengan menyusun strategi perawatan
untuk mesin produksi. Metode Reliability Centered Maintenance
ini merupakan saat/kondisi dimana mesin berhenti beroperasi.
merupakan metode untuk memilih mengembangkan, dan Downtime machine akan merugikan perusahaan dalam
membuat alternatif strategi perawatan berdasarkan kriteria berbagai aspek baik aspek material, ekonomi maupun waktu.
operasional, ekonomi dan keamanan. Berdasarkan metode Saat ini downtime machine sudah dirasa mengganggu efisiensi
RCM, ditentukan mesin stenter finish pada bagian Dyeing dan kerja mesin juga mengganggu efisiensi kerja proses produksi.
Finishing PT IS sebagai sistem kritis yang akan dianalisis. Downtime machine dirasa sangat mengganggu kinerja proses
Selanjutnya dengan menggunakan metode RCM pula produksi karena akan menghambat proses produksi yang
didapatkan komponen-komponen kritis dari mesin yang berlangsung. Untuk meminimasi terjadinya downtime pada
seringkali menyebabkan kerusakan downtime machine. Untuk mesin produksi, maka dapat dilakukan dengan melakukan
setiap komponen tersebut akan ditentukan jadwal perawatan
yang sesuai untuk mengurangi downtime machine yang terjadi.
perawatan mesin. Dengan menganalisa penyebab serta
Jadwal perawatan untuk masing-masing mode kegagalan pada frekuensi downtime yang terjadi dapat ditentukan strategi
mesin stenter finish tersebut dibuat berdasarkan tingkat perawatan yang tepat untuk menanggulangi masalah downtime
kekritisan mesin dari nilai severity, occurrence, dan detection yang dialami oleh perusahaan. Perawatan mesin dilakukan
setiap mode kegagalan. Jadwal perawatan yang dibuat untuk mengurangi lamanya downtime serta frekuensi
mencakup jadwal pembersihan komponen, pelumasan, serta terjadinya downtime machine. Dengan berkurangnya
pengecekan masing-masing komponen mesin. Dengan jadwal downtime machine selain meningkatkan kelancaran proses
perawatan yang dibuat berdasarkan metode RCM, diharapkan produksi juga diharapkan dapat meningkatkan kinerja proses
kerusakan mesin stenter finish akan dapat dikurangi. Selain
produksi. Perawatan mesin dilakukan untuk mencegah
jadwal perawatan, diusulkan juga form pengecekan (checklist)
yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk pertukaran
kerusakan mesin, dan juga diharapkan dapat memperpanjang
informasi pemeliharaan mesin. umur pakai serta kondisi dari mesin produksi.

Kata kunci— Reliability Centered Maintenance, downtime


machine, mesin stenter finish, perawatan
II. DESKRIPSI PERUSAHAAN
PT IS merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang 1. Mesin mana yang paling kritis dan membutuhkan
produksi tekstil. Kegiatan utama perusahaan adalah perawatan intensif?
memproduksi tekstil dari bahan baku berupa benang sampai 2. Apakah penyebab dari downtime machine yang terjadi
menjadi kain tenun yang telah diberi warna (dicelup). pada perusahaan?
Produksi yang dilakukan oleh perusahaan bersifat Make to 3. Apakah penganggulangan yang paling tepat yang dapat
Order. Perusahaan hanya menyediakan inventori untuk bahan dilakukan perusahaan untuk mengantisipasi permasalahan
baku produksi standar seperti benang, pewarna tekstil, serta downtime machine tersebut?
kain grey. Perusahaan umumnya memproduksi kain untuk
bahan seragam yaitu kain katun, polyester rayon, dan IV. PEMBATASAN MASALAH DAN ASUMSI
polyester katun. Namun demikian, jenis kain lain seperti Dalam upaya yang dilakukan untuk mengatasi
misalnya polyester murni, rayon murni juga dapat diproduksi. permasalahan berkaitan dengan downtime machine pada
Perusahaan hanya menghasilkan kain dengan warna-warna perusahaan dilakukan pembatasan masalah yang diteliti untuk
solid atau homogen (dalam satu lembaran kain warna tidak mempermudah dan menyederhanakan permasalahan yang
berbeda), serta tidak memiliki pola-pola tertentu. Untuk warna diteliti. Batasan-batasan tersebut antara lain adalah sebagai
yang dapat dihasilkan sangat beragam dan dapat disesuaikan berikut.
dengan permintaan konsumen. Selain itu perusahaan juga 1. PT IS memiliki saran produksi untuk proses weaving dan
memproduksi kain grey. Kain grey adalah kain yang sudah proses dyeing. Namun mengingat keterbatasan waktu
melalui proses weaving (ditenun) dan digunakan sebagai dalam melakukan penelitian serta alasan jumlah mesin
bahan dasar proses pencelupan. Tetapi produksi untuk kain produksi yang dimiliki seperti telah diungkapkan
grey yang dipasarkan ke luar hanya sedikit saja, kebanyakan sebelumnya, maka penelitian akan difokuskan pada
kain grey dikonsumsi sendiri untuk kemudian dilakukan bagian dyeing dan finishing saja.
