Anda di halaman 1dari 12

Long Life Learning

Try to learn something about everything and everything about something

10 March 2015

VENTILASI MEKANIK VENTILATOR

Ventilasi Mekanik Ventilator adalah merupakan suatu alat bantu mekanik yang berfungsi bermanfaat dan
bertujuan untuk memberikan bantuan nafas pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada
paru-paru melalui jalan nafas buatan dan juga merupakan mesin bantu nafas yang digunakan untuk
membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.

Ventilator adalah peralatan elektrik dan memerlukan sumber listrik. Beberapa ventilator, menyediakan
back up batere, namun batere tidak didesain untuk pemakaian jangka lama. Ventilator adalah suatu
metode penunjang/bantuan hidup (life - support). Maksudnya adalah jika ventilator berhenti bekerja
maka pasien akan meninggal. Oleh sebab itu harus tersedia manual resusitasi seperti ambu bag di
samping tempat tidur pasien yang memakai ventilator, karena jika ventilator berhenti bekerja dapat
langsung dilakukan manual ventilasi.

Tujuan dan Indikasi Pemasangan Ventilator

Ada beberapa hal yang menjadikan tujuan dan manfaat penggunaan ventilasi mekanik ini dan juga
beberapa kriteria pasien yang perlu untuk segera dipasang ventilator.

Tujuan Ventilator

- Mengurangi kerja pernapasan.

- Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien.

- Pemberian MV yang akurat.

- Mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi.

- Menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat.


Indikasi :

1. Pasien Dengan Gagal Nafas.

Pasien dengan distres pernafasan gagal nafas, henti nafas (apnu) maupun hipoksemia yang tidak teratasi
dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilasi mekanik. Idealnya pasien telah mendapat
intubasi dan pemasangan ventilasi mekanik sebelum terjadi gagal nafas yang sebenarnya. Distres
pernafasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi. Prosesnya dapat berupa
kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernafasan dada (kegagalan
memompa udara karena distrofi otot).

2. Insufisiensi jantung.

Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki kelainan pernafasan primer. Pada pasien dengan
syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai akibat
peningkatan kerja nafas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilasi
mekanik untuk mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.

3. Disfungsi neurologis.

Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami apnoe berulang juga mendapatkan ventilasi
mekanik. Selain itu ventilasi mekanik juga berfungsi untuk menjaga jalan nafas pasien serta
memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.

4. Tindakan operasi.

Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative sangat terbantu dengan
keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah
bisa tertangani dengan keberadaan ventilasi mekanik.

Kriteria Pemasangan Ventilasi Mekanik

Menurut Pontopidan (2003), seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik (ventilator) bila :

- RR > 35 x/menit.

- Hasil AGD dengan O2 masker PaO2 < 70 mmHg.

- PaCO2 > 60 mmHg

- AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya > 350 mmHg.

- Vital capasity < 15 ml / kg BB.

- Tidal Volume < 5 cc/kg BB.


Alat-alat yang disediakan

- Ventilator

- Spirometer

- Air viva (ambu bag)

- Oksigen sentral

- Perlengkapan untuk mengisap sekresi

- Kompresor Air

Setting Ventilator

1. Tentukan “Minute Volume” (M.V.) yaitu :

· M.V = Tidal Volume (T.V) x Respiratory Rate (R.R)

· Normal T.V = 10 – 15 cc/kg BB

· Normal R.R =

- Dewasa = 10 – 12 x/menit

- Pada pasien dengan COPD, T.V lebih kecil, yaitu 6 – 8 cc/kg BB.

- Pada Servo Ventilator 900 C :

o M.V < 4 liter, pakai standar “infant”

o M.V. > 4 liter, pakai standar “adult”

2. Modus

· Tergantung dari keadaan klinis pasien.

· Bila mempergunakan “IMV”, harus dikombinasikan dengan “PEEP”.

3. PEEP

· Ditentukan tergantung dari keadaan klinis pasien.

· Pada pasien dengan edema paru, PEEP dimulai dengan 5 mmHg.


· Pada pasien tidak dengan edema paru, PEEP dimulai dari nol, tetapi FiO2 dinaikan sampai 50%. Bila
FiO2 tidak naik, baru diberikan PEEP mulai dari 5 mmHg.

· Catatan :

- Selama pemakaian Ventilator, FiO2 diusahakan kurang dari 50 %

- PEEP dapat dinaikkan secara bertahap 2,5 mmHg, sampai batas maximal 15 mmHg.

