Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-NYA kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang bertemakan “Hakikat Manusia Dan Pengembangannya”
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi
penulisan, isi dan lain sebagainya. Maka kami sangat mengharapkan kritikkan dan saran guna
perbaikan untuk pembuatan makalah di hari yang akan datang.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan sederhana
ini semoga dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca.
Atas semua ini kami mengucapkan terimakasih bagi segala pihak yang telah ikut membantu
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI………………………....…………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang………………………………………………………………1
2. Rumusan Masalah……………..…………………………………………….1
3. Tujuan Penelitian…………….………………………………………………1
4. Manfaat Penelitian………….………………………………….…………….1
BAB II PEMBAHASAN
1. ………………..........................……………………………………………11
2. ……………………………….............................………………………….11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..iv
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
dimensi hakikat manusia serta potensi, keunikan, dan dinamikanya, pengembangan dimensi
hakikat manusia dan sosok manusia seutuhnya.
1. Rumusan Masalah
2. Tujuan Penelitian
3. Manfaat Penelitian
Manfaat yang kita peroleh dari pembuatan makalah ini yaitu kita dapat menegetahui serta
memahami hakikat manusia dan perkembangannya..
BAB II
PEMBAHASAN
Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk
menumbuh kembangkan potensi-potensi kemanusiaannya. Potensi kemanusiaan merupakan
benih kemungkinan untuk menjadi manusia. Ibarat biji mangga dan bukannya menjadi pohon
jambu.
Tugas mendidik hanya mungkin dilakukan dengan benar dan tepat, jika
pendidik memiliki gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu sebenarnya. Pemahaman
pendidik terhadap sikap hakikat manusia akan membentuk peta tentang karateristik manusia.
Peta ini akan menjadi landasan serta memberi acuan bagi pendidik dalam bersikap, menyusun
strategi, metode, dan teknik, serta memilih pendekatan dan orientasi dalam merancang dan
melaksanakan komunikasi transaksional didalam interaksi edukatif. Gambaran yang benar
dan jelas tentang manusia itu perlu dimiliki oleh pendidik adalah karena adanya
pengembangan sains dan teknologi yang pesat. Oleh karena itu, adalah sangat strategis jika
pembahasan tentang hakikat manusia ditempatkan pada bagian pertama dari seluruh
pengkajian tentang pendidikan.
Ciri khas manusia yang membedakannya dari hewan terbentuk dari kumpulan terpadu
(intergrated) dari apa yang disebut sifat hakikat manusia. Di sebut hakikat manusia karena
secara hakiki sifat tersebut hanya dimilki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan.
Sebelum kita mengetahui sifat hakikat manusia, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa
sebenarnya arti kata manusia. Kata manusia berasal dari bahasa sansekerta”manu”, dan dalam
bahasa latin “mens” yang artinya berfikir, berakal budi atau homo, yang berarti manusia.
Sifat hakikat manusia menajadi bidang kajian filsafat, khususnya filsafat antropologi. Hal ini
menjadi keharusan karena pendidikan bukanlah sekedar soal praktek melainkan praktek yang
berlandasan dan bertujuan. Sedangkan landasan dan tujuan pendidikan itu sendiri sifatnya
filosofis normative.
Sifat hakikat manusia diartikan sebagai ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipiil (jadi
bukan hanya gradual) membedakan manus ia dari hewan . Meskipun antara manusia dengan
hewan banyak kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologinya.
Kenyataan dan pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesan yang keliru, mengira bahwa
hewan dan manusia itu hanya berbeda secara GRADUAL. Wujud sifat hakikat manusia,
pada bagian ini akan di paparkan wujud sifat hakikat manusia (yang tidak dimiliki oleh
hewan) yang dikemukakan oleh paham eksistensi dengan maksud menjadi masukan
membenahi konsep pendidikan.