proses pencelupan. 2. Masalah yang diamati hanya sebatas hambatan yang
terjadi berkaitan dengan downtime machine, jika
III. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH hambatan yang terjadi diakibatkan oleh operator atau
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, downtime machine keterlambatan bahan baku dari supplier maka hal tersebut
merupakan suatu hal yang sangat mengganggu proses berada diluar cakupan penelitian.
produksi. Penyebab utama downtime machine pada 3. Dalam upaya mengatasi permasalahan downtime ini,
perusahaan adalah mengenai kerusakan mesin produksi sumber daya yang dimiliki oleh pabrik seperti misalnya
sehingga tidak dapat digunakan. Dalam kegiatan produksi jumlah mesin produksi, jenis mesin produksi tidak dapat
weaving, perusahaan memiliki mesin produksi dalam jumlah diubah-ubah baik kuantitas maupun kualitasnya.
besar sehingga apabila terjadi kerusakan pada salah satu mesin 4. Pada penelitian yang dilakukan, tidak dilakukan
maka mesin tersebut masih dapat digantikan oleh mesin pengamatan terhadap rangkaian listrik perusahaan .
lainnya. Sedangkan pada bagian dyeing dan finishing mesin 5. Penyebab downtime yang diamati hanya pada sebatas
produksi yang dimiliki oleh perusahaan hanya satu untuk pada masalah kerusakan mesin. Penelitian dilakukan
setiap proses. Maka dari itu, jika salah satu mesin mengalami sejauh masalah perawatan mesin produksi saja, sistem
kerusakan proses produksi akan mengalami hambatan yang produksi seperti penyediaan bahan baku yang ada pada
berarti pada proses produksi yang sedang berjalan. Atas dasar perusahaan diasumsikan sudah baik.
pemikiran tersebut, maka diputuskan bahwa kegiatan
penelitian selanjutnya akan difokuskan pada permasalahan V. TUJUAN PENELITIAN
downtime machine pada departemen dyeing dan finishing PT Tujuan dari dilakukannya penelitian terhadap masalah
IS. downtime machine akibat kerusakan pada mesin ini adalah
Meskipun PT IS telah melakukan upaya perawatan mesin untuk :
produksi namun dalam melakukan kegiatan produksinya PT 1. Menentukan mesin produksi yang paling kritis dan
IS tetap tidak terlepas dari terjadinya masalah downtime memerlukan perawatan pada perusahaan.
machine. Masalah yang terjadi pada PT IS pada saat 2. Mencari penyebab utama dari terjadinya downtime
melakukan proses produksi kain tenun berkisar antara : machine dalam perusahaan dan membuat usulan
1. Terjadinya hambatan dalam proses produksi yang perawatan yang tepat untuk menanggulangi downtime
diakibatkan oleh adanya interupsi akibat kerusakan mesin tersebut.
produksi pada saat proses produksi yang sedang 3. Membuat alternatif strategi perawatan untuk
dilakukan. penanggulangan yang dapat meminimasi downtime
2. Terjadinya downtime pada mesin-mesin produksi yang machine yang terjadi pada perusahaan.
menghambat kelancaran proses produksi perusahaan.
3. Downtime machine yang terjadi menimbulkan kerugian VI. METODOLOGI PENELITIAN
biaya, waktu maupun material (bahan baku) bagi pihak Langkah-langkah yang ditempuh dalam melaksanakan
perusahaan. penelitian berkaitan dengan permasalahan yang terdapat pada
Dari identifikasi masalah-masalah tersebut, kemudian perusahaan, serta tahapan penentuan topik permasalahan yang
dapat dirumuskan masalah seperti berikut ini : diteliti lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 6.1 berikut.
sistem. RCM mempertahankan fungsi tersebut dengan cara
mengidentifikasi mode kegagalan (failure mode) dan
memprioritaskan tingkat kepentingan dari mode kegagalan.
Lalu selanjutnya dilakukan pemilihan tindakan perawatan
pencegahan yang efektif dan dapat diterapkan. Secara umum,
langkah-langkah RCM terdiri dari 7 langkah seperti
dijabarkan berikut ini.
A. Pemilihan sistem dan pengumpulan informasi.
Bila keseluruhan sistem yang ada ingin diperbaiki, maka
akan memakan waktu yang cukup lama dan membutuhkan
biaya yang tinggi. Dengan demikian untuk menyederhakan
permasalahan perlu ditentukan sistem yang akan dianalisis
secara mendetail.
B. Definisi batasan sistem
Definisi batasan sistem dilakukan untuk mengetahui apa
yang termasuk dan tidak termasuk ke dalam sistem yang
diamati.
C. Deskripsi sistem dan Functional Diagram Block (FDB)
Pendeskripsian sistem bertujuan untuk mengidentifikasikan
dan mendokumentasikan detail penting dari sistem seperti
data historis dari sistem, cara kerja sistem bersangkutan, input
dan output sistem, dsb.

Gambar 6.1 D. Penentuan fungsi dan kegagalan fungsional.


Metodologi Penelitian
Fungsi dapat diartikan sebagai apa yang dilakukan oleh
suatu peralatan yang merupakan harapan pengguna.
