Anda di halaman 1dari 106

Modul Metode Numerik

MODUL

METODE NUMERIK
Dengan MATLAB

Dosen Pengampu :
Nugroho Arif Sudibyo

UNIVERSITAS SAHID
SURAKARTA
2014

0
Modul Metode Numerik

Pendahuluan

A. Metode Numerik
1. Deskripsi
Persoalan yang melibatkan model matematika banyak muncul dalam berbagai
disiplin ilmu pengetahuan (bidang fisika, kimia, Teknik Sipil, Teknik Mesin,
Elestro, dsb.). Sering model matematika tersebut rumit dan tidak dapat diselesaikan
dengan metode analitik. Metode analitik adalah metode penyelesaian model
matematika dengan rumus-rumus aljabar yang sudah lazim. Kebanyakan persoalan
matematika tidak dapat diselesaikan dengan metode analitik. Jika metode analitik
tidak dapat diterapkan, maka solusi dapat dicari dengan metode numerik.
Metode numerik adalah teknik yang digunakan untuk memformulasikan
persoalan matematika sehingga dapat dipecahkan dengan operasi perhitungan
biasa. Metode numerik adalah cara penyelesaian matematis, yang dikembangkan
dari cara analisis, dan memasuki wilayah simulasi. Simulasi dilangsungkan dengan
menggunakan media komputer. Mata kuliah ini mempersiapkan mahasiswa untuk
memahami konsep dasar metode numerik, kelebihan dan kekurangan masing-
masing metode numerik dibandingkan dengan metode lainnya, serta ketepatan hasil
dan penerapannya.
Ada enam tahapan yang harus dilakukan dalam menyelesaikan persoalan
dengan metode numerik, yaitu :
a. Pemodelan, semua parameter dalam persoalan dimodelkan dalam bentuk
persamaan matematika. Penyederhanaan model, model matematika yang
diperoleh pada tahap pertama bisa saja masih kompleks. Untuk memudahkan
dan mempecepat kinerja komputer, model tersebut disederhanakan dengan
membuang parameter yang dapat diabaikan.
b. Formulasi numerik, setelah model matematika yang sederhana diperoleh,
tahap selanjutnya adalah memformulasikannya secara numerik, yaitu
Menentukan metode numerik yang akan digunakan beserta taksiran analisis

1
Modul Metode Numerik

error awal. Pemilihan metode didasarkan pada apakah metode tersebut teliti?
Dan apakah metode mudah diprogram dan waktu eksekusinya cepat?
c. Menyusun algoritma dari metode numerik yang dipilih.
d. Pemrograman, algoritma yang telah disusun diterjemahkan dalam program
komputer, kemudian dituliskan dalam bentuk program (dengan menggunakan
salah satu software yang dapat mendukung untuk mempermudah
pembuatannya, misalnya Matlab)
e. Operasional, program komputer dijalankan dengan data uji coba sebelum
menggunakan data sebenarnya.
f. Evaluasi, bila program sudah selesai dijalankan dengan menggunakan data
sesungguhnya, hasil yang diperoleh diinterpretasi. Interpretasi meliputi
analisis hasil perhitungan dan membandingkannya dengan prinsip dasar dan
hasil-hasil empiric untuk menentukan kualitas solusi numerik.

2. Manfaat Mata Kuliah


Metode Numerik merupakan alat bantu pemecahan masalah matematika yang
sangat ampuh. Metode numerik mampu menangani sistem persamaan linear yang
besar dan persamaan-persamaan yang rumit. Selain itu, metode numerik
menyediakan sarana untuk memperkuat kembali pemahaman matematika karena
merupakan penyederhanaan matematika yang lebih tinggi menjadi operasi
matematika yang mendasar.
Bagi ahli informatika, metode numerik sangat penting sebagai alat bantu
untuk menyelesaikan suatu persoalan yang rumit secara numerik. Di dalam
memecahkan persoalan tersebut, seorang ahli informatika memiliki peran dalam
melakukan formulasi numerik, menyusun algoritma dari metode numerik yang
dipilih, menerjemahkan algoritma ke dalam bahasa pemrograman, dan
menjalankan program dengan sejumlah data uji.

3. Tujuan Instruksional Umum


a. Mahasiswa memahami pengertian dasar metode numerik.

2
Modul Metode Numerik

b. Mahasiswa memahami kelebihan dan kekurangan setiap metode


numerik.
c. Mahasiswa dapat mencari akar-akar persamaan.
d. Mahasiswa dapat menyelesaikan persoalan persamaan linear dan
nonlinear
e. Mahasiswa dapat membuat formula dari data-data yang ada.
f. Mahasiswa mampu mengimplementasikan metode-metode numerik
dalam program, dan mampu memecahkan persoalan yang diberikan baik
memakai program karyanya maupun memakai paket stndar.

4. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah selesai mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan memiliki
kemampuan sebagai berikut.
a. Mahasiswa mampu menyebutkan bentuk pemodelan matematika sebagai
bagaian dari proses penyelesaian.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan alasan digunakannya metode numerik
dalam proses penyelesaian masalah sebagai suatu pendekatan.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian pendekatan dan mahasiswa
mampu menjelaskan akibat dari proses penyelesaian masalah dengan usaha
pendekatan.
d. Mahasiswa mampu menyebutkan jenis dari kesalahan numerik dan
menjelaskan pengertian dari setiap jenis kesalahan numeric.
e. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dari angka signifikan,
kesalahan relative dan kesalahan absolute dan menuliskan rumus umum dari
kesalahan relative dan kesalahan absolute.
f. Mahasiswa dapat mencari solusi dari persamaan non-linier dengan
menggunakan metode numerik: metode Biseksi, Regula-Falsi, Sekan, Iterasi
Titik Tetap, dan Newton-Raphson.
g. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, bentuk logika, menyebutkan
persyaratan, menelusuri algoritma secara benar dengan kondisi tertentu

3
Modul Metode Numerik

sehingga diperoleh solusi yang diharapkan, dan menghitung besarnya


kesalahan relative dan absolute dari hasil perhitungan dari masing- masing
metode.
h. Mahasiswa mampu menemukan perbedaan dan persamaan proses
penyelesaian persamaan nonlinear antara metode Biseksi, Regula-Falsi,
Sekan, Iterasi Titik Tetap, dan Newton-Raphson.
i. Mahasiswa mampu mencari solusi dari sebuah sistim persamaan linear
dengan menggunakan beberapa metode: metode Eliminasi Gauss, Eliminasi
Gauss-Jordan, dan iterasi Gauss-Seidel.
j. Mahasiswa mampu menemukan kelebihan dan kekurangan proses
penyelesaian persamaan linear antara metode Eliminasi Gauss, Eliminasi
Gauss-Jordan, dan iterasi Gauss-Seidel.
k. Mahasiswa mampu menghitung diferensi sebuah fungsi dengan
menggunakan metode numerik: metode Euler, modifikasi dan perbaikan
metode Euler, serta metode Runge-Kutta orde 1,2 dan 3.
l. Mahasiswa mampu menuliskan beberapa bentuk penyajian fungsi dan jenis-
jenis fungsi, menjelaskan pengertian pendekatan sebuah fungsi, dan
menjelaskan pengertian interpolasi dan ekstrapolasi. Selain itu, mahasiswa
mampu menjelaskan perbedaan antara interpolasi dan ekstrapolasi
m. Mahasiswa mampu melakukan interpolasi dengan metode numerik:
interpolasi polinomial, interpolasi Lagrange, interpolasi Newton-Selisih
hingga, dan interpolasi Newton-Selisih bagi.
n. Mahasiswa mampu menghitung integrasi sebuah fungsi dengan
menggunakan metode numerik: metode Empat Persegi Panjang, Titik Tengah,
Trapesium, dan Kuadratur Gauss.
o. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian, menelusuri algoritma,
menghitung integrasi, dan menghitung besarnya kesalahan relative dan
absolute dari hasil perhitungan dengan metode Empat Persegi Panjang, Titik
Tengah, Trapesium, dan Kuadratur Gauss.

4
Modul Metode Numerik

p. Mahasiswa mampu menentukan metode yang memiliki kesalahan terkecil


antara metode Empat Persegi Panjang, Titik Tengah, Trapesium, dan
Kuadratur Gauss.

B. Mathlab
Dengan bantuan komputer, langkah-langkah metode numerik diformulasikan
menjadi suatu program. Perkembangan teknologi yang antara lain mencakup
bahasa pemrograman telah melalui beberapa tahap. Pada awalnya bersifat Low
Level Language dengan diperkenalkannya bahasa assembly. Disusul perkembangan
bahasa dengan tingkat Middle dan High Level Language seperti FORTRAN, C++,
BASIC / Visual Basic, Pascal, COBOL dan lain-lain. Akhir-akhir ini bahasa script
pemrograman dijadikan alternatif bagi praktisi karena kemudahannya dalam
membuat suatu aplikasi program. Dalam membuat suatu program dapat dilakukan
dengan cara yang sangat mudah dengan waktu yang relatif lebih singkat
dibandingkan dengan menggunakan bahasa Middle dan High Level Language.
Program Matlab dapat ditulis dengan menggunakan perintah yang sangat
sederhana, namun dapat mencakup tuntutan untuk menyelesaikan persoalan
menganalisis data. Sekarang ini Matlab adalah salah satu bahasa pemrograman
yang banyak digunakan. Matlab mampu menangani perhitungan sederhana seperti
penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Matlab juga mampu
menyelesaikan perhitungan rumit, yang meliputi bilangan kompleks, akar dan
pangkat, logaritma dan fungi trigonometri. Seperti kalkulator yang dapat
diprogram, Matlab dapat digunakan untuk menyimpan dan mengambil data; dalam
Matlab juga dapat dibuat sekumpulan perintah untuk mengotomatisasi suatu
persamaan yang rumit, dan masih banyak lagi kemampuan lain dari Matlab. Dalam
lingkungan Matlab, kita dapat mengembangkan dan melaksanakan program atau
naskah, yang berisi perintah Matlab. Kita juga dapat melaksanakan perintah
Matlab, mengamati hasilnya, dan kemudian melaksanakan sebuah perintah Matlab
lainnya yang berinteraksi dengan data dalam memori, mengamati hasilnya.

5
Modul Metode Numerik

DAFTAR ISI

Halaman Judul 1
Pendahuluan 2
Daftar Isi 6

BAB I. Error dalam Komputasi Numerik 7


1.1. Algoritma 7
1.2. Bilangan Komputer 9
1.3. Kesalahan (Error) 12
1.3.1. Error Pembulatan 15
1.3.2. Error Pemotongan 16
1.4. Angka Signifikan 17

BAB II. Akar Persamaan Nonlinear 19


2.1. Estimasi Nilai Awal 21
2.2. Metode Biseksi 25
2.3. Metode Regula Falsi 37
2.4. Metode Newton 43
2.5. Metode Secant 51
2.6. Perbandingan Beberapa Metode Numerik 57

BAB III. Solusi Sistem Persamaan Linear 59


3.1. Sistem Persamaan Linear 59
3.2. Metode Grafik 61
3.3. Metode Matriks Invers 65
3.4. Aturan Cramer 67
3.5. Metode Eliminasi Gauss 69
3.6. Metode Eliminasi Gauss-Jordan 70
3.7. Penyelesaian SPL dengan Menggunakan Komputer 71
3.8. Metode Jacobi 72
3.9. Metode Gauss-Seidel 78

BAB IV. Interpolasi dan Regresi 85


4.1. Interpolasi Polinom 87
4.1.1. Interpolasi Linear 89
4.1.2. Interpolasi Kuadratik 91
4.1.3 Interpolasi Kubik 93

6
Modul Metode Numerik

4.2. Interpolasi dengan Matlab 94


4.3. Regresi 98

Daftar Pustaka 101

BAB I

Error dalam Komputasi Numerik

Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa menguasai atau memahami suatu teknik dasar metode numerik dan
mampu menggunakannya untuk menyelesaikan masalah sebagai suatu pendekatan.

Tujuan Instruksional Khusus


Secara khusus mahasiswa diharapkan:
1. Menjelaskan alasan digunakannya metode numerik dalam proses
penyelesaian masalah sebagai suatu pendekatan.
2. Menjelaskan pengertian pendekatan.
3. Menyebutkan jenis dari kesalahan numerik.
4. Menjelaskan pengertian dari setiap jenis kesalahan numerik.
5. Menjelaskan pengertian angka signifikan, serta kesalahan mutlak dan
relatif.

Pengantar
Dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam bidang biologi, kedokteran, teknik
atau ekonomi, kita sering menjumpai permasalahan dalam rumus matematis yang
sulit dicari penyelesaian eksaknya. Hal ini biasanya terjadi karena persoalan yang
muncul dalam dunia nyata seringkali melibatkan bentuk dan proses yang rumit.

7
Modul Metode Numerik

Akibatnya nilai praktis penyelesaian metode analitik menjadi terbatas. Karena itu
komputasi numerik menjadi amat penting. Metode numerik adalah teknik yang
digunakan untuk memformulasikan persoalan matematik sehingga dapat
dipecahkan dengan sekumpulan operasi perhitungan atau aritmatika sederhana
(tambah, kurang, kali, dan bagi).
Solusi yang diperoleh melalui metode numerik biasanya adalah solusi yang
menghampiri atau mendekati solusi eksak. Solusi numerik disebut juga solusi
hampiran (approximation) atau solusi pendekatan, namun solusi hampiran dapat
dibuat seteliti yang kita inginkan. Solusi hampiran jelas tidak tepat sama dengan
solusi eksak, sehingga ada selisih antara keduanya. Solusi antara solusi eksak dan
solusi numerik tersebut biasa disebut sebagai error.

1.1 Algoritma

Operasi-operasi numerik biasanya adalah sekumpulan operasi yang dapat


dilakukan oleh komputer. Metode komputasi yang digunakan disebut algoritma.
Algoritma adalah prosedur (perintah) yang terdiri dari serangkaian berhingga
operasi yang mempunyai arti tunggal yang dipakai untuk menyelesaikan sebuah
masalah. Sebuah algoritma memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
a. Tiap langkah didefinisikan dengan persis sehingga mempunyai arti yang
jelas dan mempunyai maksud tunggal.
b. Harus sampai pada solusi/penyelesaian dari masalah setelah berhingga
langkah.
c. Bersifat umum, misalnya algoritma untuk penyelesaian sebuah SPL harus
dapat dipakai untuk SPL sebarang ukuran.
Berikut adalah komponen-komponen dalam algoritma:
a. Masukan (input)
Berupa data-data yang diperlukan untuk melakukan perhitungan yang
akan menyelesaikan masalah.
b. Keluaran (output)
Berupa data-data yang ingin dihasilkan dari perhitungan algoritma.

8
Modul Metode Numerik

c. Langkah-langkah
Perintah-perintah atau perhitungan-perhitungan yang dijalankan algoritma
untuk menyelesaikan masalah.

Contoh 1.1.1 Tuliskan algoritma untuk menentukan solusi atau akar-akar dari
persamaan kuadrat
ax 2  bx  c  0
Penyelesaian:
Rumus dasar untuk mencari solusi persamaan di atas adalah:
 b  b 2  4ac
x1, 2 
2a
Ada tiga kemungkinan, yaitu diperoleh 2 akar real berbeda, 1 akar real, dan 2 akar
kompleks. Ketiga kasus tersebut ditentukan berdasarkan nilai discriminant
D  b 2  4ac
Dalam hal akarnya real, hasil disimpan di variabel x1 dan x2 . Bila akarnya
kompleks, hasil disimpan di variabel re (bagian real) dan im (imaginer).

Algoritma mencari solusi (akar) ax 2  bx  c  0

Input: a, b, c
Output: x1 , x2 , re, im
Langkah-langkah:
1. Hitung D := b 2  4ac
2. Jika D  0 , maka x1 :   b  sqrt ( D )  / 2a
x2 :   b  sqrt ( D)  / 2a
jika tidak, maka re : b / 2a
im : sqrt ( D ) / 2a

1.2 Bilangan Komputer

9
Modul Metode Numerik

Komputer menyajikan bilangan dalam dua mode, yaitu integer dan floating point.
Dalam perhitungan sehari-hari, kita lebih sering menggunakan bilangan dengan
basis 10 (decimal). Namun, hampir semua komputer memakai basis 2 (binary) atau
variannya seperti basis 8 (oktal) dan basis 16 (hexadecimal).

(i) Transformasi ke dalam basis 10 (decimal).


Pada basis 10, semua bilangan terdiri dari 10 angka yaitu 0, 1, ..., 9.
Sembarang bilangan decimal dapat diekspansikan berdasarkan angka basisnya (10).
Perhatikan contoh berikut:
315.72 = 3  102 + 1  101 + 5  100 + 7  10-1 + 2  10-2
Selanjutnya, apabila diberikan sembarang bilangan dengan sembarang basis b,
maka diperoleh bilangan decimal sebagai berikut.
 d 3d 2 d1d 0 .d 1d  2  b  d3  b3 + d 2  b2 + d1  b1 + d 0  b0
+ d 1  b-1 + d  2  b-2

Contoh 1.2.1 Tulislah (11011.01)2 dan (A6.D2)16 dalam bilangan decimal.

Penyelesaian:
a. Pada basis 2, semua bilangan terdiri dari 2 angka yaitu 0 dan 1.
Jadi (11011.01)2 = 1  24 + 1  23 + 0  22 + 1  21 + 1  20 + 0  2-1 + 1  2-2
= 27.25
b. Pada basis 16, semua bilangan dinyatakan dengan angka 0, 2, ..., 9, A, B, ..., F,
dengan A, B, ..., dan F berturut-turut mempunyai nilai 10, 11, ..., 15.
Jadi (A6.D2)16 = 10  161 + 6  160 + 13  16-1 + 2  16-2
= 166.8203125

(ii) Transformasi dari basis 10 (decimal) ke basis lain.