Wujud dari sifat hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan yang dikemukakan oleh
faham eksistensialisme dengan maksud menjadi masukan dalam membenahi konsep
pendidikan , Prof. Dr. Umar Tirtaraharja dkk , menyatakan :
Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki manusia maka manusia
menyadari bahwa dirinya memiliki ciri kas atau karakteristik diri. Hal ini menyebabkan
manusia dapat membedakan dirinya dan membuat jarak dengan orang lain dan lingkungan
di sekitarnya. Yang lebih istimewa lagi manusia dikaruniai kemampuan membuat jarak diri
dengan dirinya sendiri, sehingga manusia dapat melihat kelebihan yang dimiliki serta
kekurangan-kekurangan yang terdapat pada dirinya. Kemampuan memahami potensi-potensi
dirinya seperti ini peserta didik harus mendapat pendidikan dan perhatian yang serius dari
semua pendidik supaya dapat menumbuh kembangkan kemampuan mengeluarkan potensi-
potensi yang ada pada dirinya.
2. Kemampuan Bereksistensi
Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar belajar
dari pengalamannya, mengantisipasi keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa
depan dari sesuatu serta mengembangkan imajinasi kreatifnya sejak masa kanak-kanak.
3. Kata hati
Kata hati juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati, suara hati, pelita
hati dan sebagainya. Kata hati adalah kemampuan membuat keputusan tentang yang baik
atau benar dan yang buruk atau salah bagi manusia sebagai manusia. Untuk melihat
alternatif mana yang terbaik perlu didukung oleh kecerdasan akal budi. Orang yang
memiliki kecerdasan akal budi disebut tajam kata hatinya. Kata hati yang tumpul agar
menjadi kata hati yang tajam harus ada usaha melalui pendidikan kata hati yaitu dengan
melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi. Tujuannya agar orang memiliki keberanian
berbuat yang didasari oleh kata hati yang tajam, sehingga mampu menganalisis serta
membedakan mana yang baik atau benar dan buruk atau salah bagi manusia sebagai
manusia
4. Moral
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan maka yang
dimaksud moral adalah perbuatan itu sendiri. Moral dan kata hati masih ada jarak antara
keduanya. Artinya orang yang mempunyai kata hati yang tajam belum tentu moralnya baik.
Untuk mengetahui jarak tersebut harus ada aspek kemauan untuk berbuat .
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa moral yang singkron dengan kata hati
yang tajam merupakan moral yang baik. Sebaliknya perbuatan yang tidak singkron dengan
kata hatinya merupakan moral yang buruk atau rendah.
5. Tanggung jawab
Sifat tanggung jawab adalah kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari
perbuatan yang menuntut jawab yang telah dilakukannya. Wujud bertanggung jawab
bermacam-macam. Ada bertanggung jawab kepada dirinya sendiri bentuk tuntutannya
adalah penyesalan yang mendalam. Tanggung jawab kepada masyarakat bentuk tuntutannya
adalah sanksi-sanksi sosial seperti cemoohan masyarakat, hukuman penjara dan lain-lain.
Tanggung jawab kepada tuhan bentuk tuntutannya adalah perasaan berdosa dan terkutuk.
6. Rasa kebebasan
Rasa kebebasan adalah tidak merasa terikat oleh sesuatu tetapi sesuai dengan
tuntutan kodrat manusia. Artinya bebas berbuat apa saja sepanjang tidak bertentangan
dengan tuntutan kodrat manusia. Jadi kebebasan atau kemerdekaan dalam arti yang
sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan.
Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul karena manusia itu sebagai
makhluk sosial, yang satu ada hanya karena adanya yang lain. Tidak ada hak tanpa
kewajiban. Kewajiban ada karena ada pihak lain yang harus dipenuhi haknya.
Pada pembahasan telah diuraikan sifat hakikat manusia. Pada bagian ini sifat hakikat tersebut
akan di bahas lagi dimensi-dimensinya atau di tilik dari sisi lain. Ada empat macam dimensi
yang akan di bahas, yaitu
1. Dimensi keindividualan
2. Dimensi kesosialan
3. Dimensi kesusilaan
4. Dimensi keberagamaan
5. Dimensi Keindividualan
Lysen mengartikan individu sebagai ”orang seorang” sesuatu yang merupakan suatu
keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (in devide). Selanjutnya individu diartikan sebagai
pribadi . Karena adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita,
kecendrungan, semangat dan daya tahan yang berbeda.
Kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan cirri yang sangat
esensial dari adanya individualitas pada diri manusia. Sifat sifat sebagaimana di gambarkan
di atas secara potensial telah di miliki sejak lahir perlu ditumbuh kembangkan melalui
pendidikan agar bisa menjadi kenyataan. Sebab tanpa di bina, melalui pendidikan, benih-
benih individualitas yang sangat berharga itu yang memungkinkan terbentuknya suatu
kepribadian seseorang tidak akan terbentuk semestinya sehingga seseorang tidak memiliki
warna kepribadian yang khas sebagai milikinya. Padahal fungsi utama pendidikan adalah
membantu peserta didik untuk membentuk kepripadiannya atau menemukan kediriannya
sendiri. Pola pendidikan yang bersifat demokratis dipandang cocok untuk mendorong
bertumbuh dan berkembangnya potensi individualitas sebagaimana dimaksud. Pola
pendidikan yang menghambat perkembangan individualitas (misalnya yang bersifat otoriter)
dalam hubungan ini disebut pendidikan yang patologis.
3. Dimensi kesosialan
Setiap anak dikaruniai kemungkinan untuk bergaul. Artinya, setiap orang dapat saling
berkomunikasi yang pada hakikatnya di dalamnya terkandung untuk saling memberi dan
menerima.
Adanya dimensi kesosialan pada diri manusia tampat lebih jelas pada dorongan untuk
bergaul. Dengan adanya dorogan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan
sesamanya.
Susila berasal dari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan
tetapi di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat yang pantas jika di
dalam yang pantas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung. Karena itu
maka pengertian yang lebih. Dalam bahasa ilmiah sering digunakan dua macam istilah yang
mempunyai konotasi berbeda yaitu, etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika
(persoalan kebaikan). Kesusilaan diartikan mencakup etika dan etiket.
Persoaalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Pada hakikatnya manusia
memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga
dikatakan manusia itu adalah mahluk susila.
5. Dimensi Keberagamaan
Manusia memerlukan agama demi kesalamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama
menjadi sandaran vertical manusia. Manusia dapat menghayati agama melalui proses
pendidikan agama. Pendidikan agama bukan semata-mata pelajaran agama yang hanya
memberikan pengetahuan tentang agama, jadi segi-segi afektif harus di utamakan. Di
samping itu mengembangkan kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapat perhatian.
Tingkat keutuhan perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua factor, yaitu
kulaitas dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan yang
disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya.
Selanjutnya pengembangan yang utuh dapat dilihat dari berbagai segi yaitu, wujud dan
arahnya.
Keutuhan terjadi antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan, kesosialan,
kesusilaan dan keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Pengembangan
aspek jasmaniah dan rohaniah dikatakan utuh jika keduanya mendapat pelayanan secara
seimbang. Pengembangan dimensi keindividualan, kesosialan, kesusilaan dan keberagaman
dikatakan utuh jika semua dimensi tersebut mendapat layanan dengan baik, tidak terjadi
pengabaian terhadap salah satunya. Pengembangan domain kognitif, afektif dan psikomotor
dikatakan utuh jika ketiga-tiganya mendapat pelayanan yang berimbang.
Pengembangan yang tidak utuh terhadap dimensi hakikat manusia akan terjadi di dalam
proses pengembangan jika ada unsur dimensi hakikat manusia yang terabaikan untuk
ditangani, misalnya dimensi kesosialan didominasi oleh pengembangan dimensi
keindividualan ataupun domain afektif didominasi oleh pengembangan dimensi
keindividualan ataupun domain afektif didominasi oleh pengembangan domain kognitif.
Demikian pula secara vertical ada domain tingkah laku terabaikan penanganannya.
Pengembangan yang tidak utuh berakibat terbentuknya kepribadian yang pincang dan tidak
mantap. Pengembangan semacam ini merupakan pengembangan yang patologis.
Manusia seutuhnya berarti adalah sosok manusia yang tidak parsial, fragmental. Apalagi split
personality. Utuh artinya adalah lengkap, meliputi semua hal yang ada pada diri manusia.
Manusia menuntut terpenuhinya kebutuhan jasmani, rohani, akal, fisik dan psikisnya.
Berdasarkan pikiran dimikian dapat diuraikan konsepsi manusia seutuhnya ini secara
mendasar yakni mencakup pengertian sebagai berikut:
2.Keutuhan wawasan (orientasi) manusia sebagai subyek yang sadar nilai yang menghayati
dan yakin akan cita-cita dan tujuan hidupnya.