VII. TINJAUAN PUSTAKA Kegagalan (failure) dapat diartikan sebagai ketidakmampuan
Perawatan dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang suatu peralatan untuk melakukan apa yang diharapkan oleh
dilakukan secara berkala dengan tujuan mengidentifikasi serta pengguna. Sedangkan kegagalan fungsional dapat diartikan
mengganti peralatan yang rusak agar kembali pada kondisi sebagai ketidakmampuan suatu peralatan untuk memenuhi
tertentu, pada periode tertentu (Ebeling, 1997). Umumnya, fungsinya pada performasi standar yang dapat diterima oleh
semakin tinggi atau seringnya aktivitas perbaikan yang perlu pengguna.
dilakukan dalam sebuah sistem produksi, maka peranan E. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
manajemen perawatan dalam sistem tersebut juga menjadi
semakin penting. Dalam pelaksanaannya menurut Rausand FMEA bertujuan untuk menentukan mode kegagalan yang
(2004), konsep perawatan yang dilakukan dapat dibedakan signifikan dan efek kerusakan tersebut pada sistem. Failure
menjadi dua jenis, yaitu perawatan perbaikan (corrective effect merupakan akibat yang ditimbulkan oleh mode
maintenance) serta perawatan pencegahan (preventive kegagalan yang terjadi. Hubungan antar kegagalan fungsi
maintenance). Kedua sistem perawatan tersebut memiliki serta penyebab terjadi kegagalan tersebut dapat ditentukan
peranan yang sama pentingnya dan umumnya dilakukan dengan cara mendata kegagalan fungsi yang telah terjadi (data
bersamaan dan saling mendukung. Umumnya perusahaan historis). Selanjutnya analisa tersebut digunakan untuk
menentukan konsekuensi dan memutuskan apa yang akan
perlu untuk melakukan kedua jenis perawatan tersebut. Untuk
lebih jelasnya pengklasifikasian perawatan tersebut dapat dilakukan untuk mengantisipasi, mencegah, mendeteksi atau
dilihat pada Gambar : Lampiran.1. memperbaikinya.
Suatu mesin dikatakan mengalami downtime jika mesin Tahapan FMEA sendiri seperti terdapat pada Ebeling (1997,
tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya yang seharusnya p.167):
saat beroperasi (Rausand, 2004). Untuk mengatasi a. Menentukan dan mendefinisikan sistem yang akan
permasalahan downtime tersebut dibuat suatu usulan dianalisis.
perawatan dengan menggunakan metode RCM. Menurut b. Mengidentifikasi failure mode (mode kegagalan) dari
definisi dari John Moubray Reliability Centred Maintenance sistem yang diamati berdasarkan komponen atau fungsi.
(RCM) merupakan suatu proses yang digunakan untuk c. Mengidentifikasi penyebab (potential cause) dari failure
menentukan keperluan perawatan terhadap aset-aset fisik yang mode yang terjadi pada proses yang berlangsung.
dimiliki perusahaan dalam konteks operasi yang dilakukan. d. Mengidentifikasikan akibat (potential effect) yang
Tujuan utama dari RCM adalah untuk mempertahankan fungsi ditimbulkan potential failure mode.
e. Menetapkan nilai-nilai severity, occurrence, dan Logic Tree Analysis merupakan suatu pengukuran kualitatif
detection. Untuk ketiga penilaian tersebut dilakukan yang digunakan untuk mengklasifikasi-kan mode kegagalan.
berdasarkan kriteria penilaian dari Huber dalam Namun dalam penelitian ini, Logic Tree Analysis digantikan
jurnalnya yaitu FMEA-FMECA. oleh Risk Matrix karena fungsinya yang hamper sama.
f. Membuat lembar kerja FMEA. Lembar kerja ini dibuat
untuk mempermudah pelaksanaan analisis kegagalan G. Task selection (pemilihan kegiatan perawatan)
dengan FMEA. Lembar kerja FMEA dapat disesuaikan Task Selection dilakukan untuk menentukan kebijakan-
dengan kondisi serta kebutuhan dalam penelitian yang kebijakan yang mungkin untuk diterapkan (efektif) dan
dilakukan. Lembar kerja ini tidak terpaku pada suatu memilih task yang paling efisien untuk setiap mode kegagalan.
tabel tertentu melainkan dapat dimodifikasi sesuai
dengan keperluan penelitian. VIII. PENGUMPULAN INFORMASI AWAL
g. Membuat matriks resiko untuk menunjukan seberapa Untuk dapat menganalisa serta memperbaiki suatu sistem,
parah atau kritis kegagalan yang terjadi. Matriks ini maka sebelumnya sistem tersebut perlu diketahui dan
dibuat berdasarkan nilai severity dan occurrences yang dipahami terlebih dahulu. Pada permasalahan PT IS yaitu
telah ditetapkan pada langkah sebelumnya. Matriks ini berkaitan dengan downtime machine karena kerusakan mesin,
menggambarkan fungsi dari nilai occurrence terhadap upaya perbaikan tersebut terkait erat dengan pemahaman
nilai severity. Pada tabel berikut merupakan contoh mengenai sistem produksi. Pemahaman terhadap sistem
dari matriks resiko berdasarkan uraian Rausand, 2004. produksi tersebut terutama ditujukan pada mesin-mesin
h. Langkah terakhir dari pelaksanaan FMEA adalah produksi yang digunakan dalam proses produksi. Agar dapat
menentukan tindakan korektif yang diperlukan untuk lebih memahami kondisi sistem produksi tersebut, maka
mengatasi mode kegagalan yang terjadi. langkah awal yang perlu dilakukan adalah memahami proses
TABEL 7.1 MATRIK RESIKO
produksi secara umum pada PT IS.