4. Pengaturan Alarm

· Oksigen = batas terendah : 10 % dibawah yang diset

· batas tertinggi : 10 % diatas yang diset

· “Expired M.V = kira-kira 20 % dari M.V yang diset

· “Air Way Pressure” = batas tertinggi 10 cm diatas yang diset

Prosedur Pemberian Ventilator

Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru pada ventilator untuk memastikan
pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangkan pengesetan awal adalah sebagai berikut:

· Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%

· Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB

· Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit

· Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik

· PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada
pasien yang mengalami oedema paru dan untuk mencegah atelektasis. Pengesetan untuk pasien
ditentukan oleh tujuan terapi dan perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan
oleh hasil analisa gas darah (Blood Gas)

Pemantauan

1. Observasi keadaan kardiovaskuler pasien : denyut jantung, tekanan darah, sianosis, temperatur.

2. Auskultasi paru untuk mengetahui :

- Letak tube
- Perkembangan paru-paru yang simetris

- Panjang tube

3. Periksa AGD tiap 6 jam, kecuali ada perubahan seting, analisa gas darah diperiksa 20 menit setelah
ada perubahan seting.

· Nilai standar : PCO2 = 35 – 45 mmHg

· Saturasi O2 = 96 – 97 %

· PaO2 = 80 – 100 mmHg

- PaO2 > 100 mmHg → FiO2 diturunkan bertahap 10 %.

- PCO2 > 45 mmHg → M.V dinaikkan.

- PCO2 < 35 mmHg → M.V diturunkan.

4. Periksa keseimbangan cairan setiap hari

5. Periksa elektrolit setiap hari

6. “Air Way Pressure” tidak boleh lebih dari 40 mmHg

7. “Expired Minute Volume” diperiksa tiap 2 jam

8. Usahakan selang nasogastrik tetap berfungsi.

9. Foto Thorax setiap hari → untuk melihat perkembangan klinis, letak ETT dan komplikasi yang terjadi
akibat pemasangan Ventilator.

10. Perhatikan ada tidaknya “tension pneumothorax” dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :

- Gelisah, kesadaran menurun

- Sianosis

- Distensi vena leher

- Trachea terdorong menjauh lokasi “tension pneumothorax”

- Salah satu dinding torak jadi mengembang

- Pada perkusi terdapat timpani.

Perawatan :
1. Terangkan tujuan pemakaian ventilator pada pasien dan atau pada keluarganya bagi pasien yang
tidak sadar.

2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, untuk mencegah infeksi.

3. “Breathing circuit” sebaiknya tidak lebih tinggi dari ETT, agar pengembunan air yang terjadi tidak
masuk ke paru pasien.

4. Perhatikan permukaan air di “humidifier”, jaga jangan sampai habis, air diganti tiap 24 jam.

5. Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari, perhatikan jangan sampai letak dan panjang
tube berubah.

1. Tulis ukuran dan panjang tube pada “flow sheet”

6. Cegah terjadinya kerusakan trachea dengan cara :

2. Tempatkan tubing yang dihubungkan ke ETT sedemikian rupa sehingga posisinya berada diatas
pasien. Tubing harus cukup panjang untuk memungkinkan pasien dapat menggerakkan kepala.

7. Memberikan posisi yang menyenangkan bagi pasien, dengan merubah posisi tiap 2 jam. Selain itu
perubahan posisi berguna untuk mencegah terjadinya dekubitus.

8. Memberi rasa aman dengan tidak meninggalkan pasien sendirian.

9. Teknik mengembangkan “cuff” :

- Kembangkan “cuff” dengan udara sampai tidak terdengar suara bocor.

- “cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit.

Kriteria Penyapihan

Pasien yang mendapat bantuan ventilasi mekanik dapat dilakukan penyapihan bila memenuhi kriteria
sebagai berikut:

· Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB

· Volume tidal 4-5 ml/kg BB

· Kekuatan inspirasi ≥ 20 cm H2O

· RR < 20 kali/menit.
Beberapa hal yang harus diperhatikan

A. Humidifasi dan Suhu

Ventilasi Mekanik yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap
pelembaban dan penghangatan.

Dua proses ini harus ditambahkan pelembab (Humidifier) dengan pengontrol suhu dan diisi air sebatas
level yang sudah ditentukan (system boiling water) terjadi Kondensasi air dengan penurunan suhu untuk
mencapai suhu 370 C pada ujung sirkuit ventilasi mekanik. Pada kebanyakan kasus suhu udara ± sama
dengan suhu tubuh.

Pada kasus hypotermi suhu dapat dinaikkan lebih dari 370 C - 380 C.

