Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FISIOLOGI HEWAN

“RESPONS SEL”

Oleh:
1. Lailatul Usni (15177024)
2. Monica Lavenia (15177028)
3. Novera Dwinda (15177063)
4. Nurwahidah Lubis (15177064)

Dosen Pembimbing
Dr. Dwi Hilda Putri, M.Biomed

PROGRAM PASCA SARJANA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sel berperan dalam mengatur segala macam aktivitas di dalam tubuh kita.
Selain itu, sel juga berinteraksi antar satu sama lain (komunikasi sel), yaiu
mekanisme yang memungkinkan satu sel mempengaruhi perilaku sel lainnya.
Komunikasi sel dilakukan menggunakan sinyal kimiawi yang beragam dan
menyebabkan respon yang beragam yang dimunculkan oleh sinyal-sinyal tersebut,
namun metode kerja semua sinyal kimiawi sangat mirip.
Menurut Campbell, dkk (2008:226) respons termasuk dalam tahap ketiga
dari pensinyalan sel, dimana sinyal yang ditransduksikan memicu respons selular
spesifik. Respons ini merupakan aktivitas selular apapun yang bisa dibayangkan,
misalnya katalis oleh suatu enzim (misalnya gliserin fosforilase), penyusun ulang
sitoskeleton, atau aktivasi gen-gen spesifik dalam nukleus. Proses pensinyalan
membantu memastikan bahwa aktivitas-aktivitas krusial ini berlangsung dalam sel
yang benar, pada waktu yang tepat, dan dalam koordinasi yang sesuai dengan sel-
sel lain pada organism tersebut.
Pengikatan sinyal kimiawi dengan protein reseptor memicu berbagai
peristiwa kimiawi di dalam sel target sehingga menyebabkan perubahan dalam
perilaku tersebut. Keragaman respons sel target terhadap sinyal kimiawi bergantung
pada sifat dan ciri sel-sel target serta pada jumlah dan afinitas protein reseptor itu
pada permukaan sel atau di dalam sel target. Sel-sel dikatakan tidak responsif
terhadap sinyal tertentu jika sel itu tidak mempunyai reseptor yang tepat
(Campbell, dkk, 2004:133).
Pembahasan mengenai respons sel ini difokuskan pada tiga hal, yaitu tipe
atau jenis sinyal yang berbeda dapat memberikan pengaruh berbeda yang diberikan
sel. Selain itu, juga dibahas mengenai sel berbeda dapat memberikan respon
berbeda terhadap sinyal yang sama, serta regulasi dari pensinyalan sel.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan dalam respon sel, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana mekanisme tipe atau jenis sinyal yang berbeda dapat memberikan
pengaruh berbeda yang diberikan sel?
2. Bagaimana mekanisme sel berbeda dapat memberikan respon berbeda terhadap
sinyal yang sama?
3. Bagaimana mekanisme regulasi dari pensinyalan sel?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Tipe atau jenis sinyal yang berbeda dapat memberikan pengaruh berbeda yang
diberikan sel.
2. Sel berbeda dapat memberikan respon berbeda terhadap sinyal yang sama.
3. Regulasi dari pensinyalan sel.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Tipe atau jenis sinyal yang berbeda dapat memberikan pengaruh berbeda
yang diberikan sel.
a. Diferensiasi
Menurut Campbell, dkk (2008:396) diferensiasi merupakan proses yang
menjadikan struktur dan fungsi sel-sel menjadi semakin terspesialisasi selama
perkembangan organisme embrio. Terlebih lagi, jenis-jenis sel yang berbeda tidak
tersebar secara acak, namun terorganisasi menjadi jaringan-jaringan dan organ-
organ dalam susunan dimensi tiga tertentu. Diferensiasi bergantung pada ekspresi
gen. Diferensiasi sel terjadi pada sel otot dapat dilihat pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Diferensiasi sel–sel otot, yang mana sel-sel rangka berasal dari
sel-sel embrio yang mengalami perubahan ekspresi gen.
Diferensiasi. Protein MyoD merangsang gen myoD lebih lanjut dan
mengaktivasi gen-gen pengode faktor-faktor transkripsi spesifik-
otot lain, yang kemudian mengaktivasi berbagai gen pengode
protein-protein otot. MyoD juga menyalakan gen-gen yang
memblok daur sel, sehingga menghentikan pembelahan sel. Mioblas
yang tidak membelah menyatu menjadi sel-sel otot multi-nukleus
dewasa, disebut juga serat otot. (Sumber: Campbell, dkk (2008:399).
b. Proliferasi dan Survival
“Proliferasi, diferensiasi, dan survival dari sel normal diatur oleh angka
terbatas dari suatu jalur yang mana sebagian dihubungkan. Mereka mengirimkan
dan mengintegrasikan sinyal dari faktor pertumbuhan, hormon, sel-sel dan interaksi
sel dengan matriks” (Schulz, 2005:113). Menurut Albert, dkk (2008:1339) perilaku
sel yang kompleks, seperti survival, proliferasi atau diferensiasi, umumnya
dirangsang oleh kombinasi spesifik dari sinyal dibandingkan dengan pensinyalan
tunggal yang dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Pensinyalan kombinasi. Masing-masing tipe sel menunjukan


seperangkat reseptor yang memperbolehkan merespon kumpulan
yang sesuai dari pensinyalan molekul yang dihasilkan oleh sel lain.
Pensinyalan molekul ini bekerja dalam kombinasi untuk mengatur
perilaku dari sel. Seperti terlihat disini, banyak sel memerlukan
beberapa sinyal (panah biru) untuk terus hidup dan sinyal tambahan
(panah merah) untuk berkembangbiak, atau sinyal lainnya (panah
hijau) untuk berspesialisasi. Jika kehilangan semua sinyal, sel ini
mengalami kematian sel yang deprogram (apoptosis).
(Sumber: Albert, dkk (2008:1345).
c. Fungsi Selular Spesifik
Kespesifikan yang ditunjukkan dalam respons selular terhadap sinyal sama
saja dengan penjelasan dasar untuk hampir semua perbedaan di antara sel-sel, jenis
sel yang berbeda memiliki koleksi protein yang berbeda (gambar 2.3). (ini
disebabkan karena jenis sel yang berbeda menyalakan kumpulan gen yang
berbeda). Respons sel tertentu terhadap sinyal bergantung pada koleksi tertentu
protein reseptor sinyal, protein relai, dan protein yang dibutuhkan untuk
melaksanakan respons. Sel hati, misalnya akan merespons epinefrin secara tepat
karena memiliki protein-protein yang tercantum pada gambar 2.7, seperti halnya
yang dibutuhkan untuk memproduksi glikogen (Campbell, dkk, 2008:237).

Gambar 2.3 Kespesifikan pensinyalan sel. Protein-protein tertentu yang dimiliki


oleh sel menentukan molekul sinyal apa yang akan direspon dan
seperti apa respons yang diberikan. Keempat sel dalam diagram ini
merespons molekul sinyal yang sama (merah) dalam cara-cara yang
berbeda karena masing-masing memiliki kumpulan protein yang
berbeda (bentuk berwarna ungu dan cokelat muda). Akan tetapi,
perhatikan bahwa jenis molekul yang sama dapat berpartisipasi dalam
lebih dari satu jalur. (Sumber: Campbell, dkk (2008:237).
Menurut Campbell, dkk (2008:238) dengan demikian, dua sel yang
merespon secara berbeda terhadap sinyal yang sama memiliki perbedaan satu atau
lebih protein yang menangani dan merespon sinyal tersebut. Perhatikan gambar 2.3,
jalur-jalur yang berbeda mungkin memiliki beberapa molekul yang sama. Misalnya,
sel A, B, dan C, semuanya menggunakan protein reseptor yang sama untuk molekul
sinyal yang berwarna merah, perbedaan dalam hal protein lain lah yang
menyebabkan respons yang diberikan berbeda. Pada sel D, protein reseptor yang
berbeda digunakan untuk molekul sinyal yang sama, menghasilkan respons yang
berbeda pula. Pada sel B, jalur yang dipicu oleh satu jenis sinyal berpisah
menghasilkan dua respons. Jalur bercabang semacam itu sering melibatkan reseptor
tirosin kinase (yang dapat mengaktivasi banyak protein relai) atau pembawa-pesan
kedua (yang dapat meregulasi banyak protein). Pada sel C, dua jalur yang dipicu
oleh sinyal berbeda menyatu untuk memodulasi satu respons tunggal. Percabangan
jalur dan cross-talk (persilangan interaksi) di antara jalur-jalur yang berbeda
penting bagi regulasi dan koordinasi respons sel terhadap informasi yang berasal
dari berbagai sumber dalam tubuh. Terlebih lagi, penggunaan beberapa protein
yang sama pada lebih dari satu jalur memungkinkan sel menghemat jumlah protein
berbeda yang harus dibuatnya.