A. Proses Produksi
Occurences
Proses produksi yang dilakukan oleh PT IS dapat dibagi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 menjadi dua bagian utama yaitu : weaving (tenun) dan
10 dilanjutkan oleh dyeing (pencelupan). Diagram proses
9 produksi dapat dilihat pada Gambar 8.1 berikut. Proses
8 weaving merupakan proses memproduksi bahan baku berupa
7 benang menjadi kain grey. Kemudian dilanjutkan oleh proses
Severity

6 dyeing yaitu pemberian warna pada kain.


5
4
3
2
1 Gambar 8.1
Keterangan :
Proses Produksi Perusahaan secara Umum

Mode kegagalan yang terjadi tidak dapat diterima Kain grey yang hasil proses weaving tersebut perbulannya
(kritis). Kegagalan ini dikatakan kritis dikarenakan mencapai kurang lebih 1.4 juta meter. Sebagian besar kain
apabila kegagalan terjadi maka dapat menimbulkan grey tersebut disimpan sebagai bahan baku proses pencelupan
kerugian yang besar (baik dari segi ekonomi, waktu, dan sebagian sisanya dipasarkan ke luar perusahaan. Kain
maupun material). Atau apabila kegagalan terjadi grey yang tidak dipasarkan, selanjutnya akan melewati proses
dapat membahayakan keselamatan pihak yang terkait pencelupan untuk diwarnai. Pada PT IS, proses pencelupan
(menyebabkan kematian atau cacat baik terhadap kain dapat dilakukan dengan 2 cara berbeda yaitu continuous
operator maupun end user). dyeing dan discontinuous dyeing. Kedua cara pencelupan
tersebut memiliki empat proses utama dengan perbedaan
Mode kegagalan yang terjadi masih dapat diterima. setiap tahapan proses tampak pada gambar 8.2 berikut.
Namun sedapat mungkin kegagalan ini diminimasi.
Tindakan pencegahan yang dilakukan dapat
dipertimbangkan dari segi biaya maupun tingkat
kesulitan operasional.

Mode kegagalan yang terjadi hampir dapat diabaikan


karena tidak menyebabkan kerugian besar ataupun
membahayakan keselamatan pihak terkait.
F. Logic Tree Analysis (LTA)
digunakan dalam produksi. Tabel Lampiran.1 berikut berisi
daftar mesin produksi beserta proses produksi pada setiap
mesin sesuai tahapan proses produksi pada departemen DF.
I. Penentuan Mesin Kritis serta Batasan Sistem
Setelah memahami keseluruhan proses produksi yang
dilakukan pada bagian DF PT IS perlu ditentukan mesin kritis
yang selanjutnya akan diamati secara lebih mendetail.
Penelitian ditujukan kepada mesin kritis sebagai suatu sistem
tersendiri dan bertujuan untuk menyusun strategi perawatan
bagi mesin tersebut sesuai kondisi yang ada. Mesin yang
dinilai sebagai mesin kritis adalah mesin yang memiliki waktu
downtime paling lama dengan frekuensi downtime paling
tinggi. Penentuan mesin kritis tersebut dilakukan berdasarkan
data kerusakan mesin-mesin pada bagian DF PT IS selama
tahun 2009.
Dari data yang dikumpulkan mesin kritis pada bagian DF
adalah mesin stenter finish. Selanjutnya sistem yang akan
diamati dibatasi pada mesin stenter finish yaitu proses
Gambar 8.2 produksi yang berlangsung dalam mesin tersebut serta
Langkah-langkah Proses Pencelupan komponen-komponen mesin yang melaksanakan proses
tersebut. Pengamatan dilakukan pada komponen mesin yang
Pada proses weaving, benang yang akan ditenun akan diberi pada proses produksi dimulai dari saat input kain yang akan
formula kanji. Formula kanji tersebut akan mengganggu melalui proses resin finishing sampai dengan kain tersebut
proses pencelupan karena membuat kain grey sulit untuk selesai diproses. Setelah dilakukan pembatasan sistem pada
menyerap zat warna tekstil. Karenanya proses persiapan mesin stenter finish, selanjutnya diperlukan pemahaman
diperlukan untuk mencuci kain dan mengangkat formula kanji kinerja mesin serta komponen-komponen mesin secara
dari kain. Selain itu proses persiapan juga dilakukan untuk mendetail.
meningkatkan daya serap kain terhadap larutan kimia. Inti dari
proses persiapan mulai dari singeing, desizing, sampai proses J. Deskripsi Mesin Stenter Finish
heat setting ini adalah untuk mempersiapkan kain grey Mesin stenter finish digunakan pada proses resin finishing
sebelum dicelup menggunakan zat warna kimia dengan tujuan yang bertujuan untuk memantapkan zat warna tekstil pada
agar kualitas kain hasil pencelupan baik dan merata. kain. Selain itu, pada proses mesin stenter finish juga
Selanjutnya merupakan proses pencelupan itu sendiri dilakukan proses penarikan lebar yaitu menarik kain kearah
(dyeing). Pada continuous dyeing, kain dicelup berdasarkan lebar agar lebar kain sesuai dengan lebar yang diharapkan.