Kewaspadaan dianjurkan karena lama dan tingginya suhu inhalasi menyebabkan luka bakar pada trakea,
lebih mudah terjadinya pengentalan sekresi dan akibatnya obstruksi jalan nafas bisa terjadi. Sebaliknya
apabila suhu ke pasien kurang dari 360 C membuat kesempatan untuk tumbuhnya kuman.

Humidifikasi yang lain yaitu system Heating wire dimana kehangatan udara dialirkan melalui wire di
dalam sirkuit dan tidak terjadi kondensasi air.

Pada kasus penggunaan Ventilasi Mekanik yang singkat tidak lagi menggunakan kedua system diatas,
tetapi humidifasi jenis Moisture echanger yang di pasang pada ujung sirkuit Ventilasi Mekanik.

B. Perawatan jalan nafas

Perawatan jalan nafas terjadi dari pelembaban adequate, perubahan posisi dan penghisapan sekresi
penghisapan di lakukan hanya bila perlu, karena tindakan ini membuat pasien tidak nyaman dan resiko
terjadinya infeksi, perhatikan sterilitas !!

Selanjutnya selain terdengar adanya ronkhi (auscultasi) dapat juga dilihat dari adanya peningkatan
tekanan inspirasi (Resp. rate) yang menandakan adanya perlengketan/penyempitan jalan nafas oleh
sekresi ini indikasi untuk dilakukan pengisapan.

Fisioterapi dada sangat mendukung untuk mengurangi atelektasis dan dapat mempermudah
pengambilan sekresi, bisa dengan cara melakukan clapping, fibrasing perubahan posisi tiap 2 jam perlu
dikerjakan untuk mengurangi pelengketan sekresi.

C. Perawatan selang Endotrakeal

Selang endotrakeal harus dipasang dengan aman untuk mencegah terjadinya migrasi, kinking dan
terekstubasi, oleh sebab itu fiksasi yang adequate jangan diabaikan. Penggantian plesterfiksasi minimal 1
hari sekali harus dilakukan karena ini merupakan kesempatan bagi kita untuk melihat apakah ada tanda-
tanda lecet/ iritasi pada kulit atau pinggir bibir dilokasi pemasangan selang endotrakeal.

Pada pasien yang tidak kooperatif sebaiknya dipasang mayo/gudel sesuai ukuran, ini gunanya agar selang
endotrakeal tidak digigit, dan bisa juga memudahkan untuk melakukan pengisapan sekresi.

Penggunaan pipa penyanggah sirkuit pada Ventilasi Mekanik dapat mencegah tertariknya selang
endotrakeal akibat dari beban sirkuit yang berat.

Bila pasien terpasang Ventilasi Mekanik dalam waktu yang lama perlu di pertimbangkan untuk dilakukan
pemasangan Trakeostomi yang sebelumnya kolaborasi dengan dokter dan keluarga pasien.

D. Tekanan cuff endotrakeal

Tekanan cuff harus dimonitor minimal tiap shift untuk mencegah kelebihan inflasi dan kelebihan tekanan
pada dinding trakea.

Pada pasien dengan Ventilasi Mekanik, tekanan terbaik adalah paling rendah tanpa adanya
kebocoran/penurunan tidal volume.

Cuff kalau memungkinkan di kempeskan secara periodik untuk mencegah terjadinya nekrosis pada
trakea.

E. Dukungan Nutrisi

Pada pasien dengan dipasangnya Ventilasi Mekanik dukungan nutrisi harus diperhatikan secara dini.
Apabila hal ini terabaikan tidak sedikit terjadinya efek samping yang memperberat kondisi pasien,
bahkan bisa menimbulkan komplikasi paru dan kematian.

Bila saluran gastrointestinal tidak ada gangguan, Nutrisi Enteral dapat diberikan melalui Nasogastric tube
(NGT) yang dimulai dengan melakukan test feeding terlebih dahulu, terutama pada pasien dengan post
laparatomy dengan reseksi usus.

Alternatif lain apabila tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi melalui enteral bisa dilakukan dengan
pemberian nutrisi parenteral.

Pemberian nutrisi ?

F. Perawatan Mata

Pada pasien dengan pemasangan Ventilasi Mekanik perawatan mata itu sangat penting dalam asuhan
keperawatan. Pengkajian yang sering dan pemberian tetes mata/zalf mata bisa menurunkan keringnya
kornea. Bila refleks berkedip hilang, kelopak mata harus di plester untuk mencegah abrasi kornea, kering
dan trauma. Edema sclera dapat terjadi pada pasien dengan Ventilasi Mekanik bila tekanan vena
meningkat. Atur posisi kepala lebih atas/ekstensi.