2. Sel berbeda dapat memberikan respon berbeda terhadap sinyal yang sama
a. Respon bergantung pada reseptor permukaan sel dan Asetilkolin
(neurotransmitter)
Menurut Albert, dkk (2008:1334) cara spesifik sel bereaksi terhadap
lingkungan itu berbeda, pertama, sesuai dengan kumpulan dari protein reseptor sel
untuk mendeteksi subset tertentu dari sinyal yang siap dan, kedua, sesuai dengan
alat-alat intraselular yang mana integrasi dan interpretasi informasi diterima.
Molekul pensinyalan tunggal sering mempunyai akibat yang berbeda pada sel target
yang berbeda. Neurotransmitter asetilkolin sebagai contoh ransangan kontraksi dari
sel otot. Hal ini karena protein reseptor asetilkolin pada sel otot rangka berbeda dari
sel otot jantung. Tapi perbedaan reseptor sel tidak selalu menjelaskan akibat
berbeda. Dalam banyak kasus, molekul sinyal yang sama mengikat molekul ke
reseptor protein yang sama. Namun, menghasilkan respon sangat berbeda dalam
jenis berbeda dari sel target (gambar 2.4).
Gambar 2.4 Molekul sinyal yang sama dapat mengakibatkan respon berbeda
dalam sel target yang berbeda. Pada beberapa kasus, molekul sinyal
yang mengikat protein reseptor yang berbeda (ilustrasi A dan B). Pada
kasus lainnya, molekul sinyal yang mengikat protein reseptor yang
sama yang mengaktifkan respon berbeda dalam sel berbeda, sebagai
ilustrasi (B) dan (C). Pada semua kasus ditunjukan molekul sinyal
adalah asetilkolin (D). (Sumber: Albert, dkk (2008:1346).

b. Respon bergantung pada lingkungan


Menurut Campbell, dkk (2008:406) pada sel kanker, kerusakan DNA
(sinyal intraselular) akibat faktor lingkungan yang disebabkan oleh sinar UV
mengakibatkan sel berespon, dimana dihasilkan protein yang menghambat siklus
sel. Kanker dapat dihasilkan dari kelainan dalam jalur-jalur pensinyalan yang
meregulasi pembelahan, yang mungkin disebabkan oleh mutasi, baik spontan
maupun dipicu oleh lingkungan. Respon bergantung pada lingkungan dapat dilihat
pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Jalur penghambat meregulasi siklus sel, biasanya dengan
memengaruhi transkripsi. Jalur penghambat-daur sel. Dalam jalur ini, (1)
kerusakan DNA merupakan sinyal intraselular yang diteruskan melalui (2) protein
kinase dan menyebabkan aktivasi (3) p53. p53 yang teraktivasi mendorong
transkripsi gen pengode protein yang menghambat daur sel. Supresi pembelahan sel
yang diakibatkan memastikan bahhwa kerusakan DNA tidak direplikasi. Mutasi
penyebab defisiensi pada komponen jalur yang mana pun dapat turut berperan
dalam perkembangan kanker. (Sumber: Campbell, dkk (2008:406).

c. Alat-alat intraselular
Reseptor intraselular dalam hal ini reseptor testosteron yang bertindak
sebagai faktor transkripsi, juga melaksanakan transduksi sinyal lengkap secara
sendiri sebelum sel berespon. Respon sel yang spesifik oleh ribosom di sitoplasma.
Respon sel yang dihasilkan oleh resptor intraselular dapat dilihat pada gambar 2.6.
Respons sel

Gambar 2.6 Hormon steroid berinteraksi dengan reseptor intraselular.


(Sumber: Campbell, dkk (2008:230).

3. Regulasi dari pensinyalan sel


a. Respons di Nukleus dan Sitoplasma
Pada akhirnya, jalur transduksi sinyal mengarah ke regulasi satu atau lebih
aktivitas selular. Respon di ujung jalur mungkin terjadi di nukleus sel atau di
sitoplasma.

Gambar 2.6 Respon nukleus terhadap sinyal: aktivitas suatu gen spesifik oleh
faktor pertumbuhan. Diagram ini merupakan representasi sederhana
dari jalur pensinyalan tipikal yang mengarah pada regulasi aktivitas
gen dalam nukleus sel. Molekul sinyal awal, regulator lokal yang
disebut faktor pertumbuhan, memicu kaskade fosforilasi. (Molekul
ATP yang berperan sebagai sumber fosfat tidak ditunjukkan). Begitu
terfosrilasi, kinase terakhir dalam urutan itu memasuki nukleus dan
mengaktivasi suatu protein peregulasi gen, atau faktor transkripsi.
Protein ini merangsang suatu gen spesifik sedemikian rupa sehingga
mRNA disintesis, yang kemudian mengarahkan sintesis protein
teretentu dalam sitoplasma.

Menurut Campbell, dkk (2008:235) terkadang suatu jalur pensinyalan


mungkin meregulasi aktivitas protein, bukan sintesis protein, sehingga
memengaruhi secara langsung protein yang berfungsi di luar nukleus. Misalnya,
suatu sinyal mungkin menyebabkan pembukaan atau penutupan saluran ion dalam
membran plasma atau perubahan metabolisme sel. Misalnya, respon sel hati
terhadap pensinyalan oleh hormon epinefrin membantu meregulasi metabolisme
energi selular dengan cara memengaruhi aktivitas suatu enzim. Langkah terakhir
dalam jalur pensinyalan yang diawali dengan pengikatan epinefrin akan
mengaktivasi enzim yang mengkatalis penguraian glikogen. Gambar 2.7
menunjukkan jalur lengkap yang mengarah pada pelepasan molekul glukosa-1-
fosfat dari glikogen.

Gambar 2.7 Respon sitoplasma terhadap sinyal: perangsangan penguraian


glikogen oleh epinefrin. Dalam sintesis pensinyalan ini, hormon
epinefrin bekerja melalui reseptor terkopel-protein G untuk
mengaktivasi serangkaian molekul relai, terrmasuk cAMP dan dua
protein kinase. Protein terakhir yang diaktivasi adalah enzim giloken
fosforilase, yang menggunakan fosfat anorganik untuk melepaskan
monomer glukosa dari glikogen dalam bentuk molekul glukosa-1-
fosfat. Jalur ini mengamplifikasi sinyal hormonal, karena satu
protein reseptor dapat mengaktivasi sekitar 100 molekul protein G,
sedangkan setiap enzim dalam jalur, begitu teraktivasi, dapat bekerja
pada banyak molekul substrat, yaitu molekul berikutnya dalam
kaskade molekul. Jumlah molekul teraktivasi yang diberikan di
setiap langkah adalah perkiraan. (Sumber: Campbell, dkk
(2008:235).

Menurut Campbell, dkk (2008:236) selain regulasi enzim, peristiwa


pensinyalan juga mungkin memengaruhi sifat selular lain, misalnya bentuk sel
secara keseluruhan. Contohnya regulasi ini dapat ditemukan pada aktivitas yang
mengarah pada perkawinan sel khamir tidaklah motil. Proses perkawinan
bergantung pada pertumbuhan penjuluran lokal pada salah satu sel ke arah sel dari
tipe perkawinan yang berbeda.
Reseptor sinyal, molekul relai, dan pembawa-pesan kedua berpartisipasi
dalam beraneka ragam jalur, yang mengarah pada respons di nukleus maupun
sitoplasma. Beberapa jalur ini mengarah pada pembelahan sel. Pembawa pesan
molekular yang menginisiasi jalur pembelahan-sel mencakup faktor pertumbuhan
serta hormon tumbuhan dan hewan tertentu. Kegagalan fungsi dari jalur faktor
pertumbuhan seperti yang ditunjukkan pada peraga 2.6 dapat berkontribusi dalam
perkembangan kanker (Campbell, dkk, 2008:237).