prinsip thermosol dyeing secara horisontal dan kontinu Proses pengerjaan pada mesin ini adalah dengan cara
sehingga kain yang dicelup bisa sangat panjang. Semakin mencelup kain pada larutan kimia lalu kain dengan larutan
panjang kain yang diproses, maka proses menjadi semakin kimia tersebut akan melalui proses pemanasan. Baru setelah
efisien. Pada cara pencelupan discontinuous dyeing, panjang itu kain didinginkan dan kembali disimpan untuk menunggu
kain yang dapat dicelup adalah tertentu. Kain tersebut dicelup proses selanjutnya. Dalam melakukan proses tersebut, mesin
pada sebuah tempat/wadah dengan cara diaduk secara terus memiliki komponen-komponen yang berbeda dan masing-
menerus sehingga warna yang dihasilkan lebih solid. masing memiliki fungsi yang mendukung keberhasilan proses
Kain yang sudah dicelup akan dicek kualitas dan warnanya. resin finishing. Penjelasan mengenai komponen-komponen
Apabila warna sudah sesuai dengan permintaan konsumen, tersebut terdapat pada bagian berikut.
maka kain akan dilanjutkan pada proses finishing. Yang Untuk memahami mesin stenter finish lebih jauh lagi
dilakukan pada proses finishing adalah memberi formula resin dimulai dengan mengenal masing-masing komponen mesin
untuk mempertahankan warna kain supaya tidak luntur saat stenter finish. Masing-masing komponen tersebut memiliki
dicuci. Selanjutnya kain akan melewati proses packing. Untuk fungsinya masing masing sambil saling bekerja sama satu
penggulungan kain (pengepakan), dilakukan dengan 2 cara sama lain untuk mendukung kerja mesin secara keseluruhan.
yaitu doubling dan rolling. Pada rolling kain langsung Breakdown structure mesin stenter finish dilakukan
digulung dengan menggunakan mesin. Sedangkan pada proses berdasarkan fungsi yang dilakukan oleh setiap bagian dan
penggulungan kain dengan cara doubling kain dilipat dua komponen pada mesin. Pembagian tersebut dapat dilihat pada
terlebih dahulu baru digulung. Kain yang telah selesai Gambar : Lampiran.2 berikut ini.
digulung akan dibungkus dengan plastik. Tahap selanjutnya dari metode RCM adalah pembuatan
H. Mesin Produksi Functional Diagram Block (FDB). Dalam FDB yang dibuat
aliran materi yang masuk dan keluar dari satu komponen
Setelah memahami kondisi proses produksi secara umum, menuju komponen lain dapat dipahami dengan lebih jelas. Hal
langkah selanjutnya adalah mengenali mesin-mesin yang tersebut dijabarkan melalui input dan output pada masing-
masing komponen juga turut didefinisikan dalam FDB yang Jika larutan dalam bak trap sudah cukup maka sensor akan
dibuat. Selain itu hubungan antara komponen-komponen mengirimkan sinyal agar katup antara bak dengan tangki
dalam mesin dapat dipahami dengan lebih jelas. FDB untuk tertutup dan larutan dari tangki tidak lagi dialirkan menuju
mesin stenter finish digambarkan pada Gambar : Lampiran.4 bak.
di bawah ini. Selain itu untuk lebih menggambarkan aliran Kain yang sudah dicelup dengan larutan kimia pada bak
kain antar komponen pada saat proses resin finishing pada trap akan dihantarkan keluar dari bak trap melewat expander
mesin stenter finish dapat dilihat pada Gambar : Lampiran.3. roll. Expander roll bertugas untuk merapikan kain yang akan
Pada mesin stenter finish pusat pengoperasian keseluruhan melewati padder roll dari lipatan-lipatan. Pada saat melewati
mesin adalah pada panel pusat kendali mesin. Pada awal padder roll jika kain ada yang terlipat maka zat kimia tidak
pengoperasian, panel pusat kendali ini berfungsi menyalakan dapat dipress secara merata sehingga ada sebagian dari kain
ataupun mematikan mesin (on/off). Panel pusat kendali juga yang mengandung zat kimia lebih banyak atau sedikit.
berfungsi untuk menentukan setting kecepatan mesin stenter Apabila kondisi tersebut terjadi, maka pada saat pemanasan
finish. Yang dimaksud dengan kecepatan disini adalah kain akan menjadi belang. Saat melewati padder roll, kain
kecepatan jalannya aliran kain dalam mesin secara akan dipress oleh padder roll karet sementara padder roll
keseluruhan (untuk stenter finish umumnya 40 m/menit). ebonit akan menahan kain. Putaran kedua padder roll tersebut
Setting kecepatan tersebut secara otomatis akan mengatur diatur oleh motor dan menghantarkan kain menuju dancing
kecepatan putaran motor untuk setiap roll agar aliran kain roll, sedang gerakan mengepress (maju mundur) dari padder
pada mesin tetap sinkron. Setting temperatur setiap chamber roll diatur oleh piston. Efek peras terhadap kain sebelumnya
ruang pemanas juga ditentukan lewat panel pusat kendali telah disetting pada panel pusat, kemudian saat kain lewat
mesin. panel akan mengirim sinyal pada piston untuk menggerakan
Awalnya mesin dinyalakan melalui panel pusat kendali. roll sesuai setting awal.