Komplikasi Ventilasi Mekanik (Ventilator)

Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila perawatannya tidak tepat bisa,
menimbulkan komplikasi seperti:

1. Pada paru

- Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara vaskuler.

- Atelektasis/kolaps alveoli diffuse

- Infeksi paru

- Keracunan oksigen

- Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.

- Aspirasi cairan lambung

- Tidak berfungsinya penggunaan ventilator

- Kerusakan jalan nafas bagian atas

2. Pada sistem kardiovaskuler

- Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran balik vena akibat meningkatnya
tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi mekanik dengan tekanan tinggi.

3. Pada sistem saraf pusat

- Vasokonstriksi cerebral

- Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah normal akibat dari hiperventilasi.

- Oedema cerebral

- Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat dari hipoventilasi.

- Peningkatan tekanan intra kranial

- Gangguan kesadaran

- Gangguan tidur.
4. Pada sistem gastrointestinal

- Distensi lambung, illeus

- Perdarahan lambung.

Mode Jenis Ventilasi Mekanik

Klasifikasi Ventilasi mekanik berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi, dua kategori umum
adalah ventilator tekanan negatif dan tekanan positif. Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator
mekanik tekanan positif dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu :

1. Volume Cycled Ventilator.

Volume cycled merupakan jenis ventilator yang paling sering digunakan di ruangan unit perawatan kritis.
Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi
ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah
perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.

Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien dewasa dengan gangguan paru secara umum. Akan
tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien dengan gangguan pernapasan yang diakibatkan penyempitan
lapang paru (atelektasis, edema paru). Hal ini dikarenakan pada volume cycled pemberian tekanan pada
paru-paru tidak terkontrol, sehingga dikhawatirkan jika tekanannya berlebih maka akan terjadi
volutrauma. Sedangkan penggunaan pada bayi tidak dianjurkan, karena alveoli bayi masih sangat rentan
terhadap tekanan, sehingga memiliki resiko tinggi untuk terjadinya volutrauma.

2. Pressure Cycled Ventilator

Prinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin berhenti bekerja dan
terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi
tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru,
maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya tidak
stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan, sedangkan pada pasien anak-anak atau dewasa
mengalami gangguan pada luas lapang paru (atelektasis, edema paru) jenis ini sangat dianjurkan.

3. Time Cycled Ventilator

Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan waktu ekspirasi atau waktu inspirasi
yang telah ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas
permenit). Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi) 1 : 2.

4. Berbasis aliran (Flow Cycle)

Memberikan napas/ menghantarkan oksigen berdasarkan kecepatan aliran yang sudah disetting terlebih
dahulu.

Mode Ventilator Mekanik

1. Mode control (pressure control, volume control, continuous mode).

Pasien mendapat bantuan pernafasan sepenuhnya, pada mode ini pasien dibuat tidak sadar (tersedasi)
sehingga pernafasan di kontrol sepenuhnya oleh ventilator. Tidal volume yang didapat pasien juga sesuai
yang di set pada ventilator. Pada mode control klasik, pasien sepenuhnya tidak mampu bernafas dengan
tekanan atau tidal volume lebih dari yang telah di set pada ventilator. Namun pada mode control
terbaru, ventilator juga bekerja dalam mode assist-control yang memungkinkan pasien bernafas dengan
tekanan atau volum tidal lebih dari yang telah di set pada ventilator.

2. Mode Intermitten Mandatory Ventilation (IMV).

Pada mode ini pasien menerima volume dan frekuensi pernafasan sesuai dengan yang di set pada
ventilator. Diantara pernafasan pemberian ventilator tersebut pasien bebas bernafas. Misalkan
respiratory rate (RR) di set 10, maka setiap 6 detik ventilator akan memberikan bantuan nafas, diantara 6
detik tersebut pasien bebas bernafas tetapi tanpa bantuan ventilator. Kadang ventilator memberikan
bantuan saat pasien sedang bernafas mandiri, sehingga terjadi benturan antara kerja ventilator dan
pernafasan mandiri pasien. Hal ini tidak akan terjadi pada

3. Mode Synchronous Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV) yang sama dengan mode IMV hanya
saja ventilator tidak memberikan bantuan ketika pasien sedang bernafas mandiri. Sehingga benturan
terhindarkan.

4. Mode Pressure Support atau mode spontan.

Ventilator tidak memberikan bantuan inisiasi nafas lagi. Inisiasi nafas sepenuhya oleh pasien, ventilator
hanya membantu pasien mencapai tekanan atau volume yang di set di mesin dengan memberikan
tekanan udara positif.
Vibaholic at 11:17:00 PM

No comments:

Post a Comment

Home

View web version

Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai