Anda di halaman 1dari 10

“KEPEMIMPINAN MANAJERIAL ISLAM DAN ENTERPRENEURSHIP”

Disusun Oleh :
1. Rivki Meitriyanto (15311324)
2. Dimas Aditya K (15311368)
3. Roman Swadana (15311491)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam pandangan Islam, bekerja dan berusaha, termasuk berwirausaha boleh


dikatakan merupakan bagian tak terpisahkan oleh manusia karena keberadaannya sebagai
khalifah fil-ardh dimaksudkan untuk memakmurkan bumi dan membawanya ke arah yang
lebih baik. Kerangka pengembangan kewirausahaan di kalangan tenaga pendidik dirasakan
sangat penting. Karena pendidik adalah agent of change yang diharapkan mampu
menanamkan ciri-ciri, sifat dan watak serta jiwa kewirausahaan atau jiwa entrepreneur bagi
peserta didiknya. Disamping itu jiwa entrepreneur juga sangat diperlukan bagi seorang
pendidik, karena melalui jiwa ini, para pendidik akan memiliki orientasi kerja yang lebih
efisien, kreatif, inovatif, produktif serta mandiri.

Kata wirausaha atau entrepreneurship sebenarnya tidak ada dalam teks suci Agama
Islam. Kendati demikian, bukan berarti entrepreneurship tidak diperbolehkan dalam Islam.
Justru sebaliknya entrepreneur sangat dianjurkan. Entrepreneurship kini memang menjadi
fenomena menarik. Banyak orang berbondong ingin menjadi entrepreneur. Baik tua maupun
muda. Baik yang belum pernah berprofesi, maupun yang sebelumnya sudah menjadi
karyawan. Iming-iming keberlimpahan materi dan ketenaran menjadi salah satu pendorong
mereka. Diakui atau tidak, usahawan memang sangat dibutuhkan. Mereka membuka
lapangan pekerjaan, tidak mencari pekerjaan. Hal inilah yang dianggap dapat membawa
kemanfaatan kepada masyarakat. Apalagi, di jaman yang penuh persaingan seperti ini.
Seseorang harus mampu menciptakan sesuatu yang baru secara kreatif. Oleh karena itu,
menjadi seorang pengusaha dinilai menjadi salah satu instrumen efektif untuk mengurangi
kemiskinan dan ketertinggalan sebuah bangsa.

Awalnya Islam adalah agama kaum pedagang. Islam lahir di kota dagang dan
disebarkan oleh pedagang. Sampai abad ke-13, penyebaran Islam dilakukan oleh para
pedagang muslim ke berbagai penjuru dunia.

Tidak heran jika entrepreneurship sudah melekat dan inheren dengan diri umat Islam.
Entrepreneurship sesungguhnya mendapat tempat yang sangat tinggi dalam Islam. Islam
mengangkat derajat kaum pedagang, dengan memberikannya kehormatan sebagai profesi

2
pertama yang diwajibkan membayar zakat. Lagipula, sebagai umat yang ditunjuk sebagai
khalifah, sudah sepantasnya kita menujukkan kepemimpinan di dunia. Bahkan, Rasulullah
SAW tak henti-hentinya menghimbau umatnya untuk menjalankan entrepreneurship dalam
rangka mencari kesuksesan. Sebuah hadist menyebutkan bahwa 9 dari 10 pintu rejeki berasal
dari berdagang. Dalam surat Al - Jum’ah ayat 10 juga ditegaskan, “Apabila telah
ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah
dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” Dalam surat tersebut
terdapat dua kata kunci, yaitu bertebaranlah dan carilah. Artinya, kita tidak hanya dituntut
untuk bekerja dan berusaha. Tetapi juga menggunakan seluruh potensi dan kemampuan
bisnis.

Sejarah Islam mencatat bahwa Entrepreneurship telah dimulai sejak lama, pada masa
Adam AS. Dimana salah satu anaknya Habil berwirausaha dengan bercocok tanam dan Qobil
berwirausaha dengan menggembala hewan ternak. Banyak sejarah nabi yang menyebutkan
mereka beraktivitas di kewirausahaan, sebagian dari mereka berwirausaha di sektor pertanian,
peternakan, kerajinan dan bisnis perdagangan. Contoh yang paling nyata adalah Nabi
Muhammad SAW, awalnya beliau terlibat di bisnis dengan memelihara dan menjual domba,
kemudian membantu bisnis pamannya dan akhirnya memanage bisnis saidatina khadijah.

Ada banyak juga orang-orang tidak tertarik untuk menjadi seorang entrepreneur
dialasankan banyak hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk menjadi seorang entrepreneur.
Mereka lebih memilih zona aman tanpa memikirkan besarnya resiko kerugian. Tak heran jika
masyarakat kita lebih berminat menjadi pegawai negeri sipil atau menjadi karyawan di
sebuah perusahaan dibandingkan menjadi seorang entrepreneur. Hal ini membuktikan bahwa
tidak semua orang memiliki jiwa entrepreneur. Menjadi seorang entrepreneur memang tidak
mudah, besarnya resiko usaha menjadi salah satu penghalang terbesar bagi masyarakat untuk
memulai usaha.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka dikemukakan perumusan masalah
sebagai berikut:

1. Apakah pengertian Entrepreneur itu sendiri?

2. Bagaimana ciri-ciri seorang Entrepreneur?


3. Bagaimana cara etika berbisnis dalam Islam yang baik?

3
4. Bagaimana manajemen Islam itu di terapkan oleh seorang Entrepreneurship?
5. Apa saja pilar-pilar manajemen Islam dalan Entrepreneur?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai, adalah:

1. Untuk mengetahui peran seorang entrepreneur dalam dunia bisnis


2. Untuk mengetahui etika dan tata cara berbisnis yang sesuai dengan ajaran Rasulullah
3. Untuk menambah wawasan tentang peranan seorang Entrepreneurship

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Entrepeneur

Kata Entrepreneur diartikan sebagai seseorang yang selalu membawa perubahan,


inovasi, ide-ide baru dan aturan baru. Entrepreneur yaitu seeorang yang mempunyai dan
membawa sumber daya berupa tenaga kerja, material, serta asset yang lainnya pada suatu
kombinasi yang mampu melakukan suatu perubahan/ menambahkan nilai yang lebih besar
daripada nilai yang sebelumnya. Sedangkan Entrepreneurial yaitu aktifitas/ kegiatan dalam
menjalankan suatu usaha atau berwirausaha.

 Menurut Peter F. Drucker, Kewirausahaan merupakan kemampuan dalam


menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
 Menurut Zimmerer, Kewirausahaan merupakan suatu proses penerapan kreativitas
dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk
memperbaiki kehidupan (usaha).
 Menurut KBBI entrepreneur didefinisikan: "Sebagai orang yang pandai atau berbakat
mengenali produk baru, menyusun cara baru dalam berproduksi, menyusun operasi
untuk pengadaan produk baru, mengatur permodalan operasinya, serta
memasarkannya.”

2.2. Ciri-ciri Seorang Entrepeneur


 Memiliki Mimpi Besar: Seorang entrepreneur selalu memiliki mimpi besar, mereka
mulai menjalankan bisnisnya karena adanya motivasi untuk mencapai mimpi besar
mereka. Mimpi yang mereka miliki, menjadi tujuan dari semua usaha yang
dilakukannya.
 Pandai Mengatasi Ketakutan: Mereka pandai dalam mengelola ketakutannya dan
menumbuhkan keberanian untuk meninggalkan segala kenyamanan yang ada, serta
memilih menghadapi sebuah resiko. Namun keberanian untuk menghadapi resiko
tetap disertai dengan perhitungan yang matang.

5
 Menyukai Tantangan: Mereka lebih suka menggunakan kreativitasnya untuk
menjadikan tantangan yang dihadapinya menjadi peluang bisnis yang menguntungkan
 Pantang Menyerah: Mereka pantang menyerah pada hambatan, tidak pernah putus
ada untuk selalu mencoba memberikan yang terbaik bagi para konsumennya.

2.3. Etika Berbisnis dalam Islam

Pembahasaan mengenai prinsip Islam dalam dunia usaha tentunya sangatlah panjang,
tetapi dalam bahasan singkat ini kita bisa mendapat gambaran tentang garis besar tentang
prinsip-prinsip moral yang harus dipegang teguh oleh seorang pebisnis Muslim.

1. Niat yang Ikhlas: Keikhlasan adalah perkara yang amat menentukan. Dengan niat
yang ikhlas, semua bentuk pekerjaan yang berbentuk kebiasaan bisa bernilai ibadah.
Dengan kita lain aktivitas usaha yang kita lakukan bukan semata-mata urusan harta an
perut tapi berkaitan erat dengan urusan akhirat.
2. Akhlak yang Mulia: Menjaga sikap dan perilaku dalam berbisnis adalah prinsip
penting bagi seorang pebisnis muslim. Ini karena Islam sangat menekankan perilaku
(aklhak) yang baik dalam setiap kesempatan, termasuk dalam berbisnis. Di antara
akhlaq mulia dalam berbisnis adalah menepati janji, jujur, memenuhi hak orang lain,
bersikap toleran dan suka memberi kelonggaran.
3. Usaha yang Halal: Seorang pebisnis muslim tentunya tidak ingin jika darah
dagingnya tumbuh dari barang haram, ia pun tak ingin memberi makan kelauraganya
dari sumber yang haram, karena sungguh berat konsekuensinya di akhirat nanti.
4. Menunaikan Hak: Seorang pebisnis muslim selayaknya bersegera dalam
menunaikan haknya, seprti hak karyawannya mendapat gaji, tidak menunda
pembayaran tanggungan atau hutang, dan yang terpenting adalah hak Allah SWT
dalam soal harta seperti membayar zakat yang wajib. Juga, hak-hak orang lain dalam
perjanjian yang telah disepakati.
5. Menghindari Riba: Seorang muslim tentu meyakini bahwa riba termasuk dosa besar,
yang sangat keras ancamannya. Maka pebisnis muslim akan berusaha keras untuk
tidak terlibat sedikitpun dalam kegiatan usaha yang mengandung unsur riba. Ini
mengingat ancaman terhadap riba bukan hanya kepada pemakannya tetapi juga
pemberi, pencatat, atau saksi sekalipun disebutkan dalam hadits Jabir bin Abdillah

6
bahwa Rasulullah SAW melaknat mereka semuanya dan menegaskan bahwa mereka
semua sama saja (Shahih Muslim No. 1598)
6. Mempelajari Hukum dan Adab Mu’amalah Islam: Seorang Muslim yang hendak
terjun di dunia ini harus memahami hukum-hukum dan aturan Islam yang mengatur
tentang mu’amalah. Sehingga ia bisa memilah yang halal dari yang haram, atau
mengambil keputusan pada hal-hal yang tampak samar (syubhat).

2.4. Manajemen Islam


Manajemen modern yang berasal dari Barat cenderung mengasingkan manusia dari
manusia di sekitarnya. Manajemen modern juga menganggap tenaga kerja merupakan faktor
produksi belaka sehingga menciptakan manusia-manusia yang semakin hari semakin terasing
dari kodratnya sebagai manusia sosial. Manajemen modern menghasilkan manusia-manusia
yang bekerja sampai larut malam tanpa ada lagi kesempatan untuk berkumpul dengan
keluarga atau melaksanakan kehidupan sosial dengan masyarakat di sekitarnya.
Melihat perkembangan tersebut, para pakar manajemen mencoba menggali dan
mencari referensi-referensi konsep dan ide manajemen berdasarkan nilai-nilai yang
terkandung dalam sumber-sumber Islam.
Ada empat landasan untuk mengembangkan manajemen menurut pandangan Islam,
yaitu: kebenaran, kejujuran, keterbukaan, dan keahlian. Seorang manajer harus memiliki
empat sifat utama itu agar manajemen yang dijalankannya mendapatkan hasil yang maksimal.
Yang paling penting dalam manajemen berdasarkan pandangan Islam adalah harus ada jiwa
kepemimpinan. Kepemimpinan menurut Islam merupakan faktor utama dalam konsep
manajemen.
Manajemen menurut pandangan Islam merupakan manajemen yang adil. Batasan adil
adalah pimpinan tidak ''menganiaya'' bawahan dan bawahan tidak merugikan pimpinan
maupun perusahaan yang ditempati. Bentuk penganiayaan yang dimaksudkan adalah
mengurangi atau tidak memberikan hak bawahan dan memaksa bawahan untuk bekerja
melebihi ketentuan. Seperti kesepakatan kerja dibuat untuk kepentingan bersama antara
pimpinan dan bawahan.

2.5. Pilar Manajemen Islam

Ada empat pilar etika manajemen bisnis menurut Islam seperti yang dicontohkan
Nabi Muhammad SAW:

7
1. Tauhid: Memandang bahwa segala aset dari transaksi bisnis yang terjadi di dunia
adalah milik Allah, manusia hanya mendapatkan amanah untuk mengelolanya.
2. Adil: Segala keputusan menyangkut transaksi dengan lawan bisnis atau kesepakatan
kerja harus dilandasi dengan akad saling setuju.
3. Kehendak Bebas: Manajemen Islam mempersilahkan umatnya untuk menumpahkan
kreativitas dalam melakukan transaksi bisnisnya sepanjang memenuhi asas hukum
ekonomi Islam, yaitu halal.
4. Pertanggungjawaban: Semua keputusan seorang pimpinan harus
dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan.

Keempat pilar tersebut akan membentuk konsep etika manajemen yang fair ketika
melakukan kontrak-kontrak kerja dengan perusahaan lain atau pun antara pimpinan dengan
bawahan

8
BAB III

PENUTUP

Dari uraian di atas dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut.

1. Dengan melihat realita secara jujur dan objektif, maka orang sadar bahwa
menumbuhkan mental wirausaha merupakan terobosan yang penting dan tidak dapat
ditunda-tunda lagi. Kita semua harus berpikir untuk melihat dan melangkah ke arah
sana.
2. Dalam Islam, baik dari segi konsep maupun praktik, aktivitas kewirausahaan
bukanlah hal yang asing, justru inilah yang sering dipraktikkan oleh Nabi, istrinya,
para sahabat, dan juga para ulama di tanah air. Islam bukan hanya bicara tentang
entrepreneurship (meskipun dengan istilah kerja mandiri dan kerja keras), tetapi
langsung mempraktikkannya dalam kehidupan nyata.
3. Lembaga pendidikan melalui para praktisinya harus lebih konkret dalam menyiapkan
program kegiatan pembelajaran yang benar-benar dapat mendorong tumbuh dan
berkembangnya spirit kewirausahaan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan
tinggi.

9
DAFTAR PUSTAKA

10

Anda mungkin juga menyukai