Kemudian kain akan dilewatkan pada roll sampai menuju Setelah diperas pada padder roll, kain akan lewat menuju
chain secara manual terlebih dahulu. Selanjutnya pergerakan dancing roll. Fungsi dari dancing roll hanya untuk menjaga
dari komponen penggerak mesin akan menarik kain yang tension kain yang lewat agar tidak terlalu tegang maupun
masih berada pada wadah input. Dari wadah input kain akan kendor. Kemudian kain akan melewati feed roll 1 yang uga
melewati swivel tension roll kemudian guide roll menuju berfungsi untuk mengatur kecepatan serta tegangan kain.
spirall roll untuk dirapikan. Tegangan (tension) kain yang Putaran dari feed roll 1 diatur oleh motor serta rantai
menuju spiral roll diatur oleh swivel tension roll karena jika penghubung antara feed roll dengan motor sehingga kecepatan
terlalu tegang maka kain mungkin dapat sobek sedang jika putaran dalam menghantarkan dapat diatur pula. Dengan
terlalu kendur kain mungkin kusut. Sedang guide roll demikian selain menjaga tension kain yang akan menuju
berfungsi sebagai roll penghantar biasa dimana putaran dari bagian selanjutnya, feed roll juga berfungsi untuk menarik
guide roll mengikuti pergerakan kain (tidak digerakan oleh kain dan meneruskannya ke bagian selanjutnya. Dari feed roll
motor atau piston). Kain dilewatkan pada guide roll hanya 1 kain melalui guide roll, menuju feed roll 2 dan diteruskan
untuk menjaga tegangan kain. Kemudian pada spiral roll kain pada chain.
akan dirapikan sehingga lipatan-lipatan pada kain terbuka. Dari feed roll 2 kain akan dihantarkan masuk pada clip.
Gerakan dari spiral roll ini diatur oleh motor spiral roll dan v- Pembuka clip berfungsi membuka clip agar kain dapat masuk
belt yang menghubungkan roll dengan motor. dan dijepit pada clip. Lalu selanjutnya dalam ruang pemanas,
Selanjutnya dari spirall roll kain melewati guider roll yang kain akan bergerak dibawa oleh clip sampai keluar dari ruang
akan menjaga posisi kain agar tetap berada di tengah dimana pemanas. Clip tersebut akan menjepit kain sementara clip
jarak kain ke sisi kanan dan kiri sama. Pada guider roll menempel pada bearing rantai. Bearing rantai tersebut yang
terdapat sensor untuk mengetahui posisi kain. Jika posisi kain akan bergerak sepanjang ruang pemanas sesuai dengan jalur
terlalu condong ke sisi kanan atau kiri sensor akan mengirim plat rel dengan membawa clip (dan kain). Pergerakan dari
sinyal pada solenoid dan dari solenoid sinyal dilanjutnya bearing rantai diatur oleh motor rantai. Masing-masing
sebagai sinyal listrik pada piston. Piston tersebut akan bearing rantai sebelah kanan dan sebelah kiri memiliki motor
mengeluarkan tekanan angin yang dapat menggerakan guider tersendiri. Kedua motor ini harus bekerja secara sinkron agar
roll ke kanan atau ke kiri untuk mengembalikan posisi kain ke pergerakan kain tetap sinkron. Sinkronisasi ini diatur pada
tengah-tengah roll. Dengan demikian posisi kain akan selalu panel pusat.
terjaga. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa pada mesin stenter
Kain dari guider roll akan dihantarkan oleh guide roll finish ini kain akan ditarik ke arah lebar. Proses penarikan ke
menuju bak trap untuk dicelup pada larutan kimia. Dalam bak arah lebar tersebut dilakukan bersamaan dengan proses
trap kain akan dihantarkan oleh roll bak trap. Larutan kimia pemanasan kain. Sebelum masuk ke dalam ruang pemanas,
pada bak trap tersebut tidak langsung dimasukan pada bak kain akan melewati sensor untuk mengetahui lebar kain
trap, melainkan larutan kima tersebut dimasukan terlebih tersebut. Sensor akan mengirim sinyal pada panel pusat, dan
dahulu pada tangki larutan. Dalam tangki tersebut larutan pada panel pusat ukuran tersebut akan dicocokan dengan
akan diaduk oleh mixer agar larutan tercampur. Lalu larutan setting ukuran kain yang diinginkan. Kemudian panel akan
tersebut dialirkan menuju bak trap. Pada bak trap terdapat mengirim sinyal untuk menggerakan motor as pelebaran.
sensor untuk mengetahui ketinggian permukaan larutan kimia. Motor as pelebaran akan menggerakan as pelebaran. As
pelebaran tersebut akan bergerak sepanjang adjusting Mode kegagalan setiap komponen tersebut dijabarkan
pelebaran untuk membawa plat rel bergerak ke arah lebar. dalam bentuk tabel FMEA yang disertakan mengenai efek
Dengan demikian kain yang dijepit oleh clip juga akan ikut serta penyebab dari mode kegagalan yang terjadi juga
tertarik ke arah lebar. penilaian terhadap severity dan occurrences dari masing-
Dalam komponen pemanas ini, kain juga akan mengalami masing mode kegagalan. Penilaian severity dilakukan
proses pemanasan. Awalnya temperatur disetting pada panel berdasarkan efek mode kegagalan terhadap produk yang
pusat. Setting temperatur tersebut dibaca oleh thermocouple dihasilkan. Dalam penilaian occurrence tingkat penilaian
untuk dicocokan dengan temperatur pada chamber. Jika kegagalan diukur dari seberapa banyak kegagalan terjadi.
temperatur tidak cocok maka sinyal akan dikirimkan untuk Terakhir untuk penilaian detection, penilaian terhadap
membuka katup valve (3 way valve). Jika temperatur chamber detection dilakukan berdasarkan tingkat kesulitan
lebih tinggi (panas) maka katup akan membuka agar udara pendeteksian suatu kegagalan yang terjadi.
panas dapat mengalir kembali ke boiler. Sedangkan jika Komponen mesin yang diuraikan mode kegagalannya pada
temperatur chamber kurang tinggi, maka katup akan Lembar FMEA diatas sesuai dengan pembagian mesin pada
membuka agar blower dapat menyerap panas dari radiator. structure breakdown komponen mesin stenter finish. Mode
Radiator berperan sebagai sarana perpindahan panas dari kegagalan tersebut diperoleh dari hasil wawancara dan diskusi
boiler ke blower. Blower kemudian akan menyalurkan udara dengan bagian maintenance PT IS dan juga dari data historis
panas tersebut pada kain melalui nozzle. Nozzle terdapat pada kerusakan mesin. Sedangkan penilaian severity, occurrence,
bagian atas dan bawah ruang pemanas. Perbandingan udara dan detection untuk masing-masing mode kegagalan juga
panas yang dikeluarkan oleh kedua nozzle ini diatur oleh telah didiskusikan dengan bagian maintenance PT IS.
adjusting position damper. Umumnya perbandingan nozzle
atas : nozzle bawah pada mesin stenter finish adalah 50 : 50. L. Pembuatan Matriks Resiko dan Komponen Kritis Mesin
Yang perlu diingat adalah dalam komponen pemanas tidak Stenter Finish
disekat, yang dimaksud dengan chamber adalah chamber Selanjutnya dari lembar kerja FMEA tersebut dibuat
blower demikian juga dengan suhu chamber merupakan suhu matriks resiko untuk menentukan komponen kritis pada mesin
pada chamber blower (chamber blower disekat). Suhu yang stenter finish. Matriks resiko untuk mesin stenter finish dapat
dibaca oleh thermocouple adalah suhu pada chamber blower, dilihat pada tabel III.8 berikut. Dalam pembuatan matriks
sedang dalam ruang pemanas merupakan suhu setelah resiko setiap mode kegagalan yang telah diuraikan tersebut
sebagian dari panas diserap oleh kain dan sisa udara panas akan dimasukan pada matriks sesuai dengan nilai severity dan
yang tidak dibutuhkan dibuang lewat cerobong exhaust. occurrence setiap komponen tersebut. Dengan demikian pada
Kain yang keluar dari ruang pemanas masuk ke komponen matriks yang dihasilkan akan terlihat perbandingan tingkat
pendingin. Dalam komponen ini kain disemprot dengan udara kekritisan masing-masing komponen.
agar dingin. Selain itu komponen pendingin juga berfungsi Urutan prioritas perawatan komponen-komponen mesin
mengangkat debu kain agar kain menjadi lebih bersih. Keluar tersebut ditentukan berdasarkan matriks penentuan prioritas
dari komponen pendingin kain akan kembali pada guide roll dengan pertimbangan sebagai berikut :
dilanjutkan pada feed roll 3 dan kembali pada guide roll. • Mode kegagalan dengan nilai detection lebih tinggi
Sebelumnya pembuka clip belakang akan membuka jepitan akan lebih diprioritaskan dibanding mode kegagalan
clip agar kain dapat lepas ke guide roll. Kemudian kain akan dengan nilai detection lebih rendah. Hal ini
kembali didinginkan, kali ini dengan menggunakan cooling disebabkan karena mode kegagalan dengan nilai
cylinder. Cooling cylinder merupakan roll berukuran besar deteksi semakin tinggi akan semakin sulit untuk
dimana di dalamnya terdapat pipa air yang menyemprotkan air diidentifikasi. Maka dari itu, mode kegagalan
ke dinding-dinding cylinder. Karena itu saat kain melewati tersebut perlu lebih diperhatikan agar bila terjadi
cylinder akan terjadi pertukaran panas sehingga suhu kain kegagalan dapat segera diketahui dan diatasi.