Ada dua bentuk bilangan decimal, yaitu integer (bilangan bulat) dan pecahan
 0  x  1 . Untuk bilangan decimal integer x mempunyai bentuk bilangan dalam
basis b sebagai berikut.
x  ( d n d n 1...d1d 0 )b

10
Modul Metode Numerik

= dn  bn + d n 1  bn-1 + ... + d 1  b1 + d 0  b0
(1.1)
Kemudian membagi kedua ruas persamaan (1.1) dengan b sehingga diperoleh
d
x
 d n  b n 1  d n 1  b n 1  ...  d11  0
b             b
int eger

Perhatikan bahwa d 0 adalah sisa (remainder) dari x dibagi b. Apabila proses

x
dilanjutkan, maka d1 adalah sisa dari dibagi b, dan seterusnya.
b

Contoh 1.2.2 Tulislah bentuk binary dari bilangan decimal integer 25.

Penyelesaian:
2)25 Sisa
2)12 1 = d0
2)6 0 = d1
2)3 0 = d2
2)1 1 = d3
0 1 = d4
Jadi, 25 = (11001)2.

Selanjutnya, untuk bilangan decimal pecahan mempunyai bentuk bilangan dalam


basis b sebagai berikut.
x  ( d 1d  21...)b

= d 1  b-1 + d  2  b-2 + ...


(1.2)
Kemudian mengalikan kedua ruas persamaan (1.2) dengan b sehingga diperoleh
bx  d 1  d  2  b 1  ...
    
int eger pecahan

Perhatikan bahwa d 1 adalah bagian integer dari bx. Proses dilanjutkan dengan
mengalikan bagian pecahan dari bx dengan b, sehingga diperoleh d  2 , dan
seterusnya.

11
Modul Metode Numerik

Contoh 1.2.3 Tulislah bentuk binary dari bilangan decimal integer 0.59375.

Penyelesaian:
0.59375 integer
x2
1.18750 1 = d 1
x2
0.37500 0 = d 2
x2
0.75000 0 = d 3
x2
1.50000 1 = d4
x2
1.00000 1 = d 5

Jadi, 0.59375 = (.10011)2.

Contoh 1.2.4 Tulislah bentuk binary dari bilangan decimal 25.59375.

Penyelesaian:
Bilangan 25.59375 mempunyai bentuk integer 25 dan pecahan 0.59375. Dari
Contoh 1.2.2 dan 1.2.3 diperoleh
25 = (11001)2 dan 0.59375 = (.100011)2
Jadi, 25.59375 = (11001.100011)2.

Secara umum jika basis bilangan suatu komputer adalah b, maka suatu
bilangan non-zero x disimpan dalam bentuk
x   (.d1d 2 d 3 ...)b .b e

dengan  (sign) bernilai 1 atau  1 , e adalah eksponen (L  e  U ) ,

(.d1d 2 d 3 ...)b disebut mantissa, dan . disebut radix.

12
Modul Metode Numerik

Jika suatu bilangan tidak mampu direpresentasikan oleh komputer karena


e  L atau e  U , maka akan terjadi under/overflow. Jadi setiap bilangan harus

berada dalam interval xL  x  xU , dengan xL  b L 1 dan xU  (1  b  t )b L 1 .

1.3 Kesalahan (Error)

Aspek penting yang perlu diperhatikan di dalam komputasi numerik adalah


keakuratan penyelesaian yang diperoleh. Hal ini disebabkan penyelesaian yang
diperoleh melalui komputasi numerik umumnya merupakan solusi hampiran, yang
tentunya terdapat beberapa error (kesalahan numerik). Berikut ini merupakan
beberapa sumber error pada suatu solusi hampiran.
a. Asumsi yang digunakan untuk mengubah peristiwa alam ke dalam model
matematik.
b. Kesalahan aritmatik dan programming.
c. Ketidakpastian dalam data.
d. Kesalahan mesin.
e. Kesalahan matematis dalam kesalahan pemotongan atau pembulatan.
Kesalahan numerik dapat disebabkan oleh kekurangcermatan manusia
(human error), penggunaan alat ukur dan penggunaan mesin hitung/kalkulator/
komputer. Kekurangcermatan manusia dapat menyebabkan kesalahan di dalam
merumuskan model matematika suatu fenomena alam dan hasil pengukuran
(kesalahan membaca alat ukur). Pemakaian alat ukur yang tidak akurat juga akan
menghasilkan pengukuran (data) yang mengandung error. Keterbatasan mesin
hitung/kalkulator/komputer dalam menyajikan suatu bilangan akan menghasilkan
kesalahan-kesalahan pembulatan/pemotongan.
Error yang disebabkan oleh kekurangtelitian model matematika dan oleh
error bawaan dari data masukan bersifat inherent (bawaan/melekat). Error ini
mungkin tetap ada, sekalipun penyelesaiannya diperoleh dengan menggunakan
metode eksak. Tingkat keakuratan suatu model matematika dalam menjelaskan
suatu fenomena alam diuji dengan membandingkan hasil-hasil beberapa

13
Modul Metode Numerik

eksperimen dengan beberapa hasil penyelesaian khusus dengan menggunakan


beberapa parameter masukan.
Secara matematis, error adalah perbedaan nilai dari suatu besaran antara nilai
eksak dengan nilai hampirannya.

Error = xT  x A
(1.3)

dengan xT = nilai eksak, dan


x A = nilai hampiran.terhadap xT .

Persamaan (1.3) disebut juga error mutlak/absolut. Selain error mutlak, pada
metode numerik juga didefinisikan error relatif, yaitu:

(1.4)
xT  x A
Error Relatif =
xT

Error relatif hanya dapat digunakan bila nilai eksak dari besaran yang dilibatkan
bukan nol ( xT  0) . Dalam hal Error  xT , error relatif sering dihampiri
dengan

xT  x A (1.5)
Error Relatif =
xA

Contoh 1.3.1 Tentukan error absolut dan error relatif, jika nilai eksaknya diketahui
a. xT  3.141592 dan x A  3.14
Error = xT  x A = 3.141592 – 3.14 = 0.001592
xT  x A 0.001592
Error relatif = = = 0.000507
xT 3.141592

125
b. xT  e dan x A 
46

14
Modul Metode Numerik

125
Error = xT  x A = e  = 0.00089
46
xT  x A 0.00089
Error relatif = = = 0.00033
xT e

c. xT  0.00009 dan x A  0.000012


Error = xT  x A = 0.00009 – 0.000012 = 0.000003
xT  x A 0.000003
Error relatif = = = 0.25
xT 0.00009

Contoh 1.3.2 Terdapat tugas untuk mengukur panjang sebuah jembatan dan sebuah
paku. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa panjang jembatan dan paku berturut-
turut adalah 9.999 dan 9 cm. Jika diketahui panjang sebenarnya dari jembatan
dan paku adalah 10.000 dan 10 cm, hitunglah (a) error dan (b) error relatif, untuk
setiap kasus.

Penyelesaian:
a. Untuk jembatan: Error = 10.000 – 9.999 = 1 cm
Untuk paku: Error = 10 – 9 = 1 cm
1
b. Untuk jembatan: Error relatif = = 0.0001 = 0.01%
10.000
1
Untuk paku: Error relatif =  0.1  10%
10
Jadi, meskipun sama-sama mempunyai error 1 cm, tetapi dapat dikatakan
pengukuran untuk jembatan lebih baik dari pada paku, karena persentase error yang
diperoleh (error relatif) lebih kecil.

Macam-macam Error

1.3.1 Error Pembulatan (Rounding Off Error)

Error pembulatan adalah error yang timbul akibat pembulatan bilangan. Biasanya
pembulatan ini terjadi karena adanya keterbatasan pada alat hitung yang kita pakai.
Pembulatan artinya mengurangi cacah digit pada suatu nilai hampiran dengan cara

15
Modul Metode Numerik

membuang beberapa digit terakhir. Berikut ini adalah aturan cara melakukan
pembulatan suatu nilai hampiran.
a. Jika digit pertama yang dibuang kurang dari 5, maka digit di depannya
tidak berubah.
b. Jika digit pertama yang dibuang lebih atau sama dengan 5, maka nilai
digit di depannya ditambah 1.

Contoh 1.3.3
a. Misalkan kita menggunakan komputer dengan kemampuan menyimpan 5 ang-
ka desimal. Bila kita ingin menyimpan bilangan 2 3  0.666666... , maka
dalam komputer tersebut akan disimpan menjadi 0.66667, sehingga terjadi error
pembulatan.
b. Nilai-nilai 2.14158, -0.0025, 54.009982 jika dibulatkan berturut-turut sampai
dua, tiga, dan empat angka desimal di belakang koma, maka diperoleh 2.14,
-0.003 dan 54.0100.

Dalam komputasi numerik, pengulangan pembulatan tidak disarankan karena


akan memperbesar error. Sebagai contoh, jika nilai 18.34461 dibulatkan sampai
tiga angka desimal diperoleh 18.345 dan jika dibulatkan lagi sampai dua angka
desimal didapat 18.35. Akan tetapi, jika langsung dibulatkan sampai dua angka
desimal hasilnya adalah 18.34. Perhatikan bahwa error dua kali pembulatan adalah
0.00539, sedangkan error sekali pembulatan adalah 0.00461.

1.3.2 Error Pemotongan (Truncation Error)

Error pemotongan adalah error yang timbul akibat pemotongan rumus matematika
tertentu untuk menghampiri suatu besaran. Sebagai ilustrasi, misal ingin dihitung
nilai sin(0.1) memakai deret Mc Laurin. Dari kalkulus diketahui
x3 x5 x 7 x9
sin( x)  x      ...
3! 5! 7! 9!
Algoritma yang dikonstruksi untuk menghitung nilai sin(0.1) tidak dapat
menghitung seluruh suku di ruas kanan dari deret tersebut, sebab hitungan dalam

16
Modul Metode Numerik

suatu algoritma harus berhingga. Jadi biasanya ruas kanan dari deret tersebut
dihampiri sampai sejumlah suku tertentu saja, misalnya hanya sampai suku ke-3,

x5
yaitu . Dengan demikian diperoleh
5!
(0.1)3 (0.1)5
sin(0.1)  0.1  
3! 5!
dengan error pemotongan sebesar
(0.1)7 (0.1)9
   ...
7! 9!

Contoh 1.3.4 Tentukan error pemotongan absolut dan relatif apabila nilai cos(1.5)
= 0.070737 dihampiri dengan deret Mc Laurin sampai suku ke-4.

Penyelesaian:
Dari kalkulus diketahui bahwa
x 2 x 4 x 6 x8 x10
cos( x )  1       ...
2! 4! 6! 8! 10!
x6
Suku ke-4 dari deret cos(x) tersebut adalah  , sehingga untuk x = 1.5 diperoleh
6!

(1.5) 2 (1.5) 4 (1.5) 6


hampiran cos(1.5) = 1     0.070187 , dibulatkan sampai
2! 4! 6!
enam angka desimal. Jadi, error pemotongan absolut hampiran tersebut adalah
0.070737  0.070187  0.000550 dan error pemotongan relatif adalah
0.000550 0.070737  0.007753 .

1.4 Angka Signifikan (Significant Digits)

Nilai x A dikatakan mempunyai m angka signifikan terhadap xT , jika error


( xT  x A ) mempunyai nilai  5 pada (m + 1) angka dihitung ke kanan dari angka

non-zero di dalam xT .

17
Modul Metode Numerik

Contoh 1.4.1
1 1 1 2 3 4
a. xT   0.3 333..., x A  0.333, xT  x A  0. 0 0 0 3
3
karena pada angka ke-4 errornya < 5, maka x A mempunyai 3 angka
signifikan, sehingga x A = 0.333.
1 1 1 2 3
b. xT   0.0 2138 , x A  0.02144 , xT  x A  0.0 0 0 0 6
3
karena pada angka ke-3 errornya < 5, maka x A mempunyai 2 angka
signifikan, sehingga x A = 0.021.
1 2 3 4 5
c. xT  12.496 , x A  12.494 , xT  x A  0 0 . 0 0 2

karena pada angka ke-5 errornya < 5, maka x A mempunyai 4 angka


signifikan, sehingga x A = 12.49.

18
Modul Metode Numerik

EVALUASI

Kerjakan soal-soal berikut ini dengan benar.


1. Tuliskan algoritma untuk menentukan apakah sebuah
bilangan bulat termasuk bilangan prima atau bukan.
2. Tuliskan bilangan-bilangan binary berikut ke dalam
basis 10 (decimal).
a. (110101.1101)2 c. (11.0010010001)2
b. (0.110110110)2 d. (1.0110101)2
3. Tuliskan bilangan-bilangan octal berikut ke dalam
bilangan decimal.
a. (56.72)8 c. (0.7715)8
b. (113.002)8 d. (7.126)8
4. Tuliskan bilangan-bilangan hexadecimal berikut ke
dalam bilangan decimal.
a. (3D.9F)16 c. (0.FE2)16
b. (A.B29C)16 d. (281.AB3AAC)16
5. Tuliskan bilangan decimal 46.703125 dalam bentuk
bilangan
a. binary c. hexadecimal
b. octal
6. Hitung error, error relatif, dan jumlah angka
signifikan dari
a. 1.73 sebagai nilai hampiran terhadap 3

b. 9.87 sebagai nilai hampiran terhadap  2 .


7. Hitung error antara f(0.01) dan P(0.01) jika
diketahui
ex  1  x 1 x x2
f ( x)  dan p ( x)   
x2 2 6 24

8. Hitung error 2  (1.0110101) 2 , dengan


2  1.41421356237309...

19
Modul Metode Numerik

9. Hitung error   (11 .0010010001) 2 , dengan


  3.14159265358979...
10. Tentukan nilai hampiran cos(1.9) dengan
menggunakan deret Mc Laurin sampai suku ke-4.

BAB II

Akar Persamaan Nonlinear

Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa menguasai atau memahami pengertian pesamaan nonlinear dan mampu
mencari solusi persamaan linear dengan beberapa metode numerik.

Tujuan Instruksional Khusus


Secara khusus mahasiswa diharapkan:
1. Menjelaskan pengertian persamaan nonlinear.
2. Menjelaskan solusi persamaan nonlinear.
3. Menjelaskan pengertian solusi persamaan nonlinear secara
numerik.
4. Menelusuri dasar logika penyelesaian persamaan nonlinear secara
numerik.
5. Menyebutkan beberapa metode pendekatan dalam solusi
persamaan nonlinear secara numerik.

20
Modul Metode Numerik

Pengantar
Salah satu masalah yang umum dijumpai di dalam matematika dan teknik adalah
mencari akar suatu persamaan, yaitu bila diberikan suatu fungsi f (x ) , akan dicari
nilai c sedemikian sehingga f (c )  0 . Termasuk dalam hal ini adalah

menentukan titik potong dua buah kurva. Apabila kurva-kurva tersebut dinyatakan
oleh fungsi g (x ) dan h( x ) , maka titik potong kedua kurva adalah akar-akar dari
f ( x )  g ( x )  h( x ) .

Pada umumnya, fungsi kuadrat yang berbentuk f ( x)  ax 2  bx  c , di mana


a  0 , b, dan c adalah konstanta real yang diketahui mempunyai akar yang dapat
dicari secara analitik dengan menggunakan rumus abc, yaitu
 b  b 2  4ac
x1, 2  , dengan D  b 2  4ac disebut diskriminan.
2a
Nilai dari akar-akar tersebut tergantung dari nilai D. Jika D  0 , maka terdapat dua
akar real yang berlainan ( x1 dan x2 ). Jika D  0 , maka terdapat satu akar real (
x1 = x2 ), dan jika D  0 , maka tidak terdapat akar (diperoleh akar bilangan

kompleks). Permasalahan yang timbul adalah ketika kita mendapati suatu fungsi
yang tidak dapat diselesaikan secara analitik atau memerlukan perhitungan yang
2
sangat rumit, misalnya fungsi g ( x)  ( x  1) 2  3(e 2  x ) . Oleh karena itu, disinilah
peran metode numerik untuk mencari solusi pendekatan atau akar hampiran dari
fungsi tersebut.
Pada bab ini akan dibahas beberapa metode numerik untuk mencari akar
suatu persamaan, khususnya persamaan nonlinear. Metode-metode numerik untuk
pencarian akar suatu fungsi pada umumnya merupakan metode iterasi. Metode ini
dimulai dengan menentukan satu atau beberapa nilai (tebakan) awal terhadap akar
fungsi f ( x )  0 . Selanjutnya diterapkan suatu rumus iterasi tertentu yang akan
membangkitkan barisan bilangan x0 , x1 , x2 ,... . Barisan ini diharapkan konvergen
ke akar dari f (x ) . Selain menentukan rumus iterasi, perlu ditetapkan juga kriteria
untuk menghentikan proses iterasi tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari proses iterasi yang terus-menerus sampai tak hingga iterasi.

21
Modul Metode Numerik

Secara umum terdapat dua tipe metode untuk mencari akar suatu fungsi, yaitu
metode tertutup dan metode terbuka.
1. Metode Tertutup. Metode tertutup sering disebut
juga metode pengurung (bracketing method). Pada metode penutup, akar yang
kita cari selalu diapit (dikurung) di dalam suatu interval tertutup  a, b  . Proses
yang dilakukan adalah membuat interval pengapit akar tersebut semakin lama
semakin kecil. Iterasi yang berlaku pada metode tertutup selalu konvergen,
sehingga metode ini dinamakan juga metode konvergen. Beberapa metode yang
termasuk metode tertutup adalah metode biseksi (metode bagi dua) dan metode
regula-falsi (metode titik palsu).
b. Metode Terbuka. Metode terbuka tidak memerlukan interval
tertutup  a, b  seperti pada metode tertutup. Pada metode terbuka yang
diperlukan adalah nilai (tebakan) awal akar, yang kemudian dengan prosedur
iterasi tertentu diharapkan diperoleh akar hampiran (pendekatan). Setiap iterasi,
akar hampiran yang lama dipakai untuk menghitung akar hampiran yang baru.
Namun, hampiran akar yang baru dapat mendekati akar sebenarnya
(konvergen) atau justru menjauhi (divergen). Oleh karena itu, metode terbuka
tidak selalu berhasil menemukan akar. Beberapa metode yang termasuk metode
terbuka adalah metode iterasi titik tetap, metode Newton-Raphson, dan metode
sekan.

2.1 Estimasi Nilai Awal

Dalam menentukan akar hampiran (pendekatan) suatu fungsi dengan menggunakan


komputasi numerik, terlebih dahulu ditentukan nilai awal yang dekat dengan akar
sebenarnya. Dari nilai awal tersebut, kemudian dilakukan iterasi dengan suatu
metode numerik untuk menentukan akar hampiran.
Dalam modul ini digunakan software Matlab untuk menentukan nilai awal
akar suatu fungsi dengan metode grafik. Perhatikan beberapa contoh berikut.

Contoh 2.1.1 Tentukan nilai awal terhadap akar dari fungsi f ( x )  x sin( x )  x .

22
Modul Metode Numerik

Penyelesaian:
Untuk menggambar f ( x )  x sin( x )  x dengan 0  x  10 digunakan perintah

             
      
       x = linspace(0,10);
y = x.*sin(x)-sqrt(x);
plot(x,y)
grid on

sehingga diperoleh

-2

-4

-6

-8

-10
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 2.1 Grafik f ( x )  x sin( x)  x pada interval 0  x  10

Dari Gambar 2.1 terlihat bahwa pada interval 0  x  10 , fungsi


f ( x )  x sin( x )  x mempunyai 5 akar, yaitu r1  0 , r2  1.2 , r3  2.5 ,
r4  6.7 , dan r5  9.3 . Dari informasi tersebut, kita dapat menentukan interval

baru untuk mengevaluasi masing-masing akar. Untuk mengubah inteval dari grafik
fungsi f ( x )  x sin( x )  x digunakan perintah berikut.
             
a = input('Titik awal interval : ');
b = input('Titik akhir interval : ');
x = linspace(a,b);
y = x.*sin(x)-sqrt(x);
clf
plot(x,y)
grid on 23
zoom on
Modul Metode Numerik

Kita akan mencari akar hampiran untuk r2 . Apabila perintah di atas dijalankan
dengan memasukkan input 1 dan 2, maka diperoleh

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

-0.1

-0.2
1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2

Gambar 2.2 Grafik f ( x )  x sin( x)  x pada interval 1  x  2

Interval dapat terus diperkecil untuk melihat letak akar dengan lebih akurat.

24
Modul Metode Numerik

0.3

0.25

0.2

0.15

0.1

0.05

-0.05

-0.1

-0.15

-0.2
1 1.05 1.1 1.15 1.2 1.25 1.3 1.35 1.4 1.45 1.5

Gambar 2.3 Grafik f ( x )  x sin( x)  x pada interval 1  x  1.5

0.15

0.1

0.05

-0.05

-0.1

-0.15

-0.2
1 1.05 1.1 1.15 1.2 1.25

Gambar 2.4 Grafik f ( x )  x sin( x)  x pada interval 1  x  1.25

0.025

0.02

0.015

0.01

0.005

-0.005

-0.01

-0.015

-0.02

-0.025
1.15 1.16 1.17 1.18 1.19 1.2 1.21

Gambar 2.5 Grafik f ( x )  x sin( x)  x pada interval 1.15  x  1.2

25
Modul Metode Numerik

Dari Gambar 2.5 diperoleh akar pendekatan yang lebih akurat, yaitu r2  1.175 .
Proses yang sama dapat dilakukan untuk mengevaluasi empat akar lainnya.

Contoh 2.1.2 Tentukan nilai awal terhadap akar dari fungsi x 2  e x  4 .

Penyelesaian:
Persamaan dapat diubah menjadi e x  4  x 2 , sehingga akar persamaan dari fungsi
x 2  e x  4 adalah titik potong antara fungsi y  e dan y  4  x . Untuk
x 2

menggambar y  e x dan y  4  x 2 dengan  2  x  2 digunakan perintah

             
x = linspace(-2,2);
y1 = exp(x);
y2 = 4-x.^2;
plot(x,y1,x,y2)
grid on

Sehingga diperoleh

26
Modul Metode Numerik

8
y = ex
7 y = 4-x2

0
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2

Gambar 2.6 Grafik y  e x dan y  4  x 2 pada interval  2  x  2

Gambar 2.6 menunjukkan terdapat dua akar dari fungsi x 2  e x  4 , yaitu


r1  1.95 dan r2  1

2.2 Metode Biseksi (Metode Bagi Dua)

Metode biseksi termasuk metode tertutup, sehingga diperlukan 2 titik awal sebagai
interval yang mengapit akar yang akan dicari. Sebelum lebih lanjut membahas
mengenai metode biseksi, teorema nilai antara yang menjadi ide dasar dalam iterasi
metode biseksiue

Teorema 2.2.1

Jika f adalah fungsi kontinu pada interval tertutup  a, b  , dengan f (a ) dan


f (b) berlainan tanda sedemikian sehingga f (a ). f (b)  0 , maka paling tidak

terdapat satu c  (a, b) sehingga berlaku f (c )  0 .

27
Modul Metode Numerik

Sebagai ilustrasi perhatikan beberapa gambar di bawah ini.

a r r1 r3 b
b a r2

(a) (b)

Gambar 2.7 Grafik dengan f (a ). f (b)  0

Dari Gambar 2.2 dapat disimpulkan bahwa jika f (a ). f (b)  0 , maka jumlah akar
ganjil, paling tidak satu buah. Sedangkan jika f (a). f (b)  0 , maka jumlah akar
genap atau tidak akar. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut.

a b

a b

(a) (b)

28
Modul Metode Numerik

a b
r1 r2 r1 s1
a ` b

(c) (d)

Gambar 2.8 Grafik dengan f (a). f (b)  0

Misalkan f (x) suatu fungsi kontinu dengan akar r. r adalah akar


sebenarnya dan nilai r belum diketahui. Untuk menerapkan metode Biseksi, mula-
mula ditentukan dua buah titik, misalkan a dan b, yang nilai fungsinya berlainan
tanda sedemikian sehingga f (a). f (b)  0 . Berdasarkan Teorema 2.1.1, maka
terdapat paling tidak satu akar pada interval ( a, b) . Mula-mula ditetapkan titik c

ab
sebagai titik tengah dari interval  a, b , yaitu c  . Dengan demikian,
2
terbentuk dua subinterval, yaitu [ a, c ] dan [c, b] . Jika f (c )  0 , maka c
adalah akar dari f (x ) . Jika f (c )  0 , maka diambil salah satu dari kedua
subinterval yang terbentuk. Subinterval yang diambil untuk iterasi berikutnya
adalah subinterval yang memuat akar, sehingga terdapat dua kemungkinan.
(a) f (a). f (c)  0 , artinya akar berada pada interval  a, c 
(b) f (b). f (c)  0 , artinya akar berada pada interval  c, b
Untuk iterasi berikutnya, interval yang dipilih dinamakan sebagai a dan b
yang baru. Jadi pada kasus (a), titik c menjadi titik b dan pada kasus (b), titik c
menjadi titik a. Perhatikan ilustrasi berikut.

29
Modul Metode Numerik

10

y  f (x )
5

c2
0 a  a0 c1 r c0 b  b0

a0 b0
-5
a1 b1
a2 b2
-10

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

Gambar 2.9 Iterasi Metode Biseksi

Untuk memudahkan penjelasan, digunakan indeks untuk menamakan titik


yang dihitung. Pada interval awal mula-mula dinamakan [ a0 , b0 ] dengan titik

a0  b0
tengahnya c0  . Pada proses selanjutnya, interval yang memuat akar
2

a1  b1
dinamakan  a1 ,b1  dan titik tengahnya c1  . Secara umum pada iterasi ke-
2

k akan diperoleh interval  ak , bk  dan titik tengahnya


ak  bk
ck  , k  0,1,2,... (2.1)
2

30
Modul Metode Numerik

Agar iterasi tidak berjalan terus menerus, maka diperlukan kriteria berhentinya
iterasi. Pada metode Biseksi, iterasi akan berhenti apabila bk  ak   , dengan 
(eps) merupakan batas error atau nilai ketelitian yang ditentukan.

 Algoritma Metode Biseksi

Input: f (x ) fungsi yang dicari akarnya


a , b titik awal
eps error (nilai ketelitian)
Output: akar-akar dari fungsi f (x )
Langkah-langkah:
1. Hitung f (b)
ab
2. Hitung c  dan f (c)
2
3. Jika f (b). f (c)  0
maka a  c
jika tidak b  c
4. Jika (b  a )  eps
maka akar = c, selesai
5. kembali ke langkah 1

Contoh 2.2.1 Gunakan metode Biseksi untuk mencari akar dari persamaan
x  1  e x
dengan interval awal [1,1.4] dan nilai ketelitian   0.02 .

Penyelesaian:
Persamaan dapat diubah menjadi x  1  e  x  0 , sehingga dapat dimisalkan
f ( x )  x  1  e  x . Jadi, akar dari x  1  e  x adalah nilai c sedemikian sehingga

f (c )  0 . Sebagai ilustrasi, fungsi f (x ) dapat dilihat pada gambar berikut.

31
Modul Metode Numerik

1.5

0.5

-0.5

-1
f=inline('x-1-exp(-x)','x');
disp(' ===============================================')
-1.5
disp(' METODE BISECTION ');
disp(' ===============================================')
-2
a = input(' 0 Masukkan 0.5 batas1 kiri interval
1.5 2 : ' 2.5 );
b = input(' Masukkan batas kanan interval : ' );
eps = input (' Nilai ketelitian (Toleransi) : ' );
itemax =Gambar
input 2.10.a
(' Grafik f ( x) 
Masukkan jumlah e  x pada interval
x  1  iterasi [0,2.5]
maksimum : ' );
disp(' ')
disp('
Dengan metode Biseksi, diperoleh hasil iterasi sebagai berikut. ')
disp(' Memulai Proses Iterasi ')
disp(' ===============================================')
disp(' k a Tableb2.1 c selisih')
disp(' ===============================================')
kselisihak = abs(b-a);
bk ck f (bk ) f (c k ) f (bk ). f (c k ) action bk  ak
D=a;E=b;M=(a
0 1.0000 +
1.4000 b)/2;F=selisih;
1.2000 0.1534 -0.1000 0 ac 0.4000
format short
1 1.2000 1.4000 1.3000 0.1534 0.0270 0 bc 0.2000
tic
2 1.2000 1.3000
for k = 1:1:itemax
1.2500 0.0275 -0.0370 0 ac 0.1000
3 1.2500 1.3000
c = (a + b)/2;
1.2750 0.0275 -0.0044 0 ac 0.0500
4 1.2750 1.3000 1.2875
disp ([k-1,a,b,c,selisih])
0.0275 0.0115 0 bc 0.0250
5 1.2750 1.2875 0.0125
if (f(b)*f(c) <= 0)
a = c ;
elsedi atas terlihat bahwa iterasi berhenti pada iterasi ke-5, yaitu pada saat
Dari tabel
b = c;
5  0.0125  0.02   . Dengan demikian, akar hampiran dari persamaan
b5  aend
selisih = abs(b-a);
 e  x adalah r  1.2875 .
x  1D=[D;a];E=[E;b];M=[M;c];F=[F;selisih];
if (abs(b-a)) <= eps
break
Contohend2.2.1 juga dapat diselesaikan dengan perintah dalam Matlab berikut ini.
end
disp ([k,a,b,c,selisih])
disp(' ===============================================')
waktu = toc;
plot([D,E,M,F])
legend('a','b','c','selisih')
xlabel('Iterasi ke :')
ylabel('Iterasi metode Biseksi')
disp (' ')
disp ([' Akarnya adalah : ',num2str(c)]) 32
disp ([' Jumlah iterasi : ',num2str(k)])
disp ([' Selang waktu konvergensi : ',num2str(waktu)])
Modul Metode Numerik

===============================================
METODE BISECTION
===============================================
Masukkan batas kiri interval : 1
Jika perintah di atas
Masukkan dijalankan,
batas kanan maka diperoleh : 1.4
interval
Nilai ketelitian (Toleransi) : 0.02
Masukkan jumlah iterasi maksimum : 10

Memulai Proses Iterasi


===============================================
k a b c selisih
===============================================
0 1.0000 1.4000 1.2000 0.4000
1.0000 1.2000 1.4000 1.3000 0.2000
2.0000 1.2000 1.3000 1.2500 0.1000
3.0000 1.2500 1.3000 1.2750 0.0500
4.0000 1.2750 1.3000 1.2875 0.0250
5.0000 1.2750 1.2875 1.2875 0.0125
===============================================
33
Akarnya adalah : 1.2875
Jumlah iterasi : 5
Selang waktu konvergensi : 0.019581
Modul Metode Numerik

Sedangkan hasil plot gambarnya dapat dilihat sebagai berikut.

1.4

1.2
a
b
1 c
Iterasi metode Biseksi

selisih

0.8

0.6

0.4

0.2

0
1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6
Iterasi ke :

Gambar 2.10.b Grafik Iterasi Metode Biseksi dari f ( x )   x  1 2  e 2  x


2

Contoh 2.2.2 Gunakan metode Biseksi untuk mencari titik potong antara
g ( x)   x  1 dan h( x)  e 2  x
2 2

dengan interval awal [2,2] dan nilai ketelitian   0.01 .

Penyelesaian:

34
Modul Metode Numerik

Untuk mencari titik potong antara g ( x)   x  1 2 dan h( x)  e 2  x , maka dibentuk


2

persamaan g ( x)  h( x ) atau  x  1 2  e 2  x . Persamaan tersebut dapat diubah


2

menjadi  x  1 2  e 2  x  0 , sehingga dapat dimisalkan f ( x)   x  1  e 2  x .


2 2 2

Untuk melihat posisi akar dari fungsi f (x ) , terlebih dahulu digambar dengan
menjalankan perintah:

             
      
       x = linspace(0,10);
y = (x+1).^2-exp(2-x.^2);
plot(x,y)
grid on

sehingga diperoleh

10

-2

-4

-6

-8
-2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2

Gambar 2.11 Grafik f ( x )   x  1 2  e 2  x pada interval [2,2]


2

Gambar 2.11 menunjukkan bahwa pada interval [2,2] , fungsi

f ( x )   x  1  e 2  x
2 2
mempunyai dua akar, misalkan r1 dan r2 . Untuk
menentukan interval awal yang memuat masing-masing akar tersebut, maka dilihat

kembali grafik fungsi f ( x)   x  1 2  e 2  x pada interval yang lebih spesifik.


2

35
Modul Metode Numerik

-1

-2

-3

-1.8 -1.6 -1.4 -1.2 -1 -0.8 -0.6 -0.4

Gambar 2.12 Grafik f ( x)   x  1 2  e 2  x pada interval [ 2,0.4]


2

-1

-2

-3

0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

Gambar 2.13 Grafik f ( x)   x  1 2  e 2  x pada interval [0.2,1.6]


2

Dari Gambar 2.12 dan 2.13 kita dapat menentukan interval awal untuk r1 dan r2
berturut-turut adalah [ 1.8,1.6] dan [0.8,1] .
Hasil iterasi untuk interval [ 1.8,1.6] dapat dilihat pada Tabel 2.2,
sedangkan untuk interval [0.8,1] dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Table 2.2

36
Modul Metode Numerik

k ak bk ck f (bk ) f (c k ) f (bk ). f (c k ) action bk  ak


0 -1.80000 -1.60000 -1.70000 -0.21120 0.07930 0 ac 0.20000
1 -1.70000 -1.60000 -1.65000 -0.21120 -0.06300 0 bc 0.10000
2 -1.70000 -1.65000 -1.67500 -0.06300 0.00880 0 ac 0.05000
3 -1.67500 -1.65000 -1.66250 -0.06300 -0.02690 0 bc 0.02500
4 -1.67500 -1.66250 -1.66875 -0.02690 -0.00900 0 bc 0.01250
5 -1.67500 -1.66875 0.00625

Table 2.3

k ak bk ck f (bk ) f (c k ) f (bk ). f (c k ) action bk  ak


0 0.80000 1.00000 0.90000 1.28170 0.32290 0 bc 0.20000
1 0.80000 0.90000 0.85000 0.32290 -0.16520 0 ac 0.10000
2 0.85000 0.90000 0.87500 0.32290 0.07940 0 bc 0.05000
3 0.85000 0.87500 0.86250 0.07940 -0.04280 0 ac 0.02500
4 0.86250 0.87500 0.86875 0.07940 0.01830 0 bc 0.01250
5 0.86250 0.86875 0.00625

Dari kedua tabel di atas terlihat bahwa iterasi berhenti pada iterasi ke-5, yaitu pada
saat b5  a5  0.00625  0.01   . Dengan demikian, titik potong hampiran antara

g ( x)   x  1 dan h( x )  e 2  x adalah r1  1.66875 dan r2  0.86875 .


2 2

 Konvergensi Metode Biseksi

Misal diberikan invertal awal  a0 ,b0  . Berdasarkan iterasi metode Biseksi, setiap
kali iterasi, panjang interval baru menjadi setengah dari panjang interval
sebelumnya. Dengan demikian diperoleh

1
b1  a1  (b0  a0 )
2
1 1
b2  a2  (b1  a1 )  (b0  a0 )
2 4
1 1
b3  a3  (b2  a2 )  (b0  a0 )
2 8

Jadi untuk sebarang n, untuk n = 1, 2,... diperoleh


1
(bn  an )  n (b0  a0 )
2

37
Modul Metode Numerik

1
Karena cn  (an  bn ) , sehingga
2
1
r  cn  bn  an  (b0  a0 )
2n
Dari pertidaksamaan tersebut diperoleh cn  r untuk n   . Hal ini menunjukkan
bahwa metode Biseksi untuk sebarang nilai awal yang berikan bersifat konvergen
menuju akar dari suatu fungsi. Selanjutnya, r  cn   jika
1
(b0  a0 )   .
2n
(b0  a0 )
 2n 

b a 
 log 2n  log 0 0 
  
b a 
 n log 2  log 0 0 
  
 b  a0 
log 0 
 n    (2.2)
log 2

Pertidaksamaan tersebut menunjukkan bahwa jumlah iterasi tidak bergantung dari


bentuk suatu fungsi, melainkan bergantung dari interval awal dan nilai ketelitian
yang diberikan. Metode Biseksi mempunyai derajat konvergensi p  1 .

Contoh 2.2.3 Berapa jumlah iterasi dari metode Biseksi yang diperlukan untuk
menentukan solusi dari x  1  e  x  0 , jika diambil interval awal [1,1.4] dan
nilai ketelitian 0.02 .

Penyelesaian:
Diketahui a0  1 , b0  1.4 , dan   0.02 . Sehingga diperoleh
 b  a0 
log 0 
n   
log 2

38
Modul Metode Numerik

 1.4  1 
log 
  0.02 
log 2

 4.3219
Jadi, paling sedikit dibutuhkan 5 iterasi.

Contoh 2.2.4 Berapa jumlah iterasi dari metode Biseksi yang diperlukan untuk
menentukan titik potong antara
g ( x)   x  1 dan h( x)  e 2  x
2 2

jika diambil interval awal [ 1.8,1.6] dan nilai ketelitian 0.00001 .

Penyelesaian:
Diketahui a0  1.8 , b0  1.6 , dan   0.00001 . Sehingga diperoleh
 b  a0 
log 0 
n   
log 2

  1.6  1.8 
log 
  0.00001 
log 2

 14.2877
Jadi, paling sedikit dibutuhkan 15 iterasi.

2.3 Metode Regula Falsi (Metode Posisi Palsu)

Metode Regula Falsi juga termasuk metode tertutup, yaitu untuk suatu fungsi
kontinu f (x ) diperlukan nilai awal a dan b dengan f (a ), f (b)  0 . Pada iterasi
metode ini diperlukan nilai f (a ) dan f (b) , dan dibuat garis lurus yang

menghubungkan titik (a, f ( a )) dan (b, f (b)) . Untuk pencarian interval baru
digunakan rumus
f (b)(b  a)
c  b .
f (b)  f (a)

39
Modul Metode Numerik

Sebelumnya perhatikan ilustrasi di bawah ini.

35

30
f (b0 )
25

20

15

10
y  f (x )

5
a0 c0 c1
0 r b0

-5

-10
f (a0 )

-15
0 1 2 3 4 5 6 7

Gambar 2.14 Iterasi Metode Regula Falsi

Pada interval awal mula-mula dinamakan [ a0 , b0 ] , sehingga diperoleh titik

f (b0 )(b0  a0 )
c0  b0  . Pada proses selanjutnya, interval yang memuat akar
f (b0 )  f ( a0 )

f (b1 )(b1  a1 )
dinamakan  a1 ,b1  dan titik berikutnya adalah c1  b1  . Secara
f (b1 )  f ( a1 )

umum pada iterasi ke-k akan diperoleh interval  ak , bk  dan titik tengahnya
f (bk )(bk  ak )
ck  bk  , k  0,1,2,... (2.3)
f (bk )  f (ak )

40
Modul Metode Numerik

Agar iterasi tidak berjalan terus menerus, maka diperlukan kriteria berhentinya
iterasi. Kriteria penghentian iterasi metode Biseksi tidak dapat diterapkan pada
iterasi metode Biseksi. Hal ini disebabkan ada kemungkinan terjadi iterasi tak
berhingga (infinite loop). Pada metode Regula Falsi, iterasi akan berhenti apabila
c k  c k 1   , dengan  (eps) merupakan nilai ketelitian yang ditentukan.

 Algoritma Metode Regula Falsi

Input: f (x ) fungsi yang dicari akarnya


a , b titik awal
eps error (nilai ketelitian)
Output: akar-akar dari fungsi f (x )
Langkah-langkah:
1. Hitung f (a ) dan f (b)
2. Hitung clama  2b  a
f (b)(b  a )
3. Hitung c  b  f (b)  f (a) dan f (c)
4. Jika f (b). f (c)  0
maka a  c
jika tidak b  c
5. Jika  clama  eps
c
maka akar = c, selesai
5. Tetapkan clama  c
6. kembali ke langkah 3

Contoh 2.3.1 Gunakan metode Regula Falsi untuk mencari akar dari persamaan
x  1  e x
dengan interval awal [1,1.4] dan nilai ketelitian   0.02 .

Penyelesaian:
Persamaan dapat diubah menjadi x  1  e  x  0 , sehingga dapat dimisalkan
f ( x )  x  1  e  x . Dengan metode Regula Falsi, diperoleh clama  2b  a  1.8

dan hasil iterasi sebagai berikut.

Table 2.4

41
Modul Metode Numerik

k ak bk ck f (bk ) f (c k ) f (bk ). f (c k ) action ck  ck 1


0 1.00000 1.40000 1.28230 0.15340 0.00490 0 bc 0.5177
1 1.00000 1.28230 1.27860 0.00490 0.00017 0 bc 0.0037
2 1.00000 1.27860

Dari tabel di atas terlihat bahwa iterasi berhenti pada iterasi ke-2, yaitu pada saat
c k  c k 1  0.0037  0.02   . Dengan demikian, akar hampiran dari persamaan
x  1  e  x adalah r  1.27860 .

Contoh 2.3.1 juga dapat diselesaikan dengan perintah dalam Matlab berikut ini.

f=inline('x-1-exp(-x)','x');
disp(' ===============================================')
disp(' METODE REGULA FALSI ');
disp(' ===============================================')
a = input(' Masukkan batas kiri interval : ');
b = input(' Masukkan batas kanan interval : ');
eps = input (' Nilai ketelitian (Toleransi) : ');
itemax = input (' Masukkan jumlah iterasi maksimum : ');
disp(' ')
disp(' ')
disp(' Memulai Proses Iterasi ')
disp(' ===============================================')
disp(' k a b c selisih')
disp(' ===============================================')
clama = 2*b-a;
cD=a;E=b;M=2*b-a;F=selisih;
= b-((f(b)*(b-a))/(f(b)-f(a)));
selisih = abs(c-clama);
format short
tic
for k = 1:1:itemax
c = b-((f(b)*(b-a))/(f(b)-f(a)));
selisih = abs(c-clama);
disp ([k-1,a,b,c,selisih])
if (f(b)*f(c) <= 0)
a = c;
else
b = c;
end
D=[D;a];E=[E;b];M=[M;c];F=[F;selisih];
if (abs(c-clama)) <= eps
break
end
clama = c;
end
disp ([k,a,b,c,selisih])
waktu = toc;
plot([D,E,M,F])
legend('a','b','c','selisih')
xlabel('Iterasi ke :')
ylabel('Iterasi metode Regula Falsi')
disp (' ')
disp (['Akarnya adalah : ',num2str(c)]) 42
disp (['Jumlah iterasi : ',num2str(k)])
disp (['Selang waktu konvergensi : ',num2str(waktu)])
Modul Metode Numerik

Jika perintah di atas dijalankan, maka diperoleh:

===============================================
METODE REGULA FALSI
===============================================
Masukkan batas kiri interval : 1
Masukkan batas kanan interval : 1.4
Nilai ketelitian (Toleransi) : 0.02
Masukkan jumlah iterasi maksimum : 10

Memulai Proses Iterasi


===============================================
k a b c selisih
===============================================
0 1.0000 1.4000 1.2823 0.5177
1.0000 1.0000 1.2823 1.2786 0.0037
2.0000 1.0000 1.2786 1.2786 0.0037
===============================================

Akarnya adalah : 1.2786


Jumlah iterasi : 2
Selang waktu konvergensi : 0.0091431
Sedangkan hasil plot gambarnya dapat dilihat sebagai berikut.

43
Modul Metode Numerik

1.8
a
1.6 b
c
1.4 selisih
Iterasi metode Regula Falsi

1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.4 2.6 2.8 3
Iterasi ke :

Gambar 2.15 Grafik iterasi metode Regula Falsi dari f ( x )   x  1 2  e 2  x


2

Hasil di atas menunjukkan bahwa metode Regula Falsi mempunyai


kekonvergenan yang lebih cepat dari metode Biseksi. Pada kebanyakan fungsi hal
ini memang benar, namun ada beberapa kelas fungsi tertentu di mana keadaan

1
berlaku sebaliknya. Contoh fungsi f ( x)   0.4 dengan nilai awal a  0.5 dan
x2
b  10 , serta nilai ketelitian   0.000001 akan membutuhkan 91 iterasi dengan
metode Regula FalsiMemulai
dan 24 iterasi
Prosesdengan metode Biseksi. Apabila diiterasikan,
Iterasi
===============================================
diperoleh hasil
k berikut.a b c selisih
===============================================
0 0.5000 10.0000 9.0714 10.4286
1.0000 0.5000 9.0714 8.2378 0.8336
===============================================
2.0000 0.5000 8.2378 7.4898 0.7480
3.0000 METODE7.4898
0.5000 REGULA FALSI
6.8189 0.6708
===============================================
4.0000 0.5000 6.8189 6.2178 0.6012
Masukkan batas
5.0000 0.5000kiri 6.2178
interval 5.6795
: 0.5 0.5383
Masukkan
6.0000 batas
0.5000kanan5.6795
interval 5.1980
: 10 0.4815
Nilai
………… ketelitian
………… (Toleransi)
………… : 0.000001
………… …………
Masukkan jumlah iterasi maksimum : 100
88.0000 0.5000 1.5811 1.5811 0.0000
89.0000 0.5000 1.5811 1.5811 0.0000
90.0000 0.5000 1.5811 1.5811 0.0000
91.0000 0.5000 1.5811 1.5811 0.0000
===============================================

Akarnya adalah : 1.5811 44


Jumlah iterasi : 91
Selang waktu konvergensi : 0.28057
Modul Metode Numerik

Sedangkan hasil plot gambarnya dapat dilihat sebagai berikut.

16 a
b
14
c
12 selisih
Iterasi metode Regula Falsi

10

-2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Iterasi ke :

1
Gambar 2.16 Grafik iterasi metode Regula Falsi dari f ( x)   0.4
x2
2.4 Metode Newton (Metode Newton-Raphson)

45
Modul Metode Numerik

Pada metode Biseksi dan Regula Falsi diperlukan dua titik awal dengan nilai fungsi
yang berbeda tanda. Penentuan dua titik awal yang demikian seringkali tidak
mudah. Oleh karena itu dikembangkan metode yang titik awalnya lebih mudah
ditentukan, salah satunya metode Newton.
Metode Newton termasuk metode terbuka dan hanya memerlukan satu titik
awal. Selain itu, metode ini banyak digunakan dalam terapan sain dan rekayasa
karena konvergensinya paling cepat di antara metode-metode lain. Ada dua cara
pendekatan dalam mencari rumus metode Newton, yaitu secara geomerti dan
dengan menggunakan deret Taylor.

(a) Pendekatan secara Geometri


Perhatikan ilustrasi berikut.

350

300

250

200

150 y  f (x )

100

50

r
0
x1 x0

-50
0 1 2 3 4 5 6 7
Gambar 2.17 Iterasi Metode Newton

46
Modul Metode Numerik

Dari Gambar 2.17 diberikan fungsi kontinu f (x ) dan titik awal x0 . Prinsip
dasar metode Newton adalah dengan membuat garis singgung terhadap fungsi
f (x ) di titik ( x0 , f ( x0 )) . Jika digambar, maka garis singgung tersebut akan

memotong sumbu  x ( y  0 ), misalkan di titik x1 . Dengan rumus gradient garis


singgung diperoleh
y f ( x0 )  f ( x1 )
f ' ( x0 )  
x x0  x1

Karena f ( x1 )  0 , sehingga
y f ( x0 )
f ' ( x0 )  
x x0  x1
f ( x0 )
 x1  x0 
f ' ( x0 )

Prosedur yang sama digunakan untuk menentukan nilai x2 dari x1 , dan


seterusnya. Jadi, secara umum prosedur iterasi metode Newton adalah
f ( xk )
xk 1  xk  , k  0,1,2,... (2.4)
f ' ( xk )

dengan f ' ( xk )  0 .

(b) Pendekatan Deret Taylor

Teorema 2.4.1

Jika f (x ) mempunyai n  1 turunan dan turunannya selalu kontinu pada


[ a, b] , dan jika x, x0  [ a, b] , maka

f ( x )  Pn ( x )  Rn 1 ( x )

dengan Pn ( x)  f ( xn ) 
x  x0
f ' ( x0 )  ... 
 x  x0  f ( n) ( x )
n

0
1! n!

Rn 1 ( x) 
 x  x0  f ( n 1) ( )
 n  1!
Untuk  di antara x0 dan x.

47
Modul Metode Numerik

Diberikan persamaan nonlinear f ( x)  0 . Andaikan r adalah solusi eksak


dari persamaan tersebut atau f (r )  0 . Didefinisikan xk sebagai sebagai suatu
solusi pendekatan. Dengan menggunakan teorema deret Taylor, fungsi f (x ) dapat
disajikan sebagai
1
f (r )  f ( xk )  ( r  xk ) f ' ( xk )  ( r  xk ) 2 f ' ' ( xk )  ...
2
atau menurut Teorema 2.4.1
1
f (r )  f ( xk )  (r  xk ) f ' ( xk )  (r  xk ) 2 f ' ' ( )
2
dengan  di antara x0 dan x.
Karena f (r )  0 , maka diperoleh
1
f ( xk )  (r  xk ) f ' ( xk )  (r  xk ) 2 f ' ' ( )  0
2
f ( xk ) 1 f ' ' ( )
 r  xk   (r  xk ) 2
f ' ( xk ) 2 f ' ( xk )
Sehingga r dapat didekati dengan
f ( xk )
xk 1  xk  , k  0,1,2,...
f ' ( xk )
dengan errornya
1 f ' ' ( )
r  xk 1   (r  xk ) 2 , k  0,1,2,... (2.5)
2 f ' ( xk )

 Konvergensi Metode Newton

Pada persamaan (2.5), untuk k   , maka   r dan xk  r , jadi


r  xk 1 1 f ' ' ( ) 1 f ' ' (r )
l im  l im    K
k   r  xk  2 k  2 f ' ( xk ) 2 f ' (r )

dengan K adalah suatu konstanta. Oleh karena itu metode Newton dikatakan
konvergen secara kuadratik ke akar f (x ) . Derajat konvergensi metode Newton
adalah p  2 .
Sekarang jika x0 , x1 , x2 ,... dekat dengan r, maka
r  xk 1  K  r  xk 
2

48
Modul Metode Numerik

K  r  xk 1    K  r  xk  
2


 K  K  r  xk 1   
2 2
  K  r  xk 1  
22

  K  r  x0  
2 k 1

Jika K  r  x0   1 , maka untuk k   berakibat K  r  xk 1   0 dan oleh karena

itu xk  r . Jadi, metode Newton konvergen jika titik awal x0 dipilih sedemikain
sehingga
1 2 f ' (r )
r  x0   (2.6)
K f ' ' (r )

 Kriteria Berhenti Metode Newton

Karena f (r )  0 , maka diperoleh persamaan


f ( xk )  f ( xk )  f (r )

 ( xk  r ) f ' ( )

di mana  berada di antara xk dan r. Oleh karena itu


f ( xk ) f ( xk )
r  xk   
f ' ( ) f ' ( xk )

Diasumsikan xk dekat dengan r dan f ' (r )  0 . Dari prosedur iterasi metode


Input: f (x )
Newton, diketahui fungsi yang dicari akarnya
df (x ) fungsi turunan dari f (x )
x0 f ( xk )
titik awal
  xk 1  xk
eps f ' (ketelitian)
error (nilai xk )
itemax batas maksimum iterasi
Dengan demikian, diperoleh
Output: akar-akar dari fungsi f (x )
Langkah-langkah: r  xk  xk 1  xk
1. Tetapkan iter = 1 dan x  x
Oleh karena itu, iterasi metode Newton berhenti0 ketika
2. Hitung f (x) dan df (x )
xk 1 fx(kx) 
3. Hitung xbaru  x  df ( x)
4. Jika xbaru  x1  eps
 Algoritma Metode Newton
maka akar = c, selesai
5. Tetapkan x  xbaru
6. Tetapkan iter = iter + 1
7. Jika iter > itemax
maka ‘proses belum konvergen’, stop
8. Kembali ke langkah 2 49
Modul Metode Numerik

Contoh 2.4.1 Gunakan metode Newton sebanyak dua iterasi untuk menentukan
akar hampiran dari persamaan x  1  e  x dengan x0  1.2 .

Penyelesaian:
Persamaan dapat diubah menjadi x  1  e  x  0 , sehingga dapat dimisalkan
f ( x )  x  1  e  x . Dengan demikian, f ' ( x)  1  e  x dan

f ( x0 )
x1  x0 
f ' ( x0 )
f (1.2)
 1.2 
f ' (1.2)

 0.1011942
 1.2 
1.3011942
 1.2777703
f ( x1 )
x2  x1 
f ' ( x1 )

50
Modul Metode Numerik

f (1.2777703)
 1.2777703 
f ' (1.2777703)

 0.0008877
 1.2777703 
1.2786579
 1.2784645
Jadi, diperoleh akar hampiran r  1.2784645 .

Contoh 2.4.2 Gunakan metode Newton untuk menentukan akar hampiran dari
fungsi x3  2 , dengan titik awal x0  2 dan nilai ketelitian   0.0001 .

Penyelesaian:
Persamaan dapat diubah menjadi
f=inline('x.^3-2','x'); x 3  2  0 , sehingga dapat dimisalkan
df=inline('3*x.^2','x');
disp(' ===========================')
( x)  x 3  2 . Dengan METODE
fdisp(' demikian, f ' ( x)  3 x');
NEWTON
2
. Ilustrasi fungsi f ( x)  x 3  2
disp(' ===========================')
dapat
x0 dilihat pada gambar
= input(' di bawah
Masukkan ini. awal
titik : ');
eps = input(' Nilai ketelitian (Toleransi) : ');
itemax = input
150
(' Masukkan jumlah iterasi maksimum : ');
disp(' ')
disp(' ')
disp(' 100 Memulai Proses Iterasi ')
disp(' ===========================')
disp(' k x selisih')
disp(' ===========================')
50
x = x0;
xbaru = x - (f(x)/df(x));
selisih = abs(xbaru-x);
0
D=x;F=selisih;
format short
disp ([' -50 0',' ',num2str(x)])
tic
for k = 1:1:itemax
if df(x)-100== 0

break;
else
-150
xbaru =
-5 x -
-4 (f(x)/df(x));
-3 -2 -1 0 1 2 3 4 5
end
selisih = abs(xbaru-x);
Gambar 2.18 Grafik f ( x)  x 3  2
disp ([k,xbaru,selisih])
D=[D;xbaru];F=[F;selisih];
if abs(xbaru-x) <= eps
Akar daribreak;
fungsi f (x ) dapat dicari dengan perintah dalam Matlab berikut.
end
x = xbaru;
end
disp(' ===========================')
waktu = toc;
plot([D,F])
legend('x','selisih')
xlabel('Iterasi ke :')
ylabel('Iterasi metode Newton')
disp (' ')
disp (['Akarnya adalah : ',num2str(xbaru)]) 51
disp (['Jumlah iterasi : ',num2str(k)])
disp (['Selang waktu konvergensi : ',num2str(waktu)])
Modul Metode Numerik

Jika perintah di atas dijalankan, maka diperoleh:


===========================
METODE NEWTON
===========================
===========================
MasukkanMETODE
titik NEWTON
awal : 2
===========================
Nilai ketelitian (Toleransi) : 0.0001
Masukkan
Masukkan titik
jumlahawal
iterasi maksimum :
: 2
10
Nilai ketelitian (Toleransi) : 0.0001
Masukkan
Memulaijumlah
Prosesiterasi maksimum
Iterasi : 10
===========================
k x selisih
===========================
0 2
1.0000 1.5000 0.5000
2.0000 1.2963 0.2037
3.0000 1.2609 0.0354
4.0000 1.2599 0.0010
5.0000 1.2599 0.0000
===========================

Akarnya adalah : 1.2599


52
Jumlah iterasi : 5
Selang waktu konvergensi : 0.019085
Modul Metode Numerik

Jadi dengan nilai ketelitian 0.0001, iterasi berhenti pada iterasi ke-5, dan diperoleh
akar hampiran r  1.2599 . Sedangkan hasil plot gambarnya dapat dilihat sebagai
berikut.

2
x
1.8 selisih

1.6

1.4
Iterasi metode Newton

1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6
Iterasi ke :

Gambar 2.19 Grafik iterasi metode Newton dari f ( x)  x 3  2

2.5 Metode Secant

Pada metode Newton diperlukan turunan dari fungsi di setiap iterasinya. Namun,
seringkali dijumpai fungsi-fungsi yang tidak mudah dicari turunannya. Oleh karena

53
Modul Metode Numerik

itu dikembangkan metode alternatif yang tidak memerlukan turunan fungsi, yaitu
metode Secant. Metode ini merupakan modifikasi dari metode Newton.
Metode Secant dimulai dengan dua itik awal, yaitu x0 dan x1 . Kedua titik
awal tersebut tidak perlu mengapit akar fungsi yang akan dicari. Perhatikan
ilustrasi berikut ini.

35

30
f ( x1 )
25 D

20

15

10 y  f (x )

5
x0 x2 x3 C
0 E r x1

-5
A B
-10
f ( x0 )

-15
0 1 2 3 4 5 6 7

Gambar 2.20 Iterasi Metode Secant

f ( x1 )
Pada metode Newton diketahui x2  x1  . Sementara nilai f ' ( x1 ) adalah
f ' ( x1 )
y f ( x1 )  f ( x0 )
f ' ( x1 )  
x x1  x0

54
Modul Metode Numerik

Dengan mensubstitusikan nilai f ' ( x1 ) tersebut ke dalam persamaan

f ( x1 )
x2  x1  akan diperoleh
f ' ( x1 )
f ( x1 )
x2  x1 
f ' ( x1 )

f ( x1 )
 x2  x1 
f ( x1 )  f ( x0 )
x1  x0
f ( x1 )( x1  x0 )
 x2  x1 
f ( x1 )  f ( x0 )
Persamaan tersebut juga dapat diperoleh dengan cara lain. Dengan menggunakan
sifat segitiga sebangun diperoleh
BD CD

BA CE
f ( x1 )  f ( x0 ) f ( x1 )  f ( x2 )
 
x1  x0 x1  x2
f ( x1 )  f ( x0 ) f ( x1 )  0
 
x1  x0 x1  x2
f ( x1 )( x1  x0 )
 x2  x1 
f ( x1 )  f ( x0 )

Selanjutnya, setelah titik x2 diperoleh, pada iterasi berikutnya diambil x1 dan


x2 sebagai tebakan akar yang baru dan dilakukan proses yang sama untuk

mendapatkan hampiran x3 . Secara umum rumus iterasi metode Secant adalah


f ( xk )( xk  xk 1 )
xk 1  xk  , k  1,2,3,... (2.7)
f ( xk )  f ( xk 1 )

 Konvergensi Metode Secant

Metode Secant dapat tidak konvergen untuk pemilihan titik awal x0 dan x1
tertentu. Metode Secant mempunyai derajat konvergensi sebesar

55
Modul Metode Numerik

(1  5 )
p  1.62
2
Akibatnya, metode Secant mempunyai orde konvergensi yang lebih lambat
dibanding metode Newton, namun masih lebih cepat dari metode Biseksi dan
metode Regula Falsi.

 Algoritma Metode Secant

Input: f (x ) fungsi yang dicari akarnya


df (x ) fungsi turunan dari f (x )
x0 , x1 titik awal
eps error (nilai ketelitian)
itemax batas maksimum iterasi
Output: akar-akar dari fungsi f (x )
Langkah-langkah:
1. Tetapkan iter = 1
2. Hitung f ( x0 ) dan f ( x1 )
f ( x1 )( x1  x0 )
3. Hitung xbaru  x1 
f ( x1 )  f ( x0 )
4. Jika xbaru  x1  eps
maka akar = c, selesai
5. Tetapkan x0  x1 dan x1  xbaru
6. Tetapkan iter = iter + 1
7. Jika iter > itemax
maka ‘proses belum konvergen’, stop
8. Kembali ke langkah 2

Contoh 2.5.1 Gunakan metode Secant sebanyak dua iterasi untuk menentukan akar
hampiran dari fungsi x  1  e  x , dengan titik awal x0  1.3 dan x1  1.1 .

Penyelesaian:
Dari persamaan x  1  e  x diperoleh f ( x)  x  1  e  x , sehingga
f ( x1 )( x1  x0 )
x2  x1 
f ( x1 )  f ( x0 )

56
Modul Metode Numerik

f (1.1)(1.1  1.3)
 1.1 
f (1.1)  f (1.3)

( 0.2328711)(0.2)
 1.1 
 0.2603393
 1.2788981
f ( x2 )( x2  x1 )
x3  x2 
f ( x2 )  f ( x1 )
f (1.2788981)(1.2788981  1.1)
 1.2788981 
f (1.2788981)  f (1.1)

(0.0005543)(0.1788981)
 1.2788981 
0.2334254
 1.2784733
Jadi, diperoleh akar hampiran r  1.2784733 .

Contoh 2.5.2 Gunakan metode Secant untuk menentukan akar hampiran dari
fungsi x3  2 , dengan titik awal x0  2 dan x1  1.75 , serta diberikan nilai
ketelitian   0.0001 .
D=x1;F=selisih;
format short
Penyelesaian:
disp ([' 0',' ',num2str(x0)])
disp ([' 3 1',' ',num2str(x1),'
Dari persamaan x  2 diperoleh f ( x)  x 3  2 . Akar dari fungsi f (x ) dapat
',num2str(selisih)])
tic dengan perintah dalam Matlab berikut ini.
dicari
for k = 1:1:itemax
P = f(x1) * (x1 - x0);
Q = f(x1) - f(x0);
f=inline('x.^3-2','x');
if ((f(x1) - f(x0)) / (x1 - x0)) == 0
disp('break; ===========================')
disp('
else METODE SECANT ');
disp('xbaru===========================')
= x1 - (P / Q);
x0 end= input(' Masukkan titik awal pertama : ');
x1 selisih
= input(' Masukkan
= abs(xbaru-x1); titik awal kedua : ');
epsdisp
= input(' Nilai ketelitian (Toleransi)
([k+1,xbaru,selisih]) : ');
itemax = input (' Masukkan jumlah iterasi maksimum : ');
D=[D;xbaru];F=[F;selisih];
disp('
if abs(xbaru-x1) <= eps ')
disp('xakar = xbaru; ')
disp('break; Memulai Proses Iterasi ')
disp('
end ===========================')
disp('
x0 = x1; k x selisih')
disp(' ===========================')
x1 = xbaru;
xbaru = x1 - ((f(x1) * (x1 - x0))/ (f(x1) - f(x0)));
end
selisih = ===========================')
disp(' abs(x1-x0);
waktu = toc;
plot([D,F])
legend('x','selisih')
xlabel('Iterasi ke :')
ylabel('Iterasi metode Secant')
disp (' ')
disp (['Akarnya adalah : ',num2str(xakar)]) 57
disp (['Jumlah iterasi : ',num2str(k)])
disp (['Selang waktu konvergensi : ',num2str(waktu)])
Modul Metode Numerik

Jika perintah di atas dijalankan, maka diperoleh:

===========================
METODE SECANT
===========================
Masukkan titik awal pertama : 2
Masukkan titik awal kedua : 1.75
Nilai ketelitian (Toleransi) : 0.0001
Masukkan jumlah iterasi maksimum : 10

Memulai Proses Iterasi


===========================
k x selisih
===========================
2.0000
0 1.4320
2 0.3180
3.0000
1 1.3091
1.75 0.1229
0.25
4.0000 1.2659 0.0432
5.0000 1.2601 0.0058
6.0000 1.2599 0.0002
7.0000 1.2599 0.0000
===========================

Akarnya adalah : 1.2599 58


Jumlah iterasi : 6
Selang waktu konvergensi : 0.024278
Modul Metode Numerik

Jadi dengan nilai ketelitian 0.0001, iterasi berhenti pada iterasi ke-6, dan diperoleh
akar hampiran r  1.2599 . Sedangkan hasil plot gambarnya dapat dilihat sebagai
berikut.

1.8
x
1.6 selisih

1.4

1.2
Iterasi metode Secant

0.8

0.6

0.4

0.2

0
1 2 3 4 5 6 7
Iterasi ke :

Gambar 2.21 Grafik iterasi metode Secant dari f ( x)  x 3  2

2.6 Perbandingan Beberapa Metode Numerik

59
Modul Metode Numerik

Dari beberapa metode numerik untuk mencari akar persamaan nonlinear, maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

No. Metode Jumlah Laju Stabilitas Akurasi Keterangan


Titik Awal Konvergensi
1. Grafik - - - Kurang Memakan waktu
lebih banyak
dari metode
numerik
2. Biseksi 2 Perlahan Selalu Baik Kedua titik awal
konvergen mengapit akar
3. Regula 2 Sedang Selalu Baik Kedua titik awal
Falsi konvergen mengapit akar
4. Newton 1 Cepat Bisa Baik Memerlukan
divergen evaluasi f ' ( x)
5. Secant 2 Sedang Bisa Kedua titik awal
hingga cepat divergen tidak perlu
mengapit akar

EVALUASI

Kerjakan soal-soal berikut ini dengan benar.

60
Modul Metode Numerik

1. Dengan menggunakan ilustrasi gambar (sketsa), tentukan nilai awal


(pendekatan) terhadap akar dari persamaan cos x  x  1  0
2. Tentukan semua nilai awal (pendekatan) terhadap semua akar dari
persamaan e  x  cos x  0 .
3. Tuliskan 3 iterasi metode Biseksi untuk menentukan akar hampiran dari
persamaan x  0.8  0.2 sin x , dengan interval awal  0,  2 .
4. Tentukan jumlah iterasi yang diperlukan oleh metode Biseksi untuk
menentukan akar dari x  2 sin x  0 yang berada di antara x  1 dan x  2 ,
dengan nilai ketelitian   10 6 .
5. Tuliskan 2 iterasi metode Newton untuk menentukan akar hampiran dari
persamaan x  2 sin x , dengan titik awal x0  1.5 .
6. Tentukan solusi negatif dari persamaan ex / 2  2  x2 dengan
menggunakan metode Newton, dengan x0  1.2 dan nilai ketelitian 10 4 .
7. Diberikan fungsi f ( x)  x 2  6 , x0  3 , dan x1  2 . Tentukan x3
dengan menggunakan metode (a) Secant, dan (b) Regula Falsi.
8. Tentukan akar hampiran dari persamaan nonlinear berikut ini, jika
diambil nilai ketelitian 10 4 .
(a) x 3  2 x 2  5  0 , pada 1,4
(b) x  cos x  0 , pada  0,  2
9. Selesaikan no. 8 jika digunakan metode Regula Falsi
10. Polinomial berderajat 4: f ( x)  230 x 4  18 x 3  9 x 2  221x  9

mempunyai dua akar, satu terletak pada interval   1,0 dan akar lain pada
 0,1 . Dengan nilai ketelitian   106 , tentukan akar hampiran polinomial
tersebut dengan menggunakan metode (a) Secant, dan (b) Regula Falsi.
Gunakan Matlab untuk menentukan akar hampiran tersebut.

BAB III

61
Modul Metode Numerik

Solusi Sistem Persamaan Linear

Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa memahami pengertian sistem pesamaan linear dan mampu mencari
solusi sistem persamaan linear dengan menggunakan metode numerik.

Tujuan Instruksional Khusus


Secara khusus mahasiswa diharapkan:
1. Menjelaskan pengertian persamaan linear dan sistem
persamaan linear.
2. Menuliskan bentuk sistem persamaan linear dalam
bentuk matriks.
3. Menyebutkan persyaratan suatu sistem persamaan
linear yang memiliki solusi.
4. Mencari solusi dari sistem persamaan linear secara
numerik.

Pengantar
Sistem persamaan linear merupakan salah satu model matematika yang banyak
dijumpai dalam berbagai disiplin ilmu, seperti fisika, biologi, dan teknik. Suatu
sistem persamaan linear adalah sistem persamaan yang terdiri dari sejumlah
berhingga persamaan dan sejumlah berhingga variabel.
Secara umum terdapat dua tipe metode untuk mencari solusi suatu sistem
persamaan linear, yaitu metode langsung dan tak langsung.
1. Metode langsung. Metode langsung terdiri dari metode eliminasi Gauss,
metode eliminasi Gauss-Jordan, metode matriks invers, aturan Cramer, dan
metode dekomposisi LU.
2. Metode tak langsung. Metode tak langsung disebut juga metode iterasi,
yang terdiri dari metode iterasi Jacobi dan metode iterasi Gauss-Seidel, di

62
Modul Metode Numerik

mana dalam metode iterasi ini harus diberikan nilai (solusi) awal. Teknik
iteratif jarang digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan linear (SPL)
berukuran kecil karena metode-metode langsung lebih efisien daripada
metode iteratif. Akan tetapi, untuk SPL berukuran besar, teknik iteratif lebih
efisien daripada metode langsung dalam hal penggunaan memori komputer
maupun waktu komputasi.

3.1 Sistem Persamaan Linear

Secara umum persamaan linear dengan n variabel x1 , x2 ,..., xn didefinisikan

sebagai persamaan yang dapat dinyatakan dalam bentuk


a1 x1  a2 x2  ...  an xn  b

di mana a1 , a2 ,..., an dan b merupakan konstanta real. Persamaan linear tidak


mengandung hasilkali atau akar variabel. Seluruh variabel hanya dalam bentuk
pangkat pertama dan bukan variabel bebas dari fungsi trigonometri, logaritma, atau
eksponensial.

Contoh 3.1.1 Beberapa persamaan linear, yaitu


3x  2 y  5 (3.1)
4 x1  2 x2  6 x3  14 (3.2)
Persamaan 1.1 merupakan persamaan linear (persamaan garis) dengan variable x
dan y serta koefisien 3 dan 2. Sedangkan persamaan 1.2 merupakan persamaan
linear (persamaan bidang) dengan variabel x1 , x2 , dan x 3 serta koefisien 4, 2, dan
6.

Contoh 3.1.2 Beberapa persamaan tak linear, yaitu


x1 x2  2 x2  3 x32  12 , 3x  2 y  6, y  cos x , 4
log x  e y  3

Sejumlah tertentu persamaan linear dalam variabel x1 , x2 ,..., xn disebut sistem


persamaan linear (SPL). Setiap persamaan linear dapat tidak memiliki solusi,
memiliki tepat satu solusi, atau memiliki takterhingga banyaknya solusi.

63
Modul Metode Numerik

Sebarang sistem persamaan linear yang terdiri dari n persamaan dengan n


variabel dapat ditulis sebagai
a11 x1  a12 x2  ...  a1n xn  b1
a21 x1  a22 x2  ...  a 2 n xn  b2
(3.3)
   
an1 x1  a2 x2  ...  ann xn  bn

di mana xi adalah variabel, dan aij dan bi adalah koefisien konstanta dengan
i, j  1,2,...n .

Persamaan (1.3) dapat ditulis dalam persamaan matriks


Ax  b (3.4)

di mana
 a11 a12  a1n 
a  a2 n 
 
A  aij   21
 
a22
 
 
 an1 an 2  ann 

adalah matriks koefisien,


x  [ x1 x2  xn ]T

adalah vektor tak diketahui, dan


b  [b1 b2  bn ]T

adalah vektor ruas kanan dari persamaan.


Pada proses pencarian penyelesaian dari sistem persamaan linear (3.3),
biasanya tanda +, x , dan = dihilangkan sehingga dapat diperoleh matriks berikut:
 a11 a12 ... a1n b1 
a a22 ... a2 n b2 
 21 (3.5)
    
 
am1 am 2 ... amn bm 

Matriks (1.5) disebut matriks yang diperbesar (augmented matrix).

3.2 Metode Grafik

64
Modul Metode Numerik

Untuk menggambarkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi dalam


penyelesaian sistem persamaan linear, perhatikan sistem umum dari dua persamaan
linear dengan variabel x dan y yang tidak diketahui.
a1 x  b1 y  c1 ( a1 dan b1 tidak keduanya nol)

a2 x  b2 y  c2 ( a1 dan b1 tidak keduanya nol)

Grafik kedua persamaan ini merupakan garis lurus, misal l1 dan l2 . Karena suatu
titik (x, y) terletak pada garis tersebut jika hanya jika memenuhi persamaan yang
bersangkutan, maka solusi-solusi dari sistem persamaan tersebut adalah titik-titik
potong l1 dan l2 . Terdapat dua kemungkinan, yaitu:
(a) Garis l1 dan l2 berpotongan pada satu titik, akibatnya sistem hanya
memiliki tepat satu solusi.
(b) Garis l1 dan l2 sejajar, yang berarti kedua garis tidak berpotongan,
akibatnya sistem persamaan tidak memiliki solusi.
(c) Garis l1 dan l2 berhimpitan, yang berarti titik potongnya tak berhingga,
akibatnya sistem persamaan memiliki tak berhingga banyak solusi.
Tiga kemungkinan tersebut juga berlaku untuk sebarang sistem persamaan linear.

Contoh 3.2.1 Tentukan solusi sistem persamaan linear


2x  3y  5

3 x  y  13

Penyelesaian:
Kedua persamaan tersebut dapat diilustrasikan dengan perintah

             
      x = 0:0.01:10;
y1 = (2/3)*x-5/3;
y2 = -3*x+13;
plot(x,y1,x,y2)

Sehingga diperoleh grafik di bawah ini.

65
Modul Metode Numerik

15
2x-3y = 5
3x+y = 13
10

-5

-10

-15

-20
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 3.1 Grafik 2 x  3 y  5 dan 3 x  y  13

Gambar 3.1 menunjukkan bawah kedua garis memiliki satu titik potong, akibatnya
sistem persamaan linear memiliki satu solusi. Secara manual, solusi tersebut dapat
dicari dengan menggunakan substitusi atau eliminasi. Dengan menggunakan
Matlab, solusi sistem dapat dicari dengan perintah berikut.

             
      
[x,y] = solve('2*x - 3*y = 5',
'3*x + y = 13')

Maka diperoleh
x = 4
y = 1

Jadi, sistem persamaan linear memiliki solusi x  4 dan y  1 .

Contoh 3.2.2 Tentukan solusi sistem persamaan linear


x y  4

2x  2 y  6

Penyelesaian:
Sistem persamaan dapat diilustrasikan dalam grafik berikut.

66
Modul Metode Numerik

4
x+y = 4
3.5 2x+2y = 6

2.5

1.5

0.5

-0.5

-1
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

Gambar 3.2 Grafik x  y  4 dan 2 x  2 y  6

Gambar 3.2 menunjukkan bahwa kedua garis sejajar, dan dengan perintah

             
      
[x,y] = solve('x + y = 4',
'3*x + 2*y = 6')

maka diperoleh
Warning: Explicit solution could
not be found.
x = [ empty sys ]
y = []

Jadi, sistem persamaan tidak memiliki solusi.

Contoh 3.2.3 Tentukan solusi sistem persamaan linear


2x  2 y  3

4x  4 y  6

Penyelesaian:
Sistem persamaan dapat diilustrasikan dalam grafik berikut.

67
Modul Metode Numerik

10

-2
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 3.3 Grafik 2 x  2 y  3 dan 4 x  4 y  6

Gambar 3.3 menunjukkan kedua garis saling berhimpitan, dan dengan perintah

             
      
[x,y] = solve('2x + 2y = 3',
'4*x + 4*y = 6')
maka diperoleh
x = y + 3/2
y = y

Jadi, sistem persamaan memiliki tak berhingga banyak solusi.

3.3 Metode Matriks Invers

Diberikan sistem persamaan linear dalam persamaan matriks


Ax  b
Jika matriks koefisien A adalah matriks non-singular, yaitu det( A)  0 , maka
terdapat matriks invers A1 . Dengan mengalikan kedua sisi dari persamaan
dengan A1 , maka diperoleh
A1 ( Ax)  A1b

68
Modul Metode Numerik

 ( A1 A) x  A1b

Karena A1 A  I , dengan I adalah matriks identitas, sehingga


Ix  A1b .  x  A1b .

Jadi diperoleh solusi tunggal, yaitu x  A1b . Namun, jika A adalah matriks
singular ( det( A)  0 ), maka SPL mempunyai dua kemungkinan, yaitu mempunyai
banyak tak hingga solusi atau tidak punya solusi.

Contoh 3.3.1 Tentukan solusi dari sistem persamaan linear


x1  2 x2  3 x3  5

2 x1  5 x2  3 x3  3

x1  8 x3  17

Penyelesaian:
Dalam bentuk matriks sistem tersebut dapat ditulis sebagai Ax  b , di mana

1 2 3  x1  5
A  2 5
 
3 , x  x2 , b  3
   
1 0 8  x3  17 

Matriks A mempunyai invers


 40 16 9 
A 1
  13 5  3
 5 2  1

Dengan demikian, diperoleh solusi tunggal


 40 16 9  5   1 
x  A b   13
1
5  3  3    1
 5 2  1 17   2 

atau x1  1 , x2  1 , dan x3  2 .

Dengan menggunakan Matlab, invers dari matriks A dapat ditentukan dengan


menggunakan perintah berikut.

             
      
       A = [1 2 3; 2 5 3; 1 0 8]
B = [A eye(3)]
C = rref(B)

69
Modul Metode Numerik

Bila perintah tersebut dijalankan, maka diperoleh

A =
1 2 3
2 5 3
1 0 8
B =
1 2 3 1 0 0
2 5 3 0 1 0
1 0 8 0 0 1
C =
1 0 0 -40 16 9
0 1 0 13 -5 -3
0 0 1 5 -2 -1

atau dapat juga menggunakan perintah

A = [1 2 3; 2 5 3; 1 0 8];
B = inv(A)

sehingga diperoleh invers

B =
-40 16 9
13 -5 -3
5 -2 -1

Selanjutnya, solusi dari sistem persamaan ditentukan dengan perintah

A = [1 2 3; 2 5 3; 1 0 8];
B = inv(A);
b = [5; 3; 17];
x = B*b

sehingga diperoleh solusi

x =
1
-1
2

70
Modul Metode Numerik

3.4 Aturan Cramer

Aturan Cramer adalah salah satu cara untuk mencari penyelesaian dari suatu sistem
persamaan linear (SPL) dengan menggunakan determinan. Aturan Cramer
dinyatakan dalam teorema berikut.

Teorema 3.4.1

Definisi 1.4.1
Jika Ax = b adalah suatu sistem persamaan linear (SPL) dengan n variabel dan
diketahui det(A) 0, maka penyelesaian dari SPL tersebut adalah
, , ... ,
di mana Aj adalah matriks yang diperoleh dari matriks A dengan mengganti

entri-entri pada kolom ke-j dengan entri-entri pada b.

Contoh 3.4.1 Gunakan aturan Cramer untuk menyelesaikan SPL berikut


x1 + x2 + x3 = 6

x1 + 2x2 + 3x3 = 14

x1 + 4x2 + 9x3 = 36
Teorema 2.2.1
Penyelesaian:
Sistem persamaan linear tersebut dapat diubah ke dalam bentuk persamaan matriks

1 1 1  x1   6 
1 2 3
 x  = 14  .
   2  

1 4 9
  x3  36

Sehingga diperoleh matriks-matriks


1 1 1 6 1 1 1 6 1 1 1 6
A  1 2 3 , A1  14
 2 3 , A2  1 14
 3 , dan A3  1
 2 14 
1 4 9 36 4 9 1 36 9 1 4 36

Oleh karena itu,

71
Modul Metode Numerik

det( A1 ) 2
x1  =  1,
det( A) 2
det( A2 ) 4
x2  =  2 , dan
det( A) 2
det( A3 ) 6
x3  = = 3.
det( A) 2

Jadi, diperoleh x1  1 , x2  2 , dan x3  3 .


Contoh 3.4.1 juga dapat selesaikan dengan menggunakan perintah dalam Matlab
berikut ini.

A = [1 1 1;1 2 3;1 4 9];


B = [6;14;36];
A1 = [b A(:,2) A(:,3)];
A2 = [A(:,1) b A(:,3)];
A3 = [A(:,1) A(:,2) b];
x1 = det(A1)/det(A)
x2 = det(A2)/det(A)
x3 = det(A3)/det(A)
x = [x1; x2; x3]

Dengan menjalankan perintah tersebut, akan diperoleh

x =
1
2
3

3.5 Metode Eliminasi Gauss

Metode eliminasi Gauss adalah suatu metode untuk mencari himpunan


penyelesaian dari sistem persamaan linear dengan menggunakan Operasi Baris
Elementer (OBE), sedemikian hingga matriksnya memiliki bentuk eselon baris.
Selanjutnya, matriks tersebut diubah ke dalam bentuk sistem persamaan linear dan
kemudian dilakukan substitusi balik mulai dari persamaan paling bawah.

72
Modul Metode Numerik

Contoh 3.5.1 Selesaikan sistem persamaan linear berikut ini dengan menggunakan
metode eliminasi Gauss
x1  2 x2  x3  6

x1  3 x2  2 x3  9

2 x1  x2  2 x3  12

Penyelesaian:
Matriks yang diperbesar untuk sistem persamaan linear tersebut adalah
1 2 1 6
1 3 2 9 

 2 1 2 12

Kemudian dilakukan OBE, sedemikian hingga matriks di atas menjadi bentuk


eselon baris, yaitu

1 2 1 6 B2  B1
1 2 1 6 B3  2 B1
1 2 1 6
1 9  0 3  0 3
 3 2 ~  1 1 ~  1 1
2 1 2 12 2 1 2 12 0 3 0 0

1
B3  3 B 2
1 2 1 6  B 3 
3
1 2 1 6 
0 1 1 3 0 1 1 3
~   ~  
0 0 3 9 0 0 1 3

Matriks eselon baris diubah kembali menjadi sistem persamaan linear:


x1  2 x2  x3  6

x2  x3  3

x3  3

Kemudian dilakukan substitusi balik, yaitu


x3  3

x2  3  3 , x2  0

x1  2.0  3  6 , x1  3

Jadi, diperoleh himpunan penyelesaian x1  3 , x2  0 , dan x3  3 .

73
Modul Metode Numerik

3.6 Metode Eliminasi Gauss-Jordan

Metode eliminasi Gauss-Jordan adalah suatu metode untuk mencari himpunan


penyelesaian dari sistem persamaan linear dengan menggunakan Operasi Baris
Elementer (OBE), sedemikian hingga matriksnya memiliki bentuk eselon baris
tereduksi. Selanjutnya, matriks tersebut diubah ke dalam bentuk sistem persamaan
linear dan kemudian dilakukan substitusi balik mulai dari persamaan paling bawah.
OBE pada contoh 3.5.1 dapat dilanjutkan, sedemikian hingga diperoleh
matriks bentuk eselon baris tereduksi, yaitu
1 2 1 6 B1  2 B2
1 0  1 0 B1  B3
1 0 0 3
0 1 1 3 0 1 3 0 3
 ~  1 ~  1 1
0 0 1 3 0 0 1 3 0 0 1 3

B 2  B3
1 0 0 3
0 0
~  1 0
0 0 1 3

Matriks eselon baris tereduksi diubah kembali menjadi sistem persamaan linear:
x1  3 , x2  0 , x3  3

Jadi diperoleh himpunan penyelesaian x1  3 , x2  0 , dan x3  3 .

3.7 Penyelesaian SPL dengan Menggunakan Komputer

Sistem persamaan linear dalam ukuran kecil masih dapat diselesaikan secara
manual. Namun dalam aplikasinya, seringkali kita menjumpai sistem persamaan
linear yang besar yang harus diselesaikan dengan komputer. Algoritma komputer
yang biasa digunakan untuk menyelesaikan sistem semacam ini didasarkan pada
eliminasi Gauss atau eliminasi Gauss-Jordan, tetapi prosedur dasarnya seringkali
dimodifikasi untuk menghadapi beberapa masalah, seperti
1. Mengurangi kesalahan pembulatan
2. Meminimalkan penggunaan memori komputer
3. Memaksimalkan penyelesaikan sistem persamaan linear

74
Modul Metode Numerik

Secara manual, penyelesaian sistem persamaan linear dengan metode elimasi


Gauss-Jordan lebih efektif dibandingkan eliminasi Gauss. Hal ini karena metode
eliminasi Gauss-Jordan menghindari penggunaan substitusi balik, sehingga
melibatkan sedikit perhitungan. Namun demikian, untuk sistem persamaan yang
besar, telah terbukti bahwa metode eliminasi Gauss-Jordan membutuhkan operasi
50% lebih banyak dibandingkan eliminasi Gauss. Ini merupakan pertimbangan
penting jika kita bekerja dengan komputer.

3.8 Metode Jacobi

Metode Jacobi dikenalkan oleh Carl Jacobi (1804 – 1851). Metode ini merupakan
suatu teknik penyelesaian sistem persamaan linear (SPL) berukuran n  n . Dalam
menentukan penyelesaian sistem persamaan linear, metode Jacobi menggunakan
algoritma secara rekursif. Algoritma tersebut dilakukan sampai diperoleh suatu
nilai yang konvergen dengan nilai ketelitian (toleransi) yang diberikan. Perhatikan
sistem persamaan linear dengan n persamaan dengan n variabel x1 , x2 ,..., xn
berikut.
a11 x1  a12 x2  ...  a1n xn  b1
a21 x1  a22 x2  ...  a 2 n xn  b2
(3.6)
   
an1 x1  a2 x2  ...  ann xn  bn

Persamaan ke-i dalam sistem persamaan (3.6) dinyatakan sebagai


a i1 x1  a i 2 x 2  ...  a ii xi  ...  a in x n  bi , i  1,2,..., n (3.7)
Persamaan (3.7) dapat ditulis sebagai
n
aii xi  a
j 1, j  i
ij x j  bi (3.8)

Dari persamaan (3.8) dapat diperoleh penyelesaian persamaan ke-i yaitu


1  n 
xi  bi 
aii 
a ij xj  (3.9)
j 1, j  i 
Dengan demikian prosedur iterasi metode Jacobi dapat ditulis sebagai

75
Modul Metode Numerik

1  n 
a
( k 1) (k )
xi  bi  ij xj  , i  1,2,..., n , k  0,1,2,... (3.10)
aii  j 1, j  i 
Untuk menyelesaikan sistem persamaan linear dengan metode Jacobi diperlukan
suatu nilai titik (pendekatan) awal, yaitu x ( 0 ) . Nilai x ( 0 ) biasanya tidak diketahui
dan dipilih x ( 0 )  0 .

 Konvergensi Metode Jacobi

Untuk menyelesaikan sistem persamaan linear dengan metode iterasi, koefisien


matriks A dipecah menjadi dua bagian, yaitu N dan P, sedemikian sehingga
A  N  P . Dengan demikian dapat diperoleh
N  x  x ( k 1)   P x  x ( k ) 
atau
x  x ( k 1)
  G x  x  , (k )
dengan G  N 1P . (3.11)
Kemudian didefinisikan error pada iterasi ke-k, yaitu
e( k )  x  x ( k ) . (3.12)
Sehingga error pada iterasi ke- (k  1) dapat dinyatakan sebagai
e( k 1)  Ge( k ) (3.13)
Kemudian
e (1)  Ge( 0 )
e ( 2)  Ge(1)  G (Ge( 0) )  G 2e ( 0)

e(3)  Ge( 2)  G (G 2e ( 0) )  G 3e ( 0 )

e ( k )  G k e ( 0) (3.14)
Pada persamaan (3.14), tampak bahwa e( k )  0 untuk k   jika dan hanya jika
G k  0 untuk k   . Dengan mengambil norm persamaan (3.13) diperoleh
e ( k )  G k e( 0 )  G k . e ( 0)

Dengan sifat norm vektor, yaitu AB  A . B , maka dapat ditunjukkan bahwa


k
Gk  G .

76
Modul Metode Numerik

Dengan demikian diperoleh


k
e( k )  G . e(0) .
Oleh karena itu, jika G 1 maka e( k )  0 untuk k   untuk sebarang e ( 0 ) .
Hal ini menunjukkan bahwa syarat cukup agar metode iterasi konvergen adalah
G  1. Selanjutnya, perhatikan kembali persamaan (3.10), yaitu
1  n 
a
( k 1) (k )
xi  bi  ij xj 
aii  j 1, j  i 
Persamaan tersebut dapat ditulis kembali sebagai
n  aij  ( k )  bi

( k 1)
xi     x j  
 aii
j 1, j  i    aii
Jadi, matriks G (matriks iterasi) adalah

 0  aa12   aa1n 
 a21 11
a2 n 
11

 a22 0   a22  .
G
  
 a an 2

 ann  ann  0 
n1

Oleh karena itu, metode Jacobi akan konvergen jika


n aij
G  max
1 i  n

j 1, j  i aii
1

atau dengan kata lain syarat cukup agar metode Jacobi konvergen adalah
n aij

j 1, j  i aii
 1 , i  1,2,..., n .

atau ekuivalen dengan


n
aii  a
j 1, j  i
ij , i  1,2,..., n (3.15)

Sebuah mtriks yang memenuhi kondisi (3.15) disebut sebagai matriks yang
dominan secara diagonal (strictly diagonally dominant). Jadi, metode Jacobi akan
konvergen jika matriks koefisien dominan secara diagonal.

77
Modul Metode Numerik

Selanjutnya, dalam menganalisis error metode iterasi, untuk menjamin


bahwa x  x ( k 1)   (  adalah nilai ketelitian), iterasi dapat dihentikan jika
G
x ( k 1)  x ( k )  
1 G

 Algoritma Metode Jacobi

Input: n Ukuran SPL


a i , j  i  1,2,..., n dan j  1,2,..., n
b[i ] i  1,2,..., n
x[i ] i  1,2,..., n
(titik awal)
eps Error (nilai ketelitian)
itemax Batas maksimum iterasi
Output: x[i ] i  1,2,..., n solusi SPL
Langkah-langkah:
1. Tetapkan iter = 0
2. Tetapkan error = 0
3. Untuk i  1,2,..., n
s=0
Untuk j  1,2,..., n
Jika j  i maka s = s + a i, j  . x[ j ]
xbaru[i ] =  b[i ]  s  / a[i , i ]
s = abs   xbaru[i ]  x[i ] / xbaru[i ]
Jika s > error maka error = s
4. Untuk i  1,2,..., n
x[i ]  xbaru[i ]
5. Jika error < eps maka ‘selesai’
6. iter = iter + 1
7. Jika iter > itemax
maka ‘proses belum konvergen’, stop
8. Kembali ke langkah 2

Contoh 2.8.1 Tuliskan dua iterasi metode Jacobi dengan titik awal x ( 0 )  0 dari
sistem persamaan linear berikut.
3 x1  x2  x3  6

x1  4 x2  x3  8

78
Modul Metode Numerik

x1  2 x2  4 x3  9

Penyelesaian:
Dari baris pertama, kedua, dan baris ketiga berturut-turut diperoleh

x1  1
3
 6  x2  x3 
x2  1
4
 8  x1  x3 
x3   14  9  x1  2 x2 
Dengan demikian, prosedur iterasi metode Jacobi adalah

x1
( k 1)

 13 6  x2  x3
(k ) (k )

 8  x  x 
( k 1) 1 (k ) (k )
x2 4 1 3

  9  x  2 x 
( k 1) 1 (k ) (k )
x3 4 1 2

dengan k  0,1,2,... .
Diketahui titik awal x ( 0 )  0 , sehingga untuk k  0 diperoleh
(1)

x1  13 6  x2  x3
(0) (0)

 13 (6  0  0)

2
(1)

x2  14 8  x1  x3
( 0) (0)

 14 (8  0  0)
2
(1)
x3   14 9  x1  2 x2  (0) ( 0)

  14  9  0  2(0) 

  94
dan untuk k  1 diperoleh
( 2)

x1  13 6  x2  x3
(1) (1)

79
Modul Metode Numerik

 13  6  2    94  
 7
12

x2
( 2)
 (1)
 14 8  x1  x3
(1)

 14  8  2    94  
 33
16

x3
( 2)

  14 9  x1  2 x2
(1) (1)

  14  9  2  2(2) 

  34

Jadi, solusi hampiran sistem persamaan adalah x1  , x2  , dan x3   34 .


7 33
12 16

Contoh 2.8.2 Tentukan solusi hampiran dari sistem persamaan linear pada Contoh
2.8.1 dengan metode Jacobi, dengan titik awal x ( 0 )  0 dan nilai ketelitian
(toleransi) sebesar 5  1011 .

Penyelesaian:
Solusi hampiran dapat dicari dengan menggunakan perintah berikut ini.

%Matriks koefisien
A=[3 1 -1;1 4 1;1 2 -4];
%Elemen matriks b
b=[6;8;9];
%Titik awal
x0=[0;0;0];
disp(' METODE JACOBI ')
disp(' ====================================')
eps = input('Masukkan nilai ketelitian : ');
itemax = input('Masukkan jumlah iterasi maksimum : ');
disp(' ')
disp(' Memulai Proses Iterasi ')
disp(' ====================================')
disp(' k x1 x2 x3 ')
n = length(b);
x1 = x0 ;
format short
for k=1:1:itemax,

80
Modul Metode Numerik

for i=1:n,
S=b(i)-A(i,1:i-1)*x0(1:i-1)-A(i,i+1:n)*x0(i+1:n);
x1(i)=S/A(i,i);
end
g=abs(x1-x0);
err=norm(g);
relerr=err/(norm(x1));
disp([k, x1'])
x0=x1;
if(err<eps)|(relerr<eps),
break,
end
end

Sehingga diperoleh

METODE JACOBI
====================================
Masukkan nilai ketelitian : 0.00000000005
Masukkan jumlah iterasi maksimum : 25

Memulai Proses Iterasi


====================================
k x1 x2 x3
1.0000 2.0000 2.0000 -2.2500
2.0000 0.5833 2.0625 -0.7500
3.0000 1.0625 2.0417 -1.0729
4.0000 0.9618 2.0026 -0.9635
5.0000 1.0113 2.0004 -1.0082
6.0000 0.9971 1.9992 -0.9970
7.0000 1.0013 2.0000 -1.0011
8.0000 0.9996 2.0000 -0.9997
9.0000 1.0001 2.0000 -1.0001
10.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
11.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
12.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
13.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
14.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
15.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
16.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
17.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
18.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
19.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
20.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
21.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
22.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
23.0000 1.0000 2.0000 -1.0000

Jadi dengan nilai ketelitian   5  1011 , terdapat 23 iterasi untuk memperoleh


solusi hampiran dari SPL, yaitu x1  1 , x2  2 , dan x3  1 .

81
Modul Metode Numerik

3.9 Metode Gauss-Seidel

Metode Gauss-Seidel dikenalkan oleh Johann Carl Friedrich Gauss (1777 – 1855)
dan Philipp Ludwig von Seidel (1821 – 1896). Metode Gauss-Seidel pada
( k 1)
prinsipnya hampir sama dengan metode Jacobi. Pada metode Jacobi, xi

dihitung dari x1( k ) , x2( k ) ,..., xn( k ) , tetapi nilai estimasi baru dari

x1( k 1) , x2( k 1) ,..., xi(k11) sudah dihitung. Dalam metode Gauss-Seidel, nilai estimasi

baru tersebut digunakan dalam perhitungan. Seperti dalam metode Jacobi,


penyelesaian persamaan ke-i dapat ditulis sebagai
ai1 x1  ai 2 x2  ...  aii x1  ...  ain xn  bi , i  1,2,..., n

atau
n
aii x1  a
j 1, j  i
ij x j  bi

atau
1  n 
xi 
aii
bi  a ij xj 
 j 1, j  i 
atau
1  i 1 n 
xi  bi   aij x j  a ij xj  .
aii  j 1 j  i 1 
( k 1)
Karena nilai estimasi baru x1 , x2( k 1) ,..., xi(k11) digunakan dalam perhitungan,

sehingga prosedur iterasi metode Gauss-Seidel dapat ditulis sebagai


1  i 1 n 
 i  aij x j a
( k 1) ( k 1) (k )
xi  b   ij xj  , i  1,2,..., n , k  0,1,2,... (3.16)
aii  j 1 j  i 1 
Seperti pada metode Jacobi, untuk menyelesaikan sistem persamaan linear dengan
metode Gauss-Seidel juga diperlukan suatu nilai titik (pendekatan) awal, yaitu
x ( 0 ) . Nilai x ( 0 ) biasanya tidak diketahui dan dipilih x ( 0 )  0 .

82
Modul Metode Numerik

 Konvergensi Metode Gauss-Seidel

Metode Gauss-Seidel memiliki konvergensi yang sama dengan metode Jacobi,


yaitu akan konvergen jika matriks koefisien dominan secara diagonal. Selain itu,
iterasi juga berhenti jika
G
x ( k 1)  x ( k )   ,
1 G

dengan  adalah nilai ketelitian (toleransi) yang diberikan.

 Algoritma Metode Jacobi

Input: n Ukuran SPL


a i , j  i  1,2,..., n dan j  1,2,..., n
b[i ] i  1,2,..., n
x[i ] i  1,2,..., n
eps Error (nilai ketelitian)
itemax Batas maksimum iterasi
Output: x[i ] i  1,2,..., n solusi SPL
Langkah-langkah:
1. Tetapkan iter = 0
2. Tetapkan error = 0
3. Untuk i  1,2,..., n
s=0
Untuk j  1,2,..., n
Jika j  i maka s = s + a i, j  . x[ j ]
xbaru =  b[i ]  s  / a[i, i ]
s = abs   xbaru  x[i ] / xbaru 
Jika s > error maka error = s
x[i ]  xbaru

4. Untuk i  1,2,..., n
x[i ]  xbaru[i ]
5. Jika error < eps maka ‘selesai’
6. iter = iter + 1
7. Jika iter > itemax
maka ‘proses belum konvergen’, stop
8. Kembali ke langkah 2

83
Modul Metode Numerik

Contoh 2.9.1 Tuliskan dua iterasi metode Gauss-Seidel dengan titik awal x ( 0 )  0
dari sistem persamaan linear berikut.
3 x1  x2  x3  6

x1  4 x2  x3  8

x1  2 x2  4 x3  9

Penyelesaian:
Dari baris pertama, kedua, dan baris ketiga berturut-turut diperoleh
x1  1
3
 6  x2  x3 
x2  1
4
 8  x1  x3 
x3   14  9  x1  2 x2 
Dengan demikian, prosedur iterasi metode Gauss-Seidel adalah

x1
( k 1)

 13 6  x2  x3
(k ) (k )

x2
( k 1)

 14 8  x1
( k 1)
 x3
(k )

x3
( k 1)
  14 9  x1  ( k 1)
 2 x2
( k 1)

dengan k  0,1,2,... .
Karena diambil titik awal x ( 0 )  0 , maka untuk k  0 diperoleh
(1)
x1  13 6  x2  x3  ( 0) (0)

 13 (6  0  0)
2
(1)
x2  14 8  x1  x3  (1) (0)

 14 (8  2  0)

 3
2

(1)
x3   14 9  x1  2 x2  (1) (1)

  14  9  2  2( 32 ) 
 1

84
Modul Metode Numerik

dan untuk k  1 diperoleh


( 2)
x1  13 6  x2  x3  (1) (1)

 13  6  32    1 
 7
6

x2
( 2)

 14 8  x1  x3
( 2) (1)

 14  8  76    1 
 47
24

x3
( 2)
 ( 2)
  14 9  x1  2 x2
( 2)

  14  9  76  2( 47
24
)
  47
48

Jadi, solusi hampiran sistem persamaan adalah x1  , x2  , dan x3   47


7 47
6 24 48 .

Contoh 2.9.2 Tentukan solusi hampiran dari sistem persamaan linear pada Contoh
2.9.1 dengan metode Gauss-Seidel, dengan titik awal x ( 0)  0 dan nilai ketelitian
(toleransi) sebesar 5  1011 .

Penyelesaian:
Solusi hampiran dapat dicari dengan menggunakan perintah berikut ini.

%Matriks koefisien
A=[3 1 -1;1 4 1;1 2 -4];
%Elemen matriks b
b=[6;8;9];
%Titik awal
x0=[0;0;0];
disp(' METODE GAUSS-SEIDEL ')
disp(' ====================================')
eps = input('Masukkan nilai ketelitian : ');
itemax = input('Masukkan jumlah iterasi maksimum : ');
disp(' ')
disp(' Memulai Proses Iterasi ')
disp(' ====================================')
disp(' k x1 x2 x3 ')
n = length(b);
x1 = x0 ;
format short
for k=1:1:itemax,
85
Modul Metode Numerik

for i=1:n,
S=b(i)-A(i,1:i-1)*x1(1:i-1)-A(i,i+1:n)*x0(i+1:n);
x1(i)=S/A(i,i);
end
g=abs(x1-x0);
err=norm(g);
relerr=err/(norm(x1));
disp([k, x1'])
x0=x1;
if(err<eps)|(relerr<eps),
break,
end
end

Sehingga diperoleh

METODE GAUSS-SEIDEL
====================================
Masukkan nilai ketelitian : 0.00000000005
Masukkan jumlah iterasi maksimum : 20

Memulai Proses Iterasi


====================================
k x1 x2 x3
1.0000 2.0000 1.5000 -1.0000
2.0000 1.1667 1.9583 -0.9792
3.0000 1.0208 1.9896 -1.0000
4.0000 1.0035 1.9991 -0.9996
5.0000 1.0004 1.9998 -1.0000
6.0000 1.0001 2.0000 -1.0000
7.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
8.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
9.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
10.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
11.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
12.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
13.0000 1.0000 2.0000 -1.0000
14.0000 1.0000 2.0000 -1.0000

Dari hasil tersebut, terlihat bahwa dengan metode Gauss-Seidel hanya dibutuhkan
14 iterasi untuk memperoleh solusi hampiran x1  1 , x2  2 , dan x3  1 .
Sedangkan metode Jacobi membutuhkan 23 iterasi. Dengan demikian, metode
Gauss-Seidel memiliki konvergensi lebih cepat daripada metode Jacobi.

86
Modul Metode Numerik

EVALUASI

Kerjakan soal-soal berikut ini dengan benar


1. Selesaikan sistem persamaan linear berikut dengan metode matriks invers,
aturan Cramer, dan eliminasi Gauss.
x+y+z=2
2x + 3y – z = 8
x – y – z = –8
2. Selesaikan sistem persamaan linear berikut dengan metode eliminasi Gauss
dan eliminasi Gauss-Jordan.
3x – y + 7z = 0
1
2x – y + 4z =
2
x–y+z=1
6x – 4y + 10z = 3
3. Dengan titik awal x ( 0 )  0 , tuliskan dua iterasi metode Jacobi terhadap
sistem persamaan linear berikut.
a. 4 x1  x2  2 x3  7

2 x1  5 x2  x3  1

 2 x1  x2  4 x3  6

b. 3 x1  x2  x3  3

x1  5 x2  2 x3  0

2 x1  2 x2  5 x3  1

4. Dengan titik awal x ( 0)  0 , tuliskan dua iterasi metode Gauss-Seidel


terhadap sistem persamaan linear pada soal no. 4.
5. Tentukan solusi hampiran dari sistem persamaan linear pada soal no. 4
dengan metode Jacobi dan metode Gauss-Seidel, dengan titik awal x ( 0)  0
dan nilai ketelitian (toleransi) sebesar 5  10 11 .

87
Modul Metode Numerik

BAB IV

Interpolasi dan Regresi

Tujuan Instruksional Umum


Mahasiswa menguasai dan memahami cara melakukan interpolasi dan regresi
dengan metode numerik.

Tujuan Instruksional Khusus


Secara khusus mahasiswa diharapkan:
1. Menjelaskan pengertian pendekatan sebuah fungsi.
2. Menjelaskan pengertian interpolasi.dan ekstrapolasi.
3. Menjelaskan pengertian interpolasi linear, kuadrat dan kubik.
4. Menghitung solusi pendekatan dari suatu persoalan dengan
interpolasi linear, kuadrat dan kubik.
5. Menjelaskan pengertian regresi.

Pengantar
Data yang sering dijumpai di lapangan oleh ahli ilmu alam atau rekayasawan sering
dalam bentuk data diskrit, yang umumnya disajikan dalam bentuk tabel. Sebagai
contoh, berikut ini adalah data suhu kota Padang pada suatu hari.

Table 4.1 Suhu kota Padang pada Pukul 1 - 12

Pukul 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Suhu
19 17 18 20 21 24 27 29 32 31 33 34
(dalam oC)

Masalah yang sering dijumpai terhadap data tersebut adalah menentukan suatu nilai
di antara titik-titik tersebut, tanpa melakukan pengukuran lagi. Misalkan kita ingin

88
Modul Metode Numerik

mengetahui berapa suhu kota Padang pada pukul 1 lebih 30 menit? Pertanyaan ini
tidak dapat terjawab secara langsung, karena fungsi yang menghubungkan antara
variabel waktu dan suhu tidak diketahui. Salah satu solusinya adalah dengan
mencari fungsi yang mencocokkan (fit) titik-titik dalam tabel tersebut. Pendekatan
semacam ini disebut pencocokan kurva (curve fitting) dan fungsi yang diperoleh
dengan pendekatan ini merupakan fungsi hampiran, sehingga nilai fungsi yang
diperoleh juga merupakan nilai hampiran. Meskipun demikian, cara pendekatan ini
dalam praktek sudah mencukupi, karena rumus yang menghubungkan dua variabel
atau dua besaran seringkali sulit ditemukan.
Pencocokkan kurva adalah sebuah metode yang mencocokkan titik data
dengan sebuah kurva fungsi. Hal ini dibedakan menjadi dua metode, yaitu

5. Regresi
Data hasil pengukuran umumnya mengandung error yang cukup berarti,
karena data ini tidak terlalu teliti, maka kurva yang mencocokan titik –titik data itu
tidak perlu melalui semua titik. Strategi yang digunakan adalah menentukan kurva
yang mewakili kecenderungan titik data, yakni kurva mengikuti pola titik sebagai
kelompok. Perhatikan gambar berikut ini.

Gambar 4.1 Regresi

89
Modul Metode Numerik

Kurva tersebut dibuat sedemikian sehingga selisih antara titik data dengan
titik hampirannya di kurva sekecil mungkin. Metode pencocokkan kurva seperti ini
dinamakan regresi kuadrat terkecil (least square regression). Error yang timbul,
mungkin disebabkan oleh kesalahan pengukuran, ketidaktelitian alat ukur yang
digunakan atau karena sifat sistem yang diukur.

6. Interpolasi
Jika data yang diketahui mempunyai ketelitian yang sangat tinggi, maka
kurva cocokannya dibuat melalui setiap titik dalam data. Metode seperti ini
dinamakan interpolasi titik-titik data dengan sebuah fungsi. Perhatikan gambar
berikut ini.
y

Gambar 4.2 Interpolasi

Jika fungsi cocokan yang digunakan berbentuk polinom, yaitu


pn ( x)  a0  a1 x  ...  an x n ,

maka polinom tersebut dinamakan polinom interpolasi. Selain dengan polinom,


interpolasi titik-titik data dapat dilakukan dengan fungsi spline, fungsi rasional,
atau dengan deret Fourier.
Interpolasi memegang peranan yang sangat penting dalam metode numerik.
Fungsi yang tampak sangat rumit, akan menjadi sederhana jika dinyatakan dalam

90
Modul Metode Numerik

polinom interpolasi. Sebagian besar metode integrasi numerik, metode persamaan


difrensial biasa dan metode turunan numerik didasarkan pada polinom interpolasi,
sehingga banyak yang menyatakan bahwa interpolasi merupakan pokok bahasan
yang fundamental dalam metode numerik.

4.1 Interpolasi Polinom

Diberikan (n+1) buah titik yang berbeda, yaitu ( x0 , y 0 ) , ( x1 , y1 ) …


( x n , y n ) . Misal p n (x ) adalah polinom yang menginterpolasi (melewati) semua

titik-titik tersebut, sedemikian sehingga


yi  pn ( xi ) , untuk i  0,1,2,..., n

Nilai y i dapat berasal dari fungsi matematika f (x) , misalkan f ( x )  ln x ,


f ( x )  Sin x , dan sebagainya, sedemikian sehingga y i  f ( xi ) atau y i dapat

diperoleh secara emperik (hasil dari pengamatan percobaan di Laboratorium).


Misal polinom p n (x) diilustrasikan pada gambar berikut.