Jika pemahaman terhadap manusia seutuhnya seperti itu, maka pendidikan seharusnya
mengembangkan berbagai aspek itu. Pendidikan tidak tepat jika hanya mengembangkan satu
aspek, tetapi melupakan aspek-aspek lainnya. Pendidikan agama adalah sangat penting, tetapi
tidak boleh terlalu mengesampingkan intelektualitasnya. Sebaliknya juga tidak tepat
pendidikan hanya mengedepankan pengembangan kecerdasan dan ketrampilan, dengan
mengabaikan pengembangan spiritual.
Kenyataan seperti itu menjadikan manusia yang utuh sebagaimana yang dicita-citakan
semakin sulit dipenuhi. Pendidikan berjalan secara terpragmentasi atau terpilah-pilah,
mengedepankan sebagian dan mengabaikan bagian lainnya. Akibatnya, manusia utuh
sebagaimana yang dicita-citakan menjadi tidak jelas kapan akan berhasil diraih. Oleh karena
itu, perlu kiranya dipikirkan secara saksama dan mendalam untuk mendapatkan konsep
pendidikan yang dipandang lebih ideal un tuk menyongsong masa depan bangsa yang lebih
baik dan maju.
Menyoal dunia pendidikan, khususnya pendidikan yang membangun jati diri manusia
seutuhnya, kiranya tidak akan berhenti. Berbagai kegiatan ilmiah seperti seminar, diskusi,
lokakarya dan semiloka terus dilakukan guna mencari sebuah model pendidikan yang
dianggap dapat membebaskan manusia dari sikap ketergantungan terhadap benda, pendidikan
yang dapat membebaskan manusia dari pendewaan terhadap dunia, dan atau model
pendidikan yang dapat mencetak manusia yang utuh, yakni manusia yang manusiawi,
manusia memiliki nilai-nilai kemanusiaan.
Pendidikan manusia seutuhnya, pada dasarnya merupakan tujuan yang hedak dicapai dalam
konsep Value Education atau General Education yakni:
1) manusia yang memiliki wawasan menyeluruh tentang segala aspek kehidupan, serta
2) memiliki kepribadian yang utuh. Istilah menyeluruh dan utuh merupakan dua terminologi
yang memerlukan isi dan bentuk yang disesuaikan dengan konteks sosial budaya dan
keyakinan suatu bangsa yang dalam bahasa lain pendidikan yang dapat melahirkan: a) pribadi
yang dapat bertaqarrub kepada Allah dengan benar, dan b) layak hidup sebagai manusia.
Untuk dapat menghasilkan manusia yang utuh, diperlukan suri tauadan bersama antar
keluarga, masyarakat, dan guru di sekolah sebagai wakil pemerintah. Patut diingat bahwa
pembentukan jati diri manusia utuh berada pada tataran afeksi, dan pembelajarannya dunia
afeksi hanya akan berhasil apabila dilakukan melalui metode pelakonan, pembiasaan, dan
suri tauladan dari orang dewasa.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sifat hakikat manusia dan segenap dimensinya
hanya dimilki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Ciri-ciri yang khas tersebut
membedakan secara prinsipiil dunia hewan dari dunia manusia
Adanya hakikat tersebut memberikan tempat kedudukan pada manusia sedemikian rupa
sehingga derajatnya lebih tinggi dari pada hewan dan sekaligus mengusai hewan
Salah satu hakikat yang istimewa ialah adanya kemampuan menghayati kebahagian pada
manusia
Semua sifat hakikat manusia dapat dan harus ditumbuh kembangkan melalui pendidikan
Berkat pendidikan maka sifat hakikat manusia dapat ditumbuhkembangkan secara selaras dan
berimbang sehingga menjadi manusia yang utuh.
1. Saran
1.Kepada semua pihak yang berkepentingan dunia pendidikan wajib berpegang teguh kepada
nilai-nilai kependidikan dalam mengemban tugas dan tanggung jawab kesehariannya
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH
FILSAFAT PENDIDIKAN
“HAHIKAT MANUSIA’’
OLEH:
ALDINATA
(1302333)