Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cleft Lip and Palate (CLP) atau bibir sumbing adalah cacat bawaan
yang menjadi masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk
dengan status sosial ekonomiyang lemah. Menurut laporan peneliti dari
berbagai negara, cacat labio palatoschizis dapat muncul dari 1 : 800 sampai 1
: 2000 kelahiran. Indonesia yang berpenduduk 200 juta lebih, tentu
mempunyai dan akan mempunyai banyak kasus labio palatoschizis.
Labio palatoschizis merupakan kelainan bibir dan langit – langit, hal ini
biasanya disebabkan karena perkembangan bibir dan langit – langit yang
tidak dapat berkembang secara sempurna pada masa pertumbuhan di dalam
kandungan. Dimana biasanya penderita labio palatoschizis mempunyai
bentuk wajah kurang normal dan kurang jelas dalam berbicara sehingga
menghambat masa persiapan sekolahnya.
Labio palatoschizis sering dijumpai pada anak laki – laki dibandingkan
anak perempuan (Randwick, 2002) kelainan ini merupakan kelainan yang
disebabkan faktor herediter, lingkungan, trauma, virus (Sjamsul Hidayat,
1997).
Kelainan ini dapat dilihat ketika bayi berada di dalam kandungan,
melalui alat yang disebut USG atau Ultrasonografi. Setelah bayi lahir
kelainan ini tampak jelas pada bibir dan langit –langitnya.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberi pengetahuan tentang Labio palatoschizis
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan definisi Labio palatoschizis
b. Menjelaskan etiologi Labio palatoschizis
c. Menjelaskan patofisiologi Labio palatoschizis
d. Menjelaskan klasifikasi Labio palatoschizis
e. Menjelaskan manifestasi klinis dan komplikasi Labio palatoschizis
f. Menjelaskan penatalaksanaan Labio palatoschizis
g. Menjelaskan asuhan keperawatan Labio palatoschizis

1.3 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini yaitu memberikan pengetahuan kepada
pembaca tentang apa sebenarnya CLP itu serta bagaimana pencegahan dan
penanggulangannya, khususnya bagi mahasiswa dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien CLP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Labio/palatoskisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa
adanya kelainan bentuk pada struktur wajah. Palatoskisis adalah adanya celah
pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan
palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Labiopalatoskisis merupakan
kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah.
(Ngastiah, 2005 : 167)
Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya
propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama
perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003)
Labio/palatoskisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada
daerah mulut, palatoskisis (subbing palatum) dan labioskisis (sumbing tulang)
untuk menyatu selama perkembangan embrio. (Hidayat, Aziz, 2005:21)

2.2 Etiologi
1. Faktor Herediter
Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi.
Dimana dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan
kromosom (agen atau faktor yang menimbulkan cacat pada masa
embrio)Kawin antar kerabat sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi :
75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan. Pada setiap
sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang
kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex (
kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir
sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai
kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom
pada tiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan
bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan
otak, jantung, dan ginjal. Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan
frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor usia ibu
b. Obat-obatan.
Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin,
Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen,
Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit- langit.
Antineoplastik, Kortikosteroid
c. Nutrisi (kekurangan zat seperti vitamin B6 dan B kompleks, asam folat)
d. Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella
e. Radiasif
f. Stres emosional
g. Trauma, (trimester pertama).
(Wong, Donna L. 2003)

2.3 Manifestasi Klinik


Pada labioskisis :

1. Distorsi pada hidung

2. Tampak sebagian atau keduanya

3. Adanya celah pada bibir Pada palatoskisis:

a. Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau

foramen incisive

b. Adanya rongga pada hidung

c. Distorsi hidung

d. Teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari

e. Kesukaran dalam menghisap atau makan


2.4 Pathofisiologi
Cacat tebentuk pada trimester pertama, prosesnya karena tidak
terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah
menyatu (Prosesus nasalis dan maksialis) pecah kembali.