turun. Kain yang telah dingin tersebut selanjutnya akan • Apabila nilai detection sama, maka mode kegagalan
disimpan kembali pada wadah ataupun melalui proses dengan waktu perbaikan lebih lama akan lebih
batching. diprioritaskan yang waktu perbaikannya lebih
sebentar. Pertimbangan ini juga didasari alasan
K. Deskripsi Kegagalan Fungsional dan FMEA untuk Mesin bahwa mode kegagalan yang lebih lama akan lebih
Stenter Finish merugikan perusahaan dari segi waktu dan biaya
Beranjak dari structure breakdown serta fungsi masing- produksi. Semakin lama kegagalan berlangsung,
masing komponen yang telah dijabarkan sebelumnya, langkah maka semakin lama proses produksi terhenti dan
selanjutnya adalah melakukan Failure Mode and Effect kerugian produksi yang dialami akan semakin
Analysis (FMEA) untuk mesin stenter finish. Pada FMEA meningkat pula
diulas mengenai mode kegagalan yang dapat dialami oleh
setiap komponen yang menyusun mesin stenter finish. IX. USULAN DAN ANALISA USULAN PERAWATAN MESIN
Penentuan mode kegagalan ini dilakukan untuk setiap STENTER FINISH
komponen mesin stenter finish sesuai dengan structure Jadwal perawatan yang diusulkan untuk mesin stenter
breakdown yang telah dilakukan sebelumnya. finish berdasarkan analisa matriks resikoi. Tindakan
perawatan yang diajukan mencakup membersihkan komponen, X. KESIMPULAN
member pelumas pada komponen serta mengecek kondisi Dalam penelitian yang dilakukan, berdasarkan hasil dari
komponen. Tindakan perbaikan lain selain tindakan tersebut pengumpulan data serta analisis terhadap permasalahan
seperti misalnya penyetelan ulang komponen, perbaikan perihal downtime machine yang dihadapin oleh perusahaan
komponen, serta penggantian komponen tidak dijadwalkan maka dapat disimpulkan :
terlebih dahulu karena tindakan tersebut tidak dapat 1. Mesin kritis pada bagian Dyeing dan
ditentukan tanpa dilakukannya pengecekan terhadap Finishing PT IS adalah mesin Stenter Finish
komponen yang bersangkutan. Pada dasarnya tindakan dengan permasalahan pada mesin Stenter
perawatan tersebut sekarang telah dilakukan oleh PT IS, Finish PT IS seringkali disebabkan karena
namun kegiatan perawatan tersebut memiliki jadwal yang jadwal perawatan (pemeriksaan, pengecekan)
berbeda dari jadwal yang diusulkan. Pada jadwal yang yang kurang tepat.
diusulkan kegiatan pengecekan dilakukan lebih sering 2. Penyebab downtime mesin stenter finish
dibandingkan pengecekan komponen yang dilakukan saat ini. adalah komponen-komponen kritis pada
Tabel usulan checklist berdasarkan jadwal perawatan mesin mesin. Seperti misalnya komponen motor
yang diusulkan untuk perawatan mesin stenter finish pada PT rantai mesin, sekring, dst.
IS. Jadwal perawatan tidak turut dicantumkan karena checklist 3. Dari hasil analisa terhadap permasalahan
yang dibuat sudah menampilkan periode waktu pengecekan. downtime machine ini disarankan agar
Tindakan perawatan yang diusulkan adalah kegiatan perusahaan menerapkan condition based
pembersihan komponen, pleumasan komponen, serta maintenance dalam melaksanakan perawatan
pengecekan komponen. Untuk mengurangi biaya perawatan, mesin stenter finish. Perawatan tersebut dapat
strategi perawatan yang dilakukan adalah condition based dilakukan sesuai dengan Usulan checklist
maintenance. Maksud dari condition based maintenance mesin produksi yang dibuat.
adalah setiap komponen dari mesin memiliki jadwal
pengecekan tersendiri, dari pengecekan tersebut maka kondisi DAFTAR PUSTAKA
komponen akan dianalisa (baik tidaknya keadaan komponen). [1] Bloom, N.B. 2006. Reliability Centered Maintenance : Implementation
Dari hasil analisa tersebut maka akan ditentukan tindakan Made Simple. McGraw-Hill, United States of America.
yang diperlukan yaitu tindakan perbaikan, penyetelan ulang, [2] Ebeling. 1997. An Introduction to Reliability and Maintainability
Engineering. McGraw-Hill, Singapore.
atau penggantian komponen. Dengan demikian komponen [3] Huber, B. 2005. FMEA-FMECA. Faculty of Computer and
dengan kondisi masih baik akan tetap digunakan. Cara ini Information Science. Ljubljana 2005.
dapat mengurangi biaya dibandingkan apabila komponen [4] Montex Monforts. 1990. Service and Operation Instruction. A
langsung diganti tanpa melihat kondisi komponen tersebut Monforts GmbH & Co. Germany.
[5] Moubray, John. 1991. Reliability-centred Maintenance. Butterworth-
(baik atau buruk tetap diganti). Untuk lebih jelasnya usulan Heinemann Ltd, Great Britain.
perawatan tersebut diringkas dalam bentuk checklist yang [6] Rausand, M dan Hoyland, A. 2004. System Reliability Theory Models,
mencakup komponen apa saja yang perlu diperiksa Statistical Methods and Applications. John Wiley & Sons, United
berdasarkan seperti ditunjukan pada lembar checklist berikut. States of America.
.

Anda mungkin juga menyukai