b. Penajaman (Fine-Tuning) Respons


Tanpa melihat apakah respons terjadi di dalam nukleus atau di dalam
sitoplasma, respons ini dipertajam (fine-tunep) di berbagai titik. Jalur pensinyalan
dengan banyak langkah antara peristiwa pensinyalan di permukaan sel dan respons
sel memiliki dua manfaat penting: jalur itu mengamplifikasi sinyal (dan responya
juga) serta menyediakan titik-titik yang berbeda, tempat respons sel dapat
diregulasi. Ini memungkinkan koordinasi jalur pensinyalan dan juga berkontribusi
dalam kespesifikan respons. Efisiensi keseluruhan respons juga dapat ditingkatkan
oleh protein perancah. Terakhir, titik krusial penajaman respons adalah pemutusan
sinyal (Campbell, dkk, 2008:237).
c. Amplifikasi Sinyal
Kaskade enzim yang rumit mengamplifikasi respons sel terhadap suatu
sinyal. Pada setiap langkah katalik dalam kaskade ini, jumlah produk yang
teraktivasi jauh lebih besar daripada tahap sebelumnya. Misalnya, dalam jalur yang
terpicu epinefrin pada gambar, setiap molekul adenilil siklase mengkatalisis
pembentukan banyak moleklul cAMP, setiap molekul protein kinase A
memfosforilasi banyak molekul kinase berikutnya dalam jalur, dan seterusnya. Efek
amplifikasi berasal dari fakta bahwa protein-protein ini berada dalam bentuk aktif
yang cukup lama untuk mengolah banyak molekul substrat sebelum menjadi inaktif
kembali. Sebagai akibat dari amplifikasi sinyal, sejumlah kecil molekul epinefrin
yang berikatan dengan reseptor pada permukaan sel hati atau sel otot dapat
menyebabkan pelepasan ratusan juta molekul glukosa dari glikogen
(Campbell, dkk, 2008:237).

d. Pemutusan Sinyal
Menurut Campbell, dkk (2008:239) agar sel dari suatu organisme
multiselular tetap waspada dan mampu merespon sinyal-sinyal yang datang. Setiap
perubahan molekular dalam jalur pensinyalannya harus berlangsung hanya dalam
waktu singkat. Seperti yang kita lihat pada contoh kolera, jika satu komponen jalur
pensinyalan terkunci dalam suatu kondisi, baik itu aktif maupun inaktif, organisme
dapat merasakan akibat yang sangat gawat.
Kunci kemampuan sel untuk bisa terus-menerus menerima regulasi oleh
sinyal adalah perubahan yang disebabkan oleh sinyal itu harus bersifat dapat-balik
(reversibel). Pengikatan molekul sinyal ke reseptor bersifat dapat-balik, semakin
rendah konsentrasi molekul sinyal, semakin sedikit pula yang akan terikat dalam
suatu saat. Ketika molekul sinyal meninggalkan reseptor, reseptor kembali ke
bentuk inaktif. Melalui cara yang bervariasi, molekul relai kemudian kembali ke
bentuk inaktif: aktifitas GTPas yang merupakan bagian intrinsik dari protein G
akan menghidrolisis GTP yang terikat, enzim fosfodiesterase mengubah cAMP
menjadi AMP, protein fosfatase menginaktivasi kinase terfosforilasi dan protein-
protein lain, demikian seterusnya. Akibatnya sel segera siap merespons sinyal baru
(Campbell, dkk, 2008:239).
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan
Tipe atau jenis sinyal yang berbeda dapat memberikan pengaruh berbeda
yang diberikan sel. Sel yang berbeda memiliki koleksi protein yang berbeda (ini
disebabkan karena jenis sel yang berbeda menyalakan kumpulan gen yang
berbeda). Respons sel tertentu terhadap sinyal bergantung pada koleksi tertentu
protein reseptor sinyal, protein relai, dan protein yang dibutuhkan untuk
melaksanakan respons.
Sel berbeda dapat memberikan respon berbeda terhadap sinyal yang sama.
Molekul sinyal yang sama mengikat molekul ke reseptor protein yang sama.
Namun, menghasilkan respon sangat berbeda dalam jenis berbeda dari sel target
Regulasi dari pensinyalan sel. Respon di ujung jalur transduksi sinyal mengarah ke
regulasi satu atau lebih aktivitas selular yang terjadi di nukleus sel atau di
sitoplasma.

3.2 Saran
Makalah respon sel ini masih banyak terdapat kekurangan, maka dengan itu
kami mengharapkan kritik dan sarannya bagi pembaca agar dapat lebih baik lagi
pada penulisan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Albert, B., A. Johnson, J. Lewis, M. Raff, K. Roberts, P. Walter. 2008. Molecular


Biology of The Cell. New York: Garland Science, Taylor & Francis Group.

Campbell, N. A., J. B. Reece., L. A. Urry., M. L. Cain., S. A. Wasserman., P. V.


Minorsky., R. B. Jackson. 2008. Biologi. Jakarta: Erlangga.

Campbell, N. A., J. B. Reece, dan L. G. Mitchell. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga.

Schulz, W. A. 2005. Molecular Biology of Human Cancers. New York: Springer

Anda mungkin juga menyukai