( x4 , y41 )
( x1 , y1 )
( a, pn ( a ))

( x3 , y3 ) ( xn , y n )
( xn 1 , yn 1 )
( x0 , y0 ) ( a, pn ( a ))
( x2 , y 2 )

x0 xa xn x  a

Gambar 4.3 Interpolasi dan Ekstrapolasi

91
Modul Metode Numerik

Setelah diperoleh polinom interpolasi p n (x ) , maka p n (x ) tersebut dapat

digunakan untuk menghitung perkiraan nilai y di x  a , yaitu y  pn (a ) . Posisi

titik x  a mungkin terletak di antara titik-titik data, x0  a  xn , atau terletak di

luar titik-titik data, yaitu a  x0 atau xn  a . Jika


a. x0  a  x n , maka y k  p k (a ) disebut nilai interpolasi.
b. a  x0 atau xn  a , maka y k  p k (a ) disebut nilai ekstrapolasi.
Suatu titik-titik data dapat diinterpolasi dengan polinom linear, polinom
kuadratis, polinom kubik atau polinom derajat yang lebih tinggi, tergantung pada
jumlah titik-titik data yang tersedia.

4.1.1 Interpolasi Linear

Interpolasi linear adalah interpolasi dua buah titik dengan sebuah garis
lurus. Misalkan dua buah titik, ( x0 , y 0 ) dan ( x1 , y1 ) . Polinom yang menginter-
polasi kedua titik tesebut adalah sebuah persamaan garis lurus yang berbentuk
p1 ( x )  a 0  a1 x (4.1)
dengan a0 dan a1 adalah koefisien konstan. Garis yang menginterpolasi titik-titik
( x 0 , y 0 ) dan ( x1 , y1 ) dapat diilustrasikan sebagai berikut.

y
( x1 , y1 )

( x0 , y0 )

x
x0 x1

Gambar 4.4 Interpolasi Linear

92
Modul Metode Numerik

Koefisien a0 dan a1 pada persamaan (4.1) dapat ditentukan melalui substitusi

dan eliminasi. Dengan mensubstitusikan ( x 0 , y 0 ) dan ( x1 , y1 ) ke dalam


persamaan tersebut diperoleh dua buah persamaan linier, yaitu
y 0  a 0  a1 x 0

y1  a 0  a1 x1

Jika kedua persamaan tersebut diselesaikan dengan eliminasi, maka diperoleh


x1 y 0  x 0 y1
a0  (4.2)
x1  x 0

dan
y1  y 0
a1  (4.3)
x1  x 0

Selanjutnya, persamaan (4.2) dan (4.3) disubstitusikan ke dalam persamaan (4.1)


untuk mendapatkan persamaan garis lurus
x1 y0  x0 y1 ( y1  y2 )
p1 ( x)   x (4.4)
( x1  x0 ) ( x1  x0 )
Dengan melakukan manipulasi aljabar pada persamaan (4.4), maka diperoleh
x1 y0  x0 y1 ( y1  y2 )
p1 ( x)   x
( x1  x0 ) ( x1  x0 )
x1 y0  x0 y1  xy1  xy0
 p1 ( x) 
x1  x0
x1 y0  x0 y1  xy1  xy0  x0 y0  x0 y0
 p1 ( x) 
x1  x0
( x1  x0 ) y0  ( y1  y0 )( x  x0 )
 p1 ( x) 
x1  x0
( y1  y0 )
 p1 ( x)  y0  ( x  x0 )
( x1  x0 )
(4.5)
Persamaan (4.5) merupakan persamaan garis lurus yang melalui dua buah titik
( x 0 , y 0 ) dan ( x1 , y1 ) .

93
Modul Metode Numerik

Contoh 4.1.1 Perkirakan jumlah penduduk Amerika Serikat (dalam jutaan) pada
tahun 1968 berdasarkan data pada table berikut.

Table 4.1 Jumlah Penduduk AS Tahun 1960 dan 1970

Tahun 1960 1970

Jumlah penduduk 179.3 203.2

Penyelesaian:
Misal x 0  1960 , y0  179.3 dan x1  1970 , y1  203.2 . Dengan
menggunakan persamaan (4.5), maka diperoleh
(203.2  179.3)(1968  1960)
p1 (1968)  179.3 
1970  1960
 198.4
Jadi taksiran jumlah penduduk AS pada tahun 1968 adalah 198.4 juta.

Contoh 4.1.2 Dari data, diketahui bahwa ln(9.0) = 2.1972 dan ln(9.5) = 2.2513.
Tentukan nilai ln(9.2) dengan interpolasi linear sampai 5 angka dibelakang koma.
Bandingkan hasilnya dengan nilai eksaknya, yaitu ln(9.2)= 2.2192.

Penyelesaian:
Misal x0  9.0 , y0  2.1972 dan x1  9.5 , y1  2.2513 . Dengan
menggunakan persamaan (4.5), maka diperoleh
( 2.2513  2.1972)(9.2  9.0)
p1 (9.2)  2.1972 
9.5  9.0
 2.2188
Karena nilai eksak ln(9,2) = 2,2192, sehingga
Error = 2.2192-2.2188
= 0.0004.
Dari hasil tersebut terlihat bahwa interpolasi linear tidak cukup untuk memperoleh
ketelitian sampai 5 angka signifikan, hanya sampai 3 angka signifikan.

94
Modul Metode Numerik

4.1.2 Interpolasi Kuadratik

Misal diberikan tiga buah titik data ( x0 , y 0 ) , ( x1 , y1 ) dan ( x 2 , y 2 ) .


Polinom yang menginterpolasi ketiga buah titik tersebut adalah berupa polinom
kuadratik yang persamaannya berbentuk
p 2 ( x)  a 0  a1 x  a 2 x 2 (4.6)
dengan a0 , a1 , dan a2 adalah koefisien konstan. Kurva yang menginterpolasi

titik-titik ( x0 , y 0 ) , ( x1 , y1 ) , dan ( x2 , y2 ) dapat diilustrasikan sebagai berikut.

( x1 , y1 )

( x0 , y0 )
( x2 , y 2 )

Gambar 4.5 Interpolasi Kuadratik

Polinom p 2 ( x ) ditentukan dengan cara mensubstitusikan titik-titik ( x0 , y 0 )

, ( x1 , y1 ) , dan ( x2 , y2 ) ke dalam persamaan (4.6), sehingga diperoleh tiga


parsamaan yang tidak diketahui, yaitu
a 0  a1 x 0  a 2 x 02  y 0

a 0  a1 x1  a 2 x12  y1 (4.7)
a 0  a1 x 2  a 2 x 22  y 2

Untuk menentukan nilai a0 , a1 , dan a 2 dari sistem persamaan (4.7) dapat


digunakan metode eliminasi Gauss.

95
Modul Metode Numerik

Contoh 4.1.3 Diberikan titik data ln(8.0) = 2.0794, ln(9.0) = 2.1972, dan ln(9.5) =
2.2513. Tentukan nilai ln(9.2) dengan interpolasi kuadratik.

Penyelesaian:
Misal x0  8.0 , y0  2.0794 , x1  9.0 , y1  2.1972 , dan x2  9.5 ,
y2  2.2513 . Dengan menggunakan persamaan (4.6), maka diperoleh
a 0  8,0a1  64,00a 2  2,0794

a 0  9,0a1  81,00a 2  2,1972

a 0  9,5a1  90,25a 2  2,2513

Dengan menggunakan metode eliminasi Gauss, maka dihasilkan nilai


a0  0.6762 , a1  0.2266 , dan a2  0.0064 .

Sehingga polinom kuadratnya adalah


p 2 ( x)  0,6762  0,2266 x  0,0064 x 2 .

Jadi diperoleh p2 (9.2)  2.2192 . Hasil perhitungan ini sama dengan nilai
eksaknya, yaitu sampai 5 angka signifikan.

4.1.3 Interpolasi Kubik

Misalk diberikan empat buah titik ( x0 , y 0 ) , ( x1 , y1 ) , ( x 2 , y 2 ) dan


( x3 , y 3 ) . Polinom yang menginterpolasi keempat buah titik tersebut adalah
berupa polinom kubik yang persamaannya berbentuk
p3 ( x)  a 0  a1 x  a 2 x 2  a3 x 3 (4.8)
dengan a0 , a1 , a2 , dan a3 adalah koefisien konstan. Kurva yang

menginterpolasi titik-titik ( x0 , y 0 ) , ( x1 , y1 ) , dan ( x2 , y2 ) dapat diilustrasikan


sebagai berikut.

y
( x1 , y1 )
( x4 , y4 )

96
Modul Metode Numerik

( x0 , y0 )
( x2 , y 2 )
x

Gambar 4.6 Interpolasi Kubik

Polinom p3 ( x) ditentukan dengan mensubstitusikan titik-titik ( x0 , y 0 ) , ( x1 , y1 )

, ( x2 , y2 ) , dan ( x3 , y3 ) ke dalam persamaan (4.8), sehingga diperoleh tiga


parsamaan yang tidak diketahui, yaitu
a 0  a1 x1  a 2 x12  a3 x13  y1

a 0  a1 x 2  a 2 x 22  a3 x 23  y 2 (4.9)
a0  a1 x3  a 2 x32  a3 x33  y 3

Untuk menentukan nilai a0 , a1 , a 2 , dan a3 dari sistem persamaan (4.9) dapat


digunakan metode eliminasi Gauss.
Dengan cara yang sama, kita dapat membuat polinom interpolasi berderajat n
yang dirumuskan oleh
n
pi ( x)   ai x i  a 0  a1 x  a 2 x 2  a 3 x 3  ...  a n x n (4.10)
i 0

asalkan terdapat ( n  1) buah titik. Dengan mensubtitusikan titik ( xi , y i ) ke

dalam persamaan (4.10), untuk i  0,1, 2, 3,..., n , akan diperoleh n buah


persamaan

a0  a1 x0  a 2 x02  a3 x03  ...  a n x0n  y 0

a 0  a1 x1  a 2 x12  a3 x13  ...  a n x1n  y1

97
Modul Metode Numerik

a0  a1 x 2  a 2 x 22  a3 x 23  ...  a n x 2n  y 2 (4.11)
… … …. ….. … … .
a 0  a1 x n  a 2 x n2  a3 x n3  ...  a a x nn  y n .

Seperti persamaan sebelumnya, nilai a 0 , a1 , a 2 , a3 ,...a n dapat ditentukan dengan


menggunakan metode eliminasi Gauss.

4.2 Interpolasi dengan Matlab

Contoh yang sederhana dalam interpolasi adalah plot Matlab. Matlab secara
otomatis akan menggambar garis lurus yang menghubungkan titik-titik data.
Interpolasi ini dikatakan linear dan memperkirakan bahwa nilai-nilai antara berada
pada garis lurus tersebut. Jelas bahwa ketika jumlah data semakin banyak dan jarak
masing-masing titik semakin kecil, maka tingkat akurasi dari interpolasi akan
semakin tinggi.

Contoh 4.2.1 Diberikan perintah berikut.

x1 = linspace(0,2*pi,5);
x2 = linspace(0,2*pi,50);
plot(x1,sin(x1),x2,sin(x2));
grid on

Dengan menjalankan perintah tersebut, maka diperoleh

98
Modul Metode Numerik

0.8

0.6

0.4

0.2

-0.2

-0.4

-0.6

-0.8

-1
0 1 2 3 4 5 6 7

Gambar 4.7 Grafik fungsi sin( x ) .

Dari dua grafik sinus di atas, jelas bahwa yang diplot dengan jumlah titik sebanyak
50 data memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi daripada 5 data, sehingga untuk
mengestimasi nilai-nilai fungsi di antara titik-titik yang sudah diketahui juga akan
semakin mendekati kebenaran. Sebagai ilustrasi, perhatikan contoh berikut.

Contoh 4.2.2 Berikut adalah data suhu di kota Padang

Pukul 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Suhu
19 17 18 20 21 24 27 29 32 31 33 34
(dalam oC)

Data di atas dapat disimpan dalam Matlab dengan dua variabel, yaitu waktu dan
suhu, dengan perintah

waktu = 1:12;
suhu = [19 17 18 20 21 24 27 29 32 31
33 34];
plot(waktu,suhu,waktu,suhu,'+')
title('Suhu di Kota Padang')
xlabel('Waktu'), ylabel('Derajat 99
Celcius')
grid on
Modul Metode Numerik

Maka figure window Matlab akan menampilkan grafik sebagai berikut.

Suhu di Kota Padang


34

32

30

28
Derajat Celcius

26

24

22

20

18

16
0 2 4 6 8 10 12
Waktu

Gambar 4.8 Grafik suhu di kota Padang


Seperti terlihat dalam grafik, Matlab menggambar garis lurus untuk
menghubungkan titik-titik data yang ada, dan secara linear menginterpolasi
(mengestimasi) data-data point. Untuk memperkirakan suhu pada setiap waktu
yang diminta, kita cukup menginterpretasikan grafik secara visual.
Alternatif lain dalam menginterpolasi data adalah dengan menggunakan
fungsi ‘interp’ yang disediakan oleh Matlab. Ada beberapa pendekatan untuk
interpolasi, tergantung dari asumsi yang dibuat. Interpolasi juga dimungkinkan
untuk data dengan dua atau lebih dimensi. Misal jika diberikan suatu fungsi dari

100
Modul Metode Numerik

dua variabel, yaitu z  f ( x, y ) , maka bisa diinterpolasi nilai-nilai antara kedua


variabel x dan y untuk mendapatkan nilai antara fungsi dari z. Matlab menyediakan
pilihan interpolasi dlam 1-dimensi, yaitu fungsi ‘interp1’, dan dalam 2-dimensi,
yaitu fungsi ‘interp2’.

4.2.1 Interpolasi Linear

Dari contoh sebelumnya, kondisi suhu di kota Padang dapat diinterpolasi


dengan dengan Matlab dengan perintah sebagai berikut.

waktu = 1:12;
suhu = [19 17 18 20 21 24 27 29 32 31
33 34];
t1 = interp1(waktu,suhu,4.25)
t2 = interp1(waktu,suhu,9.5)

dengan t1 dan t2 berturut-turut adalah perkiraan suhu pada pukul 4 lewat 15 menit
dan pukul 9 lewat 30 menit. Jika perintah di atas dijalankan, maka diperoleh

t1 =
20.2500
t2 =
31.5000

Jadi, dperoleh suhu pada pukul 04.15 sebesar 20.25oC dan suhu pada pukul 09.30
sebesar 31.5oC.
Fungsi interp1 yang digambarkan dalam interp1( x, y , x0 ), di mana x adalah
variabel bebas, y adalah variabel terikat, dan x0 adalah array dari nilai yang akan
diinterpolasi. Penggunaan interpolasi ini disebut linear interpolasi.

4.2.2 Interpolasi Spline

101
Modul Metode Numerik

Selain berasumsi bahwa nilai-nilai data dihubungkan dengan garis lurus,


kita juga dapat berasumsi bahwa kurva mulus juga dapat digunakan untuk
merepresentasikan hubungan antara nilai-nilai data. Asumsi yang paling umum
adalah interpolasi kubik. Perintah dalam Matlab sama dengan interpolasi biasa,
yaitu interp1, namun ditambahkan keterangan spline.

Contoh 4.2.3 Akan diperkirakan suhu pada pukul 5 lewat 15 menit dengan
interpolasi kubik, maka dapat digunakan perintah

waktu = 1:12;
suhu = [19 17 18 20 21 24 27 29 32 31
33 34];
t = interp1(waktu,suhu,4.25,’spline’)

Sehingga diperoleh

t =
20.2559

Jadi, dperoleh suhu pada pukul 04.15 sebesar 20.2559oC.

4.3 Regresi

Pembahasan mengenai regresi terkait dengan jawaban dari dua pertanyaan


yang sangat krusial dalam pembahasan sebaran data. Pertama tentang ‘best fitting’
dan kedua tentang jenis kurva yang sebaiknya yang digunakan. Hal ini tidak terlalu
mudah mengingat best fit dapat digunakan dengan beberapa cara dan kurva yang
tersedia ada tak berhingga jenisnya.

Contoh 4.3.1 Diberikan sebaran data sebagai berikut.

102
Modul Metode Numerik

x 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

y 1 1.44 1.89 2.33 2.78 3.22 3.67 4.11 4.56 5

Jika melihat sebaran data, maka best fit dapat dilihat dengan perintah ‘polyfit’

x = [1 2 3 4 5 6 7 8 9 10];
y = [1 1.44 1.49 2.33 2.78 3.22
3.67 4.11 4.56 5];
polyfit(x,y,2)

Sehingga diperoleh

ans =
0.0015 0.4403 0.4800

Perintah polyfit(x, y, 2) menggambarkan best fit untuk sebaran data x dan y, dan
polinomial 0.0015 x 2  0.4403x  0.48 adalah fungsi yang paling mendekati
pasangan sebaran data yang diberikan.

EVALUASI

103
Modul Metode Numerik

Kerjakan soal-soal berikut ini dengan benar.


1. Tentukan polinomial yang menghubungkan titik (0,1), (1,3), dan
(2,13) dengan interpolasi kuadratik.
2. Tentukan polinomial yang menginterpolasi fungsi x di titik
x  2,3,4 , dan 6 dengan interpolasi kubik. Kemudian tentukan nilai pendekatan
5 dengan polinomial tersebut, beserta error yang dihasilkan.
3. Tentukan polinomial yang menginterpolasi fungsi

x 2  169

di titik x  1,0 , dan 1 dengan interpolasi kubik.


4 Diketahui pasangan data sebagai berikut.

x 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

f (x) 0.00000 0.587785 0.951057 0.951057 0.587785 0.000000

Gunakan interpolasi kubik untuk mengestimasi nilai f (0.45) .


5. Gunakan interpolasi kubik untuk mengestimasi nilai f (1.7) dari pasangan
data di bawah ini.

x 0 0.4 0.9 1.5 2.2 3.0

f (x) 1.00000 0.81873 0.63763 0.47237 0.33287 0.22313

Daftar Pustaka

104
Modul Metode Numerik

Faires and Burden. 2002. Numerical Method, Third Edition. Brooks Cole.

Luknanto, D. 2001. Metoda Numerik. Jurusan Teknik Sipil FT UGM, Yogyakarta.

May, R. L. 1997. Numerical Methods For Engineers and Scientists. Department of


Mathematics, RMIT.

Mathews, J. H. And Fink, K. D. 1999. Numerical Methods Using MATLAB.


Prentice Hall, Upper Saddle River.

Otto, S. R. and Denier, J. P. 2005. An Introduction to Programming and Numerical


Methods in MATLAB. Speringer-Verlag London Limited.

Yang, W. Y. 2005. Applied Numerical Methods Using Matlab. A John Wiley &
Sons, Inc.

105

Anda mungkin juga menyukai