2.5 Pathway

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir
mudah karena pada celah sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik.
Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mengetahui
keadaan janin apakah terjadi kelainan atau tidak. Walaupun pemeriksaan ini
tidak sepenuhya spesifik. Ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya
dengan menggunakaan USG.
1. Foto rontgen
2. Pemeriksaan fisik
3. MRI untuk evaluasi abnormal

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Penatalaksanaan labio palatoschizis adalah dengan tindakan
pembedahan. Tindakan operasi pertama kali dikerjakan untuk menutup celah
bibir palatum berdasarkan kriteria “ rule of ten “, yaitu:
a. Umur lebih dari 10 minggu ( 3 bulan )
b. Berat lebih dari 10 pond ( 5 kg )
c. Hb lebih 10 g / dl
d. Leukosit lebih dari 10.000 / ul
Cara operasi yang umum dipakai adalah cara millard. Tindakan operasi
selanjutny adalah menutup bagian langitan ( palatoplasti ), dikerjakan sedini
mungkin ( 15 – 24 bulan) sebelum anak mampu berbicara lengkap sehingga
pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara. Kalau operasi dikerjakan
terlambat, seringkali hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan suara
normal ( tidak sengau ) sulit dicapai.
Bila Ini telah dilakukan tetapi suara yang keluar masih sengau dapat
dilakukan laringoplasti. Operasi ini adlah membuat bendungan pada faring
untuk memperbaiki fonasi, biasanya dilakukan pada umur 6 tahun keatas.
Pada umur 8 -9 tahun dilakukan operasi penambalan tulang pada celah
alveolus atau maksila untuk memungkinkan ahli ortodonti mengatur
pertumbuhan gigi di kanan kiri celah supaya normal. Graft tulang diambil
dari dari bagian spongius kista iliaca. Tindakan operasi terakhir yang
mungkin perlu dikerjakan setelah pertumbuhan tulang – tulang muka
mendekatiselesai, pada umur 15 – 17 tahun.
Sering ditemukan hiperplasi pertumbuhan maksila sehingga gigi geligig
depan atas atau rahang atas kurang maju pertumbuhannya. Dapat dilakukan
bedah ortognatik memotong bagian tulang yang tertinggal pertumbuhannya
dan mengubah posisinya maju ke depan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Pengkajian
a. Identitas klien : Meliputi nama,alamat,umur
b. Keluhan utama : Alasan klien masuk ke rumah sakit
c. Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan Dahulu ; Mengkaji riwayat kehamilan ibu,
apakah ibu pernah mengalami trauma pada kehamilan Trimester I.
bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, obat-obat yang pernah
dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil.
 Riwayat Kesehatan Sekarang ; Mengkaji berat / panjang bayi saat
lahir, pola pertumbuhan, pertambahan / penurunan berat badan,
riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
 Riwayat Kesehatan Keluarga ; Riwayat kehamilan, riwayat
keturunan, labiopalatoskisis dari keluarga, penyakit sifilis dari orang
tua laki-laki.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik
sumbing.
b. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi
c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d. Kaji tanda-tanda infeksi
e. Palpasi dengan menggunakan jari
f. Kaji tingkat nyeri pada bayi Pengkajian Keluarga
g. Observasi infeksi bayi dan keluarga
h. Kaji harga diri / mekanisme koping dari anak/orangtua
i. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan
j. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan
mengatur perawatan di rumah
k. Kaji tingkat pengetahuan keluarga

3.2 Diagnosa Keperawatan (NANDA)


1. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.
2. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang
penyakit.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan aspirasi ke dalam saluran pernapasan
dan masuknya cairan ke saluran telinga

3.3 Intervensi Keperawatan (NIC-NOC)


1. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan

Tujuan : anak tidak akan mengalami aspirasi setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama …x 24 jam

kriteria hasil :

a. Menunjukkan peningkatan kemampuan menelan.

b. Bertoleransi terhadap asupan oral dan sekresi tanpa aspirasi.

c. Bertoleransi terhadap pemberian perenteral tanpa aspirasi

Intervensi :

a. Jelaskan pada orang tua cara/ teknik menyusui yang benar

R/ ibu dapat mengerti cara yang benar dalam memberikan ASI

sehingga bayi terhindar dari aspirasi.

b. Tempatkan pasien pada posisi semi-fowler atau fowler.

R/ Agar mempermudah mengeluarkan sekresi.

c. Gunakan dot khusus yang agak panjang

R/ untuk meminimalkan terjadinya aspirasi


d. Sediakan kateter penghisap disamping tempat tidur dan lakukan

penghisapan selama makan, sesuai dengan kebutuhan.

R/ Mencegah sekresi menyumbat jalan napas, khususnya bila

kemampuan menelan terganggu.

e. Pantau status pernafasan selama pemberian makan tanda-tanda aspirasi

selama proses pemberian makan dan pemberian pengobatan.

R/ Perubahan yg terjadi pada proses pemberian makanan dan

pengobatan bisa saja menyebabkan aspirasi

2. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang

penyakit.

Tujuan : Rasa cemas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama ....x 24 jam

Kriteria hasil :

a. Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan.

b. Menghindari sumber kecemasan bila mungkin.

c. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan

Intervensi :

a. Jelaskan pada keluraga keadaan yang diderita anaknya

R/ pemahaman ibu tentang keadaan yang diderita anaknya mengurangi

kecemasan keluarga, karena keadaan anak masih bisa diatasi.

b. Kaji tingkat kecemasan keluarga.

R/ Untuk mengetahui seberapa besar kecemasan yang dirasakan

keluarga sekarang.
c. Berikan penyuluhan pada keluarga tentang penyakit dan proses

penyembuhannya.

R/ Untuk mengetahui bagaimana untuk memudahkan memberikan

support atau penyuluhan.

d. Anjurkan keluarga mengungkapkan dan atau mengekspresikan

perasaan (menangis)

R/ membantu mengindentifikasikan perasaan atau masalah negatif dan

memberikan kesempatan untuk mengatasi perasaan ambivalen atau

berduka. Klien dapat juga merasakan ancaman emosional pada harga

dirinya karean sperasaannya bahwa ia telah gagal, bahwa ia sebagai

wanita lemah, dan bahwa harapannya tidak terpenuhi.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan aspirasi ke dalam saluran pernapasan

dan masuknya cairan ke saluran telinga

Tujuan : bayi tidak mengalami infeksi setelah dilakukan tindakan

keperawatan .....x/24jam

Kriteria hasil :

a. Mencegah infeksi :Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.

b. Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat.

c. Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.

Intervensi :

a. Jelaskan pada orang tua penyebab dari resiko infeksi

R/ penyebab dari resiko infeksi ialah karena masuknya cairan/susu ke

dalam saluran pernapasan dan telinga.


b. Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan, kepala agak

sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat

berakibat pneumonia.

R/ Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko pneumonia.

c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik profilaksis

R/ pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan resiko infeksi.

d. Observasi tanda-tanda infeksi

R/ deteksi dini terhadap tanda-tanda infeksi

3.4 Implementasi Keperawatan

3.5 Evaluasi
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan kelainan
congenital atau bawaan yang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan
frominem maksilaris dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua
bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi sekitar
minggu keenam pasca konsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat
kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum
molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12. Penanganan
yang dilakukan adalah dengan tindakan bedah efektif yang melibatkan
beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Penutupan labioskizis
biasanya dilakukan pada usia 3 bulan, sedangkan palatoskizis biasanya
ditutup pada usia 9-12 bulan menjelang anak belajar bicara.

4.2 Saran
Untuk Labioskisis dan Labiopalatoskisis sangat penting diperlukan
pendekatan kepada orang tua agar mereka mengetahui masalah tindakan yang
diperlukan untuk perawatan anaknya.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta :


Salemba Medika. Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak Bagian 2. Jakarta; Fajar
Interpratama. Wong, Dona L.2004.

Anda mungkin juga